• Tidak ada hasil yang ditemukan

perbaikan makalah SPI Afrizal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "perbaikan makalah SPI Afrizal"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI INTELEKTUAL DARI YUNANI, PERSIA DAN ROMAWI KE DUNIA ISLAM DAN KEMBALINYA KE BARAT

Oleh : Afrizal/088101348

A. Pendahuluan

Hari ini, tidak bisa dipungkiri ilmu pengetahuan dalam segala bidang harus berkiblat ke Barat, kalau tidak ‘Barat Eropa, paling tidak ‘barat geografis’ Negara kita. Bahkan terkadang ilmu tentang diri kita sendiri, kita harus ke Barat. Kenyataan pahit yang begitu “nikmat” telah meninabobokkan umat Islam, kadang jarang diperhatikan, tetapi itulah kenyataan.

Walaupun demikian, Barat sekarang yang telah dianggap maju, fakta sejarah menunjukkan bahwa kemajuan yang mereka peroleh tidak bisa terlepas dari perkembangan intelektual muslim yang begitu pesta pada masa sebelumnya. Kemajuan dunia Islam pada saat itu, tidak hanya dirasakan oleh umat musli akan tetapi tidak terbatas pada umat non muslim.

Dunia Barat berhasil memindahkan ilmu pengetahuan dari Timur dengan usaha keras ratusan tahun, segala cara mereka tempuh untuk mencapai tujuan itu, mulai dari belajar baik-baik sampai pencurian mereka lakukan. Penjarahan perpustakaan di Baghdad oleh tentara Amerika adalah contoh terbaru cara transfer ilmu pengetahuan dari Timur ke Barat. Sejak zaman raja Richard Lion Heart misi itu telah diusung, setiap kali ada invasi ke Timur, mereka selalu menyertakan satu pasukan berisi ilmuwan dan peneliti. Dan apabila bangsa Arab terus seperti ini, mungkin besok Libya sasaran selanjutnya.

Disini kita tidak mengusung bendera anti-Barat, secara fakta kita harus mengakui kemajuan dan keunggulan mereka dalam segala bidang ilmu pengetahuan, tetapi bukan berarti kita harus meng-copy paste apa yang kita lihat dari mereka, dengan alasan kemoderenan, tetapi kita harus memfilter semua produksi mereka sebelum kita konsumsi.

(2)

B. Sejarah ringkas perkembangan Intelektual dari yunani, Romawi dan Persia sampai ke dunia Islam

Sejarah panjang peradaban Yunani mengantarkannya ke puncak peradaban manusia di seluruh dunia, kemajuan di berbagai bidang dengan mudah terlihat sebagai simbolissai kuatnya peradaban ini, di bidang ilmu pengetahuan tidak ada perkembangan ilmu modern yang mampu mengelak dari merujuk akarmya ke Yunani.

Peradaban ini melahirkan sederatan nama besar di berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti Thales, Anaxismenmes, Anaximander, Protagoras, Socrates, Aristoteles, Plato, Plotinus, Pyitagoras dan lain1. Misalnya di Athena Plato mendirikan akademika filsafat yang belakangan dikenal dengan museum Athena, sebuah lembaga besar dan terbuka, tempat para ilmuwan dari berbagai latar belakang bangsa dan agama bersama-sama mengembangkan ilmu pengetahuan. Ketika kerajaan Yunani mengalami kemunduran dan kemudian Kaisar Augustus mendirikan kerajaan Romawi (27 SM), yang memiliki karakter yang berbeda dengan penguasa sebelumnya, sifat ilmiah dan kontemplatif dari peradaban ynunani kini diganti oleh sebuah peradaban yang cenderung agak pratikal.

Peralihan ini sangat berpengaruh pada perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga produktivitas ilmiah benar-benar mengalami di bawah pimipinan kerajaan Romawi, Chester G. Starr menyebutnya sebagai abad mandul, yang disebabkan beberapa faktor yaitu2: a) absolutisme sistem imperial yang diterapkan kerajaan Romawi benar-benar bertentangan dengan kebebasan sebagai syarat perkembnagan ilmiah, b) peralihan besar-besaran dalam struktur kelas sosial, dimana kelas atas yang sebelumnya merupakan penyanggga peradaban Yunani hancur, dan c) bangkitnya individualisme menggeroti sistem kemasyarakatan sehingga tidak memberi kemungkinan berkembangnya peradaban yang tinggi.

Kemunduran ini sudah jelas ini mencapai puncaknya ketika kaisar Justian I berkuasa, karena karena kaisar ini memiliki padangan yang sempit dan tidak terlalu menghargai ilmu pengetahuan, didorong oleh motif ini dan alasan-alasan ekonomi yang lain, sehingga pada tahun 529 dia memutuskan menutup

1 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah, (Bandung : Ciputaka Media, 2006), cet. 1, h. 234-235

(3)

museum Athena maupun sekolah-sekolah lain yang ada di kota tersebut. Dengan tindakan ini hilanglah kebebasan dan kemerdekaan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Abdul Aziz dahlan menjelaskan “bahwa Bapak-bapak gereja Kristen, setelah agama Kristen menjadi agama resmi imperium romawi pada dasawarsa ketiga abad ke-1V masehi. Para pembesar gereja bersemangat membasmi ilmu dan filsafat. Mereka menganggap ilmu sebagai sihir. kebencian mereka pada pengetahuan manusia, dinyatakan dalam pribahasa mereka “ketidaktahuan adalah sumber kesalehan”. Pepustakaan-perpusatakaan di kota Alexandria dibumihanguskan pada tahun 1993 M, atas anjuran bapak-bapak gereja, sekolah-sekolah filsafat di Athena ditutup pada tahun 529 M. dan para pengajarnya diusir, perpustakaan istana yang dibangun oleh kaisar Agusnius Cesar bibakar oleh paus Gregerius Agung (590-604), ia melarang orang membaca karya-karya pengarang yunani dan romawi kuno.3

Selanjutnya pada masa ini, para ilmuwan dianggap kafir, zindik, dan keuar dari agama masehi, karena itu mereka disiksa dan dihukum dengan berbagai hukuman, oleh karena menghindari hukuman itu ada sebagian dari mereka melarikan diri ke Asia dan menetap di Syiria, Irak, dan Jazirah Arab. Di sana mereka dapat bebas mengajarkan ilmu dan filsafat yunani. Disebabkan oleh tindakan pembesar gereja tersebut, dunia barat sunyi senyap dari filsafat dan ilmu Pengetahuan, selain dari ilmu agama Masehi4. Doktrin gereja tersebut berkembang hingga abad pertengahan, sehingga pada saat itu pula dunia barat mengalami masa kegelapan yang pada akhirnya dengan perlawanan para ilmuwan yang mempertahankan pendirian ilmiahnya dan berkualisi dengan raja untuk menumbangkan kekuasaan gereja5.

Kualisi yang dibangun ini berhasil, sehingga berakhirlah kekuasaan gereja dan muncullah Renaissance yang pada akhirnya melahirkan sekularisasi dan lahirlah dikotomi antara limu dan gereja (agama)6.

3 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak pendidikan Era Rsulullah samapi Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. Ke-3, h. 138

4 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakrya Agung, 1993), h. 158-159

5 Majmul Qamar, Epistimologi Pendidikan Islam, dari Mentode Rasional hingga Metode Kritik, (Jakarta : Erlangga, 2005, h. 74-75

(4)

Dengan keadaan yang kurang menguntungkan ini banyak ilmuwan memutuskan untuk meninggalkan Athena, dan memilih pindah ke tempat dimana kebebasan dan fasilitas keilmuwan lebih tersedia, pada umumnya mereka pindah ke daerah-daerah dipantai timur laut tengah7, proses ini berperan besar bagi perkembangan pemikiran helenisme yang memadukan tradisi intelektual Yunani dan tradisi intelektual muslim, diantara mereka yang memutuskan meninggalkan Athena pada tahun 529 adalah Justinianos, Athenius, proelus, Damascius, Simplicius, Eulamius, Priscianus, Diogenes, dan Isidorus, kegiatan ilmiah mereka menacakup bidang filsafat alam, psikologi, perawatan tubuh, astonomi, dan Sejarah8.

Penutupan Athena dan eksodus ilmuan merupakan salah satu factor yang mendorong terbentuknya pusat kegiatan limiah di daerah sebelah timur laut tengah, Diantara kota-kota penting sebagai pusat keilmuan yang ada disini adalah: Aleksandria (Al-Iskandariyah), Eddesa, Nisbis dan Jundi Syapur.

Kota Aleksandria berada dibawah kekuasaan romawi timur hingga datangnya islam. Kota ini sejak abad pertama masehi telah menjadi pusat pengembangan filasafat dan ilmu pengetahuan yunani, demikian juga ilmu-ilmu yang berasal dari tradisi-tradisi timur (india dan cina) maupun trasisi ilmiah Mesir sendiri yang sudah sangat tua, dengan demikian, kota ini tidak saja berfungsi melanjutkan tradisi yunani tetapi juga memfasilitasi pembauran tradisi tersebut dengan tradisi timur9.

Pada abad ke-5 tanda kemunduran kegiatan ilmiah mulai menerpa kota ini, agaknya fantisme agama telah menyebabkan kebebasan itelektual mulai terganggu, melihat kondisi ini sebagian besar ilmuan memilih untuk masuk ke daerah-daerah yang dikuasai kerajaan Persia sasaniyah yang lebih menjamin kebebasan dan fasilitas yang baik. Kemunduran kota Aleksandria berlanjut terus sehingga pada saat tentara islam menaklukannya pada tahun 643 M. yang tersisa hanyalah bagian kecil dari lembaga-lembaga ilmiah yang dulunya sangat megah. Setelah kemuduran Athena dan Aleksandria kota yang menjadi tujuan para ilmuan adalah Eddesa dan Harran, dua kota Mesopotamia utara dimana

7 Dalam peta modern daerah timur laut terngah itu adalah Palestina, Lybia, Syria, Mesir dan Lebanon.

8 Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins Of Western Educvation A.D 800-1350 With an Introduction to medieval Muslim Education ( Boulder : University Of Colorado Press, 1964) h. 20

(5)

kebudayaan Syria kuno sudah berkembang sejak awal. Sebagai kota ilmiah, para ilmuan pagan mendapatkan tempat yang terhormat di kota ini, bahkan kegiatan kota Harran cenderung lebih didominasi oleh para ilmuan pagan10.

Pada tahun 489 M, kaisar Romawi Timur merintahkan agar Akademi ilmiah Edessa ditutup. Dengan demikian para ilmuan kembalki harus pindah, kali ini ke Nesibis, disini berlangsung kegiatan perjemahan karya-karya penting Yunani dan Sankerta ke dalam bahasa Persia lama (Pahlavi) dan bahasa Syiria, oleh para ilmuan Syria, Yahudi, Persia dll11. Diantara karya-kraya yang diterjemahkan mencakup bidang Matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat. Pada paruh abad ke0-6 Masehi kota Nisibis memiliki sebuah akdemi pendidikan yang mungkin bias disebut terbaik di dunia kala itu12.

Selain itu pusat kegiatan ilmiah yang sangat penting lainnya adalah Jundi Syapur yang terletak dibagian tenggara Mesopotamia dan berada di bawah kekuasaan Persia Sasaniyah, Jundi Syapur menjadi pusat inteletual terbaik di zamannya, khususnya setelah Raja Syapur II (310-379M) memperluas kota ini dan membangun sebuah akdemi ilmiah dengan dukungan fasilitas dan finasial yang baik, Akademi ini kemudian melanjutkan usaha bangsa Persia yang sejak awal telah berupaya mengembangkan pengetahuan yang mereka warisi dari peradaban Babilonia dan India, khusus bidang kedokteran, Matematika dan Musik.

Bersamaan dengan berkembangnya kegiatan ilmiah di kawasan Sasaniyah, kerajaan romawi timur tampaknya lebih banyak dikuasai oleh kaisar-kaisar, yang tidak mendukung kegiataan ilmiah, yang mengakibatkan ditutupnya sejumlah akademi, hal ini secara langsung menguntungkan kota Persia Jundi Syapur, akhirnya banyak ilmuan yang pindah ke Jundi Syapur, kegitan ilmiah di Jundi Syapur mencapai puncak kegemilangannya pada abad ke-6, namun kota ini masih relative vital sampai sekitar abad ke 10 M, setelah berada dibawah kekuasaan Muslim13.

Dalam kaitannya dengan Islam, kesemua kota tersebut dan tradisi intelektual yang dimilikinya adalah sebuah latar belakang, pada umumnya

kota-10 Mehdi Nakosteen, op. cit, h. 296

11 Hasan Asari, op. cit, h. 238

12 Mehdi Nakosteen, op. cit, h. 20

(6)

kota Romawi timur telah mengalami kemunduran serius pada abad 5 dan ke-6, proses kejatuhan Romawi tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Edward Gibbon dalam The Decline And Fall Of The Roman Empire menyatakan bahwa periode kedua dari merosot dan jatuhnya Kekaisaran Romawi disebabkan oleh lima faktor: pertama di era kekuasaan Justinian banyak wewenang memberi kepada Imperium Romawi di Timur; kedua adanya invasi Italia oleh Lombards; ketiga penaklukan beberapa provinsi Asia dan Afrika oleh orang Arab yang beragama Islam; keempat pemberontakan rakyat Romawi sendiri terhadap raja-raja Konstantinopel yang lemah; dan terakhir munculnya Charlemagne yang pada tahun 800 M mendirikan Kekaisaran Jerman di Barat14. Jadi penyebab kejatuhan Romawi merupakan kombinasi dari berbagai faktor, seperti problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan, keuangan dan militer. Dan di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya Islam.

Sementara kota Sasaniyah sedikit lebih belakangan, secara geografis Islam yang diturunkan di semenanjung Arabia, dikelilingi pada kebanyakkan sisinya oleh daerah kekuasaan Romawi Timur (mesir dan pantai timur laut tengah) dan Sasaniyah (Mesopotamia dan Persia. Umat islam melakukan perluasan wilayah yang kecepatannya sulit ditandingannya dalam sejarah bangsa-bangsa dunia, lebih kurang satu abad umat Islam telah menguasai sebagian besar wilayah yang semula dikuasai oleh Romawi timur dan Sasaniyah yang memang proses dalam keruntuhan terutama akibat peperangan yang berkepanjangan15.

Dari perjalanan panjang intelektual di atas terlihat bahwa sangat besar pengaruh perhatian penguasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, jika penguasa menganggap ilmu pengetahuan itu adalah kunci kemajuan, maka penguasa akan memberikan dukungan dan bantuan yang seluasnya untuk pengembangan ilmu, hal ini lah yang terjadi pada peradaban yunani. Dan sebaliknya jika ilmu pengetahuan tidak diberikan ruang dan kebebasan untuk berkembang akan membawa kemunduran dan kehancuran peradaban suatu

14 Edward Gibbon, The Decline and The Fall of Roman Impire, Abridged and Illustrated (London :United Kingdom, Bison Books Ltd. 1979), h. 1.

(7)

bangsa. Para penguasa akan leluasa menguasai hak-hak orang banyak tanpa ada beban sama sekali, sebagaiman terhadi pada masa kekuasaan romawi, sebagaimana yang dijelaskan Abu hasan Ali Nadwi dalam karyanya Islam and The Word, bahwa ”para wali gereja dilanda pelanggaran moral yang mencolok, St. Jerome sendiri mengeluh bahwa perjamuan banyak uskup, diliputi kemewahan ala gubernur provinsi, jabatan-jabatan gereja diperoleh melalui tipu daya, kemurahan hati, kelonggaran, izin-izin, pengampunan, pengikutsertaan, dan hak-hak istimewa diperjualbelikan seperti barang dangangan. Paus innocent VIII menggadaikan mahkota Paus, Tentang Leo XI dikatakan bahwa ia telah memboroskan tabungan-tabungan para pendahulunya16.

C. Transformasi Intelektual yunani ke Dunia Islam

Tranformasi secara umum dipahami sebagai proses pindah dari suatu tempat ke tempat lain, atau perubahan sesuatu, dalam konteks ini trnsforamsi iintelektual dipahami sebagai proses perpindahan intelektual terutama dalam pemikirannya (ilmunya) dari peradaban yunani, ke Romawi dan persia sampai ke dunia Islam dan kembali lagi ke dunia barat.

Menentukan dengan pasti permulaan masuknya ilmu filsafat dan sains Yunani, sejatinya sangat rumit, karena para sejarawan tergesa-gesa menunjuk masa Abbasiyah sebagai titik tolak transformasi pemikiran filsafat Yunani ke dalam dunia Islam melalui proses penerjemahan. Sejak terjadinya ekspansi Islam ke beberapa wilayah di luar jazirah Arab, seperti Bizantium hingga Spanyol, Islam pun mulai berkenalan secara intensif dengan berbagai kultur yang ditemuinya. Filsafat yunani ditemukan umat Islam dalam bahasa Syria yang campuran antara pemikiran Plato dan Aristoteles, akan tetapi tidak dalam bentuk aslinya Vitalitas ilmuan dan filosof Yunani, jembatan yang menghubungkan antara pengetahuan Hellenisme dengan budaya Islam adalah pertama penaklukan Damaskus yang dijadikan sebagai ibukota provinsi Syria, yang selanjutnya menjadi ibu kota daulah bani Umayyah pada abad ke-7, yaitu pada masa pemerintahan Abdul malik bin Marwan, adiministrasi yang berbahasa yunani diganti menjadi bahasa arab, Aleksandria, Antioch, Bactra dan jundi Syapur

(8)

menjadi pusat ilmu pengetahuan filsafat yunani, dan kedua melalui penerjemahan buku-buku filsafat Yunani kedalam bahsa syria yang merupakan nahsa intelektual timur tengah, yang mencapai puncaknya pada masa kekhalifahan Al-Makmun, dengan didirikannya pusat penerjemahan "Bait al-Hikmah" (Rumah Pengetahuan) pada tahun 830 M/217 H17.

Dari penjealasan di atas, terlihat jelas bahwa transformasi filsafat Yunani ke dunia Islam sudah terjadi pada kurun pertama Hijriyah, kemudian diteruskan pada masa Abbasiyah (113-656 H/750-1258 M). Nakosteen menjelaskan yang dikutip Samsul Nizar, bahwa setidaknya ada empat factor yang ikut mendukung terjadinya transformasi inteletual Yuani ke dunia Islam diantaranya18:

1. Terpecahnya beberapa institusi Kristen Ortodoks sekte Nestorian dan Monophysite dengan gereja induk, dengan alasan perbedaan doctrinal, yang akibatnya banyak kaum intelektual kedua sekte tersebut dikucilkan, bahkan terlempar dari unsure kegerajaan. Sehingga mereka harus mencari kebudayaan yang lebih bersahabat dan kondusif dalam mengayomi ide dinamis mereka. Satu-satunya alternative adalah ke dunia Islam. Dari ilmuwanb kedua sekte ini, umat islam kemudian mengenal pengetahuan Helenisti, terutama Ilmu kedokteran, matematika, astronomi, tekonologi dan filsafat.

2. Penaklukan Alexannder Agung, juga ikut menyebab tersebarnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan Yunani ke Persia dan India yang kemudian kedua Negara ini akhirnya menjadi wilayah kekuasaan Islam.

3. Adanya pengembangan kurikulum studi yang mampu mengakomodir seluruh ilmu pengetahuan era Universitas Alexandria oleh kekaisaran Persia di Akademi Jundi Shapur. Akademi ini selama abad ke-6 mampu memadukan ilmu pengetahuan India, Grectioan, Syiria, Helenistik, Hebrew, dan Zoroatrian, termasuk menerjemahkan ilmu pengetahuan, dan filsafat klasik Yunani ke bahasa Phalevi dan Syiria yang kemudian disebarkan ke dunia Islam dan Barat, sampai tugas ini diambil alaih oleh Baghdad di dunia bagian Timur dan Sisilia serta Cordova di Islam bagian Barat.

4. Adanya peranan para penterjemah Hebrew (Yahudi) yang menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Hebrew dan Arab dan sebaliknya. Setelah

17 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan,

( Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2010), h. 159

(9)

Islam memilki kebudayaan yang demikian tinggi, mereka menjadi transmisi alih ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke dunia barat.

Pada zaman kekhalifahan Bani Umayyah, umat Muslim telah banyak mentransmisikan pemikiran Yunani. Karya Aristoteles, dan juga tiga buku terakhir Plotinus Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen, Euclid, Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk proses asimilasi.19 Puncak kegiatan transmisi terjadi pada era kekhalifahan Abbasiyyah. Menurut Demitri Gutas proses transmisi (penterjemahan) di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial, politik dan intelektual.20 Ini berarti bahwa seluruh komponen masyarakat dari elit penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga dampaknya secara kultural sangat besar.

Usaha gigih umat Islam periode awal sampai periode pertengahan untuk menerjemahkan warisan intelektual yunani berperan besar dalam kesinambungan mata rantai sejarah peradaban dunia, khazanah intelektual yunani kuno, yang telah dihidupkan kembali oleh budaya Arab-islam, lalu diterjemahkan ke dalam bahsa latin dalam alam pikiran Eropa diperalihan zaman pertengahan abad ke-13 M-14 M), untuk selanjutnya diteruskan akan dikembangkan pada abad Modern21. Peradaban Yunani yang ditransforamsi ke dalam bahasa arab secara besar-besaran, sehingga terjadi interaksi intelektual antara pemikiran filsafat (islam) dengan filsafat Yunani, bahkan terpengaruh oleh filsafat Yunani itu sendiri, para pilosof Islam banyak mengambil pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik terhadap pemikiran-pemikiran Platonius, sehingga banyak teori-teori filosuf Yunani diambil oleh filosuf Islam. Dengan bahasa lain, tradisi Yunani banyak memberikan pengaruh dlam cabang-cabang khazanah keilmuan Islam22..

Setelah terjadi booming penerjemahan ilmu-ilmu yunani ke dalam bahasa Arab, maka filsafat yunani tidak asing lagi dikalangan akdemisi Muslim, para

19 Sharif, M.M., A History of Muslim Philosophy, jilid. II, Low Price Publication, Delhi, 1995, h.1349.

20 Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early Abbasid Society (2nd-4th/8th-10 centuries), London-New York : Routledge, , 1998), h.191.

21 Taufik Adullah, dkk, Eksiklopedi Tematis Dunia Islam : Pemikiran dan Peradaban, jilid 4, ( Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 15

(10)

teolog muslim mengambil sebagian tradisi Yunani, filasafat ketuhanan dan logika Aristoteles sebagai dasar argumentasi teolog dan alat debat, kemudian intelektual muslim menterjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Kemudian mereka mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam.23

Dengan demikian dipahami bahwa proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Artinya ummat Islam mengadapsi pemikiran Yunani ketika peradaban Islam telah mencapai kematangannya pada masa Abbasiyah dengan pandangan hidupnya yang kuat. Di situ sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam. Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.

Dengan paradigma seperti itu, umat Islam benar-benar mencapai puncak kejayaan gemilang yang belum pernah dicapai oleh bangsa-bangsa yang ada di dunia ini sebelumnya, hampir sebagian besar disipilin ilmu pengetahuan baik yang berbasis politik, ekonomi, social, budaya, eksak, dan agama itu sendiri adalah muncul dan dihasilkan oleh para pemikir umat Islam, sehingga banyak ilmuan yang cukup dikenal di dunia barat sekalipun, diantaranya : Al-Khawarizmi (Al-gorismus) dan ibn Haitam (Al-Hazen) dikenal sebagai ahli matematika dan astronomi, ibn Rusyd (Averroes) dan ibn sina ( Avicena) sangat dikenal sebagai ahli kedokteran, Al-Khazini, Al-Khurasani, al-Razi, dan ibn Sina dalah penyumbang terbesar terhadap ilmu fisika dan teknologi dan lain-lain24.

Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan dalam Islam dirasakan oleh masyarakat Eropa pada zaman Bani Umayyah di Andalus Spanyol. Oliver Leaman menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut:

….pada masa peradaban agung (wujud) di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi ke Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah-masalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai

23 Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge University Press, Cambridge, 1985, h. 6.

(11)

reputasi selama ratusan tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universtias penting berada.25

D. Transformasi Intelektual Islam Ke Dunia Barat

Dimasa kejayaannya umat Islam menguasai peradaban dunia pada saat Negara-negara barat masih berada dalam kegelapan, Proses transformasi intelektual Islam ke dunia Barat terjadi secara perlahan dan memakan waktu yang cukup panjang, begitu juga dengan prosesnya tidaklah berjalan dengan mulus akan tetapi penuh dengan hambatan dan rintangan dari berbagai aspek. Kendala yang paling besar adalah persoalan ideologis, yaitu doktrin gereja yang telah lama didominasi oleh penafsiran-penafsiran kaum gereja yang kerap kali berbenturan dengan realitas dan norma-norma ilmu pengetahuan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Disamping itu, terdapat banyak faktor yang mendukung terjadinya proses transformasi tersebut, baik faktor internal maupun eksternal. Adapun faktor internalnya adalah sifat inklusifitas umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Artinya umat Islam tidak hanya mengembangkan ilmu pengetahuan tidak dibatasi hanya untuk umat Islam saja, akan tetapi berlaku umum kepada siapa saja yang memiliki keinginan untuk belajar serta mengembangkan pengetahuan tersebut, termasuk dari kalangan pelajar Barat.

Selanjutnya menurut abu Su’ud, ada dua jalur yang telah ditempuh oleh bangsa Arab dalam melaksanakan peranannya sebagai agen perubahan dalam peradaban umat manusia, yaitu melalui peradaban Islam di Spanyol dan perang Salib26. kemudian ditambahkan oleh Musyrifah Sunanto bahwa “Ilmu pengetahuan mengalir ke Eropa melalui Anadlusia (Sapanyol), Pulau Silsilia, dan perang Salib27, seterusnya Samsul Nizar melengkapi dengan menyatakan bahwa “ penyebaran Filsafat terjadi melalui jalur perdagangan, pendidikan, dan penerjemahan karya-karya muslim ke dalam bahasa latin.

25 Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris, (London-New York : in association with The Institute of Ismaili Studies, 2000), h. 34.

26 Abu Su’ud, Islamologi Sejaran Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umata Manusia, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003), h. 197

27 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,

(12)

Disamping itu, Jayusi mengkaji dan menemukan bahwa model transformasi Kultur Islam ke dalam kebudayaan Barat ada lima cara28:

1. Melalui cerita-cerita dan syair-syair yang ditransmisikan secara oral oleh orang-orang Barat.

2. Kunjungan atau tourisme, pada abad ke 7 M, Cordoba adalah ibukota negara Islam yang menonjol dan merupakan kota yang paling berperadaban di Eropah, dan karena itu orang Eropah berduyun-duyun mengunjungi tempat ini untuk belajar dari peradaban Islam.

3. Melalui hubungan perdagangan dan politik resmi melalui utusan yang dikirim dari kerajaan-kerajaan di Eropa.

4. Menterjemahkan karya-karya ilmiyah orang Islam. Faktanya, monastri-monsatri Eropah, khususnya Santa Marie de Rippol, pada abad 12 dan 13 M memmiliki ruangan penyimpan manuskrip bagi sejumlah besar karya-karya ilmiyah orang Islam untuk mereka terjemahkan.

5. Untuk kelancaran proses penterjemahan raja-raja Eropa mendirikan sekolah untuk para penterjemah di Toledo, tepat sesudah pasukan Kristen merebut kembali kota tersebut pada tahun 1085. tujuannya adalah untuk menggali ilmu pengetahuan Islam yang terdapat pada perpustakaan-perpustakaan bekas jajahan Muslim itu.

Selanjutnya dalam literaut lain, dijelaskan bahwa beberapa jalur sebagai jalur transformasi ilmu pengetahuan dari dunia islam ke dunia Barat sebagaimana berikut ini:

1. Melalui Andalusia (Spanyol)

Perubahan peradaban umat manusia berawal dari bertemunya peradaban Islam dan peradaban bangsa Eropa. Setelah bangsa Arab menduduki semenanjung Iberia atau Spanyol, mereka membangung Daulah Anadlusia yang dikenal dengan kekhalfihan Barat. Sebagai bangsa yang tergila-gila pada membaca dan menimba ilmu, mereka melahap semua buku filsafat Yunani kuno, baik yang ada didaratan Eropa maupun yang ada dipusat kekaisaran Romawi Timur, yaitu Bizantium. Seiring dengan itu, lahirlah para cendikiawan muslim yang disamping menerjemahkan karya-karya kuno, juga menghasilkan

(13)

karya sendiri dalam berbagai cabang ilmu. Buku-buku tersebut kemudian dibaca kembali oleh orang Eropa, setelah sekian lama tidak mereka kenali29.

Ketika itu Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur, sehingga banyak orang Eropa (Barat) yang datang belajar ke sana, kemudian menerjemahkan karya-karya ilmiah umat Islam. Setelah mereka pulang ke negeri masing-masing, mereka mendirikan universitas dengan meniru pola pendidikan Islam dan mengajarkan ilmu-ilmu yang dipelajari di universitas-universitas Islam30.

Namun sejalan dengan kemunduran kejayaan Islam, secara perlahan umat Islam juga kehilangan kekuasaannya di Andalusia, transformasi ilmu pengetahuan tersebut dimulai tahun 1085 M, yakni di saat kota Teledo direbut raja Alfonso VI yang beragama Kristen sehingga pusat sekolah tinggi dan ilmu pengetahuan Islam beserta isinya terdiri dari perpustakaan berserta ilmuwan-ilmuwannya, Selanjutnya Ferdinand mengeluarkan sebuah dekrit dimana umat Islam memelih dua alternative, bersedia dibabptis sebagai pemeluk Kristen, atau keluar dari Spanyol, dengan begitu ada sebagian umat Islam di Spanyol bersedia memeluk agama Kristen dan ada pula yang pergi menginggalkan kota Spanyol ke Maroko, Mesir dan Turki31.

2. Melalui pulau Silsilia

Pulau Silsilia menjadi salah satu pintu gerbang terjadinya transformasi intelektual Islam terhadap dunia Barat.penguasaan islam atas pulau ini dimulai oleh Muawiyah pada tahun 652 M, kemudian disempurnakan tahun 827 M oleh Amir Bani Aghlab masa Al-Makmun. Selama 189 tahun, pulau ini merupakan satu provinsi daulah Aghlab dengan ibukota Palermo dan mengausai semenanjung Italia, kota Nopels (Napoli) Vanesia, Vatikan, dan kota Roma sehingga paus Johanes VIII menganggap perlu untuk membayar upeti selama 2 tahun. Bahkan pulau Malta dan pulapulau di laut tengah juga dikuasi Bani Aghlab sehingga laut Tengah pada abad pertengahan disebut laut Arabiah.

29 Abu Su’ud, Op. cit, h, 197

30 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2004),cet. Ke-16 h. 169

(14)

Dari Silsilia, ilmu pengetahuan Islam meluas ke daratan Italia semenjak didirikannya Universitas Nepals oleh Raja Federick II pada tahun 1224 M sebagai perguruan tinggi pertama di Eropa32. Diantaranya siswanya adalah Thomas Aquinas, pemimpin Katolik yang terkenal itu. Di Universitas ini Raja Federick II yang dpandang sebagai sultan Islam yang masih Kristen menghimpun naskah-naskah Arab dan bukunya Aristoteles serta Avoreos lalu menerjemahkannya kemudia digunakan dalam daftar pelajaran untuk dipelajari.

3. Melalui perang Salib

Perang salib merupakan jalur lain dari transformasi ilmu pengetahuan dari Islam ke dunia barat, terjadinya kontak sosiologis antara timur dan barat menyebabkan terjadinya pertukaran budaya antar dua bangsa. Sebagai akibat dari pertukaran buadaya itu, dan pembacaan kembali karya-karya Yunani kuno, bangsa Eropa mengenali kemali alam pikir yang rasional33.

Pada awal datang tentara salib ketanah suci, mereka kagum menyaksikan kemajuan dan kemakmuran nengeri timur, setelah mereka melakukan penyerbuan selama dua abad, mereka hidup di daerah itu. Selama mereka menetap dan menjalani kehidupan di negara Islam, semakin bagi mereka ketinggian kebudayaan Islam dalam berbagai aspek kehidupan, kemudian merekapun mulai menirunya, mulai dari segi makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga, musik, alat-alat perang, obat-obatan, ilmu pengetahuan, perekonomian, irigasi, tanam-tanaman, sitem pemerintahan, dan lain-lain. Bahkan dalam pergaulan mereka memakai bahasa Arab dan adapula yang menikah dengan penduduk asli, yang tidak kalah pentingnya banyak pula diantara mereka yang menjadi muslim34.

Lebih lanjut dijelaskan Oemar Hoesen dalam Musyrifah Sunanto, bahwa “ketika tentara Slaib sedang berkuasa, setiap ada pasukan yang pulang ke Eropa selalu membawa apa saja yang mereka temui, apakah itu berupa buku-buku ilmu pengetahuan, alat-alat kedokteran, kompas, dan hasil kemajuan umat Islam. Demikian juga ketika terakhir kali terusir dari Okka, mereka membawa segala yang mereka rampas dari hasil kemajuan umat Islam, dengan

32 Philip K. Hitti, Histori of the Arabs, (London : MacMilan, 1964), h. 610

33 Abu Su’ud, Op. Cit, h. 197

(15)

demikian dapat dikatan bahwa perang salib merupakan jembatan sebagai tempat mengalirnya kebudayaan Islam di Eropa35.

Selanjutnya Ajid Thohir menjelaskan bahwa perang saling menimbulkan akibta penting dalam sejarah dunia, karena membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia Islam, melalui perang salib inilah antara barat dan timur terjalin, pengajuan orang timur yang prgresif dan maju, pada saat meenjadi daya dorong yang bagi pertumbuhan intelektual Eropa barat, hal ini memerankan bagian penting bagi timbulnya Renassance di Eropa36.

Dari uarain diatas dapat dipahami bahwa perang salib merupakan pristiwa yang sangat berharga dan menguntungkan bagi bangsa barat, yang selama ini jauh dari kemajuan atau boleh dikatakan sangat tertinggal jika dibandingkan dengan kemajuan yang diperoleh umat Islam pada waktu itu, melaui perang salib itu, dunia barat mendapatkan ilmu pengetahuan dan berbagai temuan umat Islam yang sangat mengagumkan, yang kemudian bisa mereka kembangkan untuk mencapai kemajuan di berbagai aspek kehidupan. 4. Melalui jalur pendidikan

Universitas uamat Islam yang menjadi incaran dan banyak didatangi oleh pemuda eropa untuk menggali ilmu pengetahuan yaitu : Cordova, Sevilla, Valensia, dan granada di Andalusia. Samsul Nizar menyebutkan bahwa “ sejaka abad ke-10 banyak mahasiswa dari berbagai negara di Eropa yang data ke kota-kota tersebut untuk menimba ilmu pengetahuan yang sudah cukup maju37. Para pelajar yang sudah menggali dan menguasai ilmu pengetahuan dari Universitas Islam tersebut, selanjutnya mendirikan perguruan tinggi sendiri dengan dimotori oleh penguasa-penguasa kristen ketika mereka sudah mengausai wilayah Islam khususnya bagian barat seperti; Andalusia, Silsilia, dan sekitarnya.

Dengan demikian, dipahami bahwa bangsa Barat memperoleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan merupakan hasil pengalaman yang berharga dari mereka menuntut ilmu pengetahuan di perguruan tinggi umat Islam, sehingga

35Ibid, h. 241-242

36 Ajid Thohir, Perkembnagan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak akr sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, ( Jakarta : PT RAJA Garfindo Persada, 2004), cet. Ke-1, h. 141

(16)

mereka termotivasi dan terinspirasi dengan melihat kenyataan betapa luar biasa kemajuan yang dicapai umat Islam, dengan demikian mereka mengusahakan untuk menguasai wilayah Islam, yang kemudian mencoba mendirikan perguruan tinggi dengan menerapkan sistem pendidikan yang pernah diterapkan umat Islam.

5. Melalui penerjemahan karya-karya umat Islam ke bahasa latin

Kegiatan penerjemahan merupakan salah satu jalur dari transformasi limu pengetahuan ke dunia barat, Secara umum ada dua jalur kontak antara barat (Eropa) dengan intelektual Muslim, pertama, para mahasiswa Eropa yang belajar di berbagai lembaga perguruan tinggi Islam Spanyol, Silsilia, dan italia selatan, Kedua, kontak lansung para ilmuwan Eropa dengan karya-karya asli umat Islam yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Latin dan bahasa eropa lainnya38.

Kemudian kegiatan penerjemahan ini dilakukan dengan serius selama beberapa abad mulai dari abad ke-6/12 dan abad ke-7/13, namun masih dilanjutkan dalam intensitas yang lebih rendah pada abad berikutnya. Pada pertengahan abad ke-8/14 jumlah karya yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa-bahasa Eropa telah mencapai 1200 hingga 1500 judul.

Dengan demikian, terlihat jelas bahwa dunia barat menggali dengan sungguh karya-karya besar umat Islam, untuk melepaskan bangsanya jauh dari ketertinggalan, akhirnya dunia barat bisa mewujudkan harapannya dengan buku-buku terjemahan itu membawa perubahan yang sangat mendasar pada kegiatan ilmiah dunia latin Eropa.

6. Melalui jalur perdagangan

Jalur perdagangan merupakan jemabatan transformasi ilmu pengetahuan ke dunia Barat, seperti Andalusia, Silsilia, dan Syitia, disamping itu para pedagang muslim Andalusia melakukan hubungan dagang dengan negeri-negeri kristen melalui jalur barat maupun Timur, dari kontak melaui perdagangan yang dilakukan umat Islam dan Eropa, dunia barat mendapar pelajaran yang sangat berharga yaitu dengan melihat kemajuan-kemajuan yang

(17)

telah dicapai umat Islam, karena hal ini memberikan arti secara langsung mereka telah mengembangkan kebudayaan Islam ke Eropa39.

E. Konstribusi Intelektual Muslim Terhadap Dunia Barat

Kemajuan yang diperoleh dunia barat adalah dipengaruh oleh konstribusi dari intelektual muslim dari berbagai aspek keilmuwan, baik pendidikan, Astronomi, Matematika, Fisika, Kimia, Ilmu Hayat, Kedokteran, Filsafat, sastra, Geografi dan Sejarah, Sosiologi dan ilmu politik, Arsitektur dan seni Rupa, dan musik40. secara umum, konstribusi intelektual muslim atas dunia barat antara lain 41:

1. Sumbangan intelektual Islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan ke dunia barat.

2. Pada ada kedua belas dan tiga belas, karya-karya umat Islam tentang sains, filsafat, dan bidang lainnya, telah diterjemahkan secara besar-besaran ke dalam bahasa latin, terutama dalam bahasa Spanyol (Anadlusia), proses ini telah memperkaya kurikulum pendidikan Barat, khususnya di Wilayah Eropa barat laut.

3. Orang Islam telah memperkenalkan kepada dunia barat tentang metode eksperimental yang merupakan yang menentukan terhadap spekulasi yang membingungkan bagi orang-orang yunani sebelumnya

4. Telah diperkenalkan sistem notasi dan desimal oleh para ilmuwan muslim kedunia barat

5. Karya-karya para ilmuwan Muslim yang telah diterjemahkan, seperti karya Avicena (Ibnu Sina) di bidang ilmu kedokteran, telah digunakan sebagi teks utama lembaga pendidikan barat sampai abad ke tujuh belas.

6. Umat Islam telah memperlihatkan setipa inklusifitasnya terhadap kebudayaan lokal, tatkala orang-orang barat bersikap tidak toleran terhadap kebuadayaan lokal, seperti kebudayaan-kebudayaan pagan.

7. Umat Islam telah memberikan model lembaga pendidikan, baik pendidikan rendah maupun pendidikan tinggi kepada orang-orang barat. Padahal model yang demikian selama ini belum ada dalam kebudayaan manusia.

39 Samsul Nizar, Kebudayaan Filsafat dari Islam ke Barat, op. Cit, h. 9

40 Abu Su’ud, Op. Cit, h. 201-220

(18)

8. Para mahasiswa yang telah belajar di Universitas-universitas Islam telah banyak membawa ilmu dan peradaban yang tinggi ke dunia barat.

9. Umat islam telah memberikan model bentuk rumah sakit, sanitasi serta makanan yang sehat dan bergizi kepada barat

10. Umat islam telah membidangi lahirnya gerakan-gerakan yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dunia barat. Diantarnya 42:

a. Kebangkitan kembali (Renaissance) kebudauyaan Yunani klasik pada abad ke-14 M, yang bermula di italia dan merambak ke seluruh Eropa.

b. Gerakan pembaharuan agama kristen mulai abad ke-8 M dan memuncak pada abad ke-16 M dengan reformator-reformator Luther, Zwingli, dan Calvin.

c. Rasionalisme pada abad ke-17 M yang dipelopori dua tokoh yaitu Rene Decrates 91596-1650) dari Inggris, dan Jhon Locke (1632-1704) dari Prancis.

d. Pencerahan (aufklarung, englingtrenment) pada abad ke-18 dengan tokohnya Voltaire (1698-1778), D. Diderot (1713-1784), Baronde Montesquieu (1689-1775) dari prnacis, G. W. Leibniz (1646-1716) dari Jerman, dan M. V. Lomonossov (1711-1765) dari Rusia.

11. Umat Islam telah memperkenalkan pabrik-pabrik kertas ke dunia barat untuk menulis karya ilmiah.

Fakta sejarah membuktikan bahwa di Spanyol orang-orang Kristen tenggelam kedalam apa yang disebut sebagai Mozarabic Culture.43 Kultur Islam yang dominan inilah mungkin yang memberi sumbangan besar bagi lahirnya pandangan hidup baru di Barat. Morris menggambarkan bahwa kontak dan konflik antara Kristen-Yahudi dan Muslim memberi stimulus tidak saja kepada bangkitnya ideologi dan intelektualitas Eropa Abad Pertengahan, tapi juga imaginasinya.44 Maksudnya keingintahuan orang-orang Barat tumbuh ketika

42 S.I Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern, ( Jakarta : Girimukti Persada, 1982), h. 69

43 Mozarab asal katanya dari bahasa Sepanyol yang diambil dari Bahasa Arab musta'rab yang berarti terarabkan ('arabized'), or menjadi ke Arab-Araban, tapi istilah ini dipakai untuk mengecap seseorang yang mengaku-ngaku sebagai Arab tanpa menjadi Arab betulan. Mikel De Eplaza, “Mozarab, An Emblematic Christian Minority in Islamic Andalus”, dalam Salma Khadra Jayyusi, "The legacy of Muslim Spain", E.J.Brill, Leiden, 1992, 149-170.

(19)

menyadari bahwa Muslim memiliki pandangan hidup yang canggih (sophisticated) dan ilmu pengetahuan yang kaya lebih dari apa yang terdapat di dunia Latin. Inilah yang sebenarnya terjadi.

Dari perspektif teori terbentuknya pandangan hidup45 kita dapat menyatakan bahwa Spanyol adalah tempat dimana Barat menyerap aspirasi dari Muslim bagi pengembangan pandangan hidup mereka. Atau setidak-tidaknya, Barat memanfaatkan pertemuan mereka dengan Muslim untuk memperkaya pandangan hidup mereka. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Barat menempuh berbagai macam cara untuk mentransfer aspek-aspek penting pandangan hidup Islam yang berupa konsep-konsep itu. Namun, kebangkitan Barat tidak terjadi langsung sesudah proses tranformasi tersebut di atas. Sebab tidak ada peradaban yang bangkit secara mendadak dan tiba-tiba, sekurang-kurangnya diperlukan waktu satu abad lamanya bagi suatu peradaban untuk bangkit.

Dengan datangnya Islam yang menyatukan kawasan-kawasan Timur Dekat kedalam kekhalifahan Islam, kepeloporan di bidang sains berpindah ketangan orang-orang Islam dan bertahan hingga abad ke 12. Namun, menurut Ahmad Y al-Hassan, professor sains di Universitas Toronto, sains Islam masih berkembang dan Muslim masih menjadi pelopor sains pada abad ke 13 hingga ke 16, khususnya di negara-negara Islam bagian Timur.46 Sebab pada tahun 1259 di Maragha didirikan Observatorium astronomi dan terus beroperasi hingga tahun 1304. Observatorium ini memiliki perpustakaan dengan 400.000 judul buku, dan didukung oleh para saintis yang mumpuni di bawah pimpinan Nasr Din al-Tusi. Mereka itu adalah Qulb al-Din al-Shireze, Mu’ayyid al-Din al-Urdi, MuÍyi al-Din al-Maghribi dan lain-lain. Lembaga ini bukan hanya institusi pengkajian dalam bidang astronomi, tapi juga merupakan sebuah akademi yang memberi kesempatan untuk kerjasama dengan lembaga lain dan bertukar pikiran dengan saintis lain.

Lebih canggih dari Maragha adalah observatorium yang didirikan di Samarqand. Sponsornya adalah Ulugh Beg putra mahkota yang juga saintis. Observatorium ini selesai dibangun pada tahun 1420 dan terus beroperasi hingga

45 Alparsalan menyatakan bahwa worldview itu terbentuk dalam pikiran manusia menurut ide-ide cultural, saintifik, keagamaan dan spekulatif, melalui pendidikan, atau upaya-upya-upaya yang sadar untuk memperoleh ilmu atau keduanya sekaligus. Alparslan Acikgenc, Islamic Science, h. 15

(20)

tahun 1470 an. Yang terlibat dalam pusat sains ini adalah ahli astronomi matematika terkenal. Observatorium yang terakhir dalam Islam dibangun di Istanbul tahun 1577, di zaman kekuasaan Sultan Murad III (1574-1595). Pendiri dan Direkturnya adalah Taqi Din Muhammad ibn Ma’ruf Rashid al-Dimashqi.

Pusat-pusat kajian sains tersebut tidak bertahan lama karena pada abad-abad ke 12 hingga ke 15 keadaan ekonomi dan politik ummat Islam mulai melemah sehingga kerja saintifik kehilangan momentumnya. Dukungan moral dari masyarakat pun semakin mengecil. Al-Hassan berasumsi bahwa jika ummat Islam tidak kehilangan kekuatannya, dan jika ekonomi ummat Islam tidak rusak dan jika stabilitas politik tidak terganggu dan jika para ilmuwan itu diberi waktu lebih lama lagi untuk berkreasi, maka mereka akan berhasil melebihi apa yang dicapai Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton. Sebab model planetarium Ibn Shelir dan astronomer Muslim lainnya ternyata telah membuktikan adanya sistem heliosentris lebih dulu 200 tahun dari Cipernicus.

Sebaliknya Eropa yang pada waktu itu secara ekonomis mulai naik, bergiat mentransfer dan mengasimiliasi buku-buku filsafat dan sain dalam Islam. Oleh karena itu tidak heran jika karya-karya ilmuwan Eropa Abad Pertengahan tidak lepas dari karya-karya terjemahan dari bahasa Arab. Maka dari itu sejarawan mencatat bahwa perkembangan Eropa Barat yang terjadi pada pertengahan abad ke 13 merupakan kombinasi elemen yang dinamakan Greco-Arabic-Latin. Meskipun begitu di Eropa nama-nama saintis Muslim tidak menonjol bahkan tidak banyak mereka sebut secara eksplisit. Yang pasti setelah mereka mentransfer filsafat dan sains dari Islam Eropa pada akhir abad ke 15 konsep-konsep mereka tentang alam semesta dan ilmu pengetahuan menjadi matang dan melapangkan jalan bagi perkembangan filsafat dan sains di Barat. Kristen di Barat menjadi kekuatan kultural yang menonjol, dan Eropa mencatat peristiwa sejarah yang disebut Revolusi Sains (Scientific Revolution). Itulah sumbangan penting peradaban Islam terhadap peradaban Barat.

(21)

konsep-konsep itu dengan proses epistemologis yang panjang yang pada akhirnya menghasilkan konsep-konsep yang sudah tidak lagi dapat dikenali konsep aslinya, yaitu Islam. Hal yang sama dilakukan orang Islam ketika mengadapsi warisan Yunani. Professor Cemil Akdogan memberi contoh bahwa David Hume, yang meniru konsep dan pandangan al-Ghazali tentang hubungan kausalitas, ternyata memodifikasinya sehingga menjadi sekuler, dan hasilnya berbeda dari konsep al-Ghazzali sendiri.47

Disamping yang diuraiankan di atas, masih banyak kontribusi intelektual Muslim terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa Eropa, yang jelas ketika bangsa eropa tercerdaskan oleh peradaban Islam, mereka pada masa selanjutnya mengembangkan dan menggali ilmu pengetahuan dengan gigih, sehingga mereka mengalami kemajuan di diberbagai bidang, khususnya ilmu pengetahuan damn teknologi.

F. Penutup

Dari uraian diatas dapat disimpulkan Kebudayaan Barat adalah ilmu pengetahuan, semangat rasional dan keilmuan dalam mendalami dan memodifikasi intelektual yunai yang kemudian disumbangkan Islam, dan itu semua merupakan elemen terpenting yang merupakan produk pandangan hidup Islam. Namun, tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa karena Barat mengambil dari Islam, maka Muslim sekarang dapat mengambil segala sesuatu dari Barat. Sebab, seperti dinyatakan oleh al-Attas, konsep-konsep Islam yang diambil Barat telah dimodifikasi sehingga nilai-nilai Islam tidak dapat lagi dikenali, yang nampak menonjol adalah wajah kebudayaan Barat. Proses yang sama juga terjadi ketika Islam sebagai peradaban yang memiliki konsep-konsep yang kuat, konsep-konsep pinjaman dari kebudayaan asing dimodifikasi dan ditransmisikan kedalam lingkungan konsep Islam dan hasilnya adalah konsep-konsep yang berwajah Islam. Proses itu perlu kini perlu dilakukan kembali agar konsep-konsep asing menjadi tuan rumah dalam peradaban Islam yang agung ini.

Menyimak betapa besar kontribusi Islam terhadap lahirnya peradaban Islam berskala dunia terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi,

(22)

sesungguhnya kemajuan yang dicapai Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam. Dunia Barat sekarang sejatinya berterima kasih kepada umat Islam. Akan tetapi pada kenyataannya pihak Barat (non Muslim) telah sengaja menutup-nutupi peran besar atas jasa para pejuang dan ilmuwan muslim tersebut yang pada akhirnya terabaikan bahkan sampai terlupakan. Oleh karena itu, umat Islam perlu kembali menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan muslim atas sumbangsihnya yang amat besar bagi peradaban umat manusia di dunia dalam menyongsong kembali kejayaan Islam dan umatnya.

Kita dapat menyimak, bahwa puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi pada zaman kejayaan umat Islam masa lalu terkait erat dengan tegaknya sistem kekhilafahan, dimana adanya sistem komando yang terintegrasi secara global yang peranan secara politik sejalan dengan peranan agama. Kita juga mendapatkan gambaran dalam sejarah bahwa sosok para pemimpin terdahulu yang shaleh selain sebagai seorang negarawan yang handal dan mumpuni, juga sebagai seorang ‘ulama wara’ yang takut pada Rabb-nya, mencintai ilmu serta mencintai rakyatnya. Pada aspek ini kita bisa melihat adanya integrasi tiga pilar utama dalam pembentukan peradaban Islam yaitu agama, politik dan ilmu pengetahuan terpadu dalam satu kendali sistem kekhilafahan dibawah pimpinan seorang khalifah. Keberlangsungan sistem kekhilafahan terutama sejak zaman Daulat Umayyah dan Daulat Abbasiyah walaupun bersifat khalifatul mulk (estapeta kepemimpinan didasarkan pada keturunan/dinasti) yang adakalanya dipimpin oleh orang shaleh dan sekali waktu dipimpin oleh orang zhalim dan durhaka, tetapi seburuk-buruk kondisi pada masa kehilafahan, masih jauh lebih baik daripada masa setelah tercerabutnya kehilafahan, karena pada masa kekhilafahan hukum Islam masih tegak dan ditaati oleh umat Islam, demikian juga adanya ketaatan terhadap berbagai fatwa para ‘ulama.

(23)

terjadinya penjajahan, penaklukan dan aneksasi terhadap negeri-negeri muslim oleh armada perang dari negara-negara Barat lebih disebabkan oleh melemahnya legitimasi politik dunia Islam karena peran kekhilafahan cenderung bersifat simbol serta hanya sebatas seremonial saja hingga tumbangnya sistem kekhilafahan di dunia Islam. Dari situlah kemudian dimulainya hegemoni dunia Barat terhadap dunia Islam.

Jadi, sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam bukanlah terletak pada kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya kekuatan umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan kemaksiatan yang dilakukan. Kemaksiatan terbesar terutama berupa sikap menyekutukan Alloh Swt (musyrik) dalam beribadah serta tidak memperdulikan lagi atas berbagai aturan (syari’at) yang diperintahkan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hasan Ali Nadwi, Islam and Word pnj, Adang Affandi, (Bandung, Angkasa, 1987)

Abu Su’ud, Islamologi Sejaran Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umata Manusia, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003)

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan, ( Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2010)

(24)

Alfred Gullimaune, “Philosophy and Theology” dalam The Legacy of Islam, Oxford University Press, 1948.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2004),cet. Ke-16

Baharuddin, Umiarso, dan Sri Minarti, Dikotomi Pendidikan Islam : Historisitas dan

Implikasi pada Masyarakat Islam, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011)

Cemil Akdogan, “Ghazzzali, Descartes, and Hume: The Geneology of Some Philosophical Ideas” dalam Islamic Studies, vol. 42, Autumn 2003, Nomer: 3

Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early Abbasid Society (2nd-4th/8th-10 centuries), Routledge, London-New York, 1998

Edward Gibbon, The Decline and The Fall ofRoman Impire, Abridged and IllustratedLondon, United Kingdom, Bison Books Ltd. 1979

Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris, London-New York in association with The Institute of Ismaili Studies, 2000.

Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah, (Bandung : Ciputaka Media, 2006), cet. 1

K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1997)

M. Thobrani, Cendikiawan Muslim dan penemuan paling brilian dari Dunia Islam, ( Yokyakarta: Titan, 2010)

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakrya Agung, 1993)

Majmul Qamar, Epistimologi Pendidikan Islam, dari Mentode Rasional hingga Metode Kritik, (Jakarta : Erlangga, 2005)

Marshall G.S Hodson, The Venture Of Islam, ( Chicago : The University of Chicago Press, 1977),

Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins Of Western Educvation A.D 800-1350 With an Introduction to medieval Muslim Education ( Boulder : University Of Colorado Press, 1964)

(25)

Mohammaed Arkoun, Rethinking Islam, penj, Yudian W Asmin dan Lathiful Khuluq, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 1996)

Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge University Press, Cambridge, 1985.

Philip K. Hitti, Histori of the Arabs, (London : MacMilan, 1964), h. 610

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak pendidikan Era Rsulullah samapi Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. Ke-3

---, Sejarah dan Pergolakkan Pemikiran Pendidikan Islam: Potret Timur Tengah EraAwal dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Theaching, 2005)

---, Kebudayaan Filsafat dari Islam ke Barat, dalam Jurnal al-Ta’lim, Vol. VI, NO 11.2001 (Padang : IAIN IB Press, 2001)

Sharif, M.M., A History of Muslim Philosophy, jilid. II, Low Price Publication, Delhi, 1995

Salma Khadra Jayyusi, The legacy of Muslim Spain, Leiden : E.J.Brill, 1992)

Sharifah Shifa al-Attas, Islam and The Challenge of Modernity, ISTAC, Kuala Lumpur, 1996.

S.I Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern, ( Jakarta : Girimukti Persada, 1982)

Taufik Adullah, dkk, Eksiklopedi Tematis Dunia Islam : Pemikiran dan Peradaban, jilid 4, ( Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002)

Referensi

Dokumen terkait