• Tidak ada hasil yang ditemukan

apengaruh INTELLECTUAL CAPITAL PADA BUSSINES PERFORMANCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "apengaruh INTELLECTUAL CAPITAL PADA BUSSINES PERFORMANCE"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

aPENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL PADA

BUSSINES PERFORMANCE

Oleh : Sri Imaningati

STIE Bank BPD Jateng Semarang a

ABSTRAK

Terjadi fenomena bahwa nilai buku perusahaan berbeda dengan harga pasarnya. Hal ini mengindikasikan ada factor lain yang mempengaruhi persepsi pasar atas nilai suatu perusahaan. Intellectual Capital (IC) diperkirakan sebagai factor penyebabnya. IC dapat diukur dengan VACA merupakan ukuran dari physical capital, VAHU merupakan ukuran kemampuan kelola manajemen perusahaan. merupakan ukuran human capital, dan STVA yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan. IC berpengaruh pada Bussines Performance Perusahaan yang diukur dengan ROE. Perusahaan Real Estate and Property bangkit dari keterpurukan dengan perbaikan di bidang Intellectual Capitalnya. Pengelolaan IC yang baik akan meningkatkan Bussines Performance Perusahaan dan berlaku sebaliknya.

Keywords : Intellectual Capital, VACA(Value Added Capital Employed), VAHU(Value Added Human Capital), STVA( Structural Capital Value Added, Return On Investment).

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir ini, para pengamat ekonomi mulai melihat bahwa perbedaan nilai pasar suatu perusahaan dengan nilai buku-nya terbuku-nyata babuku-nyak yang cukup signifikan. Hal ini mulai menimbul-kan pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi. Nilai buku perusahaan meru-pakan nilai dari kekayaan, utang dan ekuitas perusahaan berdasarkan pen-catatan historis yang telah dilakukan. Sedangkan nilai pasar perusahaan merupakan hasil persepsi pasar terha-dap nilai perusahaan yang biasanya

tercermin dari nilai pasar saham perusahaan.

Berdasarkan analisis funda-mental, nilai perusahaan dihitung dari nilai bukunya, yaitu berdasar keka-yaan, hutang, ekuitas, kemampuan menghasilkan laba, dan kemampuan mengembangkan modal, yang mana semua itu dapat dilihat di Neraca. Namun dalam kenyataannya, panda-ngan pasar tidak hanya berdasar apa yang tercantum di Neraca saja. Ter-bukti terdapat selisih antara nilai buku dengan nilai pasar perusahaan. Ke-mungkinan terdapat selisih lebih ataupun selisih kurang. Hal ini

(2)

me-ngindikasikan bahwa terdapat sumber daya lain yang tersembunyi yang menjadi sumber penilaian perusahaan. Aktiva ini tidak nampak di neraca. Dan inilah yang diindikasikan menye-babkan nilai pasar perusahaan beru-bah. Pasar menilai inilah yang disebut dengan the hidden assets atau aktiva tersembunyi milik perusahaan. Aktiva ini tersembunyi karena tidak dapat dideteksi di Neraca, dan tidak dapat di telusuri di laporan keuangan yang lain. Kekayaan milik perusahaan yang mampu menaikkan nilai pasar peru-sahaan.

Menurut Stewart (1997), selisih antara nilai pasar dan nilai buku tersebut, yang diberinya istilah The

Missing Value, merupakan Intangible Assets (IA) yang tidak disajikan di

neraca. Hal ini terjadi karena standar akuntansi yang ada tidak memung-kinkan menangkap dan melaporkan investasi yang dikeluarkan untuk memperoleh sumber daya non fisik. Standar akuntansi cenderung hanya berfokus pada aktiva yang sifatnya nyata (hard assets) saja yaitu dalam bentuk Intellectual Property. Kalau-pun ada Intangible Assets yang disa-jikan dalam laporan keuangan, bia-sanya merupakan aktiva yang diukur berdasarkan nilai historis dan bukan potensinya untuk menambah nilai perusahaan. IA yang tidak muncul di Neraca inilah yang kemudian disebut sebagai Intellectual Capital (IC). Jadi dapat disimpulkan IC merupakan suatu bidang ilmu yang bertujuan untuk pembentukan pengetahuan ke dalam asset yang dapat dikalkulasi sehingga dapat dilaporkan secara kuantitatif (Sangkala, 2006).

Widyaningrum dalam Warta Ekonomi (2006), tahun 1997 saat

kri-sis ekonomi melanda dunia termasuk Indonesia, maka yang paling terkena imbasnya adalah perusahaan Real

Estate and Property. Pada waktu itu

perusahaan Real Estate and Property cenderung melakukan pinjaman bank baik dalam negeri maupun luar negeri untuk membiayai pembangunan dan pengelolaan bisnisnya. Ketika rupiah melemah karena krisis ekonomi, ma-ka bank berupaya mempertahanma-kan dana masyarakat dengan meningkat-kan bunga depositonya. Akibatnya suku bunga pinjaman meningkat dras-tis pula, sehingga berjatuhanlah peru-sahaan-perusahaan dalam bisnis ini.

Terjadi kemandegan sampai dengan tahun 2000, dan pelan-pelan bisnis ini mulai bergerak lagi tahun 2001. Sampai dengan tahun 2003, perkembangan belum begitu berarti. Menurut Bayu Utomo (2006), Head of Strategy Consulting & Investment Capital Market, Lembaga Konsultan Properti Jones Lang Lasalle, saat ini perusahaan Real Estate & Property sudah menancapkan kukunya lagi di bisnis ini dengan banyak strategi-strategi baru yang dilakukan oleh top manajemen masing-masing perusaha-an. Menurut beliau, perkembangan bisnis ini yang mengalami kenaikan 3% dari tahun 2004 akan lebih meningkat lagi di tahun-tahun men-datang.

Dengan melakukan restrukturi-sasi organirestrukturi-sasi, perekrutan tenaga ahli baru untuk menjadi manajer baru, perubahan strategi utama perusahaan, serta melakukan kerjasama-kerjasama dengan perusahaan sejenis yang lain. Perbaikan dari segala sisi di kondisi internal perusahaan, serta mengem-bangkan jaringan di luar perusahaan baik dalam skope dalam negeri

(3)

mau-pun luar negeri merupakan strategi sebagian besar perusahaan-perusaha-an tersebut. Dengperusahaan-perusaha-an upaya ini diha-rapkan dapat kembali berjaya seperti sebelum krisis ekonomi.

TELAAH TEORI

RBV (Resource-Based View)

Agar dapat bersaing organisasi membutuhkan dua hal utama, yaitu pertama, memiliki keunggulan dalam sumber daya yang dimilikinya, baik berupa Tangible Assets maupun

Intangible Assets, yang kedua adalah

kemampuan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki tersebut secara efektif (Susanto, 2007). Kombinasi dari asset dan kemampuan akan menciptakan kompetensi yang khas dari sebuah perusahaan, sehingga mampu memiliki keunggulan kompe-titif dibanding para pesaingnya. Me-tode untuk menganalisis dan mengi-dentifikasi keunggulan-keunggulan strategis perusahaan yang didasarkan pada hasil pengamatan dari kombi-nasi-kombinasi asset, ketrampilan, dan kapabilitas yang khas yang dimiliki organisasi inilah yang disebut dengan Resource-Based View (RBV). (Susanto, 2007).

Dalam metode ini, menentukan sumber daya kunci yang potensial bagi perusahaan untuk meraih keung-gulan kompetitif yang berkelanjutan merupakan hal yang paling utama. Namun perlu diidentifikasi terlebih dahulu berbagai jenis sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, dima-na kontribusinya dalam upaya men-capai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan masing-masing tidak sama. Oleh karenanya setelah mengi-dentifikasi berbagai sumber daya

yang dimiliki, perusahaan harus menentukan sumber daya kunci yang dapat melahirkan kompetensi inti, yang akan menjadi sumber keung-gulan kompetitif yang berkelanjutan

Dengan teori ini dapat disim-pulkan bahwa jika perusahaan mampu mengelola sumberdayanya dengan baik, maka pertumbuhan perusahaan akan meningkat.

MBV (Market-Based View)

Orientasi MBV memandang kinerja perusahaan dipengaruhi fak-tor-faktor eksternal. Konsep MBV didasarkan atas konsep Competitive

Force (Santoso, 2007). Model ini

menjelaskan lima faktor pendorong eksternal yang harus diperhatikan oleh sebuah organisasi agar mampu memperoleh keunggulan kompetitif dalam lingkungan bisnis, yaitu anca-man pemain baru dalam bisnis, persaingan diantara perusahaan-peru-sahaan yang berada dalam industri, ancaman adanya produk atau layanan pengganti, kekuasaan pemasok, dan kekuatan pembeli. Kekuatan kolektif dari kelima faktor pendorong ini akan menentukan potensi keuntungan seca-ra keseluruhan dalam sebuah industri. Setiap industri memiliki seperangkat karakteristik ekonomi dan teknis yang menentukan kekuatan masing-masing faktor pendorong ini.

Pemain baru merupakan sai-ngan baru dalam bisnis atau usaha yang sama. Pesaing ini biasanya ma-suk dengan model yang berbeda dari pemain lama dan biasanya model ini merupakan competitive model bagi mereka untuk masuk dan kemudian memenangkan persaingan. Selain pe-main baru yang merupakan pesaing baru, pemain lamapun menurut

(4)

pan-dangan MBV perlu diperhatikan. Apalagi jika pesaing lama merupakan pesaing kuat yang penuh dengan inovasi baru. Munculnya inovasi dari pesaing akan membuat perusahaan bereaksi menghadapinya dengan membangun strategi baru, dimana strategi baru tersebut tidak lepas dari biaya. Pengelolaan biaya yang baik untuk menghadapi pesaing merupa-kan bagian dari kinerja perusahan.

Barang pengganti juga merupa-kan ancaman, apalagi kalau barang tersebut mempunyai kemampuan me-rubah preferensi pasar sehingga tidak menganggapnya sebagai barang peng-ganti lagi melainkan menjadi barang tujuan utama. Dalam hal ini daya beli pembeli cukup berperan penting da-lam menentukan barang mana yang akan menjadi pilihan mereka.

Dewasa ini kekuatan pemasok juga berperan penting dalam keber-lanjutan usaha suatu perusahaan (Santoso,2007). Terutama pemasok yang sudah mempunyai organisasi sendiri, maka perannya akan sangat kuat baik untuk menentukan harga maupun metode penjualan. Pengada-an persediaPengada-an, baik dari segi penda-naan maupun usaha kerjasama dengan pemasok yang sangat berpengaruh pada kontinuitas produksi sangat dipengaruhi oleh kemampuan kelola manajemennya. Manajemen yang ba-ik akan mampu mengantisipasi semua persoalan yang muncul dalam kaitan-nya dengan pemasok.

Mengatasi permasalahan dari kelima faktor penting diatas ternyata sangat dipengaruhi oleh kemampuan manajemen dalam mengelola perusa-haan. Dimana akhirnya nanti akan sangat berpengaruh pada penilaian kinerja perusahaan.

IC (Intellectual Capital)

Intellectual Capital dapat diartikan sebagai modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini juga merupakan hasil akhir dari proses transformasi pengetahuan atau pengetahuan itu sendiri yang dijadikan dalam bentuk asset atau hak intelektual perusahaan.

Pemahaman tentang Intellec-tual Capital berkembang melalui berbagai penelitian. Sampai dengan saat ini belum terdapat kesamaan pendapat mengenai komponen In-tellectual Capital. Beberapa peneliti mendefinisikannya secara berbeda tergantung pada akar pengetahuan seperti apa yang mereka pegang. Menurut Sullivan (2000), IC adalah pengetahuan yang dapat diubah ke dalam profit, dimana meliputi Modal manusia, Asset Intellectual, Modal struktural. Menurut Bontis (2002), IC sebagai koleksi unik dari sumber daya

tangible dan intangible serta

trans-formasinya, adapun komponennya meliputi Modal Manusia, Modal Struktural dan Modal Pelanggan. Menurut Belkaoui (2003), IC meru-pakan talenta dari sebuah sistem orga-nisasi yang komponennya meliputi

Human Capital, Structural Capital dan Customer Capital. Firer, 2003

menyatakan IC merupakan kekayaan perusahaan yang merupakan kekuatan dibalik penciptaan kesejahteraan pe-rusahaan meliputi Phisical Capital,

Structural Capital, Human Capital.

Chen, 2005 menyatakan IC merupa-kan sumber daya unik milik peru-sahaan yang berbeda yang dapat menjadi keunggulan bersaing perusa-haan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan meliputi Capital

(5)

employed, Human Capital, Structural

Capital.

Beberapa definisi IC untuk mengukur variabel Modal Intelektual

(Intellectual Capital) menggunakan

metode yang digunakan Chen (2005).

Intellectual Capital terdiri atas Capi-tal Employed, Human CapiCapi-tal dan Structural Capital. Untuk mengukur

IC, Ming mengacu pada metode yang digunakan Pulic (2000), dengan me-ngukur koefisien nilai tambah dari kemampuan intelektual perusahaan atau disebut VAIC (Value Added

Intellectual Coefficient). Pulic

ber-anggapan IC dapat dilihat dari sisi physical capital, human capital dan structural capital. Oleh karenanya

VAIC dapat diperoleh dari tiga

kom-ponen yaitu VACA (Capital

Em-ployed Efficiency) merupakan ukuran

dari physical capital. VAHU (Human

Capital Efficiency) merupakan ukuran

human capital, dan STVA (Structural

Capital Efficiency) merupakan ukuran

dari structural capital..

VACA merupakan nilai tambah dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya kekayaan pe-rusahaan yang merupakan modal fisik (physical capital) perusahaan. Me-ngukur IC dengan cara ini merupakan cara mengukur baik ilmu penge-tahuan, tehnologi, fasilitas maupun strategi perusahaan (merupakan ba-gian dari IC) dalam pengelolaan 1. Bontis , 2002 IC sebagai koleksi unik dari sumber daya

tangible dan intangible serta transformasinya.  Modal manusia  Modal Struktural  Modal Pelanggan 2. Davis, 2002 IC adalah nilai yang tersembunyi dari

perusahaan  Modal manusia

 Modal perusahaan  Modal

pelanggan 3. Belkaoui,

2003 IC sebagai value of talented people to an organizational system  Human Capital  Structural Capital  Customer

Capital 4. Firer, 2003 IC merupakan kekayaan perusahaan yang

merupakan kekuatan dibalik penciptaan kesejahteraan perusahaan  Phisical Capital  Structural Capital  Human Capital 5. Chen , 2005 IC merupakan sumber daya unik milik

perusahaan yang berbeda yang dapat menjadi keunggulan bersaing perusahaan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.  Capital employed  Human Capital  Structural Capital.

(6)

modalnya. VACA diukur dengan cara menghitung rasio nilai tambah yang dihasilkan dari pengelolaan Capital

Employed (seluruh kekayaan

perusa-haan diluar Intangible Asset) terhadap

Capital Employed itu sendiri. Intangi-ble Asset (IA) dikeluarkan karena

menurut Ming (2005), IA yang ter-cantum di Neraca bukanlah kese-luruhan dari IA yang dimiliki peru-sahaan, sebab belum termasuk juga hal-hal lain milik perusahaan yang mengakibatkan nilai pasar perusahaan di atas nilai bukunya. IA tersebut hanya IA yang dapat diukur secara historis saja, sehingga agar tidak menimbulkan kerancuan persepsi le-bih baik dikeluarkan saja.

VAHU merupakan nilai tam-bah dari kemampuan perusahaan da-lam mengelola sumber daya manusia yang merupakan karyawan peru-sahaan (human capital). Yang diukur adalah rasio nilai tambah yang ditimbulkan karena pengelolaan SDM dengan baik terhadap seluruh pengor-banan yang dikeluarkan untuk penge-lolaan SDM tersebut. Ketika SDM dikelola dengan baik, maka ilmu pengetahuan dan ketrampilan karya-wan (bagian dari IC) meningkat dan berekses pada kinerja karyawan dan kinerja perusahaan secara keseluru-han.

STVA merupakan nilai tambah dari kemampuan organisasi perusa-haan (structural capital). Nilai tam-bah dari Structural Capital ini me-liputi modal inovasi, modal hubungan relasi (dengan keseluruhan stake-holder, seperti karyawan, pelanggan, pemasok, pesaing dll)., dan infra-struktur organisasi. Diukur dengan cara menghitung rasio modal struk-tural perusahaan (nilai tambah diluar

pengorbanan untuk pengelolaan SDM) terhadap nilai tambah perusa-haan secara total tanpa pengurangan apapun.

Untuk menghitung semua kom-ponen di atas, terlebih dahulu harus dihitung Value Added (VA). VA digunakan dengan anggapan terjadi-nya VA disebabkan karena adaterjadi-nya kekayaan perusahaan yang tidak da-pat diukur secara historis yaitu keka-yaan Intellectual yang menyebabkan nilai pasar perusahaan berbeda de-ngan nilai bukunya, sehingga dede-ngan VA-lah kita mengukur IC yang dira-siokan dengan berbagai komponen yang menimbulkan VA tersebut. Dalam penelitian ini cara menghitung VA menggunakan model Bontis (2001), yaitu : VA = S – OE – T - CCh Keterangan : VA : Value Added S : Sales Revenue OE : Operating Expenditure T : Taxes CCh : Capital Charges

Capital Charges merupakan

hasil perhitungan dari weighted

average cost of capital multiplied

(WACC) dari total modal yang diinvestasikan. Karena perusahaan sample sangat banyak, maka WACC dihitung secara rata-rata tahunan dengan data industri yang diambil dari data Bank Indonesia untuk industri Real Estate & Property. Sedangkan untuk jumlah modal yang diinvestasikan dihitung dari total modal yang diinvestasikan kepada pihak ketiga.

Selanjutnya untuk menghitung masing-masing komponen IC, maka

(7)

dihitung terlebih dahulu CE, HU, dan SC. Adapun rumusnya sebagai berikut : CE = TA – IA HU = TEE SC = VA – HU Keterangan : CE : Capital Employed

TA : Total Assets (dapat dilihat di neraca sebelah debet) IA : Intangable Assets (dapat

dilihat di neraca sebelah debet)

HU : Human Capital

TEE : Total Expenditure on Employes (meliputi penjumlahan dari upah, gaji, honor dan biaya lain untuk karyawan, dapat dilihat dari penjelasan Laporan Laba Rugi) SC : Structural Capital

Selanjutnya menghitung komponen dari IC : VACA : VA CE VAHU : VA HU STVA : SC VA Business Performance (BF)

Kinerja menurut Fisher, 1998, merupakan operasi atau kegiatan ope-rasional perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, dimana dapat diu-kur dengan elemen keuangan maupun non keuangan. Namun demikian da-lam perkembangannya kedua kinerja

tersebut tidak dapat dipisahkan. Jika suatu perusahaan bertujuan mempero-leh kinerja keuangannya, maka seha-rusnya perusahaan dapat memotivasi para pegawainya di elemen non keu-angan, karena kinerja non keuangan akan berefek secara jangka panjang terhadap kinerja keuangannya. Apa-bila kinerja keuangan yang diukur, maka ukuran ini akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam me-ngelola sumberdaya keuangan perusa-haan. Sedangkan apabila kinerja non keuangan yang diukur, maka hasil ukuran ini akan menunjukkan ke-mampuan perusahaan mengelola sumberdaya non keuangan perusa-haan yang dapat mendukung operasi perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Kinerja perusa-haan ini dapat meningkat diindika-sikan karena pengelolaan terhadap sumber daya fisik, sumber daya manusia serta sumber daya organisasi perusahaan (komponen IC) dilakukan dengan baik.

Mengacu pada penelitian Chen (2005), menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara IC dengan kinerja perusahaan. Ini mengindikasi-kan bahwa jika pengelolaan IC sema-kin baik maka sema-kinerja perusahaan akan semakin baik pula. Salah satu contohnya adalah dengan pengelolaan SDM yang baik dalam perusahaan, maka dapat meningkatkan produkti-vitas karyawan, meningkatnya pro-duktivitas karyawan dapat mening-katkan pendapatan dan juga profit perusahaan, yang akibatnya ROE perusahaan meningkat, dan akhirnya pertumbuhan perusahaanpun dapat terlihat (dari peningkatan pendapa-tan). Produktivitas selain dilihat dari produktivitas karyawan juga dapat

(8)

dilihat dari produktivitas kekayaan perusahaan. Asumsinya jika perusa-haan mampu mengelola kekayaannya dengan baik, maka produktivitas aktivanya juga akan meningkat.

Untuk mengukur variabel Ki-nerja Perusahaan (Business

Perfor-mance), peneliti menggunakan

meto-de yang digunakan Belkaoui., (2005). Kinerja Perusahaan diukur dengan ukuran ROE. Perhitungan ini dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut :

ROE = pre-tax income : average

stockholders’ equity

Return on Equity/ROE

memperli-hatkan kembalian modal saham pemi-lik modal, dan ini merupakan indi-kator keuangan yang sangat penting bagi investor.

Dari penjelasan di atas maka dapat disusun hubungan Intellectual

Capital yang diukur dengan VACA,

VAHU dan STVA terhadap Kinerja Perusahaan yang diukur dengan ROE, sebagai berikut :

ROE = bo + b1 VACA + b2 VAHU + b3 STVA + e

VACA

VAHU ROE

STVA

PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif untuk Variabel

Hasil Uji Determinasi R2

ROE VACA+ VAHU+ STVA R2 0,972 AR2 0,971 n 100

Hasil Uji persamaan ROE = bo + b1 VACA + b2 VAHU + b3 STVA + e

ROE = 1,649 + 13,445VACA - 0,004VAHU + 0,004STVA+ e

Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien VACA, VAHU, dan STVA adalah 13,445, - 0,004, dan 0,004 menun-jukkan bahwa terdapat hubungan po-sitif antara VACA dan STVA dengan ROE, dan terdapat hubungan negative antara VAHU dengan ROE. Jika

va-Variab el Mean Standar Dev Minimum Maxi mum ROE 0,000 0,981 -2,681 2,939 VACA 0,3947 4,9396 -0,9172 61,01 836 VAHU 61,7605 1651,6027 -12777,2538 13398 ,5319 STVA 2,6440 31,0999 -1,6150 384,4 596 ROE Coefficient Sig Cont 1,649 0,220 VACA 13,445 0,000 VAHU -0,004 0,000 STVA 0,004 0,914 Sig model 0,000

(9)

riabel yang lain diasumsikan konstan, maka jika kemampuan perusahaan mengelola assetnya, dan efisiensi struktural organisasi perusahaan me-ningkat, maka ROE akan meningkat pula. Dan jika biaya untuk SDM perusahaan menurun, maka ROE akan meningkat.

Industri Real Estate &

Pro-perty mempunyai modal yang cukup

besar. Dimana sebagian besar diin-vestasikan dalam bentuk aktiva tetap untuk kegiatan produksinya. Misalnya mesin-mesin tanah, pembangunan tanah, maupun produk yang disewa-kan, Maka kemampuan perusahaan untuk mengelola assetnya tersebut merupakan hal penting, Asset perlu dikelola sedemikian rupa agar tidak menganggur, karena asset yang me-nganggur tetap menyebabkan biaya muncul. Jadi diusahakan asset terse-but menghasilkan pendapatan, sehing-ga disatu sisi dapat untuk menutup biaya asset tersebut, maupun mengha-silkan laba. Ketika pengelolaan mo-dalnya meningkat maka kemampuan perusahaan menghasilkan laba juga meningkat.

Perusahaan seperti ini kecen-derungan struktur manajemennya ramping namun efektif dan efisien. Dimana mengharuskan manajemen mengatur jenjang tugas dan wewe-nang dengan jelas dan tegas (Ari Widyaningrum dkk. 2006). Maka tata kelola struktur perusahaan sangat penting. Kemampuan menekan biaya manajemen struktural namun tetap mempertahankan tercapainya tujuan manajemen merupakan benefit tersen-diri. Semakin meningkat kemampuan penghematan biaya manajemen struk-tural, maka laba semakin meningkat. Namun demikian signifikansi model

ini menunjukkan nilai 0,914, sehingga menunjukkan tidak adanya pengaruh manajemen struktural yang efektif dan efisien terhadap kemampuan menghasilkan laba. Hal ini terjadi karena perusahaan Real Estate & Property baru melakukan pembena-han struktural saat penelitian ini dila-kukan, sehingga hasilnya belum dapat dilihat saat itu juga.

Biaya sumber daya manusia dalam perusahaan seperti ini hanya meliputi biaya untuk karyawan tetap dan bukan buruh. Biaya ini meliputi gaji, biaya pendidikan, pelatihan dan pengembangan karyawan tetap. Biaya tenaga kerja berupa buruh masuk dalam harga pokok produk yang nantinya akan tercermin dalam harga jual, sehingga tidak mempengaruhi biaya SDM. Olehkarenanya jika biaya SDM meningkat, maka ini akan masuk ke biaya operasional dan se-lanjutnya mengurangi laba. Biaya SDM yang meliputi pendidikan, pe-latihan dan pengembangan kecen-derungannya signifikan cukup besar, namun benefitnya berupa peningkatan ilmu dan skill karyawan baru akan dinikmati di masa yang akan datang. Sehingga masa disaat dikeluarkannya biaya SDM tersebut, belum terlihat hasilnya. Sehingga saat itu belum ada benefit tapi biaya sudah keluar, aki-batnya ketika biaya SDM tinggi, kemampuan menghasilkan laba peru-sahaan menurun.

Berdasarkan nilai signifikansi model , dimana diperoleh hasil 0,000 (signifikan), dan hasil uji determinasi Adjusted R2 sebesar 0,971, maka

menunjukkan bahwa model ini dapat digunakan untuk menerangkan hubu-ngan antara VACA, VAHU dan

(10)

STVA dengan ROE, sehingga analisis untuk persamaannya dapat digunakan. Dari hasil di atas dapat disim-pulkan bahwa Intellectual Capital yang diukur dengan VACA, VAHU dan STVA berpengaruh pada

Bussi-nes Performance perusahaan Real Estate and Property. Hal ini

me-ngindikasikan bahwa usaha Industri Properti untuk bangkit dari kondisi stagnan dengan cara peningkatan pe-ngelolaan Intellectual Capital perusa-haan ternyata dapat meningkatkan kinerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

A B Susanto . 2007. Resource-Based

Versus Market-Based..

Ekse-kutif No. 333 Mei Hal 24-25. Ari Widyaningrum dkk. 2006.

“Sela-mat Datang Kembali”. Warta

Ekonomi No. 25 tahun XVIII,

11 Desember. Hal 40-42

Belkaoui. Ahmed Riahi. 2003. “Intellectual Capital and Firm Performance of US Multina-tional Firms, A Study of The Resource-Based and Stakehol-der Views”, Journal of

Intellec-tual Capital;4,2; ABI/Inform

Global pg 215.

Bontis, Nick. 1998. “Intellectual Capital : an exploratory study that develops measures and models”, Manajemen Decision 36/2 pg. 63 – 76, MCB University Press, ISSN 0025 – 1747.

Bontis .Nick & Jae Fitz-enz. 2002. “Intellectual Capital ROI : A Causal Map of Human Capital Antecedents and Consequents”.

Journal of Intellectual Capital ;

3,3 ; ABI/ INFORM Global pg 223.

Canibano. Leandro , Ayuso, Sanchez . Paloma. 2000. “Accounting for Intangibles Assets”. Journal

of Accounting Literature ; 19 ;

ABI/INFORM Global, pg 102. Chauvin, K.W. and Hirschey, M.

1993. “Advertising, R&D expenditures and the Market Value of The Firm”., Financial

Management, Vol. 22 No. 4,

pp. 128-40.

Chen. Ming – Chin, Cheng. Shu – Ju, Hwang.Yuhchang, 2005. “An Empirical Investigation of the Relationship between Intellec-tual Capital & Firms’ Market Value and Financial Performan-ce”. Journal of Intellectual

Capital,6, 2 ; ABI/INFORM

Global pg 159.

Edvinsson, L dan Malone, M. 1997. ”Intellectual Capital”. Harper Business, New York, NY. Eksekutif. 2007. Berburu Hunian

Bebas Banjir. No. 332 April.

Hal 46-47.

Firer. Steven. & Williams. S. Mitchell. 2003. “Intellectual Capital and Traditional Measu-res of Corporatet Performance”.

Journal of Intellectual Capital;

4, 3 ; ABI/INFORM Global pg 348.

Hall.Richard. 1992. “The Strategic Analysis of Intangible Resour-ces”. Strategic Management

Journal . Feb ; 13 ; 2 ; ABI /

INFORM Global, pg. 135. Nelly Novelina. 2007. “Human

Ca-pital Resources sebagai Sumber Keunggulan Kompetitif Baru”.

(11)

Indone-sia. No. 05/TH. XXXVI Mei

2007 hal 8-16.

Partiwi Dwi Astuti dkk. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Buiness Performance de-ngan Diamond Specification : Sebuah Perspektif Akuntansi “.

SNA VIII Solo, Sept, 15 – 16.

Sangkala. 2006. Intellectual Capital

Management, Strategi Baru Membangun Daya Saing Peru-sahaan. Yapensi, Jakarta .

Stewart, T. 2001 “ Intellectual Capital : The New Wealth of Organi-zation”. Doubleday. New York.

Referensi

Dokumen terkait

ada perbedaan nilai kemampuan berpikir tingkat tinggi antara kelas eksperimen dan.

24 Apakah semua isi rebung yang digunakan disimpan dalam tempat tertutup dan jauh dari lantai. 25 Apakah isi rebung selalu baru

Garam berfungsi sebagai pengawet pada bahan pangan, karena garam dapat mengurangi kelarutan oksigen yang diperlukan oleh mikroba untuk menghambat kerja enzim proteolitik

Untuk mendapatkan karyawan sesuai dengan bidang yang dibutuhkan perusahaan, lebih baik dalam proses rekrutmen dan seleksi perusahaan mencari karyawan baru melalui

Adapun tanda gejala penglihatan kabur dapat terjadi apabila kadar gula mengalami peningkatan sehingga suplai oksigen ke mata menjadi berkurang, namun pada kasus

Dari laporan akuntasi Perusahaan Umum Jasa Tirta II, biaya untuk sektor pembangkit listrik tenaga air, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, irigasi, perusahaan daerah air

Sem ua besaran  Ber pot ensi menim bulkan dam pak berupa per ubahan kest abilan lahan (land subsidence), air tanah sert a gangguan ber upa dampak t er hadap

Adapun saran yang dapat penulis berikan bagi strategi promosi perpustakaan SD Tumbuh 1 Yogyakarta dalam menarik siswa untuk memanfaatkan koleksi, sebagai berikut:.. Lebih