• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS BIOPELUMAS DARI MINYAK KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN KATALIS FeO YANG TEREMBAN DALAM ZEOLIT Y

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS BIOPELUMAS DARI MINYAK KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN KATALIS FeO YANG TEREMBAN DALAM ZEOLIT Y"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS BIOPELUMAS DARI MINYAK KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN KATALIS FeO YANG TEREMBAN

DALAM ZEOLIT Y

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Windi Cahya Amalia

105116013

FAKULTAS SAINS DAN ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI KIMIA

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)

S

int

es

is

B

iopelumas

da

ri

M

inyak

Ke

lapa

S

awit

me

ngguna

ka

n

Ka

talis

F

eO

ya

ng

T

er

emban

da

lam

Z

eoli

t

Y

W

indi

C

ahya

Ama

li

a

10511601

3

(3)

Universitas Pertamina - ii

SINTESIS BIOPELUMAS DARI MINYAK KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN KATALIS FeO YANG TEREMBAN

DALAM ZEOLIT Y

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Windi Cahya Amalia

105116013

FAKULTAS SAINS DAN ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI KIMIA

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(4)
(5)

Universitas Pertamina - i

LEMBAR

PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Sintesis Biopelumas dari Minyak Kelapa Sawit

menggunakan Katalis FeO yang Teremban dalam

Zeolit Y

Nama Mahasiswa

: Windi Cahya Amalia

Nomor Induk Mahasiswa

: 105116013

Program Studi

: Kimia

Fakultas

: Sains dan Ilmu Komputer

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 29 Agustus 2020

Jakarta, 18 September 2020

Disetujui oleh,

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi

Dr. Nila Tanyela Berghuis

NIP 118001

Pembimbing I

Nona Merry Merpati Mitan, Ph.D

NIP 116129

Pembimbing II

(6)

Universitas Pertamina - ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “Sintesis Biopelumas

dari Minyak kelapa Sawit menggunakan Katalis FeO yang Teremban dalam Zeolit Y” ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang ditulis

oleh orang lain, kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah dituliskan

secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia

menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Pertamina hak bebas iinalyse noneksklusif (non-exclusive royalty-free right)

atas Laporan Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada di dalamnya. Dengan hak bebas

iinalyse noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih

media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (database), merawat, dan

mempublikasikan Laporan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 18 September 2020

Yang membuat pernyataan,

(7)

Universitas Pertamina - iii

ABSTRAK

Windi Cahya Amalia. 105116013. Sintesis Biopelumas dari Minyak Kelapa Sawit

menggunakan Katalis FeO yang Teremban dalam Zeolit Y

Saat ini, industri otomotif dan mesin fokus melakukan pengembangan teknologi yang

bersifat hemat energi dan ramah lingkungan seperti biopelumas. Sebagai negara penghasil

minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam

memanfaatkan minyak kelapa sawit dalam bidang oleokimia seperti biopelumas. Penelitian

Tugas Akhir dengan judul “Sintesis Biopelumas dari Minyak Kelapa Sawit menggunakan

Katalis FeO yang Teremban dalam Zeolit Y” memiliki tujuan untuk menganalisa empat

parameter yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap proses sintesis biopelumas,

diantaranya pengaruh penggunaan katalis dan jenisnya, efek rasio katalis, suhu reaksi, serta

jenis reaksi atau jenis minyak yang akan digunakan sebagai reaktannya. Kesimpulan yang

diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa parameter yang secara signifikan berpengaruh

dalam proses sintesis biopelumas ini yaitu efek penggunaan katalis, rasio katalis, suhu

reaksi, serta jenis minyak atau metode reaksi yang digunakan. Biopelumas yang dihasilkan

paling optimum merupakan biopelumas yang disintesis menggunakan katalis FeO/HY

rasio 5% pada suhu 50°C selama 3 jam melalui reaksi 2-tahap

(esterifikasi-transesterifikasi) dengan label produk BF150-Fe5 dan reaksi 1-tahap (esterifikasi) dengan

label produk BP150-Fe5. Produk biopelumas tersebut memiliki karakterisitik diantaranya

yaitu memiliki nilai viskositas 1.90 cSt dan ketahanan oksidasi hingga suhu 205.04°C

untuk produk BF150-Fe5 dan nilai viskositas 17.83 cSt dan ketahanan oksidasi mencapai

suhu 372.90°C untuk produk BP150-Fe5.

(8)

Universitas Pertamina - iv

ABSTRACT

Windi Cahya Amalia. 105116013. Synthesis of Biolubricants from Palm Oil Using an

FeO Catalyst Embedded in Zeolite Y

Currently, the automotive and machinery industries have focus on developing

energy-saving and environmentally friendly technologies such as biolubricants. As the largest

palm oil producing country in the world, Indonesia has great potential in utilizing palm oil

in the field of oleochemicals such as biolubricants. This final project study entitled

"Synthesis of Biolubricants from Palm Oil using an FeO Catalyst Embedded on Zeolite Y"

aims to analyze four parameters that are indicated to have an influence on the synthesis

process of biolubricants, including the effect of catalyst use and its type, effect of catalyst

ratio, reaction temperature, as well as the type of reaction or the type of oil that will be

used as the reactant. The conclusion obtained from this research is that the parameters that

significantly influence the synthesis process of this biolubricants are the effect of using

catalysts, catalyst ratios, reaction temperature, and the type of oil or type of reaction used.

The most optimum biolubricants produced are the ones that are synthesized using a 5%

ratio of FeO / HY catalyst at 50°C for 3 hours through a 2-stage reaction

(esterification-transesterification) with the product label BF150-Fe5 and a 1-stage reaction (esterification)

with BP150-Fe5 product label. The biolubricant product has characteristics, including

having a viscosity value of 1.90 cSt and oxidation resistance to a temperature of 205.04°C

for BF150-Fe5 products and a viscosity value of 17.83 cSt and oxidation resistance

reaching a temperature of 372.90°C for BP150-Fe5 products.

(9)

Universitas Pertamina - v

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia

dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “Sintesis

Biopelumas dari Minyak Kelapa Sawit menggunakan Katalis FeO yang Teremban

dalam Zeolit Y”. Penyusunan laporan ini dilakukan di Universitas Pertamina pada bulan

November 2019 hingga Agustus 2020.

Penyusunan laporan tugas akhir ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Nona Merry Merpati Mitan, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan serta arahan selama proses penyusunan laporan tugas akhir

ini,

2. Dr. Eng. Haryo Satriya Oktaviano, S.Si, M.Eng, sekaligus sebagai dosen

pembimbing II yang telah memberikan kontribusi, dukungan serta bimbingannya

selama proses penelitian tugas akhir ini berjalan hingga selesai,

3. Dr. Nila Tanyela Berghuis selaku Ketua Program Studi Kimia Universitas

Pertamina sekaligus dosen wali yang telah senantiasa memberikan dukungan,

4. Orang tua yang senantiasa selalu memberikan doa dan dukungan,

5. Rekan tim biopelumas yang senantiasa saling membantu dan saling mendukung,

dan

6. Teman-teman Program Studi Kimia Universitas Pertamina yang selalu memberikan

semangat dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih terdapat beberapa

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun agar laporan ini dapat menjadi lebih baik dan mampu memberikan manfaat

bagi para pembacanya serta dapat menjadi pendukung dalam pengembangan pada

penelitian selanjutnya.

Jakarta, 18 September 2020

(10)

Universitas Pertamina - vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang ...1

1.2

Rumusan Masalah ...2

1.3

Batasan Masalah ...2

1.4

Tujuan Penelitian ...2

1.5

Manfaat Penelitian ...2

1.6

Lokasi Penelitian ...3

1.7

Waktu Pelaksanaan Penelitian ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1

Biopelumas ...4

2.2

Karakteristik Fisik Biopelumas ...5

2.3

Katalis ...9

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1

Bentuk Penelitian ... 11

3.2

Alat dan Bahan ... 11

3.3

Prosedur Penelitian ... 11

3.3.1

Preparasi Sampel ... 11

(11)

Universitas Pertamina - vii

3.3.3

Sintesis Biopelumas ... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1

Impregnasi Logam Fe dalam Zeolit Y ... 16

4.2

Preparasi Sintesis Biopelumas ... 18

4.3

Sintesis Biopelumas ... 22

4.3.1

Pengaruh Penggunaan Katalis ... 24

4.3.2

Pengaruh Rasio Katalis ... 27

4.3.3

Pengaruh Suhu Reaksi ... 30

4.3.4

Pengaruh Jenis Minyak atau Jenis Reaksi (1-Tahap dan 2-Tahap) ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

FORM BIMBINGAN TUGAS AKHIR ... 45

(12)

Universitas Pertamina - viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data komposisi asam lemak pada minyak nabati [10] ...5

Tabel 2.2 Karakteristik fisik biopelumas yang dihasilkan berdasarkan poliol dan asam

lemak yang digunakan [7] ...6

Tabel 2.3 Karakteristik pelumas komersial dan biopelumas [3] ...8

Tabel 2.4 Hasil penelitian %yield pada reaksi esterifikasi dan trasesterifikasi

menggunakan katalis zeolit [16] ... 10

Tabel 4.1 Data pengamatan FTIR sampel katalis ... 18

Tabel 4.2 Dugaan kuantitas material yang akan diuji [23] ... 19

Tabel 4.3 Data Pengamatan %FFA pada sampel PKO dan FAME ... 19

Tabel 4.4 Data gugus fungsi berdasarkan perbandingan spektra FTIR sampel PKO,

metanol dan FAME ... 20

Tabel 4.5 Data komposisi senyawa sampel PKO dan FAME ... 21

Tabel 4.6 Data gugus fungsi berdasarkan perbandingan spektra FTIR sampel FAME, etilen

glikol, BF120-TK, BF120-HY1, dan BF120-Fe1 ... 25

Tabel 4.7 Data komposisi senyawa sampel FAME, TK, HY1, dan

BF120-Fe1... 26

Tabel 4.8 Data densitas dan viskositas sampel BF120-TK, BF120-HY1, dan BF120-Fe1 . 27

Tabel 4.9 Data gugus fungsi berdasarkan perbandingan spektra FTIR sampel FAME,

etilen glikol, BF120- Fe1, BF120-Fe2, dan BF120-Fe5 ... 28

Tabel 4.10 Data komposisi senyawa sampel FAME, Fe1, Fe2, dan

BF120-Fe5... 29

Tabel 4.11 Data densitas dan viskositas sampel BF120-Fe1, BF120-Fe2, dan BF120-Fe5 30

Tabel 4.12 Data gugus fungsi berdasarkan perbandingan spektra FTIR sampel FAME,

etilen glikol, BF120-Fe5, dan BF150-Fe5 ... 31

Tabel 4.13 Data komposisi senyawa sampel FAME, Fe1, Fe2, dan

BF120-Fe5... 33

Tabel 4.14 Data densitas dan viskositas sampel BF120-Fe5 dan BF150-Fe5 ... 34

Tabel 4.15 Data gugus fungsi berdasarkan perbandingan spektra FTIR sampel FAME,

etilen glikol, BF150-HY5, BP150-HY5, BF150-Fe5, dan BP150-Fe5 ... 35

Tabel 4.16 Data komposisi senyawa produk biopelumas reaksi 1-tahap (BP150-HY5 dan

BP150-Fe5) dan reaksi 2-tahap (BF150-HY5 dan BF150-Fe5) ... 38

(13)

Universitas Pertamina - ix

Tabel 4.17 Data densitas dan viskositas sampel biopelumas dari reaksi 1-tahap dan reaksi

2-tahap ... 39

Tabel lampiran 1. Komposisi asam lemak dalam PKO [25] ... 49

Tabel lampiran 2. Data titrasi ... 50

Tabel lampiran 3. Data hasil titrasi dan %FFA ... 51

(14)

Universitas Pertamina - x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram alir proses preparasi sampel PKO ... 12

Gambar 3.2 Diagram alir proses preparasi zeolit ... 12

Gambar 3.3 Diagram alir proses impregnasi dan reduksi katalis FeO/zeolit-Y ... 13

Gambar 3.4 Diagram alir proses esterifikasi ... 14

Gambar 3.5 Diagram alir proses esterifikasi atau transesterifikasi ... 14

Gambar 4.1 Katalis NH

4

-Y (a), HY (b) ... 16

Gambar 4.2 FeCl3.6H2O (a), FeO/HY (b) ... 17

Gambar 4.3 Perbandingan spektra FTIR katalis NH4-Y, HY, dan FeO/HY ... 17

Gambar 4.4 PKO (a), FAME (b) ... 18

Gambar 4.5 Perbandingan spektra FTIR sampel PKO, metanol, dan FAME ... 20

Gambar 4.6 Perbandingan kromatogram GC-MS sampel PKO dan FAME... 21

Gambar 4.7 Mekanisme reaksi pembentulan senyawa etilen glikol ester (biopelumas) yang

terjadi pada katalis HY (Skema 1) dan logam oksida FeO dalam kata;is FeO/HY (Skema 2)

... 23

Gambar 4.8 Biopelumas tanpa katalis TK) (a), biopelumas katalis HY 1%

(BF120-HY1) (b), biopelumas katalis FeO/HY 1% (BF120-Fe1) (c) ... 24

Gambar 4.9 Perbandingan spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol, TK,

BF120-HY1, dan BF120-Fe1 ... 24

Gambar 4.10 Perbandingan kromatogram GC-MS sampel FAME, dan produk biopelumas

(a), Perbesaran kromatogram pada waktu retensi 16.01 (b), waktu retensi 18.39 (c), dan

waktu retensi 22.15 (d) ... 25

Gambar 4.11 BF120-Fe1 (a), BF120-Fe2 (b), BF120-Fe5 (c) ... 27

Gambar 4.12 Perbandingan spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol, Fe1,

BF120-Fe2, dan BF120-Fe5 ... 28

Gambar 4.13 Perbandingan kromatogram GC-MS sampel FAME, dan produk biopelumas

(a), Perbesaran kromatogram pada waktu retensi 16.01 (b), waktu retensi 18.39 (c), dan

waktu retensi 22.15 (d) ... 29

Gambar 4.14 BF120-Fe5 (a) dan BF150-Fe5 (b) ... 31

Gambar 4.15 Perbandingan spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol, BF120-Fe5, dan

BF150-Fe5 ... 31

(15)

Universitas Pertamina - xi

Gambar 4.16 Perbandingan kromatogram GC-MS sampel FAME, dan produk biopelumas

(a), Perbesaran kromatogram pada waktu retensi 16.01 (b), waktu retensi 18.39 (c), dan

waktu retensi 22.15 (d) ... 32

Gambar 4.17 BF150-HY5 (a), BP150-HY5 (b), BF150-Fe5 (c), dan BP150-Fe5 (d) ... 34

Gambar 4.18 Perbandingan spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol, BF150-HY5,

BP150-HY5, BF150-Fe5, dan BP150-Fe5 ... 35

Gambar 4.19 Perbandingan prekursor dan biopelumas reaksi 1-tahap (a), Perbandingan

prekursor dan biopelumas reaksi 2-tahap (b), Perbandingan biopelumas reaksi 1-tahap dan

2-tahap (c), Perbesaran kromatogram pada waktu retensi 16.01 (d), waktu retensi 18 (e),

dan waktu retensi 22.15 (f) ... 37

Gambar 4.20 Data ketahanan oksidasi dari uji TGA pada produk biopelumas BP150-Fe5

(reaksi 1-tahap) dan BF150-Fe5 (reaksi 2-tahap) ... 40

(16)

Universitas Pertamina - xii

DAFTAR SINGKATAN

Lambang/

Singkatan

Keterangan

PKO

Crude Palm Oil

FAME

Fatty Acid Methyl Ester

FFA

Free Fatty Acid

FTIR

Fourier Transform Infra Red

GCMS

Gas Chromatography Mass Spectroscopy

TGA

Thermal Gravimetric Analysis

BF120-TK

Biopelumas dari FAME (2-tahap rekasi), suhu 120°C, Tanpa Katalis

BF120-HY1

Biopelumas dari FAME (2-tahap rekasi), suhu 120°C, katalis HY 1%

BF120-Fe1

Biopelumas dari FAME (2-tahap rekasi), suhu 120°C, katalis FeO/HY 1%

BF120-Fe2

Biopelumas dari FAME (2-tahap rekasi), suhu 120°C, katalis FeO/HY 2%

BF120-Fe5

Biopelumas dari FAME (2-tahap rekasi), suhu 120°C, katalis FeO/HY 5%

BF150-Fe5

Biopelumas dari FAME (2-tahap rekasi), suhu 150°C, katalis FeO/HY 5%

BP150-Fe5

Biopelumas dari PKO (1-tahap rekasi), suhu 150°C, katalis FeO/HY 5%

BF150-HY5

Biopelumas dari FAME (2-tahap rekasi), suhu 150°C, katalis HY 5%

(17)
(18)

Universitas Pertamina - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin pesat di era modern ini menuntut manusia untuk terus berkembang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi, khususnya di bidang energi. Hingga saat ini, pola konsumsi energi dunia, termasuk Indonesia, masih didominasi oleh energi berbahan dasar fosil seperti, minyak bumi, batu bara, dan gas. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat energi, karena produksi minyak di Indonesia terus menurun sedangkan kebutuhan energi terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya populasi kendaraan bermotor [1]. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa rata-rata produksi minyak Indonesia masih berada pada kisaran 773 ribu barel hingga akhir Juli 2018 dari target produksi minyak oleh pemerintah sebesar 800 ribu barel per hari [1]. Oleh karena itu, peralihan sumber energi dari minyak bumi menjadi energi baru dan terbarukan menjadi solusi yang memiliki potensi tinggi dalam memenuhi kebutuhan energi di dunia.

Salah satu pemanfaatan minyak bumi adalah sebagai bahan dasar dalam pembuatan pelumas. Pada tahun 2008, penggunaan pelumas di dunia mencapai 46 juta kiloliter / tahun dan terus meningkat sebanyak 2% setiap tahun. Sedangkan, penggunaan pelumas di Indonesia pada tahun 2012 yaitu sebesar 2.988.265 barel dan meningkat 2-8% setiap tahun [2]. Sehingga, diperkirakan penggunaan minyak pelumas pada mesin kendaraan memiliki prospek yang buruk di masa depan. Di sisi lain, industri otomotif dan mesin mulai fokus pada pengembangan teknologi hemat energi dan ramah lingkungan untuk diaplikasikan pada mesin kendaraan bermotor. Hal ini diharapkan dapat mengurangi masalah lingkungan dengan cara menggunakan sumber energi yang memiliki pembuangan polusi yang rendah dan efisiensi kendaraan yang baik. Untuk mencapai kondisi tersebut, dibutuhkan pelumasan yang baik pada bagian mesin yang dapat mengurangi gesekan dan kehilangan energi pada mesin [3]. Oleh karena itu, pengembangan penelitian terkait biopelumas menjadi salah satu cara untuk menjawab permasalahan tersebut.

Biopelumas merupakan produk pelumas yang menggunakan bahan dasar non-fosil dan terbarukan. Biopelumas dapat dijadikan alternatif pengganti pelumas berbasis minyak bumi yang baik, karena memiliki karakteristik yang lebih baik dari pelumas berbasis minyak bumi dan bersifat dapat diperbarui. Dibandingkan dengan pelumas pada umumnnya, biopelumas memiliki tingkat pelumasan yang tinggi, indeks viskositas tinggi, titik nyala tinggi, dan tingkat volatilitas yang kecil [3].

Pengoptimalan dalam proses produksi biopelumas menjadi hal penting dan harus diperhatikan untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi dan efisiensi produksi yang baik, mulai dari waktu hingga biaya produksi. Dalam penelitian ini, bahan dasar yang akan digunakan untuk sintesis biopelumas merupakan minyak kelapa sawit, karena Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Indonesia memilki perkebunan kelapa sawit seluas 7 juta hektar dengan jumlah produksinya sebanyak 19.2 juta ton pada

(19)

Universitas Pertamina - 2 tahun 2008 dan 31.1 juta ton pada tahun 2015 [4]. Dalam proses sintesis biopelumas, metode yang digunakan adalah esterifikasi dan transesterifikasi yang dinilai cukup mudah dan efisien. Proses produksi biopelumas akan dilakukan menggunakan katalis HY dan FeO/HY untuk meningkatkan efisiensi waktu produksi dan juga dinilai ekonomis. Selain itu, logam yang digunakan, yaitu besi, merupakan logam yang relatif murah dan mudah didapat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisa beberapa parameter yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap proses sintesis biopelumas ini, diantaranya pengaruh penggunaan katalis dan jenisnya, efek rasio katalis, suhu reaksi, serta jenis reaksi atau jenis minyak yang akan digunakan sebagai reaktannya. Setelah itu, beberapa karakterisasi akan dilakukan sebagai data bahan analisa pada produk biopelumas dan karakteristiknya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dianalisa pada penelitian Tugas Akhir ini, yaitu:

1. Parameter apa saja yang akan mempengaruhi proses sintesis dan karakteristik produk biopelumas secara kuantitas dan kualitas?

2. Senyawa apa saja yang terbentuk pada produk biopelumas yang disintesis dari minyak kelapa sawit dengan etilen glikol?

3. Bagaimana karakteristik biopelumas yang dihasilkan dari penelitian ini?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian Tugas Akhir dengan judul “Sintesis Biopelumas dari Minyak Kelapa Sawit menggunakan Katalis FeO yang Teremban dalam Zeolit Y” memiliki batasan masalah pada penelitian terkait analisa terhadap 4 parameter, yaitu penggunaan katalis, rasio katalis, suhu reaksi, dan juga jenis minyak atau metode reaksi yang dinilai memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada proses sintesis dan karakterisitik dari produk biopelumas. Biopelumas disintesis dari minyak inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) yang diproduksi oleh PT Okta Palm Oil, Kota Medan, Sumatera Utara dan dipesan pada tanggal 15 Januari 2020.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tugas akhir terkait Sintesis Biopelumas dari Minyak Kelapa Sawit menggunakan Katalis FeO yang Teremban dalam Zeolit Y, yaitu:

1. Menentukan parameter yang mempengaruhi proses sintesis serta karakteristik produk biopelumas yang dihasilkan secara kuantitas dan kualitasnya.

2. Menentukan jenis dan konsentrasi dari senyawa yang terbentuk pada produk biopelumas paling optimum yang disintesis dari minyak kelapa sawit dengan etilen glikol.

3. Menentukan karakteristik biopelumas yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit dengan etilen glikol.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap pengembangan ilmu sains dan teknologi serta masyarakat maupun industri. Melalui penelitian ini, data hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan acuan dalam mengatasi beberapa masalah dan mengoptimalkan proses sintesis biopelumas sebagai salah satu upaya dalam mengembangkan

(20)

Universitas Pertamina - 3 pemanfaatan sumber baru terbarukan seperti kelapa sawit. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat menjawab permasalahan lingkungan akibat emisi kendaraan dan limbah dari pelumas bebasis minyak bumi yang dapat mencemari lingkungan dengan menggunakan biopelumas yang bersifat ramah lingkungan.

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Terintegrasi dan Instrumen, gedung Laboratorium Sains & Teknologi, Universitas Pertamina, tepatnya di Jl. Teuku Nyak Arief, Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

1.7 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Pelaksaan penelitian ini dilakukan mulai dari bulan September 2019 terhitung sejak perencanaan dan persiapan mulainya penelitian, November 2019 saat dimulainya preparasi sintesis dan pengambilan data di laboratium, hingga Agustus 2020 saat laporan penelitian Tugas Akhir ini selesai disusun.

(21)
(22)

Universitas Pertamina - 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biopelumas

Pelumas adalah produk hidrokarbon yang diproduksi untuk mengurangi keausan pada bantalan atau antar permukaan logam lainnya yang mengalami gesekan selama operasinya [5], sedangkan pelumasan merupakan proses atau teknik yang digunakan dengan menempatkan zat pelumas diantara permukaan untuk membawa beban (tekanan yang dihasilkan) antara permukaan yang berlawanan [6]. Selain bertindak sebagai pendingin bagi permukaan, proses pelumasan juga bertindak sebagai media transportasi untuk partikel asing serta dapat mengurangi deformasi permukaan komponen secara signifikan [7]. Pelumas digunakan untuk meningkatkan kinerja mesin, memperpanjang masa operasional mesin, dan mengurangi panas yang dihasilkan ketika dua permukaan saling bergesekan [5], [7]. Kualitas yang diharapkan dari suatu pelumas yaitu mencakup titik didih tinggi, titik beku rendah, indeks viskositas tinggi, stabilitas suhu dan hidrolik tinggi, ketahanan terhadap korosi dan oksidasi tinggi bahkan pada suhu yang tinggi dan terus meningkat [5].

Pelumas dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan sumber hidrokarbon yang digunakan, yaitu pelumas berbahan mineral dan pelumas berbahan sintetis seperti biopelumas. Pelumas konvensional merupakan pelumasan yang menggunakan bahan mineral yaitu minyak bumi sebagai sumber hidrokarbon, sedangkan biopelumas yaitu pelumas yang dihasilkan dari bahan baku alami atau sintetis yaitu minyak nabati (vegetable oil) dan hewani (animal oil) [3]. Pelumas konvensional dapat menimbulkan efek negatif yaitu, non-renenwable, tidak ramah lingkungan karena dapat menyebabkan polusi air tanah, polusi tanah, polusi udara, kontaminasi terhadap permukaan air, kontaminasi pada makanan dan lahan pertanian, bersifat karsinogen pada emisi yang dihasilkan, serta beracun [7]. Biopelumas merupakan salah satu cara dalam mengatasi efek negatif yang ditimbulkan oleh pelumas konvensional tersebut. Bahan baku yang sering digunakan dalam sintesis biopelumas adalah minyak nabati [8]. Dibandingkan dengan pelumas konvensional, biopelumas bersifat lebih ramah lingkungan karena mudah terdegradasi secara alamiah (biodegradable), carbon-neutral, dan tidak beracun bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya. Selain itu, biopelumas juga bersifat terbarukan, memiliki nilai indeks viskositas yang cenderung tinggi, serta mampu melumasi dalam rentang suhu yang luas [3], [8].

Komponen utama dalam minyak nabati yang berperan penting dalam sintesis biopelumas adalah trigliserida. Trigliserida merupakan molekul gliserol yang memiliki tiga rantai polar panjang dari asam lemak yang berikatan dengan gugus hidroksil melalui ikatan ester [3]. Selain trigliserida, minyak nabati juga mengandung asam lemak bebas atau free fatty acids (FFA) yang berperan penting sebagai green source untuk meningkatkan kualitas pada pelumas [9]. Asam lemak bebas (FFA) merupakan rantai asam karboksilat lurus yang mengandung 12 hingga 24 rantai karbon [9]. Biopelumas secara konvensional disintesis dengan cara mereaksikan FFA yang berasal dari hasil hidrolisis minyak nabati dengan poliol seperti trimetilolpropana (TMP) dan etilen glikol (EG) menggunakan katalis tertentu melalui proses esterifikasi maupun transesterifikasi [7].

(23)

Universitas Pertamina - 5 Skema I: Esterifikasi (reaksi 1-tahap dan 2-tahap)

Skema II: Transesterifikasi (reaksi 2-tahap)

Pelumas berbasis minyak nabati atau biopelumas memiliki keterbatasannya sendiri walaupun lebih disukai dibandingkan dengan pelumas berbasis minyak bumi. Biopelumas memiliki rantai karbon jenuh yang bersifat stabil dan karbon tak jenuh yang bersifat tidak stabil serta rentan terhadap oksidasi [9]. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui komponen asam lemak yang terkandung pada sumber minyak nabati yang akan digunakan untuk sintesis biopelumas. Panjang rantai asam lemak yang biasa digunakan untuk sintesis biopelumas yaitu C12-C24 [7].

Tabel 2.1 Data komposisi asam lemak pada minyak nabati [10]

Sumber %wt Asam Palmitat (C16:0) %wt Asam Stearat (C18:0) %wt Asam Oleat (C18:1) %wt Asam Linoleat (C18:2) %wt Asam Linolenat (C18:3) Kelapa Sawit 45 4 39 11 - Kedelai 7-14 1.4-5.5 19-30 44-62 4-11 Bunga Matahari 3-10 1-10 14-35 55-75 <0.3 Kelapa 7-10 1-4 5-8 1-3 -

2.2 Karakteristik Fisik Biopelumas

Komposisi asam lemak dalam minyak nabati dapat mempengaruhi karakterisitik pada biopelumas yang diproduksi. Minyak nabati yang memiliki lebih banyak rantai ganda akan memiliki titik tuang (pour point) yang lebih baik dan stabilitas oksidasi yang rendah dibandingkan dengan minyak nabati yang memiliki rantai ganda yang lebih sedikit [3]. Semakin panjang rantai asam lemak pada sumber minyak nabati yang digunakan akan menghasilkan biopelumas dengan nilai viskositas dan titik leleh yang lebih tinggi, namun semakin tinggi ikatan rangkap pada asam lemak akan menurunkan titik leleh dan viskositas serta mengurangi kestabilan terhadap oksidasi pada biopelumas yang dihasilkan [7]. Selain hidrokarbon, poliol yang digunakan dalam sintesis biopelumas seperti neopentil glikol (NPG), trimetilolpropana (TMP), pentaeritritol (PE), dan gliserol (Gly) atau etilen glikol (EG) juga mampu memberikan karakterisitik yang berbeda [7].

[2.1]

(24)

Universitas Pertamina - 6 Tabel 2.2 Karakteristik fisik biopelumas yang dihasilkan berdasarkan poliol dan asam lemak yang digunakan [7] Poliol Asam Lemak Indeks Viskositas Titik Tuang (°C) Titik Nyala (°C) Stabilitas Oksidasi Biodegradibilitas (%) NPG Asam Oleat 207 -24 271 175 98 Asam Asetat 135 -22 275 181 97 TMP Asam Oleat 190 -39 289 189 95 PE Asam Oleat 141 -21 >300 177 98 Gly Asam Oleat 180 -28 278 176 96 1. Indeks Viskositas

Indeks viskositas (VI) mengindikasikan variasi dari nilai viskositas suatu pelumas pada setiap suhu yang berbeda [7]. Indeks viskositas adalah ukuran yang biasa digunakan dan diterima sebagai variasi nilai viskositas kinematik akibat perubahan suhu antara 40-100°C [11]. Semakin tinggi nilai indeks viskositas suatu pelumas, maka semakin kecil efek suhu yang dapat mempengaruhi nilai viskositas pelumas tersebut [7], [11]. Biopelumas yang berbasis bio-ester memiliki nilai indeks viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelumas berbasis minyak bumi. Hal tersebut menunjukkan bahwa biopelumas dapat mempertahankan aktivitas lapisan minyak saat pelumasan pada berbagai rentang suhu (lebih stabil) [11].

2. Viskositas

Viskositas atau viskositas kinematik merupakan ukuran relatif pada suatu fluida di bawah pengaruh gravitasi dan tekanan yang sebanding dengan nilai densitas fluida tersebut. Koefisien viskositas kinematik memiliki dimensi L2/T, dimana L adalah length atau panjang lintasan yang dilalui fluida dan T adalah waktu. Satuan SI dari viskositas kinematik yaitu centistokes (cSt) dimana 1 cSt setara dengan 1 mm2/s [11]. Viskositas dapat memberikan efek tertentu pada injektor pelumasan dan proses atomisasi bahan bakar. Nilai viskositas yang tinggi akan cenderung membentuk tetesan yang lebih besar pada proses injeksi yang dapat menyebabkan pembakaran kurang baik dan meningkatkan asap knalpot [12]. Secara fisik, viskositas sangat bergantung pada suhu dimana nilai viskositas akan menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu reaksi [12]. Viskositas yang tinggi dapat dipengaruhi oleh komponen asam lemak atau gliserol yang tidak bereaksi saat

(25)

Universitas Pertamina - 7 proses pengolahan. Selain itu, nilai viskositas akan meningkat seiring dengan meningkatnya panjang ikatan dan tingkat kejenuhan molekul di dalamnya [12].

3. Titik Tuang (Pour Point)

Titik tuang atau pour point didefinisikan sebagai titik suhu dimana suatu pelumas tidak bisa digunakan sebagai pelumas untuk mesin [7]. Titik tuang merupakan indeks suhu penanganan terendah untuk aplikasi tertentu seperti pelumasan [11]. Biopelumas memilki nilai titik tuang yang lebih rendah dibandingkan dengan pelumas berbasis minyak mineral yang dapat menghasilkan pelumasan yang sangat baik pada kondisi yang dingin [7]. 4. Titik Nyala (Flash Point)

Titik nyala atau flash point mengukur kecenderungan sampel untuk membentuk campuran yang mudah terbakar akibat adanya udara pada kondisi tertentu. Nilai titik nyala juga dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan adanya bahan yang sangat mudah menguap dan mudah terbakar pada suatu bahan yang relatif tidak mudah menguap ataupun mudah terbakar [11]. Titik nyala sangat penting dalam menentukan suhu terendah dimana pelumas harus dipanaskan sebelum menguap serta untuk mengindikasikan volatilitas dan sifat ketahanan pelumas terhadap api. Biopelumas memiliki nilai titik nyala yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelumas berbasis minyak mineral [7].

5. Stabilitas Oksidasi (Oxidation Stability)

Stabilitas oksidasi pada pelumas mengindikasikan kemampuan pelumas dalam menghambat (resistansi) pembentukan oksida dan sulfida yang cenderung meningkat ketika suhu naik [7]. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju oksidasi [12]. Faktor lain yang mempengaruhi proses terjadinya oksidasi yaitu, tekanan, permukaan logam, agitasi, air, dan kontaminan lainnya. Jika stabilitas oksidasi suatu pelumas rendah, maka menunjukkan bahwa pelumas akan mudah untuk mengalami oksidasi. Biopelumas memilki nilai stabilitas oksidasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelumas berbasis minyak mineral [7].

6. Biodegradabilitas

Biodegradibilitas menunjukkan kemampuan suatu material, dalam hal ini adalah pelumas, untuk dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme [7]. Biodegradibilitas pada pelumas bergantung terhadap struktur senyawa organik yang terkandung dalam base oil bahan dasar minyak yang digunakannya. Biopelumas memiliki biodegradibilitas yang lebih baik dengan persentase 90-99%, dibandingkan dengan pelumas berbasis minyak bumi dengan persentase 20-40% [7].

7. Bilangan Asam dan Basa (Acid & Base Number)

Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah basa yang dinyatakan dalam milligram kalium hidroksida per gram sampel yang diperlukan untuk menditrasi sampel dalam pelarutnya hingga mencapai titik akhir dan menggunakan indikator berupa p-naphtholbenzein [11]. Bilangan basa merupakan jumlah bahan dasar yang diperlukan untuk menetralisasi konstituen dasar yang berperan sebagai aditif [11]. Sifat asam pada pelumas

(26)

Universitas Pertamina - 8 biasanya disebabkan oleh dua faktor, yaitu katalis yang tidak tereliminasi sempurna selama proses produksi dan degradasi minyak akibat proses oksidasi [12].

Pelumas berbasis minyak nabati dapat memiliki karakteristik yang berbeda bergantung pada jumlah ikatan rangkap yang terkandung di dalam minyak tersebut. Minyak nabati dengan jumlah ikatan rangkap lebih banyak akan memiliki sifat stabilitas oksidasi yang lebih rendah dan titik tuang yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati yang memiliki ikatan rangkap lebih sedikit [3]. Perbedaan karakteristik pelumas berbasis minyak mineral dan pelumas berbasis minyak nabati tertera pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Karakteristik pelumas komersial dan biopelumas [3] Jenis pelumas Viskositas (cSt) Indeks viskositas Titik tuang (°C) Titik Nyala (°C) Stabilitas oksidasi (menit) 40°C 100°C Pelumas komersial ISO VG32 >28.8 >4.1 >90 -6 204 - ISO VG46 >41.4 >4.1 >90 -6 270 - ISO VG68 >61.4 >4.1 >198 -6 226 - ISO VG100 >90.0 >4.1 >216 -6 246 1670.26 SAE 20W-40 105 13.9 132 -21 200 - 75W-90 120 15.9 140 -48 205 - 75W-140 175 24.7 174 -54 228 - 80W-140 310 31.2 139 -36 210 -

Biopelumas berbasis minyak nabati

Kedelai 28.86 7.55 246 -9 325 - Bunga matahari 40.05 8.65 206 -12 250 - Kastor 220.6 19.72 220 -27 250 - Rapeseed 45.60 10.07 180 -12 240 - Jarak 35.4 7.9 205 -6 186 5 Kelapa 24.8 5.5 169 21 325 - Kelapa sawit 52.4 10.2 186 -5 - -

(27)

Universitas Pertamina - 9 Meskipun biopelumas memiliki kualitas pelumasan yang lebih baik dibandigkan dengan pelumas komersial yang berbahan minyak mineral, keefektifan biaya produksi biopelumas masih menjadi tantangan utama dalam proses produksi biopelumas [13]. Biopelumas memiliki harga produksi 3-5 kali lebih mahal dari pelumas komersial [7]. Oleh karena itu, pengoptimalan proses produksi dengan mengaplikasikan setiap parameter yang tepat seperti penggunaan katalis, rasio katalis, suhu reaksi, hingga jenis minyak atau jenis reaksi yang akan digunakan pada proses sintesis biopelumas menjadi salah satu alternatif dalam menjawab tantangan tersebut.

2.3 Katalis

Biopelumas dapat disintesis menggunakan katalis homogen maupun katalis heterogen melalui reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi. Pada umumnya, katalis homogen lebih sering digunakan pada skala industri. Hal ini dikarenakan katalis homogen memiliki kecenderungan untuk menghasilkan %yield produk yang lebih besar [14], reaksi yang lebih cepat, dan hanya sedikit jumlah katalis yang perlu ditambahkan pada reaksi dibandingkan dengan katalis heterogen [15]. Namun, penggunaan katalis homogen akan menyebabkan proses pemisahan katalis pada campuran menjadi sangat sulit dan tidak memungkinkan untuk dapat digunakan kembali [15]. Selain itu, katalis heterogen berpotensi dapat menurunkan biaya pada proses produksi biopelumas karena mampu menyederhanakan proses pemisahan katalis pada produk dan dapat digunakan kembali sehingga berpeluang untuk menjalankan proses produksi yang beroperasi dalam sistem yang berkelanjutan [14]. Meskipun demikian, katalis heterogen memiliki aktivitas katalis yang lebih rendah dan rumit, sehingga memakan waktu reaksi yang lebih lama dibandingkan dengan katalis homogen [14], [15].

Beberapa katalis heterogen telah diteliti mampu dan efektif digunakan dalam proses produksi biopelumas, seperti campuran oksida alkali, oksida logam tanah, dan beberapa senyawa logam alkali dengan support alumina atau zeolit [14]. Dalam industri minyak, zeolit memiliki peran yang signifikan dan bernilai sebagai katalis yang telah diinvestigasi bahwa zeolit dapat dimanfaatkan sebagai katalis pada proses esterifikasi dan juga transesterifikasi [16].

Zeolit adalah aluminosilikat kristal mikroporos yang umumnya terdiri dari aluminium (Al), silika (Si), dan oksigen. Rasio Si/Al merupakan factor utama yang memberi efek signifikan pada aktivitas katalitik katalis zeolit. Kestabilan katalis zeolit akan meningkat seiring dengan meningkatnya rasio Si/Al, dan struktur katalis lebih stabil pada kondisi suhu yang tinggi. Secara umum, zeolit dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis. Zeolit alam terbentuk dari lapisan abu dan batuan vulkanik yang terkristalisasi oleh reaksi dengan air tanah atau danau alkali/garam. Zeolit sintetis terbentuk dari material yang berbeda, seperti tanah liat dan residu industri. Zeolit sintetis merupakan zeolit yang sering dimanfaatkan secara komersial karena keseragaman dari ukuran partikel dan kemurnian kristalnya. Perbedaan parameter pada saat sintesis zeolit sintetis akan menghasilkan katalis dengan sifat struktur dan komposisi kimia yang berbeda. Jenis zeolit sintetis yang sering digunakan secara komersial adalah zeolit tipe X, A, ZSM-5, Y, L dan beta [16].

(28)

Universitas Pertamina - 10 Tabel 2.4 Hasil penelitian %yield pada reaksi esterifikasi dan trasesterifikasi menggunakan katalis zeolit [16] Sumber Minyak Tipe Zeolit (Rasio Molar Si:Al) Tipe Alkohol (Rasio Molar Alkohol: Minyak) Waktu (Jam) / Suhu (°C) Jumlah Katalis Rasio Berat Reaktan: Katalis Yield (%) Referensi Asam oleat H-beta (13) Metanol (15:1) 1 / 60 0.5 g 17.8 70 [17] Asam oleat Zeolit Y (3.1) Etanol (6:1) 1 / 70 5 wt% 20 85 [18] Asam oleat Faujasit (1.98) Etanol (6:1) 1.5 / 70 5 wt% 20 78 [19] Asam palmitat H-Y-60 (30) Metanol (2:1) 3 / 70 - - 100 [20] Asam oleat H-ZSM-5 Metanol (45:1) 7 / 100 10 wt% - 80 [21]

Zeolit merupakan material penukar kation dan banyak kation yang berbeda-beda dapat dilibatkan dalam prosedur penukaran ion yang mudah [15]. Katalis yang bersifat asam memiliki potensi yang baik sebagai katalis dalam berbagai reaksi organik, seperti esterifikasi dan transesterifikasi. Kompleks logam transisi memiliki sifat asam dan sifat dari kemoselektivitas, regioselektivitas, serta enansio-selektivitas yang memudahkan dalam memahami mekanisme dan kinetika pada reaksi yang terjadi.

Untuk meningkatkan kinerja dari katalis zeolite, biasanya senyawa logam akan ditambahkan dengan tujuan untuk menambahkan sisi aktif pada zeolite. Pada penelitian yang dilakukan oleh Md. Anwar Hossain, garam dari logam besi, FeCl3.6H2O, menghasilkan persentasi yield mencapai 90% dalam reaksi esterifikasi dari asam palmitat [7]. Penelitian sebelumnya telah ditemukan bahwa katalis dengan logam transisi dapat memaksimalkan selektivitas katalis dan meminimalkan potensi pembentukan produk yang tidak diinginkan [7],

(29)
(30)

Universitas Pertamina - 11

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Penelitian dengan judul “Sintesis Biopelumas dari Minyak Kelapa Sawit menggunakan Katalis FeO yang Teremban dalam Zeolit Y” berbentuk penelitian laboratorium yang memiliki dua variabel bebas yaitu minyak kelapa sawit dan katalis FeO yang teremban dalam zeolit Y dan satu variabel terikat yaitu biopelumas. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan tahapan penelitian yang terdiri dari proses pengumpulan data, analisis dan pengolahan data, serta penarikan kesimpulan akhir.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat kimia yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini adalah satu set alat refluks, corong pisah, hotplate Cimarec-Thermo Scientific atau electrothermal heating mantel EM1000/CE, magnetic stirrer, muffle furnace, electrothermal oven, dan alat-alat gelas sesuai kebutuhan.

Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini yaitu, sampel minyak kelapa sawit jenis minyak inti atau palm kernel oil (PKO) yang diproduksi oleh PT Okta Palm Oil, Kota Medan, Sumatera Utara dan dipesan pada tanggal 15 Januari 2020, NaOH dari Merck, katalis zeolit Y dari FUJIFILM Wako Chemical Corporation, garam logam (FeCl3.6H2O) dari Merck, etilen glikol dari Merck, metanol dari Merck, NaBH4 dari Merck, etanol dari Merck, dan aquades.

3.3 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode analisis laboratorium terhadap sampel yang telah ditentukan. Tahapan pengumpulan data terdiri dari studi literatur, perancangan penelitian, pengamatan dalam laboratorium, serta analisis seluruh data. Pengamatan dalam laboratorium terdiri dari tahapan preparasi sampel katalis zeolit Y dan sampel minyak PKO, impregnasi logam FeO dalam zeolit Y dan reduksi katalis FeO/HY, sintesis biopelumas, serta karakterisasi sampel meliputi uji FT-IR, GC-MS, TGA, analisa %FFA, densitas, dan viskositas.

3.3.1 Preparasi Sampel

Tahapan preparasi sampel terdiri dari 2 bagian, yaitu preparasi minyak inti kelapa sawit atau PKO yang akan digunakan dan preparasi katalis zeolit Y. Preparasi sampel PKO dilakukan dengan cara memanaskannya pada suhu rentang 30°C selama 30-60 menit dengan tujuan untuk mencairkan PKO.

(31)

Universitas Pertamina - 12 Gambar 3.1 Diagram alir proses preparasi sampel PKO

Proses preparasi katalis dilakukan dengan menimbang katalis zeolit sebanyak 10 g, lalu dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 600°C selama 5 jam. Setelah itu, zeolit didinginkan pada suhu ruang semalaman sebelum digunakan.

Gambar 3.2 Diagram alir proses preparasi zeolit

3.3.2 Impregnasi Logam Fe dalam Zeolit-Y

Pada tahapan ini, logam yang digunakan adalah besi yang berasal dari senyawa prekursor garam logam FeCl3.6H2O dengan rasio massa logam Fe sebesar 5% terhadap feed atau jumlah massa logam Fe dan katalis HY. Pada penelitian ini, katalis yang digunakan akan disintesis menjadi nanopartikel dengan agen pereduksi NaBH4. Mula-mula, dibuat larutan dari padatan garam logam besi yaitu FeCl3.6H2O dengan pelarut H2O. Berdasarkan perhitungan yang tercantum pada bagian lampiran, FeCl3.6H2O yang digunakan yaitu 1.27 mg dan dijadikan 100 mL larutan menggunakan pelarut H2O. Kemudian, 5 g katalis HY dimasukkan kedalam 100 mL larutan garam logam FeCl3.6H2O yang telah dibuat dan direfluks pada suhu 90°C selama 6 jam. Campuran kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman No.1 dan dicuci dengan H2O sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan vakum. Setelah itu, padatan yang terbentuk dan telah dikeringkan ditambahkan dengan 100 mL larutan NaBH4 (6.6 mmol, 0.066 M) yang dibuat dari 0.25 g padatan NaBH4 dengan suhu ruang untuk mereduksi katalis FeO/HY. Katalis nanopartikel yang telah terbentuk kemudian disaring kembali menggunakan kertas saring Whatman No.1 dan dicuci kembali dengan H2O sebanyak 3 kali lalu dikeringkan [23].

10 g NH4 – Zeolit Y

 Dikalsinasi, 600°C

H– Zeolit Y atau HY Mulai

PKO (fasa gel)

 dipanaskan

(32)

Universitas Pertamina - 13 Gambar 3.3 Diagram alir proses impregnasi dan reduksi katalis FeO/zeolit-Y

3.3.3 Sintesis Biopelumas

Biopelumas disintesis melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Pada proses esterifikasi, sampel PKO yang telah disiapkan dalam fasa cair ditimbang sebanyak 100 g. Lalu, ditambahkan 27.6 mL metanol dengan rasio molar PKO:metanol yaitu 6:1 dan katalis basa yaitu NaOH 1% terhadap PKO. Kemudian, campuran di refluks pada suhu 60°C selama 3 jam. Kemudian, larutan akan terbentuk menjadi 2 fasa yang terpisah, dimana fasa atas merupakan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester yang akan digunakan pada proses selanjutnyadan fasa bawah merupakan gliserol [17].

 Direduksi menggunakan 100 mL larutan NaBH4, 6,6 mmol, 0.66 M

5 g Zeolit Y

 Dicampur 100 mL larutan FeCl3.6H2O(aq)

 Refluks, 90°C, 6 jam Larutan garam logam + zeolit  Disaring  Dicuci enggunakan H2O Residu Filtrat 1.27 g FeCl3.6H2O  Dilarutkan dengan H2O, 100 mL 100 mL Larutan FeCl3.6H2O(aq)

Larutan FeO/HY + NaBH4

 Disaring

 Dicuci D2O atau H2O dan dikeringkan dengan vakum

Residu (nanokatalis

(33)

Universitas Pertamina - 14 Gambar 3.4 Diagram alir proses esterifikasi

Pada proses transesterifikasi, prekursor minyak (FAME/PKO) dicampurkan dengan etilen glikol pada rasio massa minyak:etilen glikol yaitu 1:1. Kemudian ditambahkan katalis hasil impregnasi yang telah disiapkan sebelumnya pada variasi rasio 1%, 2%, dan 5%. Kemudian, campuran di refluks pada variasi suhu 120°C dan 150°C, dengan pengadukan 700 rpm, selama 3 jam menggunakan heating mantle. Lalu, akan terbentuk dua fasa yang berbeda, yaitu fasa biopelumas (fasa atas) dan fasa alkohol (fasa bawah) yang kemudian dipisahkan menggunakan corong pisah [14].

Gambar 3.5 Diagram alir proses esterifikasi atau transesterifikasi FAME atau PKO, 25 g

 Ditambahkan etilen glikol, 25 g

 Ditambahkan katalis, HY atau FeO/HY  Refluks, 120°C atau 150°C, 700 rpm

Emulsi

 Dimasukkan corong pisah

 Diamkan hingga terbentuk dua fasa berbeda

Biopelumas (fasa atas) Alkohol (fasa bawah)

100 g PKO

 Ditambahkan pelarut metanol

 Ditambahkan katalis homogen basa, NaOH, 1% w/w  Refluks, 60°C, 3 jam

(34)

Universitas Pertamina - 15

3.3.4 Karakterisasi dan Analisa Data

Proses pengolahan dan analisa data dilakukan melalui beberapa tahapan karakterisasi pada produk biopelumas dan katalis. Karakterisasi pada produk biopelumas dilakukan dengan menguji beberapa parameter standar pelumasan meliputi sifat fisik yaitu viskositas, densitas, dan ketahanan oksidasi, serta sifat kimia meliputi analisa senyawa dengan FT-IR dan GC-MS. Sifat fisik biopelumas diuji melalui beberapa pengujian meliputi, uji viskositas menggunakan viskometer Ostwald, uji densitas menggunakan piknometer volume 10 mL, dan ketahanan oksidasi dengan uji TGA menggunakan instrument SDT 650 (Simultaneous Differential Scanning Calorimeter) pada suhu 30-600°C dengan ramp 10°C/menit. Sedangkan karakterisasi kimia pada biopelumas meliputi uji GC-MS instrumen

Thermo Scientific ISQTM 7000 Single Quadrupole GC-MS System dengan kondisi

suhu awal 50°C dan dinaikkan hingga 210°C dengan ramp 10°C/menit yang kemudian ditahan selama 9 menit pada suhu 210°C, suhu inlet dan ion source 210°C, menggunakan mode splitless dengan split ratio inlet 20 dan split flow 24 mL/menit, menggunakan gas He dengan flow rate 1.2 mL/menit. Selanjutnya, dilakukan karakterisasi menggunakan FT-IR Thermo Scientific Nicolet iS5 dengan metode ATR (Attenuated Total Refelection) untuk sampel reaktan dan produk yang berupa cairan dan metode plat tipis KBr untuk sampel katalis yang berupa padatan pada yang dilakukan pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1.

(35)
(36)

Universitas Pertamina - 16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Impregnasi Logam Fe dalam Zeolit Y

Katalis yang digunakan dalam sintesis biopelumas pada penelitian ini yaitu katalis HY dan FeO/HY. Katalis FeO/HY disintesis menggunakan metode impregnasi logam dari senyawa garam logamnya yaitu FeCl3.6H2O dengan katalis zeolit-Y. Katalis zeolit yang digunakan pada penelitian ini merupakan katalis NH4-Zeolit Y atau NH4-Y sintetis yang telah dikalsinasi pada suhu 600°C karena NH4 akan terdekomposisi menjadi NH3 dan H+ pada suhu 600°C dan membentuk H-Zeolit Y atau HY. Pada proses kalsinasi tersebut, ion ammonium akan terdekomposisi akibat pemanasan menjadi gas NH3 dan H+ yang kemudian akan membentuk katalis HY yang memiliki sifat bulky yang lebih kecil dari NH4-Y sehingga HY memiliki luar permukaan yang lebih besar dan meningkatkan sisi aktif katalis [22]. Pada strukturnya, kation H+ akan berikatan dengan atom oksigen (O) yang memiliki perbedaan momen dipol paling besar.

Gambar 4.1 Katalis NH4-Y (a), HY (b)

Kemudian, Katalis HY diemban dengan logam besi (Fe) dalam bentuk oksidanya yang berasal dari senyawa garam logamnya yaitu FeCl3.6H2O. Impregnasi logam Fe dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan performa katalis dalam sintesis biopelumas dengan menambah sisi aktif dari katalis menggunakan logam Fe. Logam Fe merupakan logam transisi yang memiliki beberapa keadaan oksidasi dan dapat bertindak sebagai perantara dalam pertukaran elektron diantara reaktan untuk membentuk suatu produk. Selain itu, logam Fe juga dapat menyediakan permukaan sebagai tempat terjadinya suatu reaksi dengan membentuk ikatan-ikatan lemah antara logam dengan reaktan dan menahannya utuk tetap berikatan hingga bereaksi membentuk suatu produk. Berdasarkan ketersediaannya di alam, logam Fe merupakan logam yang ketersediaannya melimpah dan memiliki harga yang murah sehingga mudah didapatkan.

(37)

Universitas Pertamina - 17 Logam Fe yang diemban ke dalam HY merupakan logam Fe dalam bentuk oksidanya (FeO) melalui metode impregnasi yang dinilai mudah untuk dilakukan. Pada prosesnya, metode ini dilakukan dalam kondisi tekanan ruang dan tidak dilakukan penambahan aliran gas lainnya sehingga dinilai lebih ekonomis. Oleh karena itu, logam yang terbentuk pada proses impregnasi merupakan logam dalam bentuk oksidanya atau dilambangkan dengan FeO. Konfigurasi dari katalis FeO/HY yang memungkinkan terbentuk pada penelitian ini merupakan konfigurasi logam oksida FeO yang terisolasi dalam HY [23].

Gambar 4.2 FeCl3.6H2O (a), FeO/HY (b)

Untuk mengetahui apakah preparasi katalis telah berhasil dilakukan dan menghasilkan produk katalis yang diharapkan, dilakukan karakterisasi menggunakan FT-IR. Berdasarkan data spektra FT-IR pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.1, diketahui bahwa proses kalsinasi telah berhasil dilakukan yang ditandai dengan hilangnya vibrasi N-H yang berasal dari molekul NH4 pada bilangan gelombang 1450 cm

-1

dan membentuk katalis HY. Kemudian, diketahui juga bahwa pada katalis hasil impregnasi ditemukan vibrasi logam Fe-O pada bilangan gelombang 490 cm-1 yang sesuai dengan data FT-IR dari senyawa Fe2O3 pada Webbok NIST.

Gambar 4.3 Perbandingan spektra FTIR katalis NH4-Y, HY, dan FeO/HY

(38)

Universitas Pertamina - 18 Tabel 4.1 Data pengamatan FTIR sampel katalis

Bilangan

gelombang (cm-1) Gugus fungsi

Sampel

NH4-Y HY FeO/HY

1200-450 Vibrasi internal Si-O(Si) dan

Si-O(Al) √ √ √

490 Fe-O - - √

1450 Vibrasi NH4 √ - -

1680

Zeolite water (interaksi gugus OH dengan logam seperti Si4+

dan Al3+)

√ √ √

Pada proses preparasi katalis ini, dilakukan proses reduksi menggunakan NaBH4 pada katalis HY yang telah diimpregnasi dengan logam Fe dari garam logam FeCl3.6H2O. Proses reduksi tersebut bertujuan untuk membentuk katalis dengan ukuran nano partikel sehingga dapat meningkatkan kinerja katalis dengan meningkatkan sisi aktif dari permukaan katalis. Untuk mencegah terjadinya agregasi, katalis yang telah selesai di preparasi kemudian dilakukan pengayakan atau mesh dengan ukuran 200 mesh.

4.2 Preparasi Sintesis Biopelumas

Dalam penelitian ini, sintesis biopelumas dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode reaksi 1-tahap melalui reaksi esterifikasi dan metode reaksi 2-tahap melalui reaksi esterifikasi-transesterifikasi. Pada metode reaksi 2-tahap, proses esterifikasi pertama dilakukan untuk membentuk senyawa metil ester dari asam lemak dalam prekursor minyak inti kelapa sawit atau PKO (Palm Kernel Oil) yang direaksikan dengan metanol menggunakan katalis basa NaOH pada suhu 60°C selama 3 jam.

Gambar 4.4 PKO (a), FAME (b)

Untuk mengkonfirmasi bahwa proses esterifikasi telah berhasil merubah asam lemak menjadi senyawa asam lemak metil ester atau FAME, dilakukan beberapa karakterisasi diantaranya pengujian persentase asam lemak bebas (%FFA) yang terkandung di dalam PKO dan juga FAME sebagai produk. Merujuk pada ASTM D5555-94 yang merupakan metode

(39)

Universitas Pertamina - 19 standar dalam menentukan %FFA untuk minyak sayur [24], karakterisasi dilakukan dengan metode titrasi sampel minyak dengan ukuran massa disesuaikan dengan dugaan nilai %FFA pada sampel minyak tersebut sesuai dengan Tabel 4.2, kemudian dilarutkan dalam 50 mL isopropanol kemudian dititrasi dengan KOH sebagai titran. Berdasarkan data pada Tabel 4.3, diketahui bahwa %FFA pada FAME lebih kecil daripada PKO, hal ini menunjukkan bahwa senyawa asam lemak pada PKO telah terkonversi menjadi senyawa lain.

Tabel 4.2 Dugaan kuantitas material yang akan diuji [23].

Massa sampel (g) V alkohol (mL) Molaritas alkali Dugaan %FFA

56.4 ± 0.2 50 0.1 0.0 – 0.2

28.2 ± 0.2 50 0.1 0.2 – 1.0

7.05 ± 0.05 75 0.25 1.0 – 30.0

7.05 ± 0.05 100 0.25 atau 1.0 30.0 – 50.0

3.525 ± 0.001 100 1.0 50.0 – 100.0

Tabel 4.3 Data Pengamatan %FFA pada sampel PKO dan FAME

Sampel %FFA

PKO 4.79

FAME 0.08

Karakterisasi selanjutnya yang dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa telah terjadi perubahan pada senyawa asam lemak dalam PKO setelah melalui proses esterifikasi yaitu uji FTIR. Pada Uji FTIR dilakukan dengan metode ATR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam sampel PKO dan FAME. Selain itu, melalui uji ini dapat diketahui apakah perubahan yang terjadi pada sampel PKO tersebut adalah perubahan dari senyawa asam lemak menjadi senyawa esternya.

(40)

Universitas Pertamina - 20 Gambar 4.5 Perbandingan spektra FTIR sampel PKO, metanol, dan FAME

Tabel 4.4 Data gugus fungsi berdasarkan perbandingan spektra FTIR sampel PKO, metanol dan FAME

Bilangan gelombang

(cm-1) Gugus fungsi

Sampel

PKO Metanol FAME

3300 O-H alkohol - √ - 3000 O-H karboksilat √ - - 2850-2900 C-H alkana √ √ √ 1745 C=O karbonil √ - √ 1650 C=O ester - - √ 1235 C-O ester - - √ 1047 C-C-O ester - - √

Berdasarkan data gugus fungsi yang tercantum pada Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa sinyal vibrasi dari gugus fungsi asam karboksilat terdeteksi pada sampel PKO dan vibrasi dari gugus fungsi ester terdeteksi pada sampel FAME. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses esterifikasi telah berhasil mengkonversi senyawa asam lemak dalam PKO menjadi senyawa esternya.

(41)

Universitas Pertamina - 21 Untuk mengetahui komponen senyawa apa saja yang terkandung dalam sampel PKO dan juga FAME, dilakukan analisa menggunakan GC-MS. Dengan analisa GC-MS tersebut, senyawa beserta konsentrasi dari masing-masing sampel PKO dan FAME dapat diprediksikan.

Gambar 4.6 Perbandingan kromatogram GC-MS sampel PKO dan FAME Tabel 4.5 Data komposisi senyawa sampel PKO dan FAME

Waktu

(menit) Senyawa

%Area

PKO FAME

4.52 Dekanoat metil ester (FAME) - 0.37

7.06 Oktanoat metil ester (FAME) - 5.49

9.65 n-Asam dekanoat (PKO); Dekanoat metil ester

(FAME) 1.07 5.43

12.18 Asam dodekanoat (PKO); Dodekanoat metil ester

(FAME) 21.87 44.84

14.34 Asam tetradekanoat (PKO); Metil tetradekanoat

(FAME) 8.67 17.03

14.83 Asam pendekanoat (PKO) 0.77 -

16.35 n-Asam heksadekanoat (PKO); Heksadekanoat

(42)

Universitas Pertamina - 22 Waktu

(menit) Senyawa

%Area

PKO FAME

16.94 Asam gibberelat (PKO) 0.90 -

18.85 Asam stearat (PKO); Metil stearat (FAME) 2.88 1.75 19.20 Asam-9-oktadekanoat (PKO); 9-Oktadekanoat metil

ester (FAME) 24.06 15.00

20.01 Asam-oktadekadienoat (PKO);

9,12-Oktadekadienoat metil ester (FAME) 4.43 2.16

24.68 Asam tetradekanoat (PKO) 7.23 -

Berdasarkan data kromatogram GC-MS dari sampel PKO dan FAME diatas, terlihat bahwa terdapat banyak perbedaan dan terjadi perubahan berupa pergeseran puncak dan juga munculnya puncak baru pada kromatogram GC-MS sampel FAME. Pada Tabel 4.8, dapat diketahui juga bahwa seluruh senyawa asam lemak dalam PKO telah terkonversi menjadi senyawa asam lemak metil ester dalam sampel FAME. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses esterifikasi telah berhasil dilakukan.

4.3

Sintesis Biopelumas

Setelah proses esterifikasi berhasil dilakukan dan FAME telah berhasil disintesis, kemudian dilakukan tahapan selanjutnya yaitu proses transesterikasi (reaksi 2-tahap). Tahapan transesterifikasi ini bertujuan untuk mensintesis biopelumas dengan menggantikan gugus R pada FAME yaitu metil (CH3) dengan gugus R lainnya yaitu etilen glikol. Oleh karena itu, senyawa akhir yang diharapkan setelah dilakukan proses transesterifikasi tersebut berupa senyawa etilen glikol ester. Sintesis biopelumas ini akan dilakukan dengan beberapa variasi, diantaranya yaitu pengaruh dari penggunaan katalis pada proses transesterifikasi, pengaruh dari rasio katalis, pengaruh dari suhu reaksi, dan pengaruh dari reaksi atau jenis minyak yang akan digunakan sebagai reaktannya yaitu FAME (reaksi 2-tahap) dan PKO (reaksi 1-tahap). Jenis katalis yang digunakan dalam proses sintesis biopelumas pada penelitian ini yaitu katalis HY dan FeO/HY.

(43)

Universitas Pertamina - 23 Gambar 4.7 Mekanisme reaksi pembentulan senyawa etilen glikol ester (biopelumas) yang terjadi

pada katalis HY (Skema 1) dan logam oksida FeO dalam kata;is FeO/HY (Skema 2)

Skema 1

(44)

Universitas Pertamina - 24 4.3.1 Pengaruh Penggunaan Katalis

Variasi yang pertama merupakan analisa dari pengaruh penggunaan katalis pada proses transesterifikasi. Pada variasi ini, biopelumas disintesis dari FAME dengan etilen glikol pada suhu 120°C selama 3 jam. Variasi biopelumas yang akan dibuat yaitu biopelumas yang disintesis tanpa menggunakan katalis (BF120-TK), biopleumas yang disintesis menggunakan katalis H-Zeolit Y atau HY rasio 1% w/w terhadap FAME (BF120-HY1), dan biopelumas yang disintesis menggunakan katalis FeO/HY rasio 1% terhadap FAME (BF120-Fe1) dengan parameter suhu dan waktu yang sama.

Gambar 4.8 Biopelumas tanpa katalis TK) (a), biopelumas katalis HY 1% (BF120-HY1) (b), biopelumas katalis FeO/HY 1% (BF120-Fe1) (c)

Untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antara ketiga produk hasil transesterifikasi dilakukan beberapa karakterisasi diantaranya uji FTIR. Berdasarkan Gambar 4.8 dan Tabel 4.6, diketahui bahwa gugus fungsi ester dan alkohol terbentuk pada ketiga produk hasil transesterifikasi yang dapat diindikasikan sebagai gugus fungsi dari senyawa etilen glikol ester yang merupakan senyawa dari biopelumas.

Gambar 4.9 Perbandingan spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol, BF120-TK, BF120-HY1, dan BF120-Fe1

(45)

Universitas Pertamina - 25 Tabel 4.6 Data gugus fungsi berdasarkan perbandingan spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol, BF120-TK, BF120-HY1, dan BF120-Fe1

Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi Sampel FAME EG BF120-TK BF120-HY1 BF120-Fe1 3300 O-H alkohol - √ √ √ √ 1745 C=O karbonil √ - √ √ √ 2850-2900 C-H alkana √ √ √ √ √ 1235 C-O ester √ - √ √ √ 1047 C-C-O ester √ - √ √ √ 1055 C-O alkohol - √ √ √ √

Gambar 4.10 Perbandingan kromatogram GC-MS sampel FAME, dan produk biopelumas (a), Perbesaran kromatogram pada waktu retensi 16.01 (b), waktu retensi 18.39 (c), dan waktu retensi

22.15 (d)

a b

(46)

Universitas Pertamina - 26 Tabel 4.7 Data komposisi senyawa sampel FAME, BF120-TK, BF120-HY1, dan BF120-Fe1

Waktu (menit) Senyawa %Area FAME BF120-TK BF120-HY1 BF120-Fe1

4.52 Dekanoat metil ester 0.37 - 0.19 0.26

7.06 Oktanoat metil ester 5.49 2.42 5.60 4.99

9.65 Dekanoat metil ester 5.43 5.85 6.26 5.71

12.18 Dodekanoat metil ester 44.84 45.56 45.56 44.79

13.22 1-Dodekanoat metil ester - - - 0.04

14.34 Metil tetradekanoat 17.03 17.53 17.29 18.43

16.01 Heksadekanoat, 2-hidroksil ester - - - 0.14

16.35 Heksadekanoat metil ester 7.93 8.45 7.71 8.35

18.39 Teradekanoat, 2-hidroksil ester - - - 0.11

18.85 Metil stearat 1.75 2.23 1.95 1.97

19.20 9-Oktadekanoat-(E)-metil ester 15.00 15.62 13.23 12.79 20.01 9,12-Oktadekadienoat metil ester 2.16 2.35 2.21 1.90

22.15 Oktadekanoat, 2-hidroksil ester - - - 0.53

Setelah dilakukan uji FTIR, ketiga produk dikarakterisasi menggunakan GC-MS untuk melihat senyawa yang terkandung di dalam masing-masing sampel beserta konsentrasinya. Berdasarkan data fragmen yang telah tercantum pada Tabel 4.7, dapat diketahui bahwa penggunaan katalis sangat mempengaruhi terhadap produk yang dihasilkan dari proses transesterifikasi. Tahapan transesterifikasi bertujuan untuk mendapatkan produk etilen glikol ester sebagai senyawa dari biopelumas. Senyawa etilen glikol ester tidak dapat ditemui pada sampel produk BF120-TK dan BF120-HY1, namun hanya ditemukan pada sampel produk BF120-Fe1 dengan total konsentrasi senyawa etilen glikol yang ditandai dengan %area yaitu 0.78%. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi transesterifikasi tidak terjadi atau terjadi secara sangat tidak optimum saat tidak melibatkan katalis dan juga saat menggunakan katalis HY tanpa logam. Namun, hal tersebut dapat dipengaruhi juga oleh parameter lain seperti rasio katalis dan juga suhu reaksi.

(47)

Universitas Pertamina - 27 Tabel 4.8 Data densitas dan viskositas sampel BF120-TK, BF120-HY1, dan BF120-Fe1

Sampel Densitas (g/mL) Viskositas (24°C) (cSt)

FAME 0.86 1.65

BF120-TK 0.86 1.62

BF120-HY1 0.86 1.56

BF120-Fe1 0.87 1.71

Pada Tabel 4.8, diketahui bahwa produk biopelumas mengalami perubahan nilai viskositas dari reaktannya yaitu FAME. Berdasarkan pengamatan, nilai viskositas tertinggi terdapat pada produk biopelumas BF120-Fe1.

Untuk memperoleh konversi produk yang lebih optimum, dilakukan beberapa variasi lainnya untuk mengetahui parameter apa saja yang mempengaruhi hasil konversi dan konsentrasi senyawa etilen glikol ester pada proses transesterifikasi. Variasi berikutnya yang dilakukan pada penelitian ini yaitu variasi rasio katalis menggunakan katalis FeO/HY.

4.3.2 Pengaruh Rasio Katalis

Variasi selanjutnya yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pengaruh rasio katalis pada proses transesterifikasi untuk menghasilkan senyawa etilen glikol ester. Variasi rasio ini akan dianalisa menggunakan 3 varias rasio katalis w/w terhadap FAME, yaitu 1% (BF120-Fe1), 2% (BF120-Fe2) dan 5% (BF120-Fe5) menggunakan 1 jenis katalis yaitu FeO/HY dengan parameter suhu reaksi 120°C dan waktu reaksi selama 3 jam.

Gambar 4.11 BF120-Fe1 (a), BF120-Fe2 (b), BF120-Fe5 (c)

Berdasarkan data karakterisasi menggunakan FTIR, dapat diketahui bahwa gugus fungsi ester dan alkohol juga terdapat pada ketiga produk biopelumas sehingga dapat diindikasikan bahwa senyawa etilen glikol ester terbentuk dalam ketiga produk biopelumas tersebut.

Gambar

Tabel 2.1 Data komposisi asam lemak pada minyak nabati [10]
Tabel 2.3 Karakteristik pelumas komersial dan biopelumas [3]
Gambar 3.2 Diagram alir proses preparasi zeolit  3.3.2  Impregnasi Logam Fe dalam Zeolit-Y
Gambar 3.5 Diagram alir proses esterifikasi atau transesterifikasi FAME atau PKO, 25 g
+7

Referensi

Dokumen terkait

: Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa Sebagai Katalis pada Reaksi. Minyak Sawit Menjadi Metil

Sintesis zeolit X yang pertama dilakukan adalah sintesis dengan menggunakan bahan baku abu cangkang kelapa sawit tanpa pemisahan dan abu cangkang kelapa sawit non

Konversi minyak kelapa sawit menjadi bentuk metil ester asam lemak atau biodiesel melalui reaksi transesterifikasi minyak kalapa sawit dengan metanol serta penambahan

Sehingga untuk mengetahui metode pengembanan terbaik katalis KOH kedalam pengemban γ-Al2O3 yang akan digunakan sebagai katalis dalam reaksi treansesterifikasi minyak kelapa sawit,

Gambar 6 menunjukkan bahwa zeolit alam Lampung dapat digunakan sebagai adsorben pada penurunan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit dengan cara adsorbsi sistem kolom

Dari hasil sintesis dan karakterisasi minyak kelapa sawit curah dapat disimpulkan bahwa minyak kelapa sawit curah dapat disintesis menggunakan 25% H 2 SO 4 dengan

Penelitian bertujuan untuk melakukan sintesis monogliserida melalui gliserolisis minyak inti sawit yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) menggunakan

Hermiyati 2017 melakukan sintesis minyak terpentin menjadi α-terpineol menggunakan katalis Zeolit Alam Lampung ZAL teraktivasi dan hasil terbaik diperoleh pada saat suhu reaksi 83oC