• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi perempuan. Kecantikan bukan lagi dianggap sebagai kebutuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi perempuan. Kecantikan bukan lagi dianggap sebagai kebutuhan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dewasa ini, kebutuhan untuk tampil cantik merupakan kebutuhan yang mendasar bagi perempuan. Kecantikan bukan lagi dianggap sebagai kebutuhan tersier. Semakin tinggi taraf hidup, maka tingkat kebutuhan juga akan semakin kompleks dan kecantikan menjadi kebutuhan sekunder. Klinik kecantikan pun hadir menjadi solusi untuk kebutuhan akan kecantikan.

Klinik-klinik kecantikan menjadi wadah bagi para perempuan yang ingin mempercantik diri. Eksistensi klinik kecantikan terlihat dari baliho-baliho yang tersebar di jalanan. Jika kita melintasi jalan-jalan besar di kota Yogyakarta, kita akan dengan mudah melihat banyak baliho-baliho iklan klinik kecantikan yang terpampang. Baliho-baliho klinik kecantikan tersebut mewacanakan solusi atas problematika wajah seperti jerawat, komedo, kulit berminyak, flek dan kulit kusam.

Wajah menjadi indikator penilaian akan kecantikan yang paling mudah. Wajah menjadi bagian tubuh yang pertama kali ditangkap oleh indera penglihatan orang lain. Oleh karena itu, wajah menjadi hal yang penting bagi kelangsungan kehidupan sosial perempuan. Facial pun dipilih sebagai cara untuk menjadi cantik. Facial merupakan perawatan kecantikan modern yang terdapat pada klinik-klinik kecantikan. Perawatan facial menawarkan beragam solusi atas problematika pada kulit wajah.

(2)

Kini, facial pun menjadi ritus kecantikan baru bagi wanita dengan segudang aktivitas. Facial digemari oleh wanita muda yang sangat mementingkan penampilan. Apalagi wajah merupakan penampilan yang utama karena wajah merupakan penentu identitas dan representasi dari tubuh. Wajah yang bersih dan segar dianggap memberikan citra yang baik. Untuk itu penting bagi mereka untuk melakukan perawatan wajah.

Mitos kecantikan memunculkan standar kecantikan yang sering tidak masuk akal. Contohnya saja iklan kecantikan di televisi yang seringkali menyatakan bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan dengan kulit putih seperti iklan Garnier yang ditampilkan oleh Chelsea Islan sebagai modelnya. Garnier menjanjikan kulit lebih putih dan cerah dalam 7 hari. Chelsea Islan dengan ciri fisik berkulit putih, berbadan langsing serta berhidung mancung, secara tidak langsung mengkonstruksikan standar kecantikan.

Standar kecantikan ada yang diciptakan bak boneka Barbie yang sempurna dengan tubuh ramping, badan yang tinggi, mata yang indah dan hidung yang mancung. Menurut Ibrahim (2007: 67), standar akan kecantikan yang tidak masuk akal tersebut menjadikan perempuan mengidap sindrom nervosa, di mana perempuan mengalami rasa cemas akan perburuan kecantikan. Citra ideal yang terus menerus dikonstruksi dan ditanamkan serta disosialisasikan oleh iklan-iklan kecantikan ini pun membawa perempuan pada perasaan yang selalu merasa kurang, tidak puas dan tidak percaya diri. Hal tersebut menyebabkan perempuan yang datang ke klinik kecantikan pun bukan saja perempuan yang memiliki

(3)

masalah pada kulit wajahnya, tetapi perempuan dengan wajah yang terlihat bebas masalah pun juga melakukan perawatan di klinik kecantikan.

Fenomena klinik kecantikan kini tidak lagi menjangkau kota-kota besar saja, tetapi juga merambah hingga kota-kota kecil. Sebagai contoh, klinik kecantikan Larissa yang telah membuka 27 cabang diantaranya; 3 cabang di Yogyakarta, Denpasar, Madiun, Wonosari, Colomadu (Karanganyar), Kediri, 2 cabang di Surabaya, Mojokerto, Ponorogo, Jember, 2 cabang di Tegal, Malang, Sragen, 2 cabang di Solo, 2 cabang di Semarang, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Kudus dan 2 cabang di Klaten1. Klinik kecantikan pun menjadi indikator modernitas suatu daerah dan karenanya kota-kota kecil mengadopsi konsumerisme kota-kota besar. Hal tersebut dikarenakan melakukan perawatan di klinik kecantikan membutuhkan biaya yang relatif mahal dibanding dengan perawatan sendiri di rumah. Bagi masyarakat perkotaan, klinik kecantikan sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern. Hal ini didasari akan tuntutan dan kebutuhan untuk tampil cantik.

Merambahnya klinik kecantikan, menggeser proses kecantikan di mana dahulu cantik erat kaitannya dengan bahan yang berasal dari bahan alam melalui proses alami dan diolah oleh tangan manusia dengan alat bantu sederhana. Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, proses kecantikan mengalami perubahan. Kecantikan dipandang dalam bentuk yang rasional dimana terdapat standar keamanan dan kelayakan yang diuji di laboratorium untuk mengetahui kandungan akan bahan kosmetik yang aman. Rasionalitas juga diterapkan pada

1

(4)

ahli kecantikan modern yang sudah melalui jenjang pendidikan yang tinggi serta memiliki pengalaman dan training terlebih dahulu. Jenjang karier yang tinggi bagi tenaga ahli kecantikan menjadi indikator akan profesionalitasnya.

Cara berpikir yang rasional di era modern ini, menjadikan perempuan lebih percaya dengan penanganan langsung oleh dokter kecantikan. Berbeda dengan zaman dahulu dimana ahli kecantikan merupakan sesepuh yang dianggap mengerti mengenai kecantikan. Kecantikan yang sifatnya medis ini menjadikan pasien merasa lebih aman karena penanganan dilakukan oleh profesional. Tidak hanya itu, peralatan perawatan yang berbasis teknologi juga mendukung profesionalitas suatu klinik kecantikan. Demi mendapatkan wajah dan kulit yang diimpikan, perempuan pun melalui serangkaian perawatan medis. Apalagi pada zaman modern ini dimana teknologi begitu maju, menjadikan perempuan tampil lebih modern dengan memilih berbagai jenis perawatan wajahnya.

Hadirnya klinik kecantikan juga berhasil menggeser tradisi kecantikan di masa lalu. Gaya hidup modern yang dipenuhi aktivitas yang padat, menjadikan perempuan tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan perawatan tradisional di rumah. Perawatan tradisional yang dinilai ribet dan memerlukan waktu lama pun mulai ditinggalkan karena tidak sesuai dengan gaya hidup praktis manusia modern. Klinik kecantikan menawarkan perawatan dengan waktu yang terbatas di sela-sela kesibukan. Klinik kecantikan pun menjadi tempat untuk menghabiskan waktu (leisure time).

(5)

I.2. Rumusan Masalah

Melihat banyaknya iklan baliho klinik kecantikan dan keberadaan klinik kecantikan yang menggeser tradisi kecantikan tradisional, memunculkan beberapa pertanyaan sebagai berikut;

1) Bagaimana makna kecantikan bagi empat pelanggan klinik kecantikan

Larissa Aesthetic Center?

2) Bagaimana pengaruh media iklan terhadap kecantikan?

3) Apa saja yang diwacanakan oleh klinik kecantikan dalam membentuk rezim

kecantikan?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk memahami pergeseran proses serta ritual kecantikan seiring merambahnya klinik-klinik kecantikan dengan meninjau kembali klinik kecantikan sebagai subjek penelitian.

Penelitian ini dilakukan guna membuka wawasan bagi pembaca untuk memahami kecantikan dari sudut pandang lain. Bahwa kecantikan bukanlah selalu apa yang dianggap indah, tetapi kecantikan disisi lain juga dipandang sebagai suatu rezim yang mendisiplinkan tubuh perempuan.

I.4. Manfaat Penelitian

I.4.1. Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana pengetahuan kajian Antropologi Budaya. Kajian mengenai gaya hidup manusia modern yang ditandai dengan melakukan perawatan ke klinik kecantikan, serta peran iklan sebagai

(6)

produk budaya popular yang memiliki pengaruh yang luar biasa dalam membentuk citra masyarakat melalui mitos yang dikonstruksi.

I.4.2. Manfaat Praktis

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa persoalan kecantikan bukan saja mengenai estetika tentang apa yang dianggap indah, tetapi lebih dari itu kecantikan juga menjadi momok dari perempuan bahwa beauty is pain. Ada harga yang dibayar untuk tampil menjadi cantik.

I.5. Kajian Pustaka

Topik mengenai kecantikan memang selalu menarik untuk dibahas terutama bagi perempuan. Sudah banyak literatur yang membahas konsep kecantikan. Kecantikan yang dikonstruksikan oleh media di jaman modern ini menjadi momok yang menakutkan bagi perempuan. Perempuan menjadi takut untuk tampil lusuh, tua dan jelek.

Vivian Diller (2011) menulis dalam bukunya bagaimana perempuan takut untuk menjadi tua. Menjadi tua sama saja dengan kehilangan kecantikan fisiknya. Dengan berubahnya fisik wanita tentu saja menjadi tekanan bagi perempuan. Hal ini mempengaruhi kondisi psikologi perempuan. Kondisi dimana perempuan menjadi tua dan jelek tidak dilihat dari umurnya tetapi dari fisik wanita tersebut dimana mulai muncul tanda-tanda seperti keriput, kulit mengendur, beruban serta munculnya kantong mata.

Keadaan fisik yang berubah menjadi suatu transisi untuk memasuki kehidupan baru, dan biasanya pada kondisi ini perempuan akan mengalami kecemasan serta tidak percaya diri. Demi menutupi serta mengurangi rasa

(7)

ketidakpercayaan diri, perempuan biasanya menggunakan topeng penampilan yang menarik agar terlihat lebih muda. Perempuan berusaha menutupi dirinya dengan hal-hal yang lekat dengan anak muda, untuk menunda proses penuaan. Beragam upaya pun dilakukan seperti mengecat rambut, mengikuti selera musik anak muda, dan mengikuti trend fashion agar terlihat lebih muda serta mengubah gaya hidup menjadi gaya hidup lebih sehat dengan olahraga dan konsumsi sayuran serta buah-buahan (Diller, 2011: 51-59).

Lain lagi dengan Permanadeli (2015) yang menuliskan tentang representasi perempuan Jawa di era modern. Bagaimana peran perempuan Jawa dan cara mereka memposisikan diri di tengah masyarakat modern. Dimana pada era modern, perempuan Jawa tetap merepresentasikan identitas kejawaannya dalam kegiatan sehari-hari. Dalam buku yang ditulis oleh Risa Permanadeli ini, representasi ditunjukkan oleh orang yang sudah Dadi Wong adalah yang sudah memenuhi peran serta tanggung jawab. Perempuan juga sangat mementingkan konsumsi barang modern untuk memperlihatkan bertemunya kejawaan dan modernitas. Tubuh merupakan bagian untuk melestarikan gagasan keseimbangan. Gagasan keseimbangan tersebut dipraktikkan melalui kegiatan perawatan serta kecantikan dengan menjaga makna atas tubuh sehingga tercapai keseimbangan antara kecantikan lahir dan batin. Dengan ini perempuan Jawa pun menjadi modern lewat perawatan tubuh dan kecantikan.

Gagasan akan kecantikan juga pernah ditulis oleh Synott. Synott menggambarkan bahwa kecantikan melingkupi seluruh bagian tubuh individu. Bagi Synott, tubuh menjadi simbol atas diri dalam suatu masyarakat. Synnott

(8)

(2003) mengatakan bahwa kecantikan merupakan anugerah dari Tuhan dan wajahlah yang menjadi cermin atas kecantikan tersebut. Synott juga mengatakan bahwa keyakinan akan kecantikan wajah sudah ada sejak dari kecil, dimana anak-anak sudah diajarkan mengenai kecantikan dan kejelekan melalui dongeng dan cerita-cerita pengantar tidur. Dongeng seperti Beauty and The Beast, Princess, Anak Bebek yang Buruk Rupa, secara tidak langsung telah mengkonstruksikan mistik kecantikan pada anak-anak (Synott, 2003: 176).

Dari beberapa kajian pustaka diatas, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi akan mitos kecantikan dilakukan sejak kecil dan mitos kecantikan tersebut dianut hingga dewasa. Citra ideal pada mitos kecantikan pun mempengaruhi pandangan berpikir perempuan sehingga perempuan selalu dihantui oleh perasaan takut dan cemas. Perasaan takut dan cemas akan tubuh yang tidak sesuai dengan citra yang ideal menuntut perempuan untuk melakukan praktik-praktik perawatan tubuh. Tubuh dianggap sebagai bagian untuk melestarikan gagasan keseimbangan lahir dan batin. Tubuh perempuan merepresentasikan aspek sosial tentang nilai-nilai kelemah-lembutan, nilai kesopanan, dan nilai kepantasan. Melalui penampilan fisik, perempuan berusaha menempatkan diri melalui riasan yang berbeda-beda pada tempat dan waktu yang berbeda-beda.

“Melalui riasan dan gaya berpakaian, perempuan menyampaikan pesan bahwa mereka siap untuk menjadi bagian dari masyarakat dan memainkan peran dalam masyarakat”. (Pemanadeli, 2015: 357)

Melalui kajian pustaka diatas, penulis ingin melengkapi referensi kecantikan dengan kondisi masa kini seiring merambahnya klinik kecantikan untuk mengetahui lebih lanjut akan pergeseran ritual kecantikan. Dahulu ritual

(9)

kecantikan berkaitan erat dengan hal-hal yang sifatnya tradisional dimana bahan-bahan berasal dari alam serta alat untuk mendukung proses kecantikan masih minim, kini ritual kecantikan dilakukan secara medis dan profesional dalam bentuk praktik-praktik kecantikan di klinik kecantikan. Ritual kecantikan di era modern pun memunculkan produk-produk perawatan kecantikan untuk menuntut kesetiaan konsumen terhadap klinik kecantikan.

I.6. Kerangka Teori

Klinik kecantikan kini menjadi dewa baru bagi para wanita karena mampu menawarkan beragam solusi untuk kesehatan kulit wajah dan rambut. Perempuan pun berlomba-lomba untuk mendatangi dengan harapan memiliki wajah yang cantik sesuai dengan citra iklan. Klinik kecantikan pun dibanjiri oleh para penganutnya. Wolf (2004) menggambarkan bahwa kecantikan seperti agama baru yang begitu diagung-agungkan. Adanya mitos kecantikan membuat perempuan menjadi merasa takut dan bersalah jika tubuhnya kotor, jelek, gendut dan tidak sesuai dengan citra yang ditampilkan oleh iklan. Hal ini disebabkan karena perempuan ditekan oleh mitos kecantikan yang terus-menerus direproduksi sehingga perempuan terjebak dalam perawatan pada klinik-klinik kecantikan.

Mitos kecantikan pun membentuk citra perempuan yang ideal. Dalam budaya populer, citra tubuh perempuan pun menjadi sebuah artefak. Citra akan ‘perempuan yang ideal’ pun dikonstruksikan dan direpresentasikan secara massal melalui media. Dalam budaya pop yang terkomersialkan, tubuh perempuan dipajang sebagai tanda dan imaji untuk mewakili suatu benda, produk maupun komoditas yang dimaksudkan untuk dijual secara massal. (Ibrahim, 2007: 64).

(10)

Menurut Ibrahim (2007), media menjadi saluran bagi mitos dan sarana pengukuhan akan mitos. Oleh karena itu media berperan penting dalam mereproduksi mitos-mitos kecantikan. Media menjadi alat bagi kapitalis dalam mempropaganda wacana akan citra wajah yang cantik. Penekanan akan penampilan luar yang dikonstruksikan melalui media iklan ini membentuk gaya hidup dalam masyarakat modern. Citra akan kecantikan yang ideal pun dijual dalam permainan pasar industri di bidang kecantikan, fashion serta kosmetik.

Adanya citra dan mitos kecantikan mengakibatkan rasa tidak percaya diri serta ketidakpuasan akan diri sendiri. Perasaan tersebut membelenggu pemikiran mereka sehingga mengharuskan mereka untuk datang ke klinik kecantikan (Wolf, 2004: 188). Perasaan takut dan keinginan tampil menjadi cantik membentuk suatu rezim kecantikan modern bagi perempuan. Rezim kecantikan menyebabkan perempuan tidak akan lepas dari segala bentuk proses perawatan dan produk kecantikan. Rezim kecantikan dipertahankan dan dikonstruksikan melalui iklan-iklan dan mitos kecantikan untuk melanggengkan struktur kekuasaan yang ada. Menurut Wolf, mitos kecantikan dibentuk atas dasar persoalan institusi laki-laki dan kekuasaan kapitalis oleh karena itu mitos kecantikan bersifat politis (2004: 32).

Menurut Naomi Wolf (2004), gagasan yang “ideal” tentang kecantikan adalah sesuatu yang mudah untuk ditiru dengan cara merekayasa bagian-bagian tubuh tertentu. Dan sosok ideal tersebut adalah sosok yang tidak alami. Konsep inilah yang mengantarkan pemikiran kita pada fenomena kecantikan era modern ini dimana konsep akan kecantikan modern dapat direkayasa. Melalui

(11)

produk-produk kecantikan serta praktik perawatan dengan teknologi yang tinggi, kecantikan dapat dihasilkan. Cantik di era modern pun menggesser tradisi kecantikan tradisional yang alami. Apa yang dianggap “alami” oleh manusia modern saat ini tetap saja merupakan rekayasa teknologi di bidang kecantikan.

Di era modern ini, perempuan yang tampil cantik tetap menggunakan produk kecantikan dan kosmetik. Bahkan industri kosmetik pun meluncurkan kosmetik dengan tema “no make up” – make up dalam mendukung perempuan untuk tampil cantik yang terlihat natural padahal sebenarnya tetap saja menggunakan riasan. Tubuh pun bukan lagi sekedar tubuh yang dinilai melalui fungsinya saja tetapi tubuh juga bersifat narsistik karena tubuh dapat dibentuk sesuai dengan keinginan pemiliknya melalui praktik-praktik kecantikan.

“Tubuh muncul sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk menjual komoditas dan jasa sekaligus sebagai suatu objek yang dengan sendirinya dikonsumsi. Agar bisa ‘direka-ulang’ oleh ‘pemiliknya’ dan dilihat secara narsistik ketimbang secara fungsional”. (Baudrillard, 1998; dalam Ibrahim, 2007: 52).

Penulis menggunakan teori mitos kecantikan dari Naomi Wolf sebagai teori utama dalam skripsi ini. Teori ini cocok untuk mendeskripsikan gambaran akan kecantikan modern saat ini, dimana standar kecantikan dan mitos kecantikan menjadi bentuk penindasan terhadap perempuan. Mitos kecantikan ini berpengaruh bagi pemaknaan akan kecantikan.

"manusia sesuai dengan hakikatnya adalah makhluk pencari makna, memperoleh makna dari proses dialektika yang melibatkan tiga proses yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi" (Berger dan Luckmann, 1991: 35; dalam Abdullah, 2007: 243)

Ketiga proses diatas diperoleh manusia melalui sosialisasi dengan lingkungannya yang disosialisasikan oleh agen sosialisasi. Melalui sosialisasi tersebut, individu

(12)

pun memiliki pemaknaan yang berbeda-beda akan kecantikan. Hal tersebut menjadi alasan saya membagi pemaknaan akan kecantikan ke dalam dua sub bab, yaitu konstruksi kecantikan yang dimaknai secara individual oleh pengguna klinik kecantikan pada bab 3 dan konstruksi secara sosial oleh media iklan pada bab 2.

Konstruksi kecantikan memiliki power relation karena konstruksi

kecantikan merupakan milik masyarakat. Konstruksi kecantikan ini

disosialisasikan melalui agen sosialisasi yaitu keluarga, teman sebaya dan media iklan. Dalam hal ini konstruksi sosial menekankan makna kecantikan melalui standar dan mitos yang ditampilkan melalui media iklan sehingga mempengaruh konstruksi kecantikan secara individual.

I.7. Metode Penelitian 1.7.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik kecantikan Larissa Aesthetic Center. Penulis memilih lokasi ini karena penulis juga menggunakan produk dari Larissa dan melakukan perawatan di Larissa. Hal lain yang mendukung pemilihan lokasi yaitu berangkat dari rasa penasaran penulis akan ramainya Larissa Aesthetic Center. Selain itu Larissa Aesthetic Center juga memiliki harga perawatan yang relatif murah untuk ukuran kelas menengah atas. Dibandingkan dengan klinik kecantikan yang lain, Larissa masuk dalam kategori klinik kecantikan dengan harga yang terjangkau. Berikut tabel perbandingan harga produk dan perawatan Larissa dibanding dengan klinik kecantikan lain.

(13)

Tabel 1.1. Harga Facial dan Produk Beberapa Klinik Kecantikan

NO. Jenis Produk Harga tiap Klinik Kecantikan

London Beauty Center Larissa Aesthetic Center Natasha 1 Facial Rp 115.000 -Rp 400.000 Rp 60.000 - Rp 125.000 Rp 68.000 -Rp 200.000 2 Krim Pagi Rp 40.000 - Rp 60.000 Rp 50.000 -Rp 55.000 Rp 65.000 3 Krim Malam Rp 60.000 - Rp 65.000 Rp 45.000 Rp 115.000 4 Facial Wash Rp 40.000 Rp 18.000 Rp 65.000 6 Milk Cleanser Rp 46.000 Rp 20.000 Rp 35.000 7 Sunblock Rp 70.000 Rp 50.000 Rp 85.000

Dari Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa Larissa Aesthetic Center cenderung memiliki kisaran harga yang lebih murah dibanding dengan klinik kecantikan lainnya seperti, London Beauty Center dan Natasha. Klinik kecantikan dalam Tabel 1.1 tergolong klinik kecantikan untuk masyarakat kelas menengah hingga atas, karena kebanyakan pelanggan merupakan orang dengan penghasilan menengah ke atas.

Lokasi yang biasa dikunjungi penulis untuk melakukan observasi adalah Larissa Aesthetic Center cabang C. Simanjuntak. Penulis memilih lokasi di cabang ini dikarenakan cabang ini merupakan cabang yang pertama serta mudah dijangkau karena dekat dengan kampus.

Sebagai klinik kecantikan yang sudah eksis berdiri selama 32 tahun sejak tahun 1984, Larissa tidak hanya menawarkan perawatan kulit wajah saja, tetapi juga perawatan rambut. Selain itu, Larissa pun memiliki apotek sendiri dengan apoteker yang professional. Larissa membuat produk kecantikan dengan merek

(14)

dagang "L" yang sudah dipatenkan dan hanya tersedia di gerai-gerai Larissa Aesthetic Center. Produk-produk kosmetik yang dibuat diklaim menggunakan bahan-bahan alami, aman dan sudah bersertifikat CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) dari BPOM.

1.7.2. Pemilihan Informan

Dalam penelitian ini penulis akan melakukan wawancara dengan metode sampling dimana penulis akan mewawancara 4 orang konsumen pelanggan Larissa yang berjenis kelamin wanita. Keempat informan tersebut menjadi unit analisis dalam penelitian ini. Penulis memilih informan yang rata-rata baru lulus dari program S1 (fresh graduate) untuk menjadi objek kajian. Dilihat dari uang saku yang mereka terima, para informan dapat digolongkan sebagai golongan kelas menengah atas. Dengan status tersebut mereka mampu untuk melakukan perawatan. Selain itu status sebagai fresh graduate merupakan status sosial yang tinggi. Batasan objek kajian skripsi ini adalah perempuan, dikarenakan penulis hanya ingin mengetahui pandangan kecantikan dari sudut pandang perempuan. 1.7.3. Sumber Data

Sumber data yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Data primer berasal dari data yang diambil langsung oleh penulis ketika penulis berada di lapangan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan informan. Sedangkan data sekunder berasal dari tinjauan pustaka yang berasal dari artikel, internet maupun buku-buku.

(15)

1.7.4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Dengan teknik observasi yaitu pengamatan, penulis dapat memahami perilaku dan bahasa seputar kecantikan. Tentu saja tidak hanya mengamati, tetapi penulis juga melakukan observasi partisipatoris dengan cara melakukan perawatan facial dan perawatan rambut di Larissa. Dengan terlibat langsung menikmati proses perawatan di Larissa, penulis mampu memahami serta merasakan secara langsung bagaimana rasa yang ditimbulkan, efek setelah perawatan serta mengetahui pelayanan di Larissa.

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Maret 2016 hingga Mei 2016. Selama observasi, penulis mengamati tingkah laku pengunjung. Selain itu, selama proses perawatan, penulis juga melakukan wawancara dengan terapis.

Penulis mendatangi klinik kecantikan Larissa untuk melakukan perawatan selama 4 kali yaitu pada tanggal 8 Maret, 16 Maret, 5 April serta 19 April. Penulis pun mengikuti perawatan rambut serta facial untuk mendapatkan data. Disela-sela perawatan, penulis menyempatkan diri untuk melakukan wawancara dengan terapis Larissa.

b. Wawancara

Selain melakukan observasi, penulis juga melakukan wawancara dengan 4 pengguna produk Larissa yang berstatus sebagai fresh graduate seperti yang telah disebutkan diatas. Dari keempat informan tersebut, salah satu informan merupakan finalis Sahabat Larissa. Sahabat Larissa adalah kompetisi yang diadakan oleh Larissa untuk memilih finalis yang akan dijadikan bintang iklan

(16)

produk Larissa. Penulis menetapkan 4 informan dalam skripsi ini untuk mengetahui makna cantik dari perspektif individu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan 2 terapis Larissa.

Penulis melakukan wawancara dengan cara membuat janji dengan para informan kecuali terapis Larissa. Dengan cara ini, informan lebih fleksibel sehingga data yang didapat pun mencukupi. Wawancara dengan para informan pun dilakukan berulang kali agar hasil wawancara yang didapatkan menarik dan mendetail. Sebelum melakukan wawancara saya menanyakan kesediaan informan untuk dilakukan wawancara, sehingga dalam penelitian ini wawancara dilakukan tanpa unsur keterpaksaan. Saya memberikan kesempatan bagi informan yang tidak berkenan diwawancara untuk dapat mengundurkan diri. Sedangkan wawancara dengan terapis Larissa dilakukan saat penulis sedang melakukan perawatan di Larissa.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk membantu penulis dalam menganalisis data-data primer. Dalam melakukan dokumentasi penulis menggunakan kamera ponsel. Penulis menggunakan kamera ponsel karena kamera ponsel sangat praktis dan multifungsi untuk merekam dan mengambil gambar. Tidak lupa, penulis juga akan merekam setiap wawancara dengan informan.

Gambar

Tabel 1.1. Harga Facial dan Produk Beberapa Klinik Kecantikan  NO.  Jenis Produk  Harga tiap Klinik Kecantikan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, telah didapatkan bahwa asam levulinat dapat dihasilkan melalui reaksi hidrolisis pati ubi gajah (Manihot esculenta) dengan yield

Bali pada masa lalu mempunyai bentuk rumah dan perumahan yang didasari oleh konsep Tri Hita Karana, dalam pengaturan ruang, tata letak, bentuk, serta penggunaan bahan,

Pada bagian flora dan fauna, disajikan artikel tentang sembukan dan rayap, sementara untuk rubrik biologi di ruang kelas disajikan: mitos nama-nama ilmiah makhluk,

Catatan kaisar Yulianus Apostatus (363 M) juga dapat pula dipakai untuk menunjukkan bagaimana secara mendasar gereja-awal telah membangun fondasi-fondasi penataan praktek

Dimohon mengajukan permohonan kepada Direktur Pendididkan Tinggi Islam, Ditjen Pendis, nomor fax: 021-34833981, nomor telephon 021- 3812344 dengan menyebutkan

Dengan kata lain, yang berlaku sejak tahun 1950 sampai saat ini adalah sistem peradilan dan peraturan hukum acara dari zaman kolonial khusus bagi Bangsa Indonesia yang

Analisa FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Dengan metode ini dapat diketahui komponen- komponen mana saja yang paling banyak menghasilkan kegagalan (Failure).Dari data

pembelajaran interprofesional sangat diperlukan dan pembelajaran bersama profesi lain membantu mahasiswa untuk belajar lebih banyak tentang tujuan pendidikan profesi