PENELITIAN
TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KELUARGA
DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR
PENELITI
I GUSTI NGURAH PARWATA SH MH
I95612241986031005
PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya Penelitian yang berjudul
“TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA
PEMBUNUHAN DALAM KELUARGA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR”, dapat diselesaikan. Adapun penelitian ini disusun sebagai tugas Dosen dalan tri dharma di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Penelitian ini tidak akan berjalan lancer tanpa adanya doa, motivasi,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana..
2. Bapak Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S,H.,M.H., Ketua Bagian Hukum
iv DAFTAR ISI Kulit Coper tengah Halaman Pengesahan Daftar Isi Ringkasan Judul Penelitian Daftar Isi BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
BAB III : TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian : a. Tujuan Umum b. Tujuan Khusus 2. Manfaat Hasil Penelitian
a. Manfaat Teoritis b. Praktis
BAB IV : METODE PENELITIAN
1.Jenis Penelitian 2.Metode Pendekatan 3.Sumber Bahan Hukum
4.Teknis Pengumpulan bahan Hukum 5.Teknis Analisis Bahan Hukum
BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI : PENUTUP Simpulan Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
v
ABSTRACT
Murder is every act done intentionally to eliminate the souls of others. Crimes of murder in modern times is not only in the public but also occurs in the family circle. Recorded Police Resort Denpasar (Denpasar Police) throughout the year from 2013 until 2015 in Bali occurred 24 homicides, some of which are murder cases in the family. Based on it raised the question whether the factors that caused the criminal act of murder in the family in Denpasar Police jurisdiction, and how prevention undertaken by the Denpasar Police against criminal acts of murder in the family.
This type of research used in this paper is a type of empirical research consisting of research on the effectiveness of the law and legal identification . Empirical studies have examined the law in the process , the law in their interactions, the law in its application and or influence in the murder of a family in Denpasar Police jurisdiction .
Some Factors causing the crime of murder in the family in Denpasar Police is due to internal factors, namely the power factor of emotional, psychological factors / psychiatric, and factors of weakness of faith, and external factors caused by economic factors, factors of media tools, environmental factors family, usage factor in Narcotic Drugs and Alcoholism, a factor the role of victim, and situational factors. Against the preventive efforts conducted by the path penal namely by processing the criminal case by conducting investigations and examinations on a case to addressed further by the prosecutor and the court, and track non penal namely through patrol / raid / surgery, counseling, controlling print / media electronic.
vi ABSTRAK
Pembunuhan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merampas atau menghilangkan jiwa orang lain. Tindak pidana pembunuhan di zaman modern ini, tidak hanya terjadi di lingkup masyarakat saja tetapi juga terjadi pada lingkup keluarga. Kepolisian Resort Kota Denpasar (Polresta Denpasar) mencatat sepanjang tahun 2013-2015, di Bali terjadi 24 kasus pembunuhan yang beberapa diantaranya merupakan kasus pembunuhan dalam keluarga. Berdasarkan hal tersebut maka timbul permasalahan apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar, dan bagaimanakah upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Polresta Denpasar terhadap tindak pidana pembunuhan dalam keluarga.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian empiris yang terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum. Penelitian empiris ini meneliti hukum dalam prosesnya, hukum dalam interaksinya, hukum dalam penerapannya dan atau pengaruhnya di dalam kasus pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar.
Faktor-faktor penyebab timbulnya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar yaitu karena faktor internal yaitu faktor daya emosional, faktor psikologis/kejiwaan, dan faktor lemahnya iman, dan faktor eksternalnya disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor alat-alat media, faktor lingkungan keluarga, faktor pemakaian Narkotika dan Alkoholisme, faktor peran korban, dan faktor situasional. Terhadap upaya penanggulangannya dilakukan dengan jalur penal yaitu dengan memproses perkara pidana dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu perkara untuk kemudian ditangani lebih lanjut oleh kejaksaan dan pengadilan, danjalur non penal yaitu melalui kegiatan patrol/razia/operasi, penyuluhan, penertiban media cetak/media elektronik.
Kata Kunci : Tindak Pidana, Pembunuhan, Faktor Ekternal, Faktor Internal, Penal, Non Penal.
1 1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah tindak pidana
pembunuhan. Pembunuhan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk merampas atau menghilangkan jiwa orang lain. Selain itu pembunuhan
dianggap perbuatan yang sangat tidak berperikemanusiaan. Sasaran pelaku dalam
tindak pidana pembunuhan adalah jiwa/nyawa seseorang, hal ini bertentangan dengan Pasal 28A UUD NRI 1945 yang berbunyi ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya
disingkat KUHP) mengenai ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang
ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam Buku II Bab XIX, yang terdiri dari
13 pasal, yakni Pasal 338 KUHP sampai Pasal 350 KUHP. Buku II Bab XIX, dari
Pasal 338 KUHP sampai Pasal 350 KUHP juga memuat ketentuan mengenai
penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan. Seperti tindak pidana
pembunuhan biasa, diatur dalam Pasal 338 KUHP yang merupakan tindak pidana
pokok (Doodslag In Zjin Grondvorm), yaitu delik yang telah dirumuskan secara
adalah:”Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan
atas 2 dasar, yaitu :
(1) Atas dasar unsur kesalahan
(2) Atas dasar objeknya
Terhadap atas dasar kesalahan dibagi menjadi 2 kelompok kejahatan terhadap
nyawa, ialah :
1. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven)
2. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan karena kelalaian (culpose misdrijven)
Sedangkan atas dasar objeknya, kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja
dibedakan menjadi 3 macam, ialah :
1. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, yang dimuat dalam Pasal 338,
339, 340, 344, 345 KUHP.
2. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan,
dimuat dalam Pasal 341, 342, 343 KUHP.
3. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin),
dimuat dalam Pasal 346, 347, 348, 349 KUHP.
Pembunuhan dizaman modern ini, tidak hanya terjadi dalam lingkup
masyarakat luas tetapi juga terjadi dalam lingkup keluarga. Dilihat dari penggolongan
pembunuhan segaimana seperti yang disebutkan sebelumnya diatas, semua
objek dari tindak pidana pembunuhan adalah nyawa/jiwa seorang dalam anggota
keluarga, yang dimana yang merupakan anggota keluarga inti adalah suami, isteri,
dan anak-anaknya.
Keluarga menurut Departemen Kesehatan RI dalam bukunya Sudarto, adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atas dalam keadaan saling
ketergantungan.1 Keluarga seharusnya berperan dan berfungsi dalam pembentukan
sosial-psikologis dari anak-anak, berfungsi dalam memberikan pendidikan,
perlindungan dan rasa aman, kini tidak lagi berjalan sesuai dengan fungsinya,
melainkan keluarga bisa menjadi pelaku dan korban dari tindak pidana kejahatan.
Hal tersebut merupakan fenomena yang luar biasa dan tidak terpuji sehingga sangat
menjadi sorotan publik dan menjadi tugas pemerintah melalui aparat penegak hukum
untuk memberantas dan menanggulanginya, agar kasus sedemikian rupa tidak terjadi
lagi.
Aturan dan sanksi walaupun telah diterapkan, tindak pidana penbunuhan tetap
saja banyak terjadi. Pembunuhan di Bali paling banyak terjadi di wilayah Denpasar.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus pembunuhan di Kota Denpasar yang
menunjukkan angka yang signifikan sepanjang tahun 2012-2015, yang dapat dilihat
pada data dari Kepolisian Resor Kota Denpasar (selanjutnya Polresta Denpasar),
sebagai berikut :
1
Jumlah Tindak Pidana Pembunuhan di Lingkungan Polresta Denpasar
2012-2015
Sumber : KBO. Sat Reskrim Polresta Denpasar
Berdasarkan data tersebut diatas, kasus pembunuhan paling banyak terjadi di
Denpasar Selatan, Denpasar Timur, dan Kuta yaitu Denpasar Selatan sebanyak 7
kasus, serta Denpasar Timur dan Kuta sebanyak 5 kasus, yang ditangani oleh
Kepolisian Sektor (selanjutnya disingkat Polsek), Polsek adalah struktur komando
kepolisian Republik Indonesia ditingkat Kecamatan, yang merupakan wilayah hukum
Polresta Denpasar. Polresta Denpasar adalah Lembaga Kepolisian Negara Republik
Indonesiaditingkat kota. Polresta Denpasar membawahi 7 (tujuh) Polsek, yaitu Polsek
Denpasar Barat, Polsek Denpasar Timur, Polsek Denpasar Selatan, Polsek Kawasan
Benoa, Polsek Kawasan Udara Ngurah Rai, Polsek Kuta, dan Polsek Kuta Selatan. 2012 2013 2014 2015
1 Polsek Denpasar Barat 2 0 1 1 4
2 Polsek Denpasar Selatan 0 2 3 2 7
3 Polsek Denpasar Timur 1 1 2 1 5
4 Polsek Kawasan Benoa 0 0 0 0 0
5 Polsek Kawasan Udara Ngurah Rai 0 0 1 0 1
6 Polsek Kuta 2 1 1 1 5
7 Polsek Kuta Selatan 2 1 0 1 2
Tahun
Total Lingkungan Polre sta De npasar
Berdasarkan banyaknya kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah hukum
Polresta Denpasar yang paling menjadi sorotan publik adalah kasus tindak
pidanapembunuhan dalam keluarga, yang terjadi di Denpasar Selatan dan Denpasar
Timur, adalah sebagai berikut :
a) Kasus pembunuhan yang terjadi di Denpasar Selatan pada hari Selasa, 19 Januari
2016, dimana yang menjadi korban adalah istri dari pelaku pembunuhan itu
sendiri. Pelaku pembunuhan adalah I Made Kanta (58), yang adalah suami
korban yang merupakan pensiunan pegawai PLN yang bertempat tinggal di Nusa
Kambangan XXVIII Denpasar. Dengan korban istrinya sendiri Purwantini (alias)
Titin yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi perkara pembunuhan
yaitu di kos-kosan milik I Made Kanta (tersangka) yang beralamat di Jl.
Sidakarya No. 169 Desa Sidakarya, Denpasar. 2
b) Kasus pembunuhan dan penelantaran anak yang terjadi di Denpasar Timur pada
Mei 2015 yang dilakukan oleh ibu angkatnya. Korban bernama Angeline (8
tahun) yang dibunuh oleh ibu angkatnya bernama Margriet . Korban dibunuh
dan dikubur di belakang kandang ayam di kediamannya di Jalan Sedap Malam
No. 26 Sanur. 3
2
Tribun Bali, 2016, Kriminologi Kematian Tragis Titin di Tangan Suaminya di Sidakarya, Available From: URL: http://www.bali.tribunnews.com/2016/0120/ini-kronologi-kematian-tragis-titin-di-tangan-suaminya-di-sidakarya, (diakses pada tanggal 26 Januari 2016).
3
CNN Indonesia Nasional, 2016, Berkas Kasus Penelantara Angeline oleh Margriet, Available From: URL: http://www.cnnindinesia.com/nasional/20150705233745-12-64508/berkas-kasus-penelantaran-angeline-oleh-margriet, (diakses pada tanggal 27 Januari 2016).
Menyimakkasus pembunuhan yang terjadi dalam keluarga tersebut, patut
disayangkan karena keluarga seharusnya menjadi tempat mendapatkan cinta kasih
dan menjadi tempat mendapatkan perlindungan bagi setiap anggota keluarga. Setiap
anggota keluarga memiliki ikatan bathin yang kuat satu sama lain, sehingga sangat
diherankan mengapa pembunuhan dalam keluarga bisa terjadi, pertimbangan tersebut di atas menjadi latar belakangpenulis mengambil judul penelitian ”TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KELUARGA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana
pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar?
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Polresta
Denpasar terhadap tindak pidana pembunuhan dalam keluarga?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Membahas permasalahan-permasalahan tersebut, diperlukan adanya
batasan-batasan tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup masalah. Hal ini dimaksud untuk
menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang
penyajiannya dibatasi hanya ditinjau dari sudut yuridis dan kriminologis. Pokok
pembahasannya adalah mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak
pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar.
Pokok permasalahan yang kedua akan membahas mengenai upaya
penanggulangan Polresta Denpasar terhadap tindak pidana pembunuhan dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan TeoritisMengkaji lebih lanjut mengenai tinjauan kriminologis terhadap pembunuhan
dalam keluarga, terlebih dahulu akan dikemukakan sekilas mengenai hal-hal yang
berkaitan dan mendukung permasalahan yang akan dibahas selanjutnya dalam tulisan
ini.
1.2.1. Pengertian tindak pidana pembunuhan.
Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain oleh KUHP yang dewasa ini
berlaku disebut sebagai pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan atau kejahatan
terhadap nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain.
Menghilangkan nyawa orang lain tersebut seorang pelaku harus melakukan sesuatu
atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain.
Pembunhan dalam istilah KUHP adalah kesengajaan menghilangkan nyawa
orang lain, sedangkan secara terminologi pembunuhan adalah perkara membunuh,
perbuatan membunuh. Mengenai pengertian tindak pidana (strafbar feit), Simons
dalam bukunya Sudarsono berpendapat bahwa tindak pidana merupakan tindakan
melanggar hukum pidana yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja
undang-undang hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum. 4
Tindak pidana pembunuhan berdasarkan definisi tersebut dianggap sebagai
delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya
akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang.
1.6.2.Teori kriminologi penyebab timbulnya tindak pidana.
Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berkembang
bersama-sama dengan cabang ilmu Sosiologi, Antropologi, dan Psikologi pada tahun 1850.
Nama Kriminologi pertama kali ditemukan oleh P.Topinard, seorang ahli
Antropologi Prancis dalam bukunya Moeljatno.5
Secara etimologis, Kriminologi terdiri dari dua suku kata yaitu crime yang
berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, sehingga Kriminologi
dapat diartika sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan.6Kriminologi pada dasarnya merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang kejahatan, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kejahatan dan upaya penanggulangannya. Adapun faktor-faktor kriminologi yang
4
Sudarsono, 1995, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 13
5 Moeljatno, 1982, Kriminologi, Bina Aksara, Jakarta, h. 21 (Selanjutnya disebut Moeljatno I)
6 Ibid.
menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana kejahatan menurut teori kriminologi dari
Bonger dalam bukunya Abintoro Prakoso, adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat pada individu, yaitu :
a. Nafsu ingin memiliki
Nafsu ingin memiliki dalam kehidupan masyarakat menimbulkan tindak
pidana kejahatan yang berhubungan dengan kekayaan. Nafsu ingin memiliki
menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana untuk mendapatkan apa
yang ingin dia miliki, dan hal tersebut terus berlanjut karena kesejahteraan
yang semakin meningkat, sehingga menyebabkan seorang pelaku tindak pidana
kejahatan terus mengulangi perbuatannya.7
b. Rendahnya budi pekerti
Lingkungan masyarakat yang kurang memperhatikan norma-norma yang
berlaku termasuk rendahnya pendidikan dan pengetahuan terhadap budi pekerti
juga berakibat bagi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, hal demikian
disebabkan oleh kurangnya kontrol sosial dari lingkungannya.8
c. Demoralisasi seksual
Lingkungan pendidikan seseorang pada waktu mudanya amat
berpengaru terhadap adanya kelainan seksual, terutama berkaitan dengan
7
Abintoro Prakoso, 2013, Kriminologi dan Hukum Pidana, Laksbang Grafika, Yogyakarta, h. 99
8
kejahatan. Tidak sedikit anak-anak yang yang hidup dalam lingkungan yang
kurang memadai, baik secara sosial maupun psikhis. Anak-anak muda di
lingkungan masyarakat kelas bawah mengenal kehidupan susila yang kurang
tepat sehingga sedemikian besar berpengaruh terhadap jiwanya. Salah satu
sumber cukup penting adalah kurang atau tidak baiknya kondisi tempat
tinggalnya.9
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat dari luar individu, seperti:
a. Terlantarnya anak-anak
Kejahatan anak-anak dan pemuda sudah merupakan bagian yang besar
dalam kejahatan, lagi pula penjahat-penjahat yang sudah dewasa pada umumnya
sejak mudanya menjadi penjahat dan sudah merosot kesusilaannya sejak kecil.
Meneliti tentang sebab musabab kejahatan anak diharapkan dapat menemukan
tindakan pencegahannya dan bermanfaat pula untuk menghadapi tindak-tindak
kejahatan pada orang dewasa. Apabila dicermati bahan kajian yang sudah ada,
akan terlihat jelas pentingnya pengaruh lingkungan masyarakat dimana anak itu
tinggal terhadap timbulnya kejahatan. Lingkungan hidup yang sangat buruk
akan berpengaruh terhdapa kecenderungan anak-anak melakukan kejahatan.10
b. Kesengsaraan 9 Ibid. 10 Ibid, h. 103
Angka kejahatan akan semakin bertambah bila keadaan kehidupan
masyarakat semakin sukar yang ditandai dengan naiknya harga kebutuhan
pokok. G.Von Mayr dalam bukunya Criminology and Economic Conditions,
berhasil mengumpulkan bahan-bahan dari 18 (delapan belas) negara
membuktikan adanya hubungan antara kejahatan dan kondisi ekonomi.
Pengaruh dari harga kebutuhan pokok dan rangkaiannya tak dapat diabaikan
terhadap meningkatnya kejahatan. Sejumlah penjahat ekonomi juga dapat
diketahui bahwa semakin banyaknya pengangguran juga menyumbang penting
adanya kondisi demikian, bahkan pengangguran mempunyai daya rusak yang
hebat dalam lapangan yang lebih luas, termasuk kejahatan kesusilaan dan
kekerasan.11
c. Alkoholisme
Pengaruh alkoholisme terhadap kejahatan sampai sekarang masih
menempati posisi yang cukup besar dan beragam. Minuman keras dianggap
akan berpengaruh negatif terhadap keturunan. Pengaruh langsung alkoholisme
terhadap kejahatan dibedakan menjadi 2 (dua) antara yang crhonic dan yang
acout, tentu saja peralihan bentuknya dari satu ke yang lain sangat bergantung dari kebiasaan minum-minuman keras pada daerah yang bersangkutan.
Masalah alkoholisme adalah maslah psycho-pathologis, yang kemudian disusul
sebagai maslah sosial. Alkoholisme yang chronic pada sesorang yang sudah
11 Ibid.
kecanduan dapat mengakibatkan seseorang melakukan tindak kejahatan
berbagai macam jenisnya. Alkoholisme yang acout amat berbahaya dari
pelakunya yang dengan tiba-tiba tidak sadarkan diri dan bersifat agresif. Sifat
demikian berakibat pula untuk melakukan tindak kejahatan kekerasan dan
kejahatan terhadap harta benda dan bahkan melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan terhadap siapa saja.12
d. Perang
Perang berakibat timbulnya kesengsaraan dan serba kekurangan yang
hebat, timbulnya demoralisasi, anak-anak terlantar, kurangnya bahan makanan,
yang puncaknya merupakan faktor pendorong untuk melakukan kejahatan dengan
berbagai macam dan caranya.13
1.2.3. Upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan
Kriminologi juga mengkaji teori-teori yang dijadikan landasan dalam upaya
penanggulangan tindak pidana pembunuhan. M. Hamdan, membagi upaya
penanggulangan tindak pidana dengan 2 jalur, yaitu :
1. Jalur penal,yaitu dengan menerapkan hukum pidana (criminal law application)
2. Jalur non penal, yaitu dengan cara :
a. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), termasuk di dalamnya penerapan sanksi administrative dan sanksi perdata.
12 Ibid. 13
b. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pembinaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment.14
14
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap karya ilmiah, tentu mempunyai suatu tujuan, baik dilihat dari kumpulan
data maupun dilihat dari manfaat yang dihasilkan. Adapun yang menjadi tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui tindak pidana
pembunuhan dalam keluarga yang ditinjau dari segi kriminologi.
b. Tujuan Khusus
Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini,
penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai
tujuan :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana
pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar.
2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan yang dilakukan Polresta Denpasar
terhadap tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum
Polresta Denpasar.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penelitian
bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan referensi
pada perpustakaan.
b. Manfaat Praktis
Penulisan karya tulis ini nantinya diharapkan mampu menjadi bahan
pertimbangan dan solusi yang konkrit bagi para penegak hukum khususnya
kepolisian Polresta Denpasar dalam penanggulangan terhadap tindak pidana
BAB IV
METODE PENELITIAN
1.4. Metode Penelitian
Penelitian skripsi ini dilakukan dengan ditunjang oleh sekumpulan data, untuk
memperoleh data-data yang akurat, maka dilakukan langkah-langkah pengumpulan
data dengan menggunakan data sebagai berikut :
1.4.1. Jenis Penelitian.
Penelitian hukum adalah suatu proses menemukan aturan hukum prinsip-prinsip
hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Penelitian skripsi ini dilakukan dengan melakukan pendekatan masalah dengan
menggunakan metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah
terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum.15 Penelitian
empiris ini meneliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana
pembunuhan dalam keluarga dan upaya penanggulangan yang dilakukan oleh
Polresta Denpasar terhadap tindak pidana pembunuhan dalam keluarga.
1.4..2. Sifat Penelitian.
15
Ronny Hanitijo dan Soemitro, 1988, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimentri, Cetakan Ke IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 24.
Sifat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah bersifat Deksriptif bersifat
pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang
keadaan hukum yang berlaku di Polresta Denpasar dalam penanganan kasus
pembunuhan dalam keluarga.
1.4..3. Data dan Sumber Data.
Data dan sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi penulisan skripsi
ini didapakan dengan peneliian lapangan yang menghasilkan data primer (field
research) dan penelitian kepustakaan yang menghasilkan data sekunder (library research).
1. Data Primer (field research) dapat disebutkan tentang penentuan wilayah
dan subjek penelitian (populasi dan sampel) secara rinci. Penyusunan skripsi
ini diperoleh dari data-data yang bersumber pada penelitian lapangan yaitu
suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dilapangan yaitu
baik dari responden maupun informan. Penelitian lapangan dilakukan di
Polresta Denpasar dikarenakan Denpasar merupakan ibukota provinsi yang
merupakan pusat pemerintahan daerah, sehingga mobilitas dikawasan ini
sangatlah tinggi sehingga persentase terkait kasus pembunuhan sangatlah
tinggi.
2. Sedangkan data sekunder (library research) yaitu : data yang diperoleh dari
pengumpulan data yang diperoleh dari pengumpulan data yang diperoleh
relevan dengan permasalahan hukum yang akan dibahas. Berkaitan dengan
data sekunder yang ada, maka di dalam penulisan skripsi ini akan
menggunakan, yaitu :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak
5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
1.4.4. Teknik pengumpulan data
Penelitian hukum empiris dikenal teknik-teknik untuk mengumpulkan data,
yaitu :
1. Studi kepustakaan.
Data Kepustakaan dikumpulkan dengan cara membaca, mencatat,
mempelajari dan menganalisa isi pustaka yang berkaitan dengan masalah objek
penelitian serta mempelajari dokumen dan arsip yang berhubungan dengan
masalah objek penelitian yaitu sanksi-sanksi yang ditinjau dari hukum pidana.
2. Teknik wawancara (interview).
Teknik wawancara adalah merupakan proses interaksi dan komunikasi
serta cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang
diwawancarai. Wawancara ini dilakukan dengan staf ahli dari bagian Reskrim
dapat berlangsung terarah. Selain itu, agar tercapai proses wawancara yang
terbuka dari responden, maka tanya jawab tersebut dikembangkan disekitar
pokok permasalahan sehingga relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.
3. Pengamatan atau Teknik Obeservasi Langsung.
Teknik observasi langsung adalah teknik pengumpulan data diperoleh
dengan mengadakan pengamatan secara langsung. Observasi ini dilakukan di
wilayah hukum Polresta Denpasar.
1.4.5. Teknik pengolahan dan Analisis Data.
Pengolahan data dan analisis data adalah kegiatan merapikan data hasil
pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis. Setelah data-data
yang berhubungan dengan tindak pidana pembunuhan dalam keluarga terkumpul,
maka data-data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif,
sedangkan untuk keseluruhan data yang terkumpul baik secara primer ataupun data
sekunder akan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis kemudian
dikategorikan, diklasifikasikan dan dihubungkan antara yang satu dengan yang
lainnya untuk memahami makna data dalam situasi sosial lalu dianalisis secara
kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.16
16
21
Tindak pidana pembunuhan sebagai fenomena sosial dipengaruhi oleh berbagai
aspek kehidupan dalam masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan
hal-hal yang berhubungan dengan upaya pertahanan dan keamanan negara. Para sarjana
meneliti kejahatan untuk mencari sebab-sebab terjadinya tindak pidana pembunuhan,
dengan mencari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan dan upaya
penanggulangannya dengan kajian kriminologi.
Bonger dalam teori kriminologinya memberikan pandangan bahwa penyebab
terjadinya kejahatan dapat didasarkan oleh 7 (tujuh) faktor yang dibagi ke dalam
faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
dalam individu itu sendiri.17 Adapun faktor internal penyebab terjadinya kejahatan
yang ditinjau dari segi kriminologi adalah sebagai berikut :
a. Nafsu ingin memiliki.
Nafsu ingin memiliki dalam kehidupan masyarakat menimbulkan
tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan kekayaan. Nafsu ingin
memiliki menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana untuk mendapatkan
apa yang ingin dia miliki, dan hal tersebut terus berlanjut karena kesejahteraan
17
Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 121 (Selanjutnya disebut Moeljatno III)
yang semakin meningkat, sehingga menyebabkan seorang pelaku tindak pidana
kejahatan terus mengulangi perbuatannya.18
b. Rendahnya budi pekerti.
Lingkungan masyarakat yang kurang memperhatikan norma-norma yang
berlaku termasuk rendahnya pendidikan dan pengetahuan terhadap budi pekerti
juga berakibat bagi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, hal demikian
disebabkan oleh kurangnya kontrol sosial dari lingkungannya.19
c. Demoralisasi seksual.
Lingkungan pendidikan seseorang pada waktu mudanya amat
berpengaruh terhadap adanya kelainan seksual, terutama berkaitan dengan
kejahatan. Tidak sedikit anak-anak yang yang hidup dalam lingkungan yang
kurang memadai, baik secara sosial maupun psikhis. Anak-anak muda di
lingkungan masyarakat kelas bawah mengenal kehidupan susila yang kurang
tepat sehingga sedemikian besar berpengaruh terhadap jiwanya. Salah satu
sumber cukup penting adalah kurang atau tidak baiknya kondisi tempat
tinggalnya.20
18 Abintoro Prakoso, 2013, op. cit, h. 99
19
Abintoro Prakoso, op.cit, h. 101
20
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 2 Mei 2015 dengan Bapak Made Sudarsa,
selaku penyidik di Polresta Denpasar, bahwa faktor internal penyebab terjadinya
tindak pidana pembunuhan di wilayah hukum Polresta Denpasar, yaitu faktor
personal. Faktor personal adalah faktor penyebab terjadinya tindak pidana kejahatan
karena masalah biologis dalam diri pelaku kejahatan, yang meliputi umur, jenis
kelamin, keadaan mental pelaku kejahatan tersebut. Namun faktor personal tidak
hanya terkait biologis dari pelaku tetapi juga menyangkut masalah psikologis dari
pelaku kejahatan tersebut seperti agresifitas, kecerobohan, dan ketersaingan yang
dirasa dalam dirinya.
Berdasarkan beberapa kasus pembunuhan yang terjadi dalam keluarga di
wilayah hukum Polresta Denpasar, Bapak Made Sudarsa, merangkum bahwa faktor
internal penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga tersebut,
yaitu:
1. Faktor daya emosional.
Daya emosional merupakan faktor eksternal yang paling sering menjadi
penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan. Emosional seseorang
dipengaruhi oleh kondisi perasaan dalam diri seseorang, seperti perasaan
kecewa ataupun sakit hati. Terhadap kasus pembunuhan dalam keluarga faktor
ini juga merupakan pemicu utama terjadinya pembunuhan. Sakit hati terjadi
biasanya karena seorang pelaku kejahatan mengalami kecemburuan, atau
Namun terkait pembunuhan yang terjadi dalam keluarga, pembunuhan sebagian
besar terjadi didasarkan karena adanya rasa cemburu dari si pelaku. Hal ini
biasanya terjadi antara suami-isteri, yang dimana suami mempunyai wanita
idaman lain (WIL) atau isteri mempunyai pria idaman lain (PIL), sehingga
timbulnya kecemburuan dan mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan yang
berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
2. Faktor psikologis/kejiwaan.
Psikologis atau kejiwaan disini dimaksudkan apakah pelaku kejahatan
mengalami gangguan mental seperti psikopat dan lainnya atau dalam keadaan
normal. Biasanya seorang yang tanpa sebab melakukan tindak pidana
pembunuhan dikarenakan terdapat gangguang mental dan pelaku dalam kondisi
abnormal.
3. Faktor lemahnya iman.
Faktor ini merupakan faktor yang sangat mendasar yang menyebabkan
seseorang melakukan sebuah kejahatan. Keyakinan serta pengetahuan agama
yang rendah akan membuat seseorang tidak memiliki iman yang kuat. Orang
yang tidak imannya tidak kuat atau lemah cenderung akan mudah terpancing
emosinya untuk melakukan tindakan kriminal.
4. Faktor nafsu ingin memiliki.
Nafsu ingin memiliki dalam kehidupan masyarakat menimbulkan tindak
pidana kejahatan yang berhubungan dengan kekayaan. Nafsu ingin memiliki
ingin dia miliki. Contohnya kasus Kasus pembunuhan yang terjadi di Denpasar
Timur pada Mei 2015 yang dilakukan oleh ibu angkatnya. Korban bernama
Angeline (8 tahun) yang dibunuh oleh ibu angkatnya bernama Margriet .
Korban dibunuh dan dikubur di belakang kandang ayam di kediamannya di
Jalan Sedap Malam No. 26 Sanur. Motif pembunuhan ini adalah karena nafsu
Magriet yang menginginkan warisan yang diterima oleh Angeline dari ayah
angkatnya yang merupakan suami Margriet.
5. Demoralisasi seksual.
Demoralisasi seksual adalah penurunan terhadap moral seseorang karena
seksual. Bisa dibilang demoralisasi seksual adalah kelainan yang terdapat pada
diri seseorang yang terobsesi terhadap hubungan seks.
Contoh kasus pembunuhan karena faktor ini adalah kasus pembunuhan
yang terjadi di Denpasar Selatan pada hari Selasa, 19 Januari 2016, dimana
yang menjadi korban adalah istri dari pelaku pembunuhan itu sendiri. Pelaku
pembunuhan adalah I Made Kanta (58), yang adalah suami korban yang
merupakan pensiunan pegawai PLN yang bertempat tinggal di Nusa
Kambangan XXVIII Denpasar. Dengan korban istrinya sendiri Purwantini
(alias) Titin yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi perkara
pembunuhan yaitu di kos-kosan milik I Made Kanta (tersangka) yang beralamat
di Jl. Sidakarya No. 169 Desa Sidakarya, Denpasar. Motif pembunuhan adalah
diman Titin yang menolak (2 kali) ajakan suaminya untuk berhubungan intim
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dirangkum bahwa teori kriminologi
oleh Bonger memang benar merupakan faktor penyebab terjadinya pembunuhan di
Bali dan dapat diketahui bahwa perempuan merupakan individu yang paling rentan
menjadi korban tindak pidana pembunuhan dalam keluarga.
Faktor Eksternal Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan dalam Keluarga
Kriminologi dalam mencari sebab-sebab tindak pidana pembunuhan
mengarahkan studinya pada proses-proses terjadinya pembunuhan, dengan melihat
faktor internal maupun faktor eksternalnya. Pada sub bab sebelumnya telah
dijabarkan faktor internal penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan, pada sub
bab ini akan dibahas tentang faktor-faktor penyebab pembunuhan yang terdapat dari
luar individu (faktor eksternal). Bonger dalam teori kriminologinya menjelaskan
faktor eksternal penyebab terjadinya kejahatan secara umum yaitu :
a. Terlantarnya anak-anak.
Kejahatan anak-anak dan pemuda sudah merupakan bagian yang besar
dalam kejahatan, lagi pula penjahat-penjahat yang sudah dewasa pada umumnya
sejak mudanya menjadi penjahat dan sudah merosot kesusilaannya sejak kecil.
Meneliti tentang sebab musabab kejahatan anak diharapkan dapat menemukan
tindakan pencegahannya dan bermanfaat pula untuk menghadapi tindak-tindak
kejahatan pada orang dewasa. Apabila dicermati bahan kajian yang sudah ada,
tinggal terhadap timbulnya kejahatan. Lingkungan hidup yang sangat buruk
akan berpengaruh terhdapa kecenderungan anak-anak melakukan kejahatan.21
b. Kesengsaraan.
Angka kejahatan akan semakin bertambah bila keadaan kehidupan
masyarakat semakin sukar yang ditandai dengan naiknya harga kebutuhan
pokok. G.Von Mayr dalam bukunya Criminology and Economic Conditions,
berhasil mengumpulkan bahan-bahan dari 18 (delapan belas) negara
membuktikan adanya hubungan antara kejahatan dan kondisi ekonomi.
Pengaruh dari harga kebutuhan pokok dan rangkaiannya tak dapat diabaikan
terhadap meningkatnya kejahatan. Sejumlah penjahat ekonomi juga dapat
diketahui bahwa semakin banyaknya pengangguran juga menyumbang penting
adanya kondisi demikian, bahkan pengangguran mempunyai daya rusak yang
hebat dalam lapangan yang lebih luas, termasuk kejahatan kesusilaan dan
kekerasan.22
c. Alkoholisme.
Pengaruh alkoholisme terhadap kejahatan sampai sekarang masih
menempati posisi yang cukup besar dan beragam. Minuman keras dianggap
akan berpengaruh negatif terhadap keturunan. Pengaruh langsung alkoholisme
terhadap kejahatan dibedakan menjadi 2 (dua) antara yang crhonic dan yang
21
Abintoro Prakoso, op. cit, h. 103
22
acout, tentu saja peralihan bentuknya dari satu ke yang lain sangat bergantung dari kebiasaan minum-minuman keras pada daerah yang bersangkutan.
Masalah alkoholisme adalah maslah psycho-pathologis, yang kemudian disusul
sebagai maslah sosial. Alkoholisme yang chronic pada sesorang yang sudah
kecanduan dapat mengakibatkan seseorang melakukan tindak kejahatan
berbagai macam jenisnya. Alkoholisme yang acout amat berbahaya dari
pelakunya yang dengan tiba-tiba tidak sadarkan diri dan bersifat agresif. Sifat
demikian berakibat pula untuk melakukan tindak kejahatan kekerasan dan
kejahatan terhadap harta benda dan bahkan melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan terhadap siapa saja.23
d. Perang.
Perang berakibat timbulnya kesengsaraan dan serba kekurangan yang
hebat, timbulnya demoralisasi, anak-anak terlantar, kurangnya bahan makanan,
yang puncaknya merupakan faktor pendorong untuk melakukan kejahatan
dengan berbagai macam dan caranya.24
Berdasarkan hasil wawancara wawancara tanggal 2 Mei 2015 dengan Bapak
Made Sudarsa, selaku penyidik di Polresta Denpasar, bahwa faktor eksternal
penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum
Polresta Denpasar, yaitu :
23
Abintoro Prakoso, loc. cit.
24
1. Faktor ekonomi.
Beberapa kasus pembunuhan yang terjadi dalam keluarga seringkali
dipicu oleh faktor ekonomi, seseorang yang melakukan kejahatan didasarkan
atas rendahnya taraf dan kesejahteraan hidupnya. Kebutuhan hidup yang
semakin meningkat sedangkan penghasilan yang kurang membuat seseorang
akan mengalami stress atau gangguan pada mental dan psikisnya.
2. Faktor alat-alat media.
Media massa merupakan salah satu alat yang berfungsi untuk
menyampaikan informasi antara pemerintah dan rakyat atau antara sesama
anggota masyarakat. Media massa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia
sehari-hari dan media ini tentu mempengaruhi penerimaan konsep-konsep,
sikap-sikap, nilai-nilai dan pokok-pokok moral. Pada hakekatnya alat-alat
media ini memiliki fungsi yang positif terhadap pengguna jasa media tersebut.
Faktor-faktor alat-alat media yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana
dalam keluarga terdiri dari:
a. surat kabar dan buku-buku (media cetak).
Media cetak dalam hal menyediakan berita-berita tentang kejahatan,
surat kabar menjadi media yang banyak melupakan tanggung jawabnya.
Berita-berita mengenai kejahatan misalnya pembunuhan, penganiayaan,
kekerasan merupakan berita menarik sebagai bahan untuk diperdagangkan
secara gamblang. Hal ini tentunya mempengaruhi perkembangan jiwa si
pembaca baik secara langsung maupun tidak langsung.
Munculnya berbagai pemberitaan tentang kejahatan seperti
pembunuhan, penganiayaan, kekerasan yang akan membawa pengaruh
yang bukan tidak mungkin untuk ditiru oleh pembaca. Bagi pembaca yang
tidak dapat menyikapinya secara positif justru akan berdampak negative
dalam dirinya.
b. radio, televisi, dan film (media elektronik).
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam bidang dan
alat-alat media elektronik yang canggih seperti radio, televisi, radio, kaset dan
film sangat mempengaruhi perkembangan kejahatan berupa
penganiayaan, kekerasan bahkan pembunuhan dalam lingkup keluarga.
Hal ini disebabkan oleh karena hampir setiap hari berbagai media
elektronik ini menyajikan acara tontonan film yang mengandung
adegan-adegan kekerasan yang terlalu diekspos secara gamblang.
Seringnya melihat tontonan yang sedemikian rupa akan berdampak
negative terhadap kejiwaan penonton karena jiwanya akan terkontaminasi
akibat sudah terbiasa melihatnya. Sehingga periwtiwa kekerasan yang
dilihat tersebut dianggap sudah menjadi keadaan yang biasa dijumpai
sehari-hari, maka ketika apa yang dilihat atau ditonton akan dipraktekan
3. Faktor lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan kelompok terkecil, bila dibandingkan
dengan kelompok-kelompok lainnya yang ada dalam masyarakat. Walaupun
demikian, lingkungan keluarga lingkungan yang paling kuat pengaruhnya
dalam pembentukan prilaku seseorang. Anak-anak sejak dilahirkan, diasuh dan
dibesarkan dalam lingkungan itu. Mereka memperoleh pengalaman-pengalaman
yang membentuk kepribadiannya dan prilakunya.
Bila interaksi sosial dalam keluarga tidak lancer, maka ini memungkinkan
interaksi sosial dengan masyarakat yang tidak wajar. Selain peran keluarga
sebagai pemicu yang pertama, keluarga juga sebagai pusat pendidikan dan
kebudayaan. Anak dalam keluarga mempelajari norma-norma pertama kali di
lingkungan keluarga, sehingga dalam dirinya terbentuk pola-pola tingkah laku.
Jika keluarga atau orang tua tidak memperhatikan pendidikan anak baik secara
formal maupun non formal, maka kemungkinan si anak tidak dapat berinteraksi
dengan normal dalam masyarakatdan cenderung untuk menggunakan cara
sendiri dalam berinteraksi dan memandang lingkungan sosial yang lain.
Peran lingkungan keluarga sangat aktif untuk mengawasi dan melindungi
serta mengajarkan anak untuk melihat segala resiko kehidupan yang akan
dialami kelak dikemudian hari sampai sang anak mengenal norma-norma
kehidupan sebelum mereka melakukan interaksi sosial di dalam lingkungan
4. Faktor pemakaian narkotika dan alkoholisme.
Pemakaian narkotika dan akoholisme berakibat langsung terhadap
pemakainya, seseorang dapat menjadi lebih agresif, fan tifak bisa mengontrol
diri.
5. Faktor peran korban
Korban dalam hal terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga
bisa menjadi penyebab untuk terjadinya suatu tindak kejahatan. Ada pelaku
pasti ada korban. Bisa jadi korban yang memicu terjadinya kejahatan, dalam
interaksi dan hubungan sosial yang terjadi antara pelaku dan korban bisa saja
terjadi konflik yang disebabkan oleh korban yang memprovokasi timbulnya
konflik.
Menyimak dari hasil wawancara sebagaimana diuraikan di atas, dapat
dirangkum bahwa faktor eksternal penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan
dalam keluarga adalah faktor ekonomi, faktor alat-alat media, faktor lingkungan
keluarga, faktor pemakaian narkotika dan alkoholisme, faktor peran korban dan
faktor situasional. Beberapa faktor tersebut sesuai dengan teori kriminologi oleh
Bonger yang menyebutkan faktor eksternal penyebab tindak pidana pembunuhan
adalah terlantarnya anak-anak, kesengsaraan, alkoholisme, dan perang.
Walau pun tidak sepenuhnya teori kriminologi oleh Bonger sama dengan yang
faktor penyebab pembunuhan yang terjadi di Bali, tetapi faktor-faktor antara teori
lain, semisalnya faktor kesengsaraan yaitu merupakan faktor penyebab terjadinya
tindak pidana pembunuhan karena keadaan ekonomi yang rendah. Disini terlihat
adanya keterkaitan antara faktor kesengsaraan dengan faktor ekonomi sebagai
34
“penal” dan “non penal”. Menurut M. Hamdan, upaya penanggulangan yang merupakan bagian dari kebijakan sosial pada hakekatnya juga merupakan bagian
integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) yang dapat ditempuh
dengan 2 jalur, yaitu :
1. jalur penal, yaitu dengan menerapkan hukum pidana (criminal law application)
2. jalur non penal, yaitu dengan cara :
a. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), termasuk di dalamnya penerapan sanksi administrative dan sanksi perdata.
b. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pembinaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment.25
Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada
sifat repressive, yaitu dengan penindasan/pemberantasan/penumpasan sesudah
kejahatan terjadi. Pada hakekatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha
penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari
kebijakan penegakan hukum (law enforcement). Hal tersebut berarti penanggulangan
tindak pidana pembunuhan dapat dilakukan dengan cara menyerahkan kasus tindak
pidana pembunuhan yang terjadi kepada pihak penegak hukum dalam hal ini polisi,
jaksa, dan pengadilan untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
25
Dimana hukuman dan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku diharapkan dapat
memberikan efek jera kepada pelaku sesuai dengan tujuan pemidanaan.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 2 Mei 2015dengan Bapak Kombes Anak
Agung Made Sudana, selaku Kepala Polresta Denpasar di Polresta Denpasar, upaya
penal yang dilakukan oleh Polresta Denpasar sebagai upaya penanggulangan tindak
pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar, yaitu
dengan memproses tindak pidana pembunuhan sesuai dengan prosedur yang berlaku
untuk kemudian diberikan pemidanaan/hukuman dan pembinaan bagi mereka yang
divonis bersalah. Sesuai dengan kewenangannya dalam menangani suatu perkara,
Polresta Denpasar hanya memiliki peranan memproses perkara dengan melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu perkara untuk kemudian ditangani lebih
lanjut oleh kejaksaan dan pengadilan.
Adapun standar operasional prosedur penanganan kasus hukum oleh Polresta
Denpasar, yaitu :
Tahap 1 : Pelaporan/Pengaduan.
Tahap ini peran kepolisian Polresta Denpasar menerima pengaduan maupun
laporan dari pihak pelapor/pengadu, dan pelapor/pengadu harus diperlakukan sama
Tahap 2 : Penyelidikan/Penyidikan.
Tahap ini dilakukan penyelidikan atau penyidikan. Penyelidikan dilakukan oleh
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut
KUHAP. Penyidikan, dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti untuk membuat jelas tindak pidana yang terjadi dan dimaksudkan untuk
mencari tersangka dari tindak pidana tersebut.
Tahap 3 : Penangkapan.
Penyelidikan untuk kepentingan penyelidikan atas perintah penyidik berwenang
melakukan penangkapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Tahap 4 : Penahanan.
Berdasarkan bukti yang cukup penahanan dilakukan untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan hakim terhadap orang yang diduga kuat
melakukan tindak pidana.
Tahap 5 : Penggeledahan.
Penyidik melakukan penggeledahan (penggeledahan rumah/pakaian/badan
menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang untuk kepentingan
penyidikan dengan membawa surat penggeledahan yang dikeluarkan pengadilan
Tahap 6 : Penyitaan.
Tahap ini penyidik mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasaannya
(benda bergerak/tidak bergerak, benda berwujud/tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Proses diatas dapat berjalan apabila adanya laporan atau pengaduan kasus
hukum kepada pihak kepolisian. Polresta denpasar mencatat sepanjang tahun 2012
s/d 2015 ada 24 kasus pembunuhan yang dilaporkan ke Polresta Denpasar. Secara
keseluruhan kasus pembunuhan di Bali dapat dilihat pada tabel berikut:
DATA KASUS PEMBUNUHAN TAHUN 2012 S/D 2015
NO TAHUN LAPOR SELESAI
1 2012 6 4
2 2013 6 6
3 2014 5 4
4 2015 7 5
Sumber : Sat Reskrim Polresta Denpasar
Berdasarkan pada data diatas dapat dilihat bahwa dari 24 kasus pembunuhan
yang dilaporkan ke Polresta Denpasar, 19 kasus telah selesai dan memperoleh
putusan final. Sedangkan 5 kasus diantaranya masih dalam proses penyidikan, hal ini
dikarenakan 5 kasus tersebut masih dalam proses penanganan. Bukti-bukti yang
belum lengkap menjadi hambatan dalam proses penyelesaian kasus hukum ini.
sering mendapatkan hambatan. Hal ini disebabkan karena pembunuhan yang terjadi
adalah berada dalam lingkup keluarga baik pelaku maupun korbannya. Adapun
hambatan yang terjadi dalam upaya penanggulangan penal ini adalah sebagai berikut:
a. pihak keluarga yang kurang pro-aktif terhadap kepolisian.
Yang dimaksud pihak kelurga yang kurang pro-aktif terhadap kepolisisan,
yaitu:
1. sikap atau perasaan yang malu atau tidak mau berterus terang.
2. kurangnya keterbukaan kepada kepolisisan saat melakukan penyidikan.
3. sikap dan/atau keputusan pihak keluarga yang tidak mau ambil pusing dalam
pemrosesan dikepolisian sehingga kasus tidak dilaporkan atau ditutup.
b. laporan yang kurang lengkap.
Laporan yang kurang lengkap adalah dimana laporan yang diuraikan oleh
pihak keluarga korban kurang jelas, seperti contohnya dalam memberikan
keterangan alamat dan tempat kejadian perkara.
c. anggaran dan biaya akomodasi yang terbatas.
Anggaran dan biaya akomodasi menjadi kendala oleh pihak kepolisian dalam
menangani kasus pembunuhan ini, dimana anggaran yang diberikan oleh pusat
belum mencukupi. Akomodasi yang minim, seperti biaya olah TKP (Tempat
Kejadin Perkara) dan biaya operasional lainnya yang dimana biaya tersebut
sebagian dikeluarkan oleh anggota kepolisian itu sendiri..
Walaupun pihak keluarga yang kurang pro-aktif terhadapa pihak kepolisian,
tersebut dibiarkan, maka ini akan berdampak pada asumsi pelaku dan orang-orang
yang kemungkinan melakukan tindak pidana pembunuhan bahwa dengan mudahnya
seseorang pelaku tindak pidana pembunuhan dalam keluarga dapat terbebas dari
jeratan hukum sehingga efek jera yang merupakan tujuan dari upaya penanggulangan
jalur penal ini tidak dapat diwujudkan.
Upaya Non Penal dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pembunuhan
Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih
menitikberatkan pada sifat preventif yaitu pencegahan/penangkalan/pengendalian
sebelum kejahatan terjadi, dengan demikian, dilihat dari upaya penanggulangan
kejahatan, maka tindakan non penal mempunyai kedudukan yang lebih strategis dan
memegang peranan lebih efektif dan intensif dibandingkan dengan tindakan penal.
Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat
tindakan pencegahan untuk terjadi kejahatan, maka sasaran utamanya adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor
kondusif tersebut antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi
sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejatahan.
Karena salah satu penyebab kejahatan adalah karena faktor kondisi sosial, jelas hal
penal dalam menanggulangi kejahatan, karena hal tersebutlah harus ditunjang dengan
jalur non penal.26
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 2 Mei 2015dengan Bapak Kombes Anak
Agung Made Sudana, selaku Kepala Polresta Denpasar di Polresta Denpasar, upaya
non penal yang dilakukan oleh Polresta Denpasar sebagai upaya penanggulangan
tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar,
yaitu :
1. Pengawasan dan razia di tempat hiburan malam.
Kegiatan ini merupakan upaya non penal yang pengaruh preventif bagi
calon ataupun pelanggar hukum. Kepolisisan Polresta Denpasar biasanya
mengadakan pengawasan di tempat hiburan malam. Hal ini dilakukan untuk
mencegah beredar dan pemakaian obat-obatan terlarang, karena berdasarkan
pengamatan kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah hukum Polresta
Denpasar, kasus tindak pidana pembunuhan penyebabnya adalah faktor
pemakaian narkotika dan alkoholisme. Pihak kepolisian melakukan pengawasan
dan razia dengan objeknya adalah minuman keras dan obat-obatan terlarang.
2. Penyuluhan.
Penyuluhan sebagai upaya diluar penerapan hukum dilakukan dengan
memberikan penyuluhan berupa workshop kepada masyarakat melalui lembaga
instansi yang ada dalam lingkungan masyarakat adat melalui kegiatan yang ada
26
di banjar-banjar. Penyuluhan oleh Polresta Denpasar dimaksudkan agar
masyarakat mengerti tentang sanksi dan hukuman yang akan dijatuhi apabila
melakukan tindak pidana pembunuhan.
3. Pengawasan media cetak/elektronik.
Media cetak maupun media elektronik berperan sebagai faktor penyebab
tindak pidana pembunuhan dalam keluarga. Seringkali media cetak seperti
bahan bacaan dan media elektronik seperti tayangan film menyuguhkan dengan
adegan-adegan kekerasan. Adegan-adegan keras terhadap psikis anak sangatlah
berbahaya karena dalam membentuk pola pikir dan persepsi yang tidak baik
dari tayangan kekerasan tersebut. Berdasarkan hal tersebutlah Polresta
Denpasar melakukan pengawasan dan penertiban kepada media cetak dan
media elektronik yang dirasa merugikan dengan bantuan lembaga-lembaga
terkait.
Sehubungan dengan upaya-upaya non penal tersebut, Bapak Anak Agung
Made Sudana mengakui bahwa terhadap pelaksanaan upaya tersebut belum
sepenuhnya berjalan dengan lancar karena adanya hambatan-hambatan yang
terjadi. Adapun faktor penghambat upaya penanggulangan tindak pidana
pembunuhan dalam keluarga melalui jalur non penal adalah :
a. kurangnya peran serta masyarakat dan rasa acuh tak acuh masyarakat, hal
ini timbul karena kurangnya rasa peduli yang ada dalam masyarakat
jadi masyarakatlah yang seharusnya turut serta membantu dalam
mewujudkan keamanan dan ketertiban disamping aparat penegak hukum.
b. kurangnya kerjasama lembaga terkait, kepolisian dalam menjalankan upaya
penanggulangan non penal tidak bisa melaksanakannya sendiri. Perlu
adanya kerjasama antara lembaga yang satu dan yang lainnya agar
penanggulangan yang dilakukan bisa berjalan dengan baik.
c. kurangnya sarana-prasarana penunjang, sarana-prasarana yang dimaksud
disini adalah alat dan tempat yang digunakan untuk menunjang upaya
penanggulangan melalui jalur non penal seperti sarana prasarana untuk
melakukan penyuluhan dan lain-lain.
Terkait upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan dalam keluarga baik
secara penal maupun non penal, pihak Polresta Denpasar melakukan kerjasama
dengan lembaga atau instansi terkait seperti :
1. Sekolah
Polresta Denpasar untuk pertama-tama melakukan pendekatan dan sosialisasi ke
sekolah-sekolah yang berada di lingkup Denpasar. Hal ini dimaksudkan sebagai
upaya pencegahan sejak dini dengan memberikan penyuluhan terhadap anak-anak
tentang bahayanya narkotika dan alkoholisme, yang dimana hal tersebut merupakan
2. Tokoh-tokoh pemuka agama
Polresta Denpasar bekerjasama dengan para pemuka-pemuka agama untuk
melakukan pendekatan secara agama. Pemuka agama diharapkan dapat membantu
upaya kepolisian dalam menangani kejahatan melalui wejangan-wejangan suci.
3. Badan Pembina Ketertiban dan Keamanan Masyarakat (BAPEMKAMTIBNAS)
BAPEMKAMTIBNAS adalah lembaga aparatur pemerintah yang
menempatkan beberapa personil kepolisian ditiap-tiap kelurahan dan desa, yang
bertujuan untuk mendekatkan pihak kepolisisan dan masyarakat dalam memberikan
informasi atau bantuan dari pihak kepolisian untuk mengungkap kasus-kasus tindak
pidana pembunuhan seandainya terjadi di wilayah kelurahan dan desa
masing-masing.
4. Kedokteran
Pihak Polresta Denpasar juga bekerjasama dengan pihak kedokteran dalam
menangani kasus tindak pidana pembunuhan dalam keluarga khususnya pada kasus
pembunuhan terhadap janin (Abortus Provocatus). Kerjasama dilakukan karena
banyak sekali para dokter demi mendapatkan materi menghalalkan tindakan aborsi
tersebut, untuk itu melalui pendekatan ini diharapkan pihak kedokteran bisa
membantu mengurangi atau maksimalnya mencegah terjadinya kasus pembunuhan
terhadap janin dengan memberikan penjelasan kepada pasiennya tentang bahayanya
tindakan aborsi, kecuali adanya indikasi medis yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan.
44 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pembahasan yang telah diuraikan
disetiap babnya, maka dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :
1. Faktor-faktor penyebab timbulnya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di
wilayah hukum Polresta Denpasar terdiri dari 2 (dua) faktor, yaitu faktor
internal (faktor yang berasal dari dalam individu) dan faktor eksternal (faktor
yang terdapat diluar individu).Faktor internal penyebab terjadinya tindak pidana
pembunuhan dalam keluarga ada 5 (lima) faktor yaitu, faktor daya emosional,
faktor psikologis/kejiwaan, dan faktor lemahnya iman, faktor nafsu ingin
memiliki, dan demoralisasi seksual. Faktor eksternal tindak pidana pembunuhan
dalam keluarga disebabkan oleh 6 (enam) yaitu : faktor ekonomi, faktor alat-alat
media, faktor lingkungan keluarga,faktor pemakaian narkotika dan alkoholisme,
dan faktor peran korban.
2. Upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan dalam keluarga oleh
Polresta Denpasar dilakukan dengan 2 (dua) jalur yaitu jalur penal (dengan
menerapkan hukum pidana atau (criminal law application) dan jalur non penal.
Adapun upaya penanggulangan penal yang dilakukan oleh Polresta Denpasar
penyidikan terhadap suatu perkara untuk kemudian ditangani lebih lanjut oleh
kejaksaan dan pengadilan. Upaya non penal penanggulangan tindak pidana
pembunuhan oleh Polresta Denpasar dengan 3 (tiga) upaya, yaitu melalui
pengawasan dan razia di tempat hiburan malam, penyuluhan, dan pengawasan
media cetak/elektronik. Adapun faktor penghambat upaya penanggulangan
tindak pidana pembunuhan dalam keluarga melalui jalur penal yaitu : pihak
keluarga yang kurang pro-aktif terhadap kepolisian, laporan yang kurang
lengkap, anggaran dan biaya akomodasi yang terbatas. Dan hambatan yang
ditemui pada upaya non penal yaitu : kurangnya peran serta masyarakat dan
rasa acuh tak acuh masyarakat, kurangnya kerjasama lembaga terkait, dan
kurangnya sarana-prasarana penunjang.Terkait upaya penanggulangan tindak
pidana pembunuhan dalam keluarga baik secara penal maupun non penal, pihak
Polresta Denpasar melakukan kerjasama dengan lembaga atau instansi terkait
seperti : sekolah, tokoh-tokoh pemuka agama, Badan Pembina Ketertiban dan
Keamanan Masyarakat (BAPEMKAMTIBNAS) dan kedokteran.
1. Menghindari terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga, hendaknya
pihak kepolisian berperan aktif melakukan pembinaan atau penyuluhan kepada
masyarakat melalui kegiatan di banjar-banjar dan juga masyarakat harus
memilah media yang pantas untuk ditonton dan dibaca agar dapat
meminimalisir timbulnya penyebab terjadinya pembunuhan dalam keluarga.
2. Polresta Denpasar hendaknya dalam menjalankan peraturan
perundang-undangan harus lebih tegas dan tertata baik, sesuai dengan prosedur yang yang
berlaku sertaPolresta Denpasar. Polresta Denpasar beserta jajaran terkait dalam
melaksanakan upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan melalui jalur
penal dan non penal hendaknya lebih baik dan lebih menekankan jalur non
penal karena bersifat mencegah, jadi akan lebih baik diterapkan untuk
mencegah tindak pidana pembunuhan dalam keluarga melalui kegiatan
penyuluhan dan sosialisasi masyarakat memahami dan takut akan sanksi yang
47
Ali, H. Zainuddin, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
Atmasasmita, Romly, 2005, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Aditama,
Bandung.
Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Faisal Salam, Moch, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek,
Mandar Maju, Bandung.
Gunadi, Ismu dan Jonaedi Efendi, 2011, Cepat dan Mudah Memahami Hukum
pidana, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta.
Hamdan, M., 1997, Politik Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hanitijo, Ronny dan Soemitro, 1988, Metodelogi Penelitian Hukum dan
Jurimentri, Cetakan Ke IV, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana,
Cet.Kedua, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Lamintang, P.A.F, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru,
Bandung.
Lestari, Sri, 2012, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
M. Hadjon, Philipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina
ILmu, Surabaya.
Maulana, Rizky dan Putri Amelia, 2013, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Lima
Bintang, Surabaya.
Moeljatno, 1982, Kriminologi, Bina Aksara, Jakarta.
_______, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum
Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
_______, 2009, Asas – Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Mulyadi, Lilik, 2007, Kapita Selekta : Hukum Pidana Kriminologi dan
Victimologi, Djambatan, Jakarta.
Merpaung, Leden ,1991, Unsur-Unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Delik),
Ed. I, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta.
Poernomo, Bambang, 1983, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Prakoso, Abintoro, 2013, Kriminologi dan Hukum Pidana, Laksbang Grafika,
Yogyakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika
Aditama Bandung.
Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa, 2010, Kriminologi, PT Raja Grafindo
Sahetapy, J.E. dan Mardjono Reksodiputro, 1982, Parados Dalam Kriminologi,
Rajawali, Jakarta.
Simanjuntak, Noach , 1984, Kriminologi, Tarsito, Sinar Baru, Bandung.
Sudarto, 1983, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru,
Bandung.
Waluyo, Bambang, 2008, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika,
Jakarta.
(2) Tesis
Taufig Mustakim, 2009, “Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Orangtua Terhadap Anak Ditinjau Dari Psikologi Kriminal”, Tesis Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
(3) Artikel
Tribun Bali, 2016, Kriminologi Kematian Tragis Titin di Tangan Suaminya di
Sidakarya, Available From: URL:http://www.bali.tribunnews.com/2016/0120/ini-kronologi-kematian-tragis-titin-di-tangan-suaminya-di-sidakarya, (diakses pada