8 BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Pengertian
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) didalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Tijar, 2013)
Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu kondisi pancreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien sehingga terjadi penurunan produksi insulin dan kadar glukosa meningkat (Adhi, 2011)
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit metabolik berupa hiperglikemia, oleh karena fungsi insulin yang rusak, sehingga produksi glukosa lebih dari normal.
2.1.2 Klasifikasi
2.1.2.1 Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
2.1.3 Etiologi 2.1.3.1 DM tipe 1
Faktor Genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri Atau kecenderungan genetic kearah terjaidnya DM tipe I.
Faktor-faktor Imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal, antibody terarah pada jaringan normal.
Faktor Lingkungan
Virus dan toksin tertentu dapat memicu proses otoimun. 2.1.3.2 DM Tipe 2
DM tipe 2 atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), yaitu diabetes yang tidak tergantung oleh insulin, terjadi 90% - 95% dari seluruh penyandang diabetes mellitus, obesitas 80% dan non obesitas 20%. Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter, usia, diet tinggi lemak rendah karbohidrat dan kurang gerak badan. Tidak ada antibodi di pulau Langerhans, penurunan produksi insulin endogen / peningkatan resistensi insulin. Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar gula dalam darah melalui penurunan berat badan, agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila memodifikasi diet dan latihan.
2.1.3.3 Diabetes Gestasional
Diabetes mellitus jenis ini adalah diabetes mellitus yang timbul selama kehamilan. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan tepat
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pada pasien DM antara lain: Glukosa darah sewaktu
Kadar glukosa darah puasa Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan: Glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
Glukosa plasmadari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi75 gr karbohidrat (2 jam post prandial /PP) > 200mg/dl.
2.1.5 Tanda dan gejala
Gejala khas Diabetes adalah poliphagi, poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kaus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Menurut Supartondo gejala akibat DM pada lansia seperti: katarak, glaucoma, retinopati, gatal seluruh badan, pruritus vulvae, infeksi bakteri kulit , jamur kulit, dermatopati, neuropati perifer dan visceral, amiopati, ulkus neuropatik, penyakit ginjal dan pembuluh drah perifer, penyakit koroner,penyakit pembuluh darah otak, Hipertensi.
2.1.6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Komponen dalam penatalaksanaan diabetes adalah sebagai berikut : Diet
Latihan/exercise
Pemantauan/monitor gula darah Terapi/ obat OHO(insulin) Pendidikan
2.1 Management Diabetic Foot 2.1.6 Kaki Diabetik
Kaki diabetik adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus tidak terkendali, disebabkan adanya gangguan pebeluh darah, gangguan persyarafan, dan adanya infeksi, dengan konsekuensi kaki diabetik yang memburuk dapat menyebabkan gangrene dan mengarah pada tindakan amputasi (Soegondo, 2009)
2.1.7 Klasifikasi Kaki Diabetic 2.1.7.1 Klasifikasi Edmonds.
Klasifikasi Edmonds praktis digunakan untuk pengelolaan kaki. Diabetes secara alamiah, klasifikasi Edmonds terdiri dari 6 stage:
a. Stage 1 : Normal Foot b. Stage 2 : High Risk Foot c. Stage 3 : Ulcerated Foot d. Stage 4 : Infected Foot e. Stage 5 : Necrotic Foot f. stage 6 : Unsalvable Foot 2.2.2.2. Klasifikasi Liverpool
b. Klasifikasi sekunder ; Tukak sederhana, tanpa komplikasi, tukak dengan komplikasi
2.2.2.3. Klasifikasi Texas a. Stadium A
1) tingkat 0 : Tanpa tukak atau pasca tukak, kulit intak/utuh
2) tingkat 1 : luka superficial, tidak sampai tendon atau kapsul sendi 3) tingkat 2 : luka sampai tendon atau kapsul sendi
4) tingkat 3 : luka sampai tulang/sendi b. Stadium B
Pada stadium ini sudah terjadi infeksi. c. Stadium C
Pada stadium ini sudah terjadi iskemia d. Stadium D
Pada stadium ini terjadi infeksi dan iskemia. 2.2.2.4 Klasifikasi Wagner
Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah a. 0 : kulit intak/utuh
b. 1 : Tukak superficial
c. 2 : Tukak Dalam (sampai tendo, tulang) d. 3 : Tukak Dalam dengan Infeksi
e. 4 : Tukak dengan gangrene pada 1-2 jari kaki f. 5 : Tukak dengan gangrene luas seluruh kaki
2.2.2.5 Klasifikasi PEDIS ( International Consansus on the Diabetic Foot 2003) Klasifikasi PEDIS dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, Vascular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan baik.
Klasifikasi PEDIS sebagai berikut : Impaired perfusion: - 1 : None
- 2 : PAD + but not critical - 3 : Critical limb ischemia
Size/ Extent in mm2 Tissue Loss/Depth :
- 1 : Superficial fullthickness, not deeper than dermis
- 2 : Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia muscle or tendon.
- 3 : All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint Infection :
- 1 : No symptoms or signs of infection
- 2 : Infection of skin and subcutaneous tissue only
- 3 : Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure(s) No systemic sign(s) of inflammatory response.
- 4 : Infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis, shift to the left, Metabolic Instability, Hypotension, Azotemia
Impaired Sensation ; - 1 : Absent
- 2 : Present 2.3 Etiologi kaki diabetic 2.3.1 Vasculopathy
Vasculopathy adalah aliran darah yang tersumbat , sehingga penyebaran oksigen atau nutrisi dapat terhambat.
2.3.2 Neuropathy
Neuropathy adalah kehilangan sesnsari rasa akibat kerusakan saraf 2.3.3 Neuroischemic
2.3.4 Infection 2.3.5 Trauma
2.4 Patofisiologi Kaki diabetic:
Skema 1.1 Patofisiologi kaki diabetic (Sumber: Boulton AJM. Diabetic Med. 1996:3) Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hipergikemi pada diabetisi yang menyebabkan neuropati dan kelainan pembuluh darah. Neuropati sensorik, motorik dan autonomic akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan memeprmudah terjadinya ulkus. Adanya PAD meneybabkan hipoksia jaringan, mengakibatkan kematian jaringan sehingga terjasi gangrene. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabakan infeksi mudah menyebar luas, factor aliran
darah yang akurang juga menambah komplikasi sehingga terjadi ulkus dan akhirnya dilakukan amputasi.
2.5 Perubahan Bentuk Kaki 2.5.1 Kalus
Merupakan penebalan kulit yang umumnya terjadi di telapak kaki, terutama di bagian yang menonjol. Kalus disebabkan gesekan atau tekanan berulang pada daerah yang sama, juga karena distribusi berat badan yang tidak seimbang, sepatu yang tidak sesuai (kesempitan), atau kelainan kulit. Kalus dapat menjadi berkembang menjadi infeksi, terlebih bila dimanipulasi(dikorek, digunting).
2.5.2. Kulit melepuh
Terjadi jika sepatu selalu menggesek kaki pada daerah yang sama. Disebabkan penggunaan sepatu yang kurang pas atau tanpa kaus kaki. Kulit melepuh dapat berkembang menjadi infeksi. Penanganan kulit melepuh adalah dengan tidak memecahkannya.
2.5.3 Kuku kaki yang tumbuh ke dalam
Terjadi ketika ujung kuku tumbuh ke dalam kulit dan menimbulkan tekanan yang dapat merobek kulit sehingga kulit bengkak kemerahan dan terinfeksi. Kuku kaki yang tumbuh ke dalam dapat terjadi jika memotong kuku sampai ke ujung, dapat pula disebabkan pemakaian sepatu yang terlalu ketat atau trauma kaki karena aktivitas seperti berlari dan aerobik. Jika ujung kuku kaki kasar, pergunakan kikir untuk meratakannya.
2.5.4 Pembengkakan ibu jari
Terjadi jika ibu jari kaki condong ke arah jari di sebelahnya sehingga menimbulkan kemerahan, rasa sakit, dan infeksi. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua kaki karena penggunaan sepatu berhak tinggi dan ujung yang sempit.
2.5.5 Jari kaki bengkok
Terjadi ketika otot intrinsik kaki menjadi lemah. Kerusakan saraf karena diabetes dapat menyebabkan kelemahan ini. Otot yang lemah dapat menyebabkan tendon (jaringan yang menghubungkan otot dan tulang) di kaki memendek sehingga jari kaki menjadi bengkok. Akan menimbulkan masalah dalam berjalan dan kesulitan menemukan sepatu yang tepat. Dapat juga disebabkan pemakaian sepatu yang terlalu pendek.
2.5.6 Kulit kaki yang kering dan pecah
Dapat terjadi karena kerusakan saraf pada kaki. Sehingga kulit kaki berkurang memproduksi keringat yang akan menjaga kulit tetap lembut dan lembab. Kulit yang kering dapat pecah. Adanya pecahan pada kulit dapat membuat kuman masuk dan menyebabkan infeksi. Dengan gula darah anda yang tinggi, kuman akan mendapatkan makanan untuk berkembang sehingga memperburuk infeksi.
2.6 Faktor Resiko Kaki Diabetic 2.6.1 Peripheral Neuropathy
Peripheral neuropathy adalah kehilangan sensasi pada kaki yang terdiri dari neuropati sensorik yaitu kehilangan sensasi proteksi akibat kerentangan trauma fisik dan termal, neuropati motorik yaitu kehilangan sensasi pada otot-otot kaki yang mengakibatkan penonjolan tulang abnormal, neuropati autonom yaitu keadaan kulit kering, tidak berkeringat
dan peningkatan pengisian kapiler menyebabkan timbulnya fisura dan kerak kaki.
2.6.2 Peripheral vascular disease (PAD)
Gangguan vaskuler pada kaki yang menyebabkan hipoksia jaringan. Perubahan vaskuler di ekstremitas bawah pada diabetisi mengakibatkan arteriosklerosis, sumbatan terbentuk di areteri besar, sedang dan kecil tungkai bawah dan kaki. Sumbatan multiple dengan penurunan aliran darah mengakibatkan manifestasi penyakit vascular perifer.
2.6.3 Foot deformities
Deformitas adalah kelainan bentuk pada kaki yang ditandai dengan adanya Hammer toe, claw toe, hallus valgus, pes planus dan perubahan destruktif yang terjadi pada kaki charcot. Kondisi ini menyebabkan kerusakan arkus longitudinal medius, yang menimbulkan gait biomekanik, mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban dan kolaps pada kaki.
2.6.4 History of ulcer or amputation
Riwayat ulserasi yang ditandai dengan luka terbuka pada permukaan kulit, nekrosis jaringan karena gangguan peredaran darah ke organ perifer ditandai dengan menurunya pulsasi arteri dorsalis pedis dan neuropati ditandai dengan menurunnya sensasi rasa.
2.6.5 Non suitable footwear
Penggunaan alas kaki yang tidak baik, mengakibatkan gesekan sehingga menimbulkan kalus dan luka dikaki.
2.6.6 Lack of access to health care services
Akses kesehatan yang sulit ditempuh untuk diabetisi di daerah terpencil, sehingga pencegahan masalah pada kaki diabetic terlambat diatasi
2.7 Pengelolaan Kaki Diabetik
Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
2.7.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus, pencegahan ini berupa promosi kesehatan/ penyuluhan kepada pasiendiabetes dan periksa kaki pasien saat melepas sepatu/alas kaki.Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar resiko terjadinya dan resiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetes berdasar resiko terjadinya masalah (Frykberg):
Sensasi normal tanpa deformitas
Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi Insensitivitas tanpa deformitas
Kombinasi/complicated :
- kombinasi insensitivitas, ischemia dan/atau deformitas - riwayat adanya tukak, deformitas Charcot
2.7.1 Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetis, kerjasama multidisiplin sangat diperlukan, pengelolaan ini terdiri 6 aspek sebagai berikut :
2.7.1.1 Metabolic Control/ control Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki, konsentrasi gula darah diusahakan stabil/normal, status nutrisi yang baik,
konsentrasi albumin, Hb dan derajat oksigenasi jaringan dan fungsi ginjal yang baik.
2.7.1.2 Vascular Control/ Kontrol Vaskular
Kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai carasederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan areteri dorsalis pedis dan areteri Tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah.
Pemeriksaan untuk evaluasi keadaan pembuluh darah dapat dilakukan secara invasive dan non invasive seperti: ankle brachial index, ankle Pressure, toe pressure, TcPO2 dan pemeriksaan ekhodopler kemudian Arteriograf setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya dapat dilakukan pengelolaan kelainan darah perifer dari sudut vascular yaitu berupa :
Modifikasi factor resiko (stop merokok, memperbaiki factor resiko aterosklerosis, walking program.
Terapi farmakologis
Revaskularisasi: Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. Untuk oklusi yang panjamg dianjurkan operasi bedah pintas terbuka, untuk oklusi yang pendek dilakukan prosedur endovascular-PTCA. 2.7.2.3 Wound Control/ control luka.
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang harus teliti dan cermat. Klasifikasi PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Penggunaan Dressing yang tepat membentu penyebuhan
luka, sperti hydrocolloid dressing, Carbonated dressing dan alginate dressing. Terapi topical dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka. BerbagaiSarana dimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagraft, apligraft, growth Factor dan protease inhibitor.
2.7.2.4 Microbacterial Control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah.antibiotik yang dipakai harus disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya
2.7.2.5 Pressure Control
Kaki jika tetap digunakan untuk berjalan berarti kaki digunakan untuk menahanberat badan-weight bearing.Luka yang selalu mendapat tekanan sulit sembuh.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight bearing dapat dilakukan antara lain: Removable cast walker, Total contact casting, Temporary shoes, Felt padding, Crutches, Wheelchair, Electris carts, Craddled insoles. Cara surgical dapat dipakai mengurangi tekanan pada luka seperti: Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses
Prosedur koreksi bedah seperti untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy
2.7.2.6 Educational Control
Penyuluhan yang baik bagi penyandang DM dan keluarga dengan masalah Diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagia tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. Rehabilitasi merupakan program yang Penting untuk mengurangi kecacatan dan menghindari terjadinya ulkus baru.
2.8 Landasan Manajemen Kaki Diabetik
2.8.2 Managemen kaki diabetik dibagi menjadi 5 yaitu: 2.8.2.1 Pemeriksaan kaki secara rutin
Periksa kaki setiap hari apakah ada area kemerahan, teriris, lepuh, kalus, atau pecah-pecah di kulit, periksa antara jari kaki apakah ada pecah atau area kemerahan. Periksa kulit apakah ada daerah yang kering atau lembab. Menggunakan cermin untuk memeriksa telapak kaki dan belakang tumit, bila tidak bias memeriksa sendiri, bisa dilakukan bantuan orang lain untuk melakukan inspeksi kaki.
2.8.2.2 Identifikasi faktor resiko
Identifikasi faktor resiko yaitu peripheral neuropathy, PAD, deformitas kaki, riwayat ulkus dan amputasi dan akses kesehatan yang sulit.
2.8.2.3 Edukasi (Pasien, Keluarga)
Penyuluhan atau edukasi tentang perawatan kaki diabetic kepada pasien dan keluarga dilibatkan sehinggan pencegahan komplikasi bias diatasi sedini mungkin.
2.8.2.4 Penggunaan alas kaki yang tepat
Penggunaan alas kaki diabetisi harus diperhatikan, sepatu yang dipakai sebaiknya ada ruang untuk jari kaki untuk meregang dan bergerak, sol didalamnya lunak, tumit harus masuk dengan tepat, penyangga kaki harus menyangga dengan baik, tidak memakai sepatu dengan bagian jari kaki terbuka, hak tinggi. Beli sepatu sore hari saat kaki berukuran besar, beli sepatu yang nyaman yang terbuat dari serat
alami sehingga memungkinkan keringat keluar. Selalu memakai alas kaki setiap hari
2.8.2.5 Pengobatan sebelum terjadi ulkus akut
Pengobatan sebelum terjadi ulkus pada kaki dengan menggunakan obat yang tepat, hindari membeli obat – obatan yang dijual bebas.
2.9 Manajemen Asuhan Keperawatan 2.9.2 Pengkajian Kaki Diabetik
Pengkajian kaki merupakan evidence based practice nursing. Taylor, 2008 merekomedasikan bahwa pengkajian kaki diabetic merupakan EBPN berdasarkan analisis terhadap 13 artkel penelitian maupum guidelines Nasional/ internasional.
Pengakajian kaki diabetic antara lain:
Cara berjalan dan pemeriksaan sepatu
Kelainan yang ditemukan berupa gangguan keseimbangan, penggunaan tongkat perlu dibantu atau tidak, sepatu / alas kaki yang tidak sesuai/ sepatu sempit.
Riwayat penyakit
Riwayat ulkus dan amputasi. Diabetes > 10 tahun A1c > 7 %, gangguan penglihatan, keluhan neurologi, klaudikasio.
Pemeriksaan umum
Kelaianan yang ditemukan berupa kalus, korn, Bunion, kaput metatarsal menonjol, Hammertoes, clawtoes, halux valgus.
Gross inspection
Kelainan berupa korn, kalus, bunion, kalus dengan ulkus, kaput metatarsal menonjol.
Pemeriksaan kulit
Kulit kering, rambut kaki jarang, kuku menebal dan berwarna kuning, ingrowing Nail, maserasi pada sela jari, ulkus.
Kelainan kuku
Kuku menebal dan berwarna kuning, jamur, ingrowing nail. Neuropathy
Pada pemeriksaan ini terdiri dari 3 test, diantaranya adalah: - Semmes Weinstein monofilament 10 gram
Penggunaan monofilament 10 gr untuk mendeteksi adanya neuropati yang direkomendasi oleh Nowakowski, P.E, 2008 - Ipswich Touch Test (IpTT): Deteksi dini neuropati sederhana
dengan sentuhan cepat (1-2detik). - Garpu Tala 128 Hz
Penilain tidak merasakan getaran. Vaskular
Pada penilain vascular terdiri dari 2 test, yaitu:
- Palpasi denyut ADP dan ATP : penilaian ada/ tidak ada denyut nadi (lemah)
- Ankle Brachial Index : ABI < 0,9
ABI >1,2 : Rigit or calcified vessels or both ABI 0,9-1,1/1,2 : normal (or calcified) ABI < 0,6 : severe Ischemia
2.9.3 Diagnosa Keperawatan
2.9.3.1 Resiko infeksi (sepsis) b.d. peningkatan kadar glukosa darah, penurunan fungsi leukosit dan gangguan vaskuler.
2.9.3.2 Kerusakan integritas jaringan b.d. perubahan sirkulasi, gangguan mobilisasi fisik, factor mekanik, factor nutrisi, infeksi jaringan.
2.9.3.3 Nyeri Akut/kronik b.d kerusakan jaringan.
2.9.4 Intervensi keperawatan
Menurut International Working group of Diabetic foot 2007:
2.9.4.1 Kategori low risk: 0, pemeriksaan monofilament Semmes Weinstein normal, denganpemantauan 1 tahun.
Intervensi; meningkatkan pengetahuan dan perawatan diri
2.9.4.2 Kategori increased risk : 1, pemeriksaan monofilament Semmes Weintein negative, ABI > 0,8, pulsasai ADP dan ATP baik, tidak ada deformitas (Hammer toe, claw toes, Halux valgus, penonjolan kaput MTP), Pemantauan 6 bulan
Intervensi: inspeksi kaki pasien, pemeriksaa ulang vascular, evaluasi alas kaki, Penambahan edukasi perawatan kaki.
2.9.4.3 Kategori High Risk: 2 : pemeriksaan monofilamen Semmes Weintein negative, ABI < 0.8 atau pulsasi ADP/ATP tidak teraba, deformitas (hammer toe, claw toe, Halux valgus, caput MTP menonjol). Pemantauan 3 bulan.
Intervensi: inspeksi kaki pasien, pemeriksaan ulang vascular, edukasi perawatan. Kaki secara intensif, alas kaki dan sol yg khusus, kaki dan kuku.
2.9.4.4 Kategori very High risk : 3 : riwayat ulkus dan amputasi. Pemantauan 1-3 bulan. Intervensi: perawatan kaki multidisiplin, tidak menghambat perawatan luka,Fasilitas rawat inap yang mendesak, pemberian antibiotic
2.10 Perawatan Kaki Diabetik 2.10.1 Perawatan kaki
Bersihkan kaki dengan air bersih dengan air bersih, gunakan sabun /antiseptic dengan kadar keasaman rendah.
Bila perlu digosok dengan sikat lembut atau batu apung untuk menipiskan penebalan (kalus).
Hindari merendam kaki > 5 menit.
Segera keringkan kaki dengan handuk/kain warna putih, termasuk di sela jari kaki.
Berikan pelembab.
2.10.2 Perawatan kuku
Gunting kuku lurus mengikuti bentuk normal jari, tidak terlalu dekat dengan kulit.
Kikir kuku yang telah dipotong Bila ada penyulit : minta bantuan
2.10.3 Penipisan Kalus
Terdiri dari cara Konvensional, Surgical, Enzym dan Laser. 2.10.4 Pemeriksaan alas kaki
Terdiri dari pemeriksaan bentuk, ukuran, sol, benda asing, kaos kaki 2.10.5 Tips memilih sepatu/alas kaki pada kaki diabetic :
Memilih sepatu sore/ malam hari Selalu mencoba kedua sepatu Toe box cukup lebar dan dalam Tinggi hak tidak lebih dari 5 cm Panjang sepatu ½ inchi > panjang insol lembut dan tidak licin
Sepatu baru dilepas setiap 2 jam
Gunakan kaos kaki yang menyerap air/keringat
Selalu menggunakan alas kaki kapanpun dan dimanapun 2.10.6 Senam kaki
Senam kaki adalah latihan atau gerakan-gerakan yang dilakukan ke dua kaki secara bergantian atau bersamaan, dilakukan sesuai kemampuan. Manfaat dari senam kaki adalah:
Memperbaiki sirkulsi darah
Memperkuat otot-otot kecil kaki Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
Meningkatkan kekuatan otot (Gastrocnemeus, Hamstring, Quadriceps)
Langkah - langkah Senam Diabetes
Langkah-langkah senam kaki menurut Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dari RS Cahya Kawaluyan, terdiri dari 9 langkah sebagai berikut :
1. Dengan tumit yang diletakkan di lantai, gerakan jari-jari kaki ke atas dan kebawah,ulangi sebanyak 2 set x 10 repetisi
2. Angkat telapak kaki kiri ke atas dengan bertumpu dengan tumit, lakukan gerakan memutar keluar dengan pergerakan pada telapak kaki sebanyak 2 set x 10 repetisi,lakukan gerakan bergantian pada kaki yang satunya.
3. Angkat kaki sejajar, gerakan kaki ke depan dan kebelakang sebanyak 2 set x 10 repitisi.
4. Angkat kaki sejajar gerakan telapak kaki ke depan dan ke belakang sebanyak 2 set 10 repetisi.
5. Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat. Lalu putar kaki pada pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 dilakukan secara bergantian.
6. Letakkan selembar koran dilantai. Kemudian bentuk kertas koran tersebut menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki.
7. Lalu buka kembali bola tersebut menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Gerakan ini dilakukan hanya sekali.
8. Kemudian robek koran menjadi 2 bagian, lalu pisahkan kedua bagian koran tersebut. Sebagian koran di sobek - sobek menjadi kecil - kecil dengan kedua kaki.
9. Kemudian pindahkan kumpulan sobekan - sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh tadi. Lalu bungkus semua sobekan - sobekan tadi dengan kedua kaki kanan dan kiri menjadi bentuk bola.