• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

SALINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2018

TENTANG

BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Miskin. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah – Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19,

(2)

tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 2730) ;

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288);

5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia;

7. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013

(3)

Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5421);

10. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum;

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLITAR dan

BUPATI BLITAR MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Blitar.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Blitar.

4. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.

5. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. 6. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi

kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

7. Pemohon Bantuan Hukum adalah setiap orang, kelompok orang miskin atau kuasanya yang tidak termasuk Pemberi Bantuan Hukum atau keluarganya yang mengajukan permohonan Bantuan Hukum.

8. Masyarakat adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang memiliki identitas kependudukan yang sah di Kabupaten Blitar.

(4)

9. Masyarakat miskin adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang kondisi sosial ekonominya dikategorikan miskin yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Miskin.

10. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

11. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

12. Perkara adalah masalah hukum yang perlu diselesaikan.

13. Litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

14. Non litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

15. Akreditasi adalah pengakuan terhadap Pemberi Bantuan Hukum yang diberikan oleh Panitia Verifikasi dan Akreditasi setelah dinilai bahwa Pemberi Bantuan Hukum tersebut layak untuk memberikan Bantuan Hukum.

16. Dana bantuan hukum adalah biaya yang disediakan tiap tahun oleh Pemerintah Kabupaten Blitar untuk membiayai pelaksanaan bantuan hukum.

17. Panitia Pengawas Daerah adalah panitia yang melaksanakan pengawasan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Blitar.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN Pasal 2

Penyelenggaraan bantuan hukum berasaskan: a. keadilan;

b. persamaan kedudukan di dalam hukum; c. keterbukaan;

d. efisiensi;

e. efektivitas; dan f. akuntabilitas.

(5)

Pasal 3

Penyelenggaraan bantuan hukum bertujuan untuk:

a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;

b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

BAB III RUANG LINGKUP

Pasal 4

(1) Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum.

(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi.

(3) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.

Pasal 5

(1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.

(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

(6)

BAB IV

PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM Bagian Kesatu

Umum Pasal 6

(1) Bantuan hukum diberikan untuk membantu penyelesaian permasalahan hukum yang sedang dihadapi penerima bantuan hukum.

(2) Pemberian bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum diselenggarakan oleh pemberi bantuan hukum yang memenuhi ketentuan Perundang-undangan tentang Bantuan Hukum.

Pasal 7

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan kepada Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua

Standar Bantuan Hukum Pasal 8

Bantuan hukum diberikan dalam bentuk: a. litigasi; dan

b. nonlitigasi.

Pasal 9

Standart Bantuan Hukum Litigasi

Standar Bantuan Hukum secara litigasi dilaksanakan dalam penanganan perkara:

a. pidana; b. perdata; dan

c. tata usaha negara.

Paragraf 1

Standar Bantuan Hukum Dalam Penanganan Perkara Pidana Pasal 10

(1) Bantuan Hukum secara litigasi dalam penanganan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang berstatus sebagai:

(7)

b. terdakwa; atau

c. terpidana yang mengajukan upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa.

(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan cara pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, serta pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan dapat dimulai dari tingkat pertama, upaya hukum biasa, dan/atau upaya hukum luar biasa.

(3) Dalam memberikan Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum melakukan:

a. pembuatan surat kuasa;

b. gelar perkara untuk mendapatkan masukan;

c. pemeriksaan dan pembuatan seluruh kelengkapan dokumen yang berkenaan dengan proses penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di persidangan;

d. pendampingan pada tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di persidangan;

e. pembuatan eksepsi, duplik, dan pledoi guna kepentingan Penerima Bantuan Hukum;

f. penghadiran saksi dan/atau ahli;

g. upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali sesuai dengan permintaan Penerima Bantuan Hukum; dan/atau

h. tindakan hukum lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2

Standar Bantuan Hukum Dalam Penanganan Perkara Perdata Pasal 11

(1) Bantuan Hukum secara litigasi dalam penanganan perkara perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang merupakan:

a. penggugat/pemohon; atau b. tergugat/termohon.

(2) Dalam memberikan Bantuan Hukum kepada penggugat/pemohon, Pemberi Bantuan Hukum melakukan:

a. pembuatan surat kuasa;

b. gelar perkara di lingkungan Pemberi Bantuan Hukum; c. pembuatan surat gugatan/surat pemohonan;

(8)

d. pemeriksaan seluruh kelengkapan dokumen yang berkenaan dengan proses pemeriksaan di persidangan;

e. pendaftaran gugatan/permohonan ke pengadilan;

f. pendampingan dan mewakili Penerima Bantuan Hukum pada saat mediasi;

g. pendampingan dan mewakili Penerima Bantuan Hukum saat pemeriksaan di persidangan;

h. penyiapan dan menghadirkan alat bukti, saksi, dan/atau ahli; i. pembuatan surat replik dan kesimpulan;

j. penyiapan memori banding, memori kasasi, atau peninjauan kembali; dan/atau

k. tindakan hukum lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam memberikan Bantuan Hukum kepada tergugat/termohon, Pemberi Bantuan Hukum melakukan:

a. pembuatan surat kuasa;

b. melakukan gelar perkara di lingkungan organisasi Bantuan Hukum; c. pemeriksaan seluruh kelengkapan dokumen yang berkenaan dengan

proses pemeriksaan di persidangan;

d. pendampingan dan mewakili Penerima Bantuan Hukum pada saat mediasi;

e. pembuatan surat jawaban atas gugatan, duplik, dan kesimpulan;

f. pendampingan dan mewakili Penerima Bantuan Hukum pada saat pemeriksaan di persidangan;

g. penyiapan dan menghadirkan alat bukti, saksi, dan/atau ahli;

h. penyiapan memori banding, memori kasasi, atau peninjauan kembali; dan/atau

i. tindakan hukum lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Standar Bantuan Hukum Dalam Penanganan Perkara Tata Usaha Negara Pasal 12

(1) Bantuan Hukum secara litigasi dalam penanganan perkara tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang merupakan:

a. penggugat; atau b. penggugat intervensi.

(9)

(2) Dalam memberikan Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum melakukan:

a. pembuatan surat kuasa;

b. gelar perkara di lingkungan Pemberi Bantuan Hukum; c. upaya administrasi dan/atau banding administrasi;

d. pemeriksaan seluruh kelengkapan dokumen yang berkenaan dengan proses pemeriksaan di persidangan;

e. pembuatan surat gugatan/surat permohonan;

f. pendaftaran gugatan/menyampaikan permohonan ke pengadilan tata usaha negara;

g. pendampingan dan/atau mewakili dalam proses dismissal, mediasi, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tata usaha negara;

h. penyiapan alat bukti dan menghadirkan saksi, dan/atau ahli; i. pembuatan surat replik dan kesimpulan;

j. penyiapan memori banding atau memori kasasi; dan/atau

k. tindakan hukum lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Standart Bantuan Hukum Nonlitigasi

(1) Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi dapat dilakukan oleh advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah diakreditasi oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Jenis kegiatan Bantuan Hukum secara nonlitigasi yang dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum meliputi:

a. penyuluhan hukum; b. konsultasi hukum;

c. investigasi kasus, baik secara elektronik maupun nonelektronik; d. penelitian hukum;

e. mediasi; f. negosiasi;

g. pemberdayaan masyarakat;

h. pendampingan di luar pengadilan; dan/atau i. drafting dokumen hukum.

(10)

(3) Bantuan Hukum secara nonlitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Pemberi Bantuan Hukum

Pasal 14 Pemberi Bantuan Hukum berhak:

a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum;

b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;

c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum; d. menerima anggaran dari daerah untuk melaksanakan Bantuan Hukum

berdasarkan Peraturan Daerah ini;

e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan

g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.

Pasal 15

(1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan (2) Syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

meliputi :

a. Ber badan hukum;

b. Terakreditasi oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; c. Memiliki kantor/sekretariat yang tetap;

d. Memiliki pengurus;

e. Memiliki program Bantuan Hukum. Pasal 16

(1) Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi dilakukan oleh advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau advokat yang terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum.

(11)

(2) Dalam hal jumlah pelaksana Pemberi Bantuan Hukum yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan jumlah perkara litigasi dan/atau kegiatan non litigasi, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut advokat, paralegal, dosen, dan/atau mahasiswa fakultas hukum.

(3) Pemberi Bantuan Hukum yang melakukan perekrutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan surat perintah tugas pembantuan Pemberian Bantuan Hukum dari Direktur/ketua Pemberi Bantuan Hukum terhadap hasil rekrutmen.

Pasal 17 Pemberi Bantuan Hukum wajib:

a. melaporkan kepada Bupati tentang program Bantuan Hukum;

b. melaporkan setiap penggunaan anggaran daerah yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Peraturan Daerah ini;

c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut; d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh

dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan; dan

e. memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini sampai perkaranya selesai atau telah ada Putusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap perkaranya, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.

Pasal 18

Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.

(12)

Bagian Kedua

Penerima Bantuan Hukum Pasal 19

Penerima Bantuan Hukum berhak:

a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;

b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan

c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20 Penerima Bantuan Hukum wajib:

a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum; dan

b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

BAB VI

SYARAT, TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN, DAN TATA KERJA Bagian Kesatu

Syarat Permohonan Bantuan Hukum Pasal 21

(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon mengajukan permohon Bantuan Hukum secara tertulis atau lisan kepada Pemberi Bantuan Hukum.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan

b. uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum.

(3) Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melampirkan :

a. surat keterangan miskin dari Kepala Kelurahan atau Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan

(13)

b. dokumen yang berkenaan dengan Perkara.

(4) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.

Pasal 22

(1) Identitas Pemohon Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a dibuktikan dengan kartu tanda penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

(2) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki identitas, Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain dari instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum.

Pasal 23

(1) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf a, Pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat, Kartu Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras Miskin, atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin.

(2) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh persyaratan tersebut.

Bagian Kedua

Tata Cara Pengajuan Permohonan Pasal 24

(1) Permohonan bantuan hukum dapat diajukan sendiri oleh calon penerima bantuan hukum atau diwakili oleh keluarganya.

(2) Permohonan bantuan hukum dapat diajukan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.

Pasal 25

(1) Dalam hal persyaratan yang diajukan oleh pemohon bantuan hukum belum lengkap, pemberi bantuan hukum dapat meminta pemohon bantuan hukum untuk melengkapi persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(2) Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja, pemohon bantuan hukum wajib melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(14)

(3) Jika pemohon bantuan hukum tidak dapat melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon tersebut dapat ditolak. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan

bantuan hukum diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Tata Kerja

Pasal 26

(1) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum sudah dinyatakan lengkap, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum kepada pemohon.

(2) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.

(3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum wajib mencantumkan alasan penolakan.

BAB VI PENDANAAN

Pasal 27

Pembiayaan bantuan hukum yang diperlukan untuk penyelenggaraan bantuan hukum dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah dan tersedianya dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 28

(1) Pemberi Bantuan Hukum mengajukan permohonan bantuan dana kepada Bupati melalui Kepala bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Blitar.

(2) Permohonan Bantuan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk proposal yang dilampiri permohonan dari penerima bantuan hukum.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian bantuan hukum dan besaran dana bantuan hukum diatur dalam Peraturan Bupati.

(15)

BAB VII PENGAWASAN

Pasal 29

(1) Bupati melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum yang bersumber dari APBD.

(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menetapkan Tim Pengawas Penyelenggaraan Bantuan Hukum dengan Keputusan Bupati.

Pasal 30

Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mendapatkan haknya sesuai ketentuan Pasal 19, Penerima Bantuan Hukum dapat melaporkan Pemberi Bantuan Hukum kepada Bupati, induk organisasi Pemberi Bantuan Hukum atau instansi yang berwenang.

BAB VIII LARANGAN

Pasal 31

Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta suatu apapun kepada Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani pemberi Bantuan Hukum.

BAB IX

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 32

(1) Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diberikan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan

c. pengembalian semua dana Bantuan Hukum yang telah diterima yang bersumber dari APBD dengan perkara yang masih dalam proses. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administrasi

(16)

BAB X

KETENTUAN PENUTUP Pasal 33

Peraturan Bupati yang merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 34

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Blitar.

Ditetapkan di Blitar

pada tanggal 27 Juli 2018 BUPATI BLITAR,

Ttd RIJANTO

Diundangkan di Blitar pada tanggal 27 Juli 2018

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLITAR , Ttd

TOTOK SUBIHANDONO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2018 NOMOR : 3/E

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR : 163-3/2018

SALINAN sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM

Ttd.

AGUS CUNANTO, SH., MH. NIP. 19650420 199010 1 002

(17)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2018

TENTANG

BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN I. UMUM

Indonesia adalah negara hukum, hal ini telah diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara Hukum”, yang dimana negara hukum dibentuk oleh pemerintah negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kebutuhan dari daerah kabupaten blitar untuk membuat kebijakan tentang penyelenggaraan bantuan hukum juga dilihat dari aspek permasalahan yang sering terjadi di kabupaten blitar, yakni masih adanaya masyarakat miskin yang tidak mendapat bantuan hukum baik bantuan secara litigasi maupun non litigasi. Oleh sebab itu, maka perlu untuk dibuat Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Kabupaten Blitar guna untuk melindungi masyarakat miskin yang tidak mampu untuk membayar biaya proses hukum.

II. Pasal Demi Pasal Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas persamaan kedudukan di dalam hukum” adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.

(18)

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah memaksimalkan pemberian Bantuan Hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah menentukan pencapaian tujuan pemberian Bantuan Hukum secara tepat.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas

(19)

Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Huruf a

Litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

Huruf b

Nonlitigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal l1 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas

(20)

Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas

(21)

Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas

(22)

Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka dengan ini

Bentuk tindakan dalam penelitian ini berupa suervisi ( Bimbingan Kelompok) kepada guru guru melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran ( MGMP ), agar mampu menyusun

Demikian pula halnya dengan DPRD, meskipun bukan sebagai stakholder yang berada pada level pelaksana kebijakan, namun fungsi legislasi dan penganggaran yang dimilikinya,

Kebisingan yang terjadi tidak hanya dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran, tetapi juga dapat merupakan sumber stres yang

Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan suatu prosedur yang digunakan dalam menyampaikan data kegiatan perusahaan terutama

PENGARUH PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT DJARUM TERHADAP REPUTASI PERUSAHAAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam khazanah ilmu falak sebagai bagian dari astronomi yang terkait dengan ibadah umat Islam, penentuan arah kiblat menjadi hal penting untuk didalami. Banyak penelitian yang

29-31 Pada penelitian ini, secara analisa statistik, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kejadian Spondilitis Tb dengan nilai kualitatif