• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI..."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 4

1.4 Orisinalitas Penulisan ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.5.1 Tujuan Umum ... 7

1.5.2 Tujuan Khusus ... 7

(2)

ii 1.6.1 Manfaat Teoritis ... 8 1.6.2 Manfaat Praktis ... 8 1.7 Landasan Teoritis ... 9 1.8 Metode Penelitian ... 14 1.8.1 Jenis Penelitian ... 14 1.8.2 Jenis Pendekatan ... 14 1.8.3 Sifat Penelitian ... 15 1.8.4 Sumber Data ... 15

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data ... 18

1.8.6 Teknik Analisis ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN HUKUM, PELANGGARAN HUKUM, BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, KOSMETIKA 2.1. Tindakan Hukum... 20

2.2. Badan Pengawas Obat dan Makanan ... 22

2.3. Pelanggaran Hukum ... 30

2.4. Kosmetik ... 32

BAB III BENTUK PELANGGARAN HUKUM ATAS BEREDARNYA PRODUK KOSMETIK DI KOTA DENPASAR 3.1. Bentuk Pengaturan Mengenai Peredaran Komestik dalam Peraturan Perundang – undangan ... 44

3.2. Bentuk Pelanggaran Hukum Atas Beredarnya Produk Kosmetik di Kota Denpasar ... 54

(3)

iii

BAB IV TINDAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH BALAI

BESAR PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN ATAS

PELANGGARAN TERHADAP PEREDARAN PRODUK KOSMETIK DI KOTA DENPASAR

4.1. Tindakan Hukum Yang Dilakukan Oleh Balai Besar POM Atas Pelanggaran Terhadap Peredaran Produk Kosmetik di Kota Denpasar ... 63 4.2. Sanksi Bagi Pelanggaran Hukum Terhadap Peredaran

Produk Kosmetik di Kota Denpasar ... 68

BAB V PENUTUP 5.1. Kesmpulan ... 71 5.2. Saran... 72 DAFTAR PUSTAKA... 73 DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN - LAMPIRAN RINGKASAN SKRIPSI

(4)

iv

DAFTAR TABEL

1. Tabel I Kosmetika Tanpa Ijin Edar mengandung bahan berbahaya... 56 2. Tabel II Kosmetika belum menerapkan CPKB ( Cara Pembuatan Kosmetik yang

Baik ) mengandung bahan berbahaya ... 57 3. Tabel II Kosmetika Tanpa Label/Penandaan ... 58

(5)

v

ABSTRAK

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad – abad yang lalu. Pada abad ke – 19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga sebagai untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar – besaran pada abad ke – 20. Pada era perdagangan bebas sekarang kosmetik dengan berbagai jenis merek yang mengandung bahan kimia berbahaya kian marak beredar di pasaran maupun di toko kawasan Denpasar. Baik di pasar dan toko – toko yang ada diseluruh wilayah Bali khususnya kota Denpasar dan juga hasil sitaan yang dilakukan BBPOM akan segera dilanjutkan ke tindakan proses hukum, karena terbukti melanggar Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sekaligus memberikan efek jera kepada pelaku.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris juga dapat penelitian lapangan. Dan dalam penulisan penelitian ini bersifat deskriptif.

Bentuk pelanggaran hukum terhadap beredarnya kosmetik di kota Denpasar yang ditemukan oleh petugas Balai Besar/Balai Badan POM di lapangan yaitu belum menerapkan Cara Produksi Kosmetika yang Baik (CPKB) secara konsisten, belum memiliki ijin produksi, hasil produksi belum ternotifikasi, dan tidak memenuhi ketentuan label atau penandaan. Tindakan hukum yang dilakukan oleh BBPOM terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran adalah penyitaan barang kosmetik. Agar tidak terjadinya pelanggaran hukum terhadap peredaran kosmetik di kota Denpasar, BBPOM disarankan untuk lebih melakukan sosialisasi tentang peraturan mengenai kosmetika supaya pelaku usaha benar – benar memahami. Perlunya dilakukan peningkatan pengawasan oleh BBPOM atas peredaran kosmetika di pasaran maupun toko di kota Denpasar secara rutin.

Kata Kunci : Tindakan Hukum, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, Pelanggaran, Kosmetika

(6)

vi

Cosmetics known to humans since century ago .In the 19th century, the cosmetics started getting attention , such as for his beauty as well as for healt. Studies development cosmetics and its industry start in large in the 20th century. In the free trade now cosmetics with different types brand containing dangerous chemicals increasingly been distributed in market and embassy in the area .Both in the market and store is across the bali especially denpasar and also the result seized by The Food and Drug Monitoring Agency will soon be continued to action legal proceedings , because it proved breaking the law number 36 years 2009 on health and the law number 8 years 1999 on consumer protection , and giving deterrent effect to investors.

The kind of research used in this research law is empirical research .Empirical research law can also field research .And in the writing of this research is descriptive.

Breach laws against the cosmetics in the city denpasar found by the big hall hall station / agency in the field namely not apply manner of production good cosmetics consistently, not authorized production, produce not ternotifikasi, and not minimum label or signification.Legal action done by bbpom the suspect business is seizure abuses cosmetic stuff.Not to the violation of law on the cosmetics in the dutch, bbpom suggested to more conducting socialization on cosmetics provisions that entrepreneurs right really understand.The need to be repaired scrutiny by bbpom over the cosmetics on the market and store in the city denpasar routinely

(7)

vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad – abad yang lalu. Pada abad ke – 19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga sebagai untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar – besaran pada abad ke – 20. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 220/Men Kes/Per/IX/76. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan dijaman sekarang ini teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat (pharmaceutical )atau yang disebut kosmetik medic ( cosmeceuticals ). Kosmetik memiliki peranan yang penting untuk menunjang penampilan seseorang. Dalam masyarakat dengan gaya hidup yang sederhana kosmetik berperan sebagai sarana untuk beribadah, sedangkan dalam masyarakat dengan gaya hidup yang lebih kompleks kosmetik sudah menjadi kebutuhan pokok seperti halnya sandang dan pangan.

Pada era perdagangan bebas sekarang kosmetik dengan berbagai jenis merek yang mengandung bahan kimia berbahaya kian marak beredar di pasaran maupun di toko kawasan Denpasar. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ada sejumlah kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) yang dapat

(8)

viii

membahayakan tubuh manusia. Bahan Kimia Obat (BKO) tersebut antara lain seperti obat-obatan jenis antibiotik, Pewarna Tekstil ( Rodhamin B ), Mercurie, hingga Hydroquinon. Jadi, yang dimaksud dengan bahan berbahaya (Bahan Kimia Obat) dalam kosmetik adalah bahan kimia obat yang dilarang penggunaannya dalam bahan baku pembuatan kosmetik, karena akan merusak organ tubuh manusia. Oleh karena itu penggunaan bahan kimia obat yang mengandung bahan berbahaya dalam pembuatan kosmetik itu dilarang. Ketidaktahuan konsumen akan efek samping yang ditimbulkan dari kosmetik mengandung bahan berbahaya bisa dijadikan suatu alasan mereka untuk masih tetap menggunakan kosmetik tersebut. Konsumen biasanya tidak meneliti suatu produk sebelum membeli, ini bisa menjadi salah satu faktor mengapa produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya masih diminati oleh para wanita. Mereka umumnya langsung membeli produk kosmetik tanpa pertimbangan terlebih dahulu mengingat produk yang dibeli memberikan efek samping secara langsung.

Hal ini dijelaskan oleh Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan ( BBPOM ) Bali, Endang Widiowati menyatakan bahwa :

BBPOM tersebut melakukan sidak di 9 toko yang tersebar di daerah Denpasar dan Badung, dalam melakukan operasi gabungan nasional berhasil menyita ribuan produk kosmetik dan obat tradisional dalam kurun waktu 2 hari yakni hari Selasa, 20 September 2016 sampai Rabu, 21 September 2016. Produk – produk tersebut disita lantaran terbukti mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), serta Tanpa Izin Edar (TIE). Kosmetik yang disita kebanyakan terdiri dari lipstick, cat kuku, mascara, krim pemutih wajah, dan pensil alis. Kosmetik – kosmetik tersebut disita karena terbukti mengandung pewarna Tekstil ( Rhodamin B ), Mercurie, Hydroquinon, dan Tertinoin.

Sedangkan untuk obat tradisional, kebanyakan mengandung bahan – bahan kimia obat dan tanpa izin edar1.

(9)

ix

Terkait maraknya peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya di kota Denpasar hal itu terjadi karena tren. Kebutuhan kosmetik di pulau seribu pura ini semangkin meningkat. Tidak sedikit konsumen yang ingin mempercantik diri, mudah tergiur dengan harga kosmetik yang dijual murah. Tanpa disadari, harga kosmetik yang dijual murah tersebut mengandung bahan kimia berbahaya. Maka dari itu pemerintah terus melakukan pengawasan secara rutin. Baik di pasar dan toko – toko yang ada diseluruh wilayah Bali khususnya kota Denpasar dan juga hasil sitaan yang dilakukan BBPOM akan segera dilanjutkan ke tindakan proses hukum, karena terbukti melanggar Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sekaligus memberikan efek jera kepada pelaku.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi

suatu karya ilmiah yang berjudul : “TINDAKAN HUKUM BALAI BESAR

PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN ATAS PELANGGARAN HUKUM TERHADAP PEREDARAN PRODUK KOSMETIK DI KOTA DENPASAR”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang penting untuk dibahas secara lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Apa bentuk pelanggaran hukum atas beredarnya produk kosmetik di kota Denpasar? 2. Tindakan hukum apa yang dilakukan oleh BBPOM atas pelanggaran terhadap

(10)

x

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang diuraikan dalam skripsi ini, maka perlu kiranya ditentukan ruang lingkup permasalahannya, yaitu:

a. Permasalahan pertama akan dibahas mengenai bentuk pelanggaran hukum atas beredarnya produk kosmetik di kota Denpasar.

b. Permasalahan kedua akan dibahas mengenai Tindakan hukum yang dilakukan oleh BBPOM atas pelanggaran terhadap peredaran produk kosmetik di kota Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini meneliti mengenai Tindakan Hukum BBPOM Atas Pelanggaran Hukum Terhadap Peredaran Produk Kosmetik di kota Denpasar. Adapun penelitian yang memiliki kemiripan dengan penetilian ini yaitu :

Judul Skripsi Rumusan Masalah Penulis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Kosmetik Yang Mengandung Bahan Berbahaya di Kabupaten Banyumas 1. Bagaimanakah perlindungan hokum bagi konsumen terhadap peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya di

Cahaya Setia Nuarida Triana

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

(11)

xi Kabupaten Banyumas.

(12)

xii Perlindungan

Hukum Konsumen Dalam Kaitannya Dengan Peredaran Obat dan Kosmetik dengan

Pencantuman

Nomor Registrasi Fiktif

1. Bagaimana upaya Balai Besar POM Denpasar untuk menanggulangi peredaran obat dan kosmetik yang mencantumkan nomor registrasi fiktif. 2. Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen akibat penggunaan produknya.

I Gusti Agung Lilik Melyana

Fakultas Hukum Universitas Udayana

(13)

xiii

1.5 Tujuan Penelitian

Agar penulisan ini memiliki suatu maksud yang jelas, maka harus memiliki tujuan sehingga dapat mencapai target yang dikehendaki. Adapun tujuannya digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:

1.5.1.1 Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui mengenai beredarnya produk kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya.

b. Untuk mengetahui mengenai tindakan hokum Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan atas beredarnya kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

a. Untuk menganalisa mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen sebagai korban pada penjualan produk kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya dalam sistem hukum indonesia;

b. Untuk menganalisa tindakan hukum yang dilakukan oleh BBPOM atas pelanggaran terhadap peredaran produk kosmetik di kota Denpasar;

(14)

xiv Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1.6.1 Manfaat Teoritis

a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum bisnis.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi para pelaku usaha retail ( pengecer ) untuk mengetahui bagaimana tindakan hokum terhadap peredaran produk kosmetik di kota Denpasar.

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan kontribusi pemikiran bagi balai besar pengawasan obat dan makanan dalam melakukan tindakan agar menjadi lebih baik.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi solusi bagi pelaku usaha retail agar tidak melakukan pelanggaran hukum dalam mengedarkan produk kosmetik di kota Denpasar.

c. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi konsumen agar lebih berhati – hati dalam membeli produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya di pasaran.

(15)

xv

Di Indonesia, perlindungan hukum konsumen masih belum begitu jelas, karena banyak hal-hal yang membuat konsumen kecewa namun hukum tidak berjalan sebagai mana mestinya. Hal tersebut sudah dijelaskan Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen2.

Perlindungan hukum adalah suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu3 :

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

2 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, h. 4

3 Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu

(16)

xvi

Perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Menurut Hans W. Micklitz bahwa secara garis besar dalam hukum perlindungan konsumen dapat ditempuh dua model kebijakan, yang pertama adalah kebijakan komplementer yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi). Kedua adalah kebijakan kompensatoris yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas kesehatan dan keamanan)4.

Hukum tentang perlindungan konsumen menjadi sangat penting di era globalisasi. Hukum tentang perlindungan konsumen mempersoalkan perlindungan hukum yang diberikan konsumen dalam usahanya memperoleh barang atau jasa dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaannya, maka hukum perlindungan konsumen dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur tentang pemberian perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban produsen, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban itu5.

Di Indonesia mengenai hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UUPK. Adapun hak-hak konsumen tersebut ialah :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

4 Yusuf Shopie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya

Bakti, Bandung, h.60

(17)

xvii

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya Dari hak-hak konsumen yang telah dijabarkan diatas jika dikaitkan dengan permasalahan perlindungan konsumen terhadap beredarnya produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, maka terlihat adanya hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha. Seharusnya merupakan kewajiban pelaku usaha agar terpenuhinya hak-hak konsumen tersebut. Konsumen berhak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai hal-hal yang diperlukannya mengenai pangan yang beredar di pasar. Sehingga konsumen juga memperoleh rasa nyaman, aman dan selamat dalam mengkonsumsi produk pangan yang ada.

Dalam ketentuan pasal 2 UUPK diuraikan, bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu :

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

(18)

xviii

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil. 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsikan atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Bagi konsumen informasi tentang barang dan/atau jasa memiliki arti yang sangat penting. Menurut Troelstrup, konsumen pada saat ini membutuhkan lebih banyak informasi yang lebih relevan dibandingkan lima puluh tahun lalu, karena pada saat ini terdapat lebih banyak produk, merek dan tentu saja penjualnya, saat ini daya beli konsumen makin meningkat, saat ini lebih banyak variasi pangan yang beredar di pasaran, sehingga belum banyak diketahui semua orang, saat ini model-model produk lebih cepat berubah, transportasi

(19)

xix

dan komunikasi lebih mudah sehingga akses yang lebih besar kepada bermacam-macam produsen atau penjual6.

Pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK menentukan bahwa “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang--undangan”. Pada produk pangan, standar yang dimaksud adalah pangan yang diperdagangkan harus sesuai pada standar mutu dan gizi pangan.

Ketentuan lebih lanjut terkait dengan standar kosmetik yang baik dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika yakni :

 Pasal 2 : Setiap kosmetika yang beredar wajib:

a. memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, manfaat, mutu, penandaan, klaim; dan b. dinotifikasi.

 Pasal 4 ayat (2) : Pengawasan sarana distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan namun tidak terbatas pada :

a. distributor; b. agen;

c. klinik kecantikan, salon, spa;

d. swalayan, apotik, toko obat, toko kosmetika; e. stokis Multi Level Marketing (MLM); dan f. pengecer.

Dalam pasal 105 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) menentukan bahwa “Sediaan farmasi yang berupa obat

(20)

xx

tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan”.

1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini dikarenakan obyek kajian yang diteliti menitikberatkan pada hal yang diamati dalam sektor kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini berkenaan dengan tindakan hukum BBPOM atas pelanggaran hukum terhadap peredaran produk kosmetik di kota Denpasar berdasarkan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan fakta (the fact approach),7 dimana pendekatan ini mengacu pada pencarian data dari beberapa informan dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) yang mengacu pada Pengertian kosmetika berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Pendekatan perundang-undangan

7Ade Saptomo, 2009, Pokok-pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Sebuah Alternatif,

(21)

xxi

digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini8.

1.8.3 Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.9 Berdasarkan penelitian ini, akan dianalisa sesuai keadaan, gejala, yang di tunjukkan kepada pelaku sektor usaha.

1.8.4 Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan atau field research, dilakukan baik melalui wawancara atau interview.10 Data Primer dalam penulisan skripsi ini bersumber dari kenyataan yang terjadi dilapangan setelah terjadinya kasus beredarnya kosmetik di kabupaten Denpasar dikaitkan dengan Pendaftaran dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika sebagai sarana sumber hokum primer. Serta penelitian yang diperoleh dari penegak hukum

8Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,

Malang, h. 302

9Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas

Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 81.

(22)

xxii

terhadap peredaran kosmetik berbahaya di kota Denpasar yaitu melalui Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan daerah Bali.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data kepustakaan (library research) yaitu dimana data-data atau bahan penulisan ini diperoleh dari literatur-literatur dan peraturan Perundang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah.11

Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif) yang terdiri dari (a) peraturan perundang-undangan, (b) catatan - catatan resmi atau risalah pembuatan suatu peraturan perundang-undangan, dan (c) putusan hakim.12 Adapun bahan-bahan hukum yang digunakan adalah: a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen ;

b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ;

c) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika ; d) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor HK.00.05.4.17.45 tentang Kosmetik.

11 Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Rhineka Cipta, Jakarta, h. 103. 12 H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 47.

(23)

xxiii

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer13. Contoh bahan hukum sekunder adalah berupa

rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum. Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan adalah:

a) Berupa literatur-literatur yang memuat mengenai pandangan dari beberapa ahli;

b) Jurnal-jurnal;

c) Bahan-bahan internet yang mendukung.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.14 Adapun bahan hukum tersier yang digunakan adalah:

a) Kamus Hukum

b) Kamus Besar Bahasa Indonesia c) Kamus Bahasa Inggris

13 Bambang Sunggono, 2010, Metode Penelitian Hukum, Grafido Persada, Jakarta, h. 114.

14 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,

(24)

xxiv

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, wawancara atau interview.15 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui wawancara atau interview. Menurut M. Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan Tanya jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan informan.16 Wawancara

dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian yang ditunjukan kepada informan, agar hasil wawancara nantinya memiliki nilai validitas dan reliabilitas.

1.8.6 Teknik Analisis Data

Setelah data ini dikumpulkan dan dicari kebenarannya dalam hubungannya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, kemudian data ini dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Pada penelitian dengan teknik analisis kualitatif atau analisis deskriptif, maka keseluruhan data yang terkumpul dari data primer maupun sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan ke dalam pola dan tema, dikategorikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu dengan

12 Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Cetakan I,

IND-HILL-CO, Jakarta, h. 114. (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II)

(25)

xxv

yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data dan proses analisis tersebut dilakukan terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif, kualitatif dan sistematis.17 Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, maka selanjutnya data akan diolah dan dianalisis secara kualitatif, dan kemudian data akan disajikan secara deskriptif dengan cara menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Understanding the Turbulence of Business Environment in Telecom Industry: Empirical Evidence from Indonesia Memahami Turbulensi Lingkungan Bisnis pada

Kebijakan Penilaian Kinerja Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung pada Dinas Penataan Ruang Kota Bandung Tahun 2017”..

Lembar kerja hasil penyelesaian perhitungan tegangan normal dan tegangan geser Ketepatan hasil penyelesain masalah / tugas 15 1,2,3,4,5 9-11 Menerapkan perangkat lunak

Berdasarkan kandungan fosil Foraminifera planktonik yakni dengan hadirnya Globorotalia acostaensis untuk pertama kalinya pada sampel PS2, di bagian atas Formasi Ledok,

koperasi tersebut di atas di Persidangan Negeri Perak 2021 yang akan diadakan pada 17 Mac 2021 (Rabu). Bersama-sama ini disertakan pengesahan saya sebagai wakil

Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah , menguraikan penjelasannya mengenai upah yakni “suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

Salah satu koperasi yang cukup berkembang di Indonesia adalah Koperasi Simpan Pinjam. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang modalnya berdasarkan hasil dari

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 73 ayat 3 diatur mengenai pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan