• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman

Yogyakarta

Angela Upitya Paramitasari angelaupito@gmail.com

Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perancangan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.

Abstrak

Karakter kawasan pada cagar budaya merupakan pembentuk identitas. Pengembangan pembangunan modern yang melanda Yogyakarta, khususnya di kawasan Pakualaman membawa berbagai dampak, salah satunya identitas kawasan yang tergerus. Sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang diprioritaskan oleh pemerintah, perlu adanya langkah khusus dalam mempertahankan karakter kawasan Pakualaman, sebagai salah satu bentuk pelestarian kota heritage. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan identifikasi terhadap bentuk-bentuk karakter yang mendukung identitas kawasan Pakualaman, terutama aspek tangible yang mudah terlihat. Perangkat identifikasi didapatkan berdasarkan rangkuman dokumen-dokumen UNESCO dan ICOMOS yang berkaitan dengan kawasan heritage. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan sifat deskriptif. Hasil yang didapatkan berupa elemen-elemen karakter kawasan pakualaman yang bersifat tangible yang terlihat dari struktur kawasan, konsep kawasan, serta langgam arsitektural yang telah terbentuk di dalam kawasan.

Kata-kunci : karakter kawasan, kawasan heritage , Pakualaman, tangible

Pendahuluan

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan kekayaan budaya yang melimpah , baik yang berbentuk fisik maupun non fisik. Salah satu karakter Kota Yogyakarta yang kuat adalah sistem semi monarki yang masih dipertahankan dengan keberadaan dua kerajaan pecahan Mataram Islam berupa Kasulltanan Ngayogyakarta yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono dan Kadipaten Pakualaman yang dipimpin oleh Adipati Paku Alam. Identitas tersebut lalu diperkuat dengan Undang-undang dan rancangan Peraturan Daerah Keistimewaan DIY berkaitan dengan kebudayaan, tata ruang, pertanahan, dan sistem pemerintahan yang menaungi keistimewaan Yogyakarta.

Permasalahan yang tengah terjadi pada perkembangan kota Yogyakarta antara lain, pembangunan modern yang kurang memperhatikan identitas khas Yogyakarta (dapat berupa pembangunan hotel, sarana komersial ataupun residensial), penghancuran bangunan cagar budaya, pemadatan hunian penduduk di tanah khusus kerajaan, serta kurangnya kesadaran masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain dalam upaya pelestarian kawasan. Khusus pada kawasan sekitar Puro Pakualaman yang merupakan kediaman Adipati Paku Alam, muncul perubahan fungsi, penambahan hunian, serta pembangunan hotel yang dapat merubah struktur, karakter, dan identitas kawasan juga tidak ditindaklanjuti lebih jauh.

(2)

Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta

kawasan bersejarah/heritage. Terbentuknya identitas berasal dari karakter kawasan yang unik dan jiwa tempat/spirit of place yang (Garnham, 1985). Selain itu, konsep “keaslian” atau authencity juga menjadi pertimbangan utama dalam upaya pelestarian. Oleh karena itu keaslian dari karakter kawasan perlu untuk dinilai terlebih dahulu. Langkah pertama dalam usaha pelestarian adalah melakukan identifikasi dan dokumentasi nilai keaslian kawasan, baik aspek tangible maupun intangible (Protokol Hoi An, 2001). Cara yang lebih mudah dalam menilai karakter kawasan adalah melihat dari aspek tangible/fisiknya. Penilaian aspek fisik suatu kawasan dapat terbagi menjadi grup (ensemble), konteks (context/setting), dan area (veldpaus, 2015).

Penelusuran nilai dari karakter kawasan melalui bentuk fisik kawasan berupa struktur atau morfologi kawasan, keberadaan ruang terbuka dan bangunan, bentuk arsitektural, serta bentuk fisik lainnya. Hasil dari identifikasi aspek tangible dapat berkesinambungan dengan aspek intangible, berupa makna atau gagasan-gagasan tersembunyi dari bentuk-bentuk fisik yang terlihat.

Metode Penelitian

Penelitian berkenaan dengan identifikasi karakter fisik kawasan Pakualaman menggunakan perspektif social-constructivism sebagai acuan pemikiran, melalui pemikiran bahwa pengembangan makna berdasarkan kepada pengalaman manusia lalu diasosiasikan dengan obyek-obyek tertentu. Penilaian aspek tangible menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif, sehingga penelitian tersebut dapat dikatakan menggunakan metode kualitatif (Creswell, 2008). Proses dalam metode kualitatif adalah menggunakan data dengan memanfaatkan teori sebagai fasilitator untuk menjelaskan sebuah kasus atau situasi yang terjadi. Pendekatan yang dilakukan menggunakan grounded theory, sebuah pendekatan berdasarkan data untuk menyempurnakan suatu teori atau bahkan membuat teori baru.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan baik data primer maupun data sekunder. Data primer yang digunakan berupa hasil observasi lapangan berbentuk foto, sketsa, dan diagram di dalam dan sekitar kawasan Pakualaman, terutama dengan melihat tipologi dan langgam bangunan, keberadaan ruang terbuka, aksesbilitas, aktivitas dan fungsi di dalam kawasan, fasilitas yang terbangun, street furniture, penanda, serta elemen-elemen kota lainnya yang mendukung identifikasi karakter kawasan. Data primer lain berupa hasil wawancara dengan metode snowball kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan di dalam kawasan Pakualaman, seperti pihak Puro Pakualaman, Pemerintah, Akademisi, serta masyarakat sekitar kawasan. Data-data sekunder yang digunakan berupa kajian literatur atau publikasi ilmiah tentang sejarah dan pengenalan kawasan secara umum, terutama menyangkut kebudayaan, peta-peta sejarah, serta peraturan-peraturan tentang kebudayaan dan keistimewaan yang berlaku di dalam kawasan.

Metode Analisis Data

Metode analisis data menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif dan analisis visual mapping. Analisis deskriptif merupakan analisis yang bertujuan memberi gambaran akan keseluruhan data kepada pembaca. Data-data sekunder dan primer yang telah dikumpulkan akan dideskripsikan untuk memberi pemahaman yang lebih jelas dan lebih mudah. Sementara analisis visual mapping bertujuan untuk mendapatkan temuan dari hasil pemetaan kawasan masa lalu sampai searang (sinkronik). Secara lebih jelas, metode analisis dipaparkan pada Tabel 1.

(3)

Hasil dan Pembahasan

1. Sejarah Kawasan Pakualaman

Kawasan Pakualaman yang diteliti merupakan bagian dari kekuasaan Kadipaten Pakualaman. Kadipaten Pakualaman berdiri pada tahun 1813, pada masa penjajahan Inggris dengan penyerahan kekuasaan oleh Hamengku Buwono II kepada adiknya, Pangeran Natakusuma dengan status Pangeran Merdika (pangeran yang merdeka). Pangeran Natakusuma lalu mendapatkan gelar sebagai KGPAA Paku Alam I dengan kediaman di Puro Pakualaman di sisi timur Kasultanan Ngayogyakarta. Pada kawasan Pakualaman terdapat Puro Pakualaman sebagai pusat pemerintahan dan kediaman Adipati, alun-alun Sewadanan sebagai ruang terbuka dan tempat sosial raja dengan msayarakat, masjid sebagai sarana religius, dan pasar tanjung sebagai sarana perekonomian masyarakat. Pasar Tanjung kini hilang digantikan dengan keberadaan pasar Sentul.

Tabel 1. Metode Analisis Data dalam Penelitian

Aspek Elemen Kriteria Pengumpulan Teknik data

Teknik

Analisis Hasil Tangible

Area Ensemble Grup.. Sekumpulan bangunan atau area/konfigurasi urban spesifik

Observasi lapangan Wawancara Studi literatur Deskriptif, Visual Mapping Tipologi bangunan, Toponim Konsep Kawasan Context/setting Konteks

Bangunan atau elemen kota di sekitar kawasan yang mendukung dan memberi konteks pusaka Konsep arsitektural dan kawasan Fungsi dan kegiatan Area Area

Distrik pada (urban) lanskap yang lebih luas, kombinasi spesifik antara elemen budaya dan/atau natural

Contoh:lingkungan, fragmen urban, struktur urban, townscape, rute atau ruang terbuka

Konsep kawasan, Morfologi kawasan, Aktivitas

(4)

Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta

Konsep kawasan tidak jauh berbeda dengan bentuk Kasultanan Yogyakarta, namun dengan skala yan lebih kecil. Orientasi Puro Pakualaman menghadap ke arah selatan sebagai bentuk penghormatan kepada eksistensi Kesultanan Yogyakarta. Pada kawasan terdapat pula hunian-hunian pangeran ataupun kerabat dan pejabat Pakualaman yang biasa disebut Ndalem. Baik Ndalem maupun Puro menggunakan konsep tata ruang tradisional Jawa pada konfigurasi massa bangunannya. Selain itu terdapat konsep sistem pertanahan berupa magersari dan indung, serta tanah keprabon dan tanah bukan keprabon untuk menyatakan status dan kepemilikan tanah Pakualaman.

Aspek Tangible Kawasan Pakualaman

Aspek tangible pada kawasan Pakualaman terbagi atas tiga elemen, yaitu grup (ensemble), konteks (context/setting), dan area. Pembagian elemen berdasarkan skala lingkup kawasan. Melalui kriteria yang terbentuk dari ketiga elemen tersebut, menghasilkan bentuk-bentuk fisik khas yang terlihat pada kawasan. Bentuk fisik dapat berupa elemen kota, bangunan, kelompok bangunan, sampai kepada kawasan yang lebih besar. Terlihat bahwa pada aspek tangible tersirat aspek intangible, sehingga kedua aspek tersebut tidak dapat dipisahkan. Secara garis besar, hasil dari keseluruhan identifikasi aspek tangible dijabarkan ke dalam Tabel 2.

Tabel 2. Identifikasi Aspek Tangible

Elemen Hasil Keterangan

Ensemble Grup

Tipologi Bangunan

Tradisional Jawa:

Puro Pakualaman, Ndalem Pangeran, Rumah Rakyat

Insdisch:

Rumah hunian

Toponim Pembagian area kampung berdasarkan pada kawasan Ndalem, aktivitas masyarakat yang berdiam, ataupun elemen kota yang yang dominan.

Konsep Kawasan Catur Gatra: Puro Pakualaman Alun-alun Sewadanan Masjid Pakualaman Pasar Sentul Context/setting Konteks

Konsep Arsitektural Tradisional Jawa Zona Publik sebagai ruang sosial, contoh : Pendapa Zona Privat sebagai tempat kediaman

Konsep Kawasan

Catur Gatra

Puro Pakualaman : Pemerintahan Alun-alun Sewadanan : Sosial Masjid Pakualaman : Religius Pasar Sentul : Perekonomian

Pertanahan

Tanah Keprabon : tanah milik Pakualaman yang tidak dapat dipindahtangankan dan dan diwariskan kepada pihak lain Tanah bukan Kepabron: tanah milik Pakualaman yang dapat dipindahtangankan

Sistem Magersari : Sistem sewa tanah

Sistem Indung : Sistem peminjaman tanah tanpa membayar Fungsi dan kegiatan Pemerintahan : Puro dan Ndalem Kebudayaan : Ruang terbuka dan rute jalan

(5)

Terdapat tiga karakter fisik yang khas kawasan Pakualaman, antara lain tipologi bangunan, struktur, dan konsep kawasan, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Kawasan Pakualaman memiliki dikembangkan dengan dua tipologi langgam arsitektur, yaitu langgam arsitektur Jawa dan langgam arsitektur Indisch. Seiring perkembangan zaman, muncul tipologi arsitektur baru, yaitu langgam arsitektur modern atau masa kini. Langgam arsitektur Jawa dan Indisch tersebut masih dapat terlihat di beberapa bangunan di dalam kawasan. Beberapa bangunan dengan langgam khas tersebut masuk ke dalam daftar bangunan cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan sebagai salah satu bentuk fisik pembentuk karakter kawasan.

Elemen Hasil Keterangan

Area Area

Konsep kawasan

Catur Gatra

Pemerintahan – Sosial – Religius - Ekonomi

Tradisional Jawa Pusat Pemerintahan

Kawasan Pakualaman sebagai pusat pemerintahan Kadipaten Pakualaman dengan wilayah kekuasaan di kota Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, dan wilayah kekuasaan lainnya.

Morfologi

kawasan Organik, Ndalem berfungsi sebagai pusat kawasan

Aktivitas

Area Jalan, Ruang terbuka, dan bangunan untuk aktivitas: Seremonial

Perarakan Jumeneng Dalem Grebeg Budaya

Tinggalan Ndalem

Non Seremonial – rumah-rumah hunian, fasilitas umum dan fasilitas sosial

Kesenian tari Kuliner

Kerajinan batik dan perak

(6)

Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta

Langgam arsitektur Jawa terlihat dalam bangunan Puro Pakualaman sebagai pusat pemerintahan dan kediaman K.G.P.A.A. Paku Alam X saat ini, beberapa bangunan Ndalem Pangeran yang masih utuh namun beralih fungsi atau kepemilikan, dan beberapa elemen arsitektural pada rumah rakyat, terlihat dari bentuk atap, massa, bukaan, ataupun komposisi ruangnya. Sementara langgam arsitektur Indisch tersebar di sisi selatan Puro Pakualaman dengan fungsi hunian dan komersial (dalam pengembangannya). Melihat dari kondisi eksisting kawasan pada masa kini dibandingkan dengan kondisi kawasan masa lalu, terdapat perubahan tata ruang berupa pemadatan massa bangunan dan perubahan fungsi bangunan menggeser makna terdahulu untuk kelangsungan bangunan. Seperti contoh, Ndalem Suryoprinangan kini berubah fungsi menjadi hotel Puri Pangeran, Ndalem Notokusuman (Kepatihan) beralih fungsi menjadi fasilitas pendidikan, dan hunian Indisch Kemayoran menjadi kantor. Pada Ndalem Pujowoninatan, terjadi pemadatan massa berupa hunian rakyat hasil dari sistem Magersari dan Indung. Beberapa Ndalem lain seperti Ndalem Nototarunan beralih kepemilikan lahan menjadi milik pribadi. Persebaran bangunan dengan langgam Jawa dan Indisch yang masuk ke dalam daftar bangunan cagar budaya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Persebaran Bangunan Cagar Budaya dan Catur Gatra Kawasan Pakualaman.

(7)

Sementara dilihat dalam skala lebih besar, yaitu kawasan, terdapat konsep penting dalam tata ruang kawasan Pakualaman berupa konsep tata ruang Jawa Catur Gatra Tunggal. Catur Gatra Tunggal merupakan empat elemen yang menjadi satu kesatuan dalam kebersamaan tunggal. Konsep Catur Gatra dapat ditemukan sejak zaman kerajaan Majapahit, lalu masih digunakan dalam pembentukan tata ruang kerajaan Mataram Islam di Kota Gede, Kesultanan Ngayogyakarta, dan juga di Kadipaten Pakualaman. Unsur dalam Catur Gatra terdiri atas budaya, sosial, ekonomi, dan religiusitas. Elemen pembentuk Catur Gatra antara lain:

1. Pusat pemerintahan ditangan Adipati Paku Alam bertempat di Puro Pakualaman

2. Pusat kegiatan sosial dan interaksi antara pemimpin dengan masyarakat terdapat di Alun-alun Sewadanan.

3. Pusat peribadatan atau religiusitas bertempat di Masjid Pakualaman

4. Pusat perekonomian terdapat di pasar bertempat di Pasar Tanjung (dahulu) digantikan dengan Pasar Sentul (sekarang).

Konsep Catur Gatra masih dipertahankan sampai saat ini, menunjukkan karakter kawasan yang khas dan identik dengan tata ruang kerajaan Mataram Islam. Perubahan yang terjadi tidak merubah makna dari Catur Gatra, melalui perubahan fungsi dan letak pasar yang awalnya Pasar Tanjung di sisi barat kawasan menjadi Pasar Sentul di sisi timur.

Karakter kawasan Pakualaman juga dapat dilihat dari stuktur kawasan dan toponim. Struktur kawasan berupa jalan di dalam kawasan Pakualaman sebagian besar masih sama, dengan perkembangan berupa penambahan jalan-jalan kecil di dalam kampung. Struktur kawasan berupa jalan merupakan salah satu bentuk fisik penting dalam karakter kawasan, karena menyiratkan fungsinya sebagai jalur ritual kawasan. Struktur kawasan berupa jalan yang masih bertahan

Gambar 4. Peta Toponim Kawasan Pakualaman.

(8)

Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta

Terdapat sebelas toponim kampung yang memiliki nama berasal dari jenis pekerjaan atau aktivitas mayoritas di dalam masyarakat kampung, area kepemilikan ndalem pangeran, ataupun elemen kota yang dominan di dalam area kampung. Beberapa contoh toponim tersebut, antara lain:

1. kampung Natawinatan dan Suryengjuritan sebagai penunjuk keberadaan kediamaan ndalem pangeran,

2. kampung Kenekan dan Purwanggan yang menunjukkan jenis pekerjaan dominan dari masyarakat yang berdiam di dalam area,

3. kampung Tanjung yang menunjukkan dominasi keberadaan pohon Tanjung di sekitar area. Sebagian besar toponim kampung tersebut hanya menyisakan nama saja dengan berbagai perubahan yang telah terjadi di dalam kawasan, baik dari fungsi bangunan maupun aktivitas masyarakat.

Kesimpulan

Penelitian akan identifikasi aspek tangible karakter kawasan Pakualaman merupakan penelitian pendahuluan dalam rangka usaha pelestarian kawasan. Karakter kawasan Pakualaman dalam skala besar yaitu konsep dan struktur kawasan masih memiliki bentuk dan makna yang belum banyak berubah. Namun dalam skala yang lebih kecil, berupa elemen-elemen kota seperti bangunan, ruang terbuka, lanskap, dan elemen lainnya mengalami banyak perubahan dengan adanya pemadatan massa bangunan, perubahan fungsi dan penggunaan, dan perubahan aktivitas dapat menggerus karakter maupun identitas kawasan. Melalui hasil penelitian, diketahui adanya keterikatan antara aspek tangible dengan aspek intangible melalui bentuk fisik, aktivitas, dan makna yang terbentuk. Akhirnya, perlu adanya usaha perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan Pakualaman agar makna dan identitas kawasan yang telah terbentuk dan berlangsung sejak lama tidak menghilang akibat pengembangan modern.

Daftar Pustaka

Albiladiyah, I. (1985). Puro Pakualaman Selayang Pandang. Yogyakarta: Depdikbud Dirjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional.

Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc.

Creswell, J.W. (2012). Qualitative Inquiry & Research Design: Choosing Among Five Approches. California: Sage Publications, Inc.

Garnham, H. (1985). Maintaining the Spirit of Place: A Process for The Preservation of Town Character. The University of Winsconsin: PDA Publishers Corp.

Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc.

Hadiyanta, E. (2015). Kawasan Cagar Budaya di Yogyakarta: Citra, Identitas, dan Branding Ruang. Jurnal Widya Prabha. Yogyakarta: Balai Pelestarian Cagar Budaya.

Heritage, S. (2011). Ideologi dalam Pengembangan Pengetahuan. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 1, 01-12. Pradnyawan, D. (2015). Sejarah Kawasan Pakualaman 1830-1946 (Kajian Morfologi Kawasan Pakualaman).

Yogyakarta: UGM

Suryodilogo, A. Sumardiyanto, B. Sudibyo, S. (2012). Warnasari Sistem Budaya Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. Jakarta : Trah Pakualaman Hudyana

Tiesdell, S. (1996). Revitalizing Historic Urban Quarters. Boston : Butterworth-Architecture.

Veldpaus, L. (2015). Historic urban landscapes: framing the integration of urban and heritage planning in multilevel governance. Eindhoven: Technische Universiteit Eindhoven

Gambar

Gambar  1.  Perkembangan  Kawasan  Pakualaman.  Peta  terlampir  merupakan  peta  tahun  1872  (kiri  atas),
Tabel 2. Identifikasi Aspek Tangible
Gambar 2. Peta Tipologi Bangunan Kawasan Pakualaman.
Gambar 3. Peta Persebaran Bangunan Cagar Budaya dan Catur Gatra Kawasan Pakualaman.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang

Metode : Penelitian ini menggunakan disain explanatory research dengan pendekatan cross sectional yang menjelaskan pengaruh dan prediksi kecukupan nilai kritis

Animasi yang dihasilkan oleh fungsi run.Probnormal(), adalah memperagakan nilai peluang (luas daerah di bawah kurva) dari suatu sebaran normal, dengan berbagai rata- rata dan /

selalu dicelup ke dalam air setiap 10-15 saat untuk mengelakkan besi daripada terbakar. Mencanai Lekuk Pada Permukaan Atas Matlamat a) Menggunakan roda pencanai halus bagi proses

Sj_ = besar arus jenuh untuk kelompok jalur atau

Namun, Teori Kategori Sosial tidak dapat menjelaskan secara keseluruhan bahwa setiap kategori yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui tingkat kebisingan lalu lintas dan sebarannya di sepanjang Jalan Cik Di Tiro, 2) Mengetahui hubungan antara

Oleh sebab itu karena jenis beras yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian adalah sama, maka tidak terdapat perbedaan kadar glukosa nasi yang signifikan