• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: Fristya Imanda Bagian Hukum Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: Fristya Imanda Bagian Hukum Pidana"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MELAKUKAN PENERTIBAN TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA YANG MEMAKAI

LOKASI PEDAGANG KAKI LIMA UNTUK KEGIATAN TEMPAT TINGGAL DI KOTA PADANG

ARTIKEL

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Fristya Imanda 1110012111226

Bagian Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG 2015

(2)
(3)

1

PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MELAKUKAN PENERTIBAN TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA YANG MEMAKAI

LOKASI PEDAGANG KAKI LIMA UNTUK KEGIATAN TEMPAT TINGGAL DI KOTA PADANG

Fristya Imanda1, Uning Pratimaratri1, Yetisma Saini1 1

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta Email: imandafristya@yahoo.com

ABSTRACT

Is part of the municipal police in the area of enforcement of regulations and implementation of public order and public tranquility. Municipal police duties and obligations stipulated in Padang Regional Regulation No. 16 Year 2012 on the Establishment of Organization and Working Procedure of Civil Service Police Unit. Municipal police are obliged to curb violations committed by street vendors who leave items to sell because it is used as a shelter for street vendors. Formulation of the problem 1) What is the role of municipal police in conducting the control of street of this study are vendors who wears Street Vendors location for residential activities in Padang? 2) whether the constraints faced by municipal police in conducting the control of street vendors who wears Street Vendors location for residential activities in Padang? The approach used was the sosio legal approach. Sources of data were primary data and secondary data. Data collected by interviews, questionnaires and document study. Data were analyzed qualitatively. Conclusion The results of the study 1) The role of municipal police in conducting the control of street vendors who use trade as a residence locations that perform a variety of actions including preventive, repressive and curative measures. 2) Constraints in conducting enforcement actions undertaken by the municipal police is the number of street vendors who do not obey the Padang Regional Regulation No. 3 Year 2014.

Keywords: Role, municipal police, residence, street vendors

Pendahuluan

Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan kehidupan yang bergerak cukup cepat serta berkembang, sehingga dibutuhkan

pengelolaan pemerintahan yang tepat agar perkembangan tersebut dapat terkontrol dengan baik dan mampu menjadikan Kota Padang lebih sejahtera dan lebih maju. Kota yang sejahtera dan maju tentunya

(4)

2 membutuhkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, hal ini menjadi tanggung-jawab dari Pemerintah Kota Padang sebagai pemegang otoritas Pemerintahan Daerah menurut Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 tahun 2014 tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (selanjutnya disebut PKL) bahwa penertiban PKL di Kota Padang ini bertujuan:

1. Untuk menciptakan suasana tempat usaha PKL yang tertib, bersih, indah, nyaman, dan aman;

2. Untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan aktivitas perdagangan sektor informal masyarakat;

3. Untuk mewujudkan keterpaduan penataan PKL secara selaras, serasi, dan seimbang dengan penataan ruang secara berkelanjutan; dan

4. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penataan dan pembinaan PKL

Untuk menciptakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, Pemerintah Kota Padang menerbitkan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 tahun 2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Yang termasuk di dalam pengaturan Peraturan Daerah ini adalah:

1. Tertib jalan dan tertib angkutan jalan.

2. Tertib jalur hijau, taman dan tempat umum.

3. Tertib kebersihan dan keindahan lingkungan.

4. Tertib pedagang kaki lima. 5. Tertib tempat usaha, serta 6. Tuna sosial.

Pada Peraturan Daerah Kota Padang tersebut dijelaskan tentang pentingnya menciptakan tatanan kehidupan kota yang tertib, indah, nyaman, tentram dan aman serta dapat melindungi kepentingan masyarakat dari berbagai bentuk penyakit masyarakat. Oleh karena itu dibentuklah Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (selanjutnya disebut Satpol PP) sesuai dengan Peraturan

(5)

3 Daerah Kota Padang Nomor 16 tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dalam Pasal 3 Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang Nomor 16 tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja (selanjutnya disebut Perda Kota Padang No. 16 tahun 2012), memberikan pengertian Satpol PP, bahwa Satpol PP merupakan suatu bagian daripada perangkat daerah di bidang penegakkan Perda ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang dipimpin oleh seorang kepala satuan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah (Sekda).

Adapun peranan Satpol PP dalam Perda selain menciptakan rasa aman dan tentram Satpol PP juga mempunyai peranan dalam menertibkan PKL, serta peranan yang lainnya yang terkait dengan tugas dan

fungsinya yang terdapat dalam Pasal 4 Ayat (1) Perda Kota Padang No. 16 tahun 2012 Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dan perlindungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Satpol PP mempunyai fungsi:

a. Penyusunan program dan pelaksanaan Perda dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umun dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

b. Pelaksanaan kebijakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah.

c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di daerah.

d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.

e. Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umun dan ketentraman

(6)

4 masyarakat dengan Kepolisan Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya. f. Pengawasan terhadap masyarakat,

aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati penegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah.

g. Pelaksanaan tugas lainnya.

Di dalam Pasal 4 ayat (1) Perda Kota Padang No. 16 tahun 2003, bahwa Satpol PP mempunyai tugas

menegakkan Perda dan

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Salah satunya tugas Satpol PP dalam ketertiban umum ialah menertibkan PKL, di dalam Pasal 1 angka 19 Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang Nomor 11 tahun 2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat (selanjutnya disebut Perda Kota Padang No. 11 tahun 2005) memberikan pengertian PKL, bahwa PKL adalah orang atau perorangan yang dalam usahanya menggunakan

sarana dan prasarana atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang baik yang menetap maupun tidak yang menggunakan sebagian atau seluruhnya tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha/berjualan. Berdasarkan data dari Satpol PP bahwa terdapatnya 5 (lima) kasus mengenai penggunaan lahan PKL sebagai tempat berdagang sekaligus tempat tinggal.

Salah satu contoh penertiban PKL yang menggunakan lahan berdagang sebagai tempat tinggal sesuai dengan larangan Pasal 31 Ayat (1) huruf c Perda Kota Padang Nomor 3 tahun 2014 yaitu menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal. Berdasarkan Perda yang dilanggar tersebut, maka upaya Pemerintah Kota Padang terhadap PKL berupa penerapan Perda Kota Padang mengenai larangan PKL di Kota Padang sehingga lokasi PKL dipergunakan untuk kepentingan pribadi para PKL. Salah satunya ialah di kawasan Pasar Raya Padang, Jalan

(7)

5 Permindo, Pasar Bandar Buat, Kawasan Pantai Padang, dll. PKL berjualan memenuhi fasilitas publik seperti dipasar raya Kota Padang. Pemerintah Kota Padang telah memberikan larangan untuk berjualan di Pasar Raya tersebut melalui aturan Perda Kota Padang yang telah diumumkan di wilayah pasar raya Kota Padang. Akan tetapi peraturan tersebut tidak ditaaati oleh para PKL dan wilayah tersebut bukan digunakan sebagai tempat berdagang saja tetapi digunakan sebagai lahan tempat tinggal bagi PKL di Kota Padang.

Berdasarkan dari ketentuan yang terdapat di dalam Perda Kota Padang Nomor 11 tahun 2005 bahwa Satpol PP mempunyai kewajiban dalam menertibkan pelanggaran yang dilakukan oleh PKL yang dimana PKL meninggalkan barang-barang untuk berjualan dikarenakan tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat tinggal bagi PKL tersebut, sehingga kewajiban Satpol PP tersebut terdapat di dalam Pasal 11 Ayat (1) Perda Kota Padang Nomor 11 tahun 2005 yang dimana

pengawasan dan penertiban terhadap pelaksanaan Perda Kota Padang ini dilakukan oleh Satu Satpol PP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu menertibkan dan mencabut izin usaha PKL tersebut di Kota Padang.

Metodologi

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis pendekatan yang bersifat yuridis sosiologis yaitu penelitian terhadap masalah dengan melihat dan memperhatikan norma hukum yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalahan yang ditemui dalam penelitian. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan tujuan mengumpulkan data yang objektif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan angket dengan informan dan responden. Informan dalam penelitian ini adalah 5 (lima) orang anggota Satpol PP Kota Padang yaitu Bapak Firdaus Ilyas, Edi

(8)

6 Asri, Fajar Sukma, Daswar Utama dan Jhon Ismed. Sedangkan responden dalam penelitian ini adalah 10 (sepuluh) orang PKL. Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi. Data sekunder diperoleh dari kantor Satpol PP mengenai kasus PKL yang melanggar Perda Kota Padang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima tahun 2013-2015.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, kuesioner, studi dokumen dan observasi. Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden). Wawancara ini dilakukan secara semi terstruktur yaitu di samping penulis telah mempersiapkan pedoman wawancara (daftar pertanyaan), dan kemudian jawaban dari pertanyaan tersebut dapat dikembangkan dengan pertanyaan lain yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur atau responden. Dengan kuesioner ini dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap atau pendapat seseorang. Pada umumnya tujuan penggunaan kuesioner dalam prosses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses. Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari bahan literatur serta jurnal ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Observasi adalah studi yang disengaja sistematis dengan fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan pengamatan dan pencatatan. Observasi adalah aktivitas yang dilakukan penulis, terhadap suatu proses atau objek yang dimaksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi

(9)

7 yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian. Pemilihan responden dengan teknik accidental sampling yaitu cara penelitian yang mengambil sampel dengan memilih siapa yang kebetulan dijumpai yang berkaitan dengan penelitian. Analisis data merupakan penyusunan terhadap data yang telah diolah untuk mendapatkan kesimpulan.Analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam melakukan penertiban terhadap PKL di Kota Padang cukup berperan karena

Polisi Pamong Praja sudah melaksanakan tugas pokok yaitu membantu Walikota atau Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas Pemerintahan dibidang ketentraman dan ketertiban masyarakat. Pada tahun 2013-2014 Satpol PP berhasil menertibkan PKL yang memakai lokasi berdagang untuk kegiatan tempat tinggal sebanyak 5 (lima) kasus, yang terdiri dari 2 (dua) kasus di Jati, 2 (dua) kasus Di Pasar Bandar Buat dan 1 (satu) kasus di Jl. Khatib Sulaiman. Berikut data kegiatan penertiban terhadap PKL yang memakai lokasi berdagang untuk tempat tinggal di kota Padang.

Tabel 1

Kegiatan Penertiban Satpol PP terhadap PKL yang Memakai Tempat Berdagang sebagai Tempat Tinggal Pada Tahun 2013-2015 No Tahun Jumlah

PKL

Jenis Pelanggaran Tindakan

1 2013 3 Memakai lokasi berdagang sebagai tempat tinggal

Pembinaan

(10)

8

sebagai tempat tinggal

3 2015 - - -

Sumber: Kantor Satpol PP Kota Padang Tahun 2015

Dari data di atas PKL yang memakai lokasi berdagang untuk tempat tinggal hanya dilakukan tindakan penertiban berupa pembinaan, karena pada umumnya alasan PKL menjadikan tempat dagangannya sebagai tempat tinggal adalah karena keterbatasan ekonomi dan sebagian besar PKL merupakan pendatang yang tidak memiliki tempat tinggal di Kota Padang sehingga mereka terpaksa menjadikan tempat berdagang sebagai tempat tinggal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Firdaus Ilyas selaku Kepala Satpol PP Kota Padang, kasus-kasus PKL yang ada di Kota Padang sangat banyak namun yang berkaitan dengan PKL yang memakai lokasi berdagang sebagai tempat tinggal sangat sedikit ditemui. Dalam tindakan penertiban terhadap PKL yang memakai lokasi berdagang

sebagai kegiatan untuk tempat tinggal Satpol PP telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memberi teguran lisan

2. Memberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali

3. Tindakan berupa pembongkaran.

Kebijakan melakukan penertiban sebenarnya bertujuan untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban pedagang kaki lima, oleh karena itu bentuk penertiban tidak selalu dalam bentuk penyitaan barang-barang dagangan. Dalam kasus dimana para PKL berada ditempat yang telah ditentukan untuk PKL, penertiban dilakukan agar PKL tidak melampaui batas-batas yang telah ditentukan untuk menggelar daganganya.

Tujuan dilakukannya penertiban tersebut adalah:

1. Agar kota Padang menjadi indah dan bersih untuk

(11)

9 mendapatkan penghargaan piala adipura dan piala wahana tata nugraha.

2. Top manager betul-betul memperhatikan apa yang ditugasi oleh Polisi Pamong Praja

3. Untuk penindakan ini didukung oleh anggaran dan peralatan. Berbagai upaya hukum yang mendukung peranan Satpol PP dalam menertibkan PKL yang melanggar Peraturan daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL, khususnya tentang PKL yang memakai lokasi berdagang untuk kegiatan tempat tinggal yaitu:

1. Upaya Preventif

Upaya preventif merupakan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pihak berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat dicegah.

Contohnya kegiatan penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh Satpol PP tentang Peraturan daerah

Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

2. Upaya Represif

Upaya represif merupakan suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan.

Contohnya Satpol PP melakukan penertiban terhadap PKL yang melanggar Perda No. 3 tahun 2014 seperti tindakan penertiban berupa pembongkaran terhadap PKL yang memakai lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal.

3. Upaya Kuratif

Upaya Kuratif merupakan tindakan yang diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini sangat mendukung peran Satpol PP untuk menyadarkan PKL yang melakukan pelanggaran agar dapat menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi kesalahannya lagi.

(12)

10 Contohnya Satpol PP memberikan pembinaan terhadap PKL agar mengerti dan mematuhi Perda No. 3 tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

Peran Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya sangat terlihat dari tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Satpol PP, diantaranya dalam mensosialisasikan Peraturan Kepala Daerah dan Peraturan Daerah Kota Padang seperti Perda No. 11 tahun 2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat dan Perda No. 3 tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

Pada saat terjadinya penyimpangan social, tindakan represif yang dilakukan oleh Satpol PP adalah membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat seperti PKL yang memakai fasilitas umum dan menggunakan lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal, hal ini tentunya menganggu kepentingan umum. Selanjutnya Satpol PP

melakukan tindakan kuratif, tindakan ini diambil setelah terjadi penyimpangan social. Dalam menjalankan tugasnya Satpol PP wajib melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana yang bersifat pelanggaran dan kejahatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Edi Asri selaku Kabid Penegak Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugas penertiban PKL mempunyai hambatan/kendala. Hambatan-hambatan tersebut adalah:

1. Dari Segi Kelembagaan: meskipun sudah ada program kerja tentang rencana penataan dan penertiban PKL, namun pada pelaksanaan masyarakat (PKL) di daerah cenderung tidak tau dan tidak mengerti pada aturan yang dilanggarnya yang mengakibatkan tidak taatnya pada peraturan yang

(13)

11 berlaku (pelanggaran dianggap kebiasaan).

2. Dari Segi Sumber Daya Manusia: adanya tuntutan masyarakat terhadap kecepatan pelayanan publik yang baik dan ramah oleh aparat,namun kemampuan dan ketrampilan teknis operasi kurang memadai. Dan dalam melakukan razia Satpol PP sering mendapatkan perlawanan dari PKL, mereka berusaha melawan aparat tersebut ketika dilakukannya operasi penertiban. Akibat terjadinya perlawanan yang dilakukan oleh PKL sehingga terjadi bentrokan fisik antara petugas Satpol PP dengan PKL, terlihat bahwa PKL tidak takut pada aparat Satpol PP. 3. Dari Segi Jaringan Kerja:

kurangnya kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka penertiban PKL dan kurangnya peraturan yang mendasari tentang koordinasi Polisi

Pamong Praja dengan instansi-instansi lainnya. Seperti kurangnya kerjasama yang baik dengan dinas pasar, dinas sosial dan lainnya.

4. Dari Segi Lingkungan yang belum Kondusif: Sarana dan prasarana pendukung teknis operasional untuk penertiban masih dinilai kurang dan terbatas. Di sisi lain terjadi penurunan tingkat kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Dan dalam melakukan razia Satpol PP sering mendapatkan perlawanan dari PKL, mereka berusaha melawan aparat tersebut ketika dilakukannya penertiban. Selain hambatan-hambatan di atas disebutkan juga gangguan- gangguan yang sering terjadi yaitu gangguan di bidang ekonomi. Banyak PKL menggunakan fasilitas umum, berjualan tidak pada tempatnya atau berjualan diatas trotoar, dipinggir jalan, dan menjadikan tempat

(14)

12 berdagang menjadi tempat tinggal. Hal ini tentunya mengganggu pengguna jalan, juga mengganggu fasilitas umum yang sudah tertata dengan baik sesuai dengan tata ruang kota. Polisi Pamong Praja selalu berusaha mengupayakan kegiatan operasi untuk menertibkan pedagang kaki lima untuk dipindahkan pada tempat yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Padang.

Simpulan

Peranan Satpol PP dalam melakukan penertiban terhadap PKL yang memakai lokasi berdagang sebagai tempat tinggal sudah berperan dengan baik dan dalam melakukan penertiban Satpol PP melakukan berbagai tindakan diantaranya tindakan preventif, tindakan represif dan tindakan kuratif untuk mewujudkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat berpedoman pada Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.

Kendala/hambatan Satpol PP dalam menertibkan PKL antara lain: 1) Dari Segi Kelembagaan: meskipun sudah ada program kerja tentang rencana penataan dan penertiban PKL, namun pada pelaksanaan masyarakat (PKL) di daerah cenderung tidak tau dan tidak mengerti pada aturan yang dilanggarnya yang mengakibatkan tidak taatnya pada peraturan yang berlaku (pelanggaran dianggap kebiasaan). 2) Dari Segi Sumber Daya Manusia: adanya tuntutan masyarakat terhadap kecepatan pelayanan publik yang baik dan ramah oleh aparat, namun kemampuan dan ketrampilan teknis operasi kurang memadai. 3) Dari Segi Jaringan Kerja: kurangnya kerjasama yang baik dengan dinas pasar, dinas sosial dan lainnya. 4) Dari Segi Lingkungan yang belum Kondusif: Sarana dan prasarana pendukung teknis operasional untuk penertiban masih dinilai kurang dan terbatas.

(15)

13 Abdul Kadir Muhammad, 2004,

Hukum dan Penelitian Hukum,

Citra Aditya Bakti, Jakarta. Alisyahbana, 2005, Marginalisasi

Sektor Informal Perkotaan, ITS

Press, Surabaya.

Bambang Sunggono, 2007, Metode

Penelitian Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta. Budi Siswandi, 2012, Peranan satuan

polisi pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima di wilayah kecamatan klojen kota malang, Universitas Negeri

Malang, Malang.

Kartini Kartono, 1996, Pengantar

Metodologi Riset Sosial, Mandar

Maju, Bandung.

Hasan Alwi, 2005, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta.

Kartono, dkk., 1980, Pedagang Kaki

Lima, Universitas Katholik

Parahiyangan, Bandung.

Mustafa, Ali Achsan, 2008, Model

Transformasi Sosial Sektor

Informal, Sejarah, Teori, dan Praksis Pedagang Kaki Lima,

Ins-TRANS Publishing, Malang. Rianto Adi, 2005, Metode Penelitian

Sosial dan Hukum, Granit,

Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar

Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Soetandoyo Wignjosoebroto, 2008,

Hukum dalam Masyarakat,

Bayumedia, Surabaya.

Suratman dan Philips Dillah, 2014,

Metode Penelitian Hukum,

Alfabeta, Bandung.

Tampil Anshari Siregar, 2008,

Pendalaman Lanjutan Undang-undang Pokok Agraria, Pustaka

Bangsa Press, Medan.

Zainuddin Ali, 2013, Metode

Penelitian Hukum, Sinar

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Walikota tersebut maka yang berwenang melakukan pemberian izin apotek adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)

Bersama ini kami mengundang Bapak/Ibu untuk melakukan pembuktian kualifikasi terhadap dokumen penawaran yang diaploud di LPSE UNM atau yang diisi dalam tabel

Secara umum, kondisi hidrotopografi lahan Tipe C dan D dimana air saluran/parit tidak Tipe C dan D dimana air saluran/parit tidak dapat menggenangi lahan tetapi sebatas

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan macam substrat memberikan pengaruh terhadap variabel tinggi tanaman, jumlah daun, kadar klorofil, diameter batang, jumlah ketiak

Graphical input of geometry models, yaitu input program berupa lapisan tanah, struktur, langkah konstruksi, pembebanan, dan kondisi batas yang dimasukkan dalam bentuk

ia.a pengolahan darah dan s9reening setiap kantong : Rp 00000000000000000000  Dengan ini men.atakan baha sa.a DokterBBBBBBCCCCCCCCCCCCCCCCCC telah menerangkan hal4hal di atas

Hal ini tentunya menjadi ajang hiburan bagi penonton sekaligus tempat menuangkan kreasi bagi pemain// bukan tidak mustahil jika dalam pembuatan ketapel menghabiskan

dengan demikian koefisien korelasi ganda tersebut signifikan, yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara koordinasi mata kaki, kekuatan otot tungkai,