• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. (lex Regia) dan Emperors law (lex Caesarea) yaitu undang-undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. (lex Regia) dan Emperors law (lex Caesarea) yaitu undang-undang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Sectio Caesaria 1.Pengertian

Istilah sectio caesaria berasal dari kata latin yaitu caedere yang artinya memotong. Pengertian ini semula dijumpai dalam Roman law (lex Regia) dan Emperors law (lex Caesarea) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari rahim.

Sekarang bedah sectio caesaria bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Karena sekarang jauh lebih aman berkat kemajuan teknologi tim medis dalam tehnik operasi yang lebih sempurna. Jacob Nufer tercatat sebagai orang pertama kali yang melakukan sectio caesaria pada istrinya. Dia adalah seorang tukang potong babi.

a. Sectio Caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Sarwono Prawirohardjo, 2009).

b. Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin melalui insisi trans abdomen (Bobak, 2004).

c. Sectio Caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus (EnyMeiliya, 2008).

(2)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin melalui sayatan di abdomen dan uterus dengan proses persalinan buatan tujuannya untuk memudahkan proses kelahiran janin.

2. Etiologi

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa Tulang-tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

(3)

2. Pre-Eklamsi Berat (PEB)

Pre-eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmhg atau lebih disertai protein urin dan oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Wiknjosastro, 2006).

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting.

3. Ketuban Pecah Dini (KPD)

Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda persalinan pada umur kehamilan 28 minggu sampai 37 minggu

(Lee dan Major, 2001).

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin, berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks, penanganannya memerlukan pertimbangan usia gestasi (periode waktu bayi berada di dalam rahim), adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan (Sarwono Prawirohardjo, 2009).

(4)

4. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi.Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. 6. Kelainan Letak Janin

a. Kelainan pada letak kepala 1). Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

2). Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

(5)

3). Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendahdan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

b. Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

3. Indikasi

Indikasi melakukan seksio sesaria adalah kemajuan dalam tehnik operasi dan anastesi serta obat-obat antibiotika menyebabkan angka kejadian seksio sesaria dari periode ke periode meningkat dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Mochtar R, 2002: 118).

a. Indikasi ibu

1) Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior). 2) Panggul sempit.

3) Disproporsi sefalo-pelvik:yaitu ketidaksiembangan antara ukuran kepala dan panggul.

(6)

5) Partus lama (prolonged labor) 6) Partus tak maju (obstructed labor) 7) Distosia serviks

8) Pre-eklamsi dan hipertensi b. Indikasi janin

1) menurut Letak lintang. 2) Letak bokong.

3) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil

4) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak berhasil.

5) Emelli Eastman, sectio caesarea di anjurkan:

a. Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation).

b. Bila terjadi interlok (locking of the twins). c. Distosia oleh karena tumor.

d. Gawat janin.

4. Jenis operasi sectio caesaria. Sectio caesaria transperitonealis:

a) Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri.

b) Sectio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen di bawah rahim.

(7)

c) Sectio caesaria ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan tidak membuka kavum abdominal.

5. Komplikasi

a). Infeksi puerperal (nifas) komplikasi ini bersifat: a. Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

b. Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,dengan disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.

c. Berat; dengan pritonitis,sepsis dan ileus paralitik.hal ini sering dijumpai adanya infeksi intrapartal karena ketuban yang sudah pecah terlalu lama,dengan penanganan yaitu pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat.

b). Perdarahan sering disebabkan karena:

a. banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka. b. atonia uteri.

c. perdarahan pada placental bed.

Komplikasi yang sering muncul adalah adanya luka kandung kemih dan emboli pada paru dan adanya keluhan di kandung kemih jika reperitonialisasi yang terlalu tinggi,dengan kemungkinan adanya rupturaa uteri spontan pada kehamilan yang akan datang (Rustam Mochtar 1998).

6. Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesaria

Sebelum keputusan untuk melakukan tindakan sectio caesaria diambil, harus dipertimbangkan secara teliti dengan resiko yang

(8)

mungkin terjadi. Pertimbangan tersebut harus berdasarkan penilaian pra bedah secara lengkap yang mengacu pada syarat – syarat pembedahan dan pembiusan dalam menghadapi kasus gawat darurat (Saifuddin, 2009).

Tindakan sectio caesaria memang memiliki keuntungan dn kerugian. Keuntungannya diantara lain adalah proses melahirkan memakai waktu yang lebih singkat, rasa sakit minimal, dan tidak mengganggu atau melukai jalan lahir. Sedangkan kerugian tindakan ini dapat menimpa baik ibu atau bayi yang dikandungnya.

a. Kerugian yang dapat menimpa ibu antara lain:

1. Resiko kematian empat kali lebih besar dibanding persalinan normal.

2. Darah yang dikeluarkan dua kali lipat dibanding persalinan normal.

3. Rasa nyeri dan penyembuhan luka pascaoperasi lebih lama dibandingkan persalinan normal.

4. Jahitan bekas operasi beresiko terkena infeksi sebab jahitan itu berlapis-lapis dan proses keringnya bisa tidak merata.

5. Perlekatan organ bagian dalam karena noda darah tidak bersih. 6. Kehamilan dibatasi dua tahun setelah operasi.

7. Harus di caesaria lagi saat melahirkan kedua dan seterusnya. 8. Pembuluh darah dan kandung kemih bisa tersayat pisau bedah. 9. Air ketuban masuk pembuluh darah yang bisa mengakibatkan

(9)

10. Kematian mendadak saat mencapai paru – paru dan jantung (Sunaryo,2008).

b. Sedangkan kerugian yang dapat menimpa bayi antara lain :

1. Resiko kematian 2 – 3 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang lahir melalui proses persalinan biasa.

2. Cenderung mengalami sesak nafas karena cairan dalam paru – parunya tidak keluar. Pada bayi yang lahir normal, Cairan itu keluar saat terjadi tekanan.

3. Sering mengantuk karena obat penangkal nyeri yang diberikan kepada sang ibu jug mengenai bayi (Widjarnako, 2008).

B. Mobilisasi

Mobilisasi pasca Sectio caesarea adalah suatu pergerakan, dengan mengarahkan atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan Sectio Caesarea (Ridwan, 2008).

Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan paska bedah dan dapat mencegah komplikasi paska bedah. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka. Selain itu tindakan mobilisasi dini diharapkan ibu nifas dapat menjadi lebih sehat dan lebih kuat, selain juga dapat melancarkan pengeluaran lochea, membantu proses penyembuhan luka akibat proses persalinan,

(10)

mempercepat involusi alat kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan serta meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi air susu ibu (ASI) dan pengeluaran sisa metabolisme (Manuaba, 2008).

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000). Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien yang membaik. Pada pasien post operasi sectio caesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segera menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari– jarinya agar kerja organ pencernaan segera kembali normal (Kasdu, 2003). Konsep mobilisasi mula–mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur–angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Ancheta, 2005).

Dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

a. Tujuan Mobilisasi

Adapun tujuan dari mobilisasi ROM Menurut Brunner & suddarth ( 2002 ). adalah sebagai berikut :

1. Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta mengembalikan rentang gerak aktivitas tertentu sehingga penderita

(11)

dapat kembali normal atau setidak-tidaknya dapat mencakupi kebutuhan sehari-hari.

2. Memperlancar peredaran darah.

3. Membantu pernapasan menjadi lebih kuat.

4. Mempertahankan tonus otot, memelihara dan meningkatkan pergerakan di persendian.

5. Memperlancar eliminasi buang air besar dan air kecil. 6. Melatih atau ambulansi.

b. Mobilisasi dibedakan berdasarkan kemampuan gerakan yang dilakukan oleh seseorang (Alimul 2009).

1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motorik dan sensorik. Untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuh.

c. Tahap-tahap Mobilisasi Dini

Latihan Rentang Gerak. (Range Of Motion/ROM).

Kemampuan sendi untuk melakukan pergerakan pada pasien berbeda sesuai dengan kondisi kesehatannya. Latihan rentang gerak

(12)

merupakan gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu, sagital, frontal, dan transversal (Potter dan Perry, 2006). Latihan rentang gerak ini dilakukan pada masing-masing persendian dengan melakukan gerakan yang tidak membahayakan. Latihan ROM dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Latihan ROM secara pasif merupakan latihan dimana perawat menggerakkan persendian pasien sesuai dengan rentang geraknya. Sedangkan latihan ROM secara aktif adalah ROM yang dilakukan oleh pasien sendiri tanpa bantuan perawat dan alat bantu. Perbedaan latihan ROM pasif dan aktif bergantung pada ada tidaknya bantuan yang diberikan perawat pada pasien dalam melakukan ROM

(Asmadi, 2009).

d. Tahap-tahap mobilisasi dini 1. Miring ke kanan – kiri

Memiringkan badan ke kiri – ke kanan merupakan mobilisasi paling ringan yang paling baik dilakukan pertama kali. Di samping mempercepat proses penyembuhan, gerakan ini juga mempercepat kembalinya fungsi usus dan kandung kemih secara normal.

2. Menggerakkan kaki

Setelah membalikkan badan ke kanan dan kiri, mulai gerakkan kedua kaki. Ada mitos yang mengatakan hal ini tidak boleh dilakukan karena bisa menyebabkan varises. Itu tidak benar. Justru bila kaki tidak digerakkan dan ibu berbaring terlalu lama, akan

(13)

terjadi pembekuan pembuluh darah balik yang bisa menyebabkan varises maupun infeksi.

3. Duduk

Setelah agak ringan, cobalah duduk di tempat tidur. Bila merasa tidak nyaman, jangan paksakan diri. Lakukan pelan-pelan sampai terasa nyaman.

4. Berdiri dan turun dari tempat tidur

Kalau duduk tidak manyebabkan rasa pusing, teruskan dengan mencoba turun dari tempat tidur dan berdiri. Jalan sedikit. Bila terasa sakit atau ada keluhan, sebaiknya hentikan dulu dan di coba lagibegitu kondisi tubuh sudah terasa lebih nyaman.

5. Ke kamar mandi

Bila sudah tidak ada keluhan, bisa di coba untuk berjalan ke kamar mandi dan buang air kecil. Ini pun harus dilatih, karena biasanya banyak ibu yang merasa takut.

e. Resiko bila tidak melakukan mobilisasi dini pada nifas (Arief Mansjoer, 2001).

a. Pada sistem kardiovaskuler

Pada sistem kardiovaskuler terjadi penurunan tekanan darah sistolik kurang lebih 20 mmHg dapat terjadi setelah ibu merubah posisi berbaring dan duduk (ortthostaltik hypotension).

(14)

b. Pada saluran perkemihan

Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna dari kandung kemih.

c. Pada gastrointestinal

Pengembalian defekasi secara normal terjadi lambat minggu pertama, hal ini dikarenakan adanya penurunan mobilitas usus, kehilangan cairan dan gangguan adanya rasa nyaman pada perineum. Setelah minggu pertama post partum fungsi usus sudah kembali normal.

C. Lochea

Lochea adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum. Hari berikutnya darah bercampur lendir dan disebut lochea sanguilenta. Setelah satu minggu, lochea cair tidak berdarah lagi, warnanya agak kuning, disebut lochea serosa. Setelah 2 minggu, lochea hanya merupakan cairan putih disebut lochea alba. Biasanya lochea berbau agak sedikit amis, kecuali bila terdapat infeksi akan berbau busuk, umpamanya pada adanya lokiostasis (lochea tidak lancar keluar) dan infeksi (Bobak, 2005).

(15)

Mula- mula cairan berwarna merah, Kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat, Cairan ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lochea yang keluar harus semakin berkurang (Bobak, 2005).

Adapun jenis- jenis lochea berdasarkan urutan keluarnya adalah :

a). Lochea rubra (cruenta), terutama mengandung darah segar (seperti darah haid) dan debris desidua serta debris trofoblastik (verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium atau feses janin). Hal ini menunjukkan bahwa darah nifas berpotensi mengandung banyak kuman. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 1- 2 hari.

(b). Lochea sanguinolenta/serosa, terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan, berwarna kuning berisi darah dan lendir yang terjadi sekitar hari ke-3 sampai hari ke-7. Setelah 10 hari bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih.

(c). Lochea serosa, berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi terjadi pada hari ke 7 sampai 14 masa nifas.

(d). Lochea alba, mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri yang keluar setelah 2 minggu masa nifas. Lochea alba, bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2005). Setiap perubahan pada pola pengeluaran lochea bila disertai suatu perpanjangan pengeluaran darah, ada kemungkinan

(16)

keadaan ini abnormal, seperti terdapat sisa plasenta, selaput ketuban atau luka jalan lahir yang masih berdarah (Manuaba, 2002).

Jika cairan yang keluar seperti nanah dan berbau busuk maka hal ini merupakan tanda-tanda infeksi disebut lochea purulenta dan bila pengeluaran lochea tidak lancar disebut lochiostasis.

D. Asuhan Keperawatan. 1). Pengkajian

1. Pengkajian dasar data klien

Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran caesarea.

2. Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml. 3. Integritas ego

Dapat menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

4. Eliminasi

Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas.

(17)

5. Makanan / Cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal. 6. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal. epidural

7. Nyeri / Ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung

kemih/abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering. 8. Pernafasan (Paru-paru)

Inspeksi : Pergerakan paru simetris Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : Bunyi sonor

Auskultasi : Tidak ada whezzing atau ronchi 9. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh, jalur parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan.

10. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.

11. Pemeriksaan diagnostik

(18)

dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan. Urinalisis : kultur urine, darah vagina dan lochea, pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual

2). Diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitus jaringan sekunder akibat pembedahan.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan parentanan tubuh terhadap bakteri sekunder Pembedahan.

3. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalamPembedahan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi resmi pembedahan dan nyeri.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot. 3). Rencana keperawatan dan Rasional

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitus jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001). Tujuan : Nyeri berkurang/hilang

Kriteria hasil : - Klien merasa nyeri berkurang /hilang - Klien dapat istirahat dengan tenang Intervensi

a. Kaji skala nyeri dan karakteristik alokasi karakteristik termasuk kualitasnya frekuensi.

(19)

Rasional : Untuk mengetahui tingkatan nyeri dan menentukan tindakan selanjutnya

b. Monitor tanda –tanda vital Rasional :

Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat.

c. Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi fowler ,miring Rasional :

Untuk mengurangi nyeri.

d. Dorong penggunaan teknik relaksasi misal latihan nafas dalam Rasional :

Merileksasikan otot, mengalihkan perhatian dan sensori nyeri. e. Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang

Rasional :

Untuk mengurangi nyeri.

f. Kolaborasi pemberian anal getik sesuai indikasi Rasional :

Meningkatkan kenyamanan dan mempercepat proses penyembuhan

2. Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan parentanan tubuh terhadap bakteri sekunder Pembedahan (Carpenito, 2000).

(20)

Kriteria hasil : - Tidak ada tanda- tanda infeksi (rubor, tulor, dolor, tumor, dan fungsiolaesa )

- Tanda- tanda vital normal terutama suhu (36-37 °C) Intervensi

a. Monitor tanda-tanda vital Rasional :

Suhu yang meningkat dapat menunjukan terjadinya infeksi. b. Kaji luka pada abdomen dan balutan

Rasional :

Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus. c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien, teknik

rawat luka dengan anti septik. Rasional :

Mencegah kontaminasi silang atau penyebaran organisme infeksius.

d. Catat /pantau kadar Hb dan Ht Rasional :

Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.

e. Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional :

(21)

3. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doenges, 2001).

Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, meminimalkan devisit volume cairan.

Kriteria hasil : Membran mukosa lembab, kulit tak kering Hb 12gr % Intervensi :

a. Ukur dan catat pemasukan pengeluaran Rasional :

Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasikan

pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi.

b. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai lab, misal privesi, posisi duduk mengalir dalam bak

Rasional :

Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.

c. Catat munculnya mual /muntah Rasional :

Masa post operasi semakin lama durasi anestesi semakin besar beresiko untuk mual.

(22)

d. Periksa pembalut , banyaknya pendaraan Rasional :

Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi. e. Beri cairan infus sesuai program

Rasional :

Mengganti cairan yang telah hilang.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi resmi pembedahan dan nyeri (Doenges,2001).

Tujuan : klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpadi sertai nyeri

Kriteria hasil: Klien dapat mengidentivikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktvitas

Intervensi :

a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas Rasional :

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan kelemahan, keletihen yang berkenaan dengan aktivitas b. Catat tipe anestesi yang di berikan pada saat intra partus pada

waktu klien sadar. Rasional :

(23)

c. Anjurkan klien untuk istirahat Rasional :

Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenega untuk beraktivitas, kliendapat rileks.

d. Bantu dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan Rasional :

Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan klien

Terpenuhi.

e. Tingkatkan aktivitas secara bertahap Rasional :

Dapat meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping emosional.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot. Tujuan : Keterbatasan pada pergerakan sistem tubuh satu atau lebih pada ekstremitas dapat mandiri dan terarah.

Kriteria hasil : - Klien meningkat dalam aktivitas fisik. - Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah.

Intervensi :

a. Monitoring tanda-tanda vital.

(24)

b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

Rasional : Untuk mengetahui rentang gerak pasien. c. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.

Rasional : Untuk mengetahui kemampuan dalam aktivitas. d. Melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara

mandiri sesuai kemampuan.

Rasional : Untuk meningkatkan rentang gerak klien. e. Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi.

Rasional : Untuk memberikan rasa tenang agar cepat melakukan aktivitas secara mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Meta konsep educability memungkinkan masyarakat (warga belajar) “fully able to take advantage of any available educational opportunities”, lebih giat mencari

(5) Ruang tertutup dalam bangunan umum dan pergudangan yang luas permukaan lantainya lebih dari luas tersebut pada ayat (2) atau (3) pasal ini, maka banyaknya alat pemadam

Selain itu, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang diperoleh dari putusan-putusan penyebaran berita bohong (hoax), dan data sekunder yang

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya loss adalah dengan menggulirkan gerakan disiplin yang dibangun untuk memperbaiki moral, mental dan motivasi karyawan agar

Artikel terakhir ”Inventarisasi Tutupan Lahan Menggunakan Satelit Penginderaan Jauh Alos dengan Metode Klasifikasi Tetangga Terdekat Studi Kasus: Jawa Barat”,

Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi jenis tumbuhan bawah beserta nilai frekuensi ditemukannya jenis sehingga dapat diketahui komposisi dan pola sebaran,

Namun agar penilaian tetap bersifat objektif, maka guru hendaknya menjelaskan terlebih dahulu tujuan dari penilaian diri ini, menentukan kompetensi yang akan dinilai,

Metode ini dipilih agar diperoleh data penelitian yang bersifat mendalam dan menyeluruh mengenai perilaku sosial anggota pencak silat persaudaraan setia hati terate di