• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN DISTRIBUSI DOSIS SUMBER RADIASI LDR 192 Ir BRAKITERAPI MENGGUNAKAN FILM GAFCHROMIC EBT 2 DI MEDIUM AIR DAN UDARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN DISTRIBUSI DOSIS SUMBER RADIASI LDR 192 Ir BRAKITERAPI MENGGUNAKAN FILM GAFCHROMIC EBT 2 DI MEDIUM AIR DAN UDARA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN DISTRIBUSI DOSIS SUMBER RADIASI LDR

192

Ir

BRAKITERAPI MENGGUNAKAN FILM GAFCHROMIC EBT 2

DI MEDIUM AIR DAN UDARA

Rifki Andrian 1, Margo S 1, Heru Prasetio 1,2, Atang 3, dan T Harianto 3

1 Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok. 2 Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN, Jakarta.

3 Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka – BATAN, Serpong.

ABSTRAK

Ir-192 adalah sumber radiasi brakiterapi yang terkenal dimana-mana. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk memperoleh gambaran fungsi dosimetri yang telah dijelaskan di AAPM TG-43 untuk karakteristik dosimetri sumber Ir-192 LDR yang digunakan dalam brakiterapi. Semua pengukuran diambil menggunakan film Gafchromic EBT 2 pada media udara dan air yang mirip dengan fantom dan nilai derajat kehitaman akan dianalisa menggunakan Image J software dengan mengubah chanel 3 warna RGB menjadi chanel 1 warna merah. Densitas optic yang berupa pixel value akan dikonversi menjadi dosis dengan data kalibrasi film. Pengukuran dilakukan dengan mengukur dosis pada jarak 1 cm sampai 5cm dengan interval 0.5 cm dan pada sudut polar 00 sampai 1800 interval 100. Fungsi dosimetri serupa dengan nilai dosis konstan, fungsi dosis radial dan anisotropi distribusi dosis yang ditemukan akan dibandingkan dengan apa yang telah menjadi kesepakatan dengan kalkulasi Monte Carlo. Pembelajaran ini menegaskan kemungkinan karakteristik dosimetri film Gafchromic EBT 2 pada parameter TG-43 untuk sumber Ir-192 LDR.

Kata kunci : Brachytherapy ; Radiation dosimetry; Radiochromic film; TG-43

ABSTRACT

Ir-192 source is widely used in dose rate brachytherapy. The aim of this study was to derive the brachytherapy dosimetric functions described in AAPM TG-43 to characterize the dosimetric properties LDR Ir-192 source. All the measurements were carried out with GAFCHROMIC EBT 2 radiochromic film in water equivalent solid phantom and the grey values were analyzed using Image J software with change 3 chanel comp colour level RGB to 1 chanel red comp level colour. Optical density of the film was converted to dose using calibration film established in this study. Measurements were carried out by measuring the dose at radial distances from 1 cm to 5.0 cm with interval of 0.5 cm and at polar angle 0°–180° in 10° intervals. Dosimetric functions such as dose rate constant, radial dose functions and anisotropy of the dose distribution were found to be in good agreement with Monte Carlo calculations. This study confirms the feasibility of radiochromic EBT film dosimetry in characterization of the TG-43 parameters for Ir-192 HDR source. Keywords: Brachytherapy; Radiation dosimetry; Radiochromic film; TG-43

I. PENDAHULUAN

Teknik pengobatan kangker jarak dekat dengan mengguanakan sumber radiasi tertutup atau yang dikenal Brakiterapi memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah dosis yang sangat tinggi disekitar volume tumor, memperhitungkan jarak disekitar jaringan sehat dan dosis yang

kontinu selama keseluruhan durasi pada terapi. Hantaran radiasi yang dikeluarkan dari sumber radioisotop akan terdistribusi ke suatu daerah di sekitar sumber radioisotop. Distribusi dosis disekitar suatu sumber radioisotop tersebut memiliki titik optimum dosis. Dimana titik optimum dosis ini merupakan suatu titik dosis yang paling

(2)

banyak mengeluarkan hantaran radiasinya. Hal ini sangat penting untuk diketahui, mengingat sumber radioisotop tersebut akan diletakkan dekat dengan tumor dan juga terdapat jaringan sehat disekitarnya. Untuk mengetahui titik optimum dosis diperlukan cara yang mudah guna mempermudah perhitungan dosis pada saat perlakuan terapi, diantaranya dengan membuat suatu simulasi program kurva distribusi dosis dari suatu sumber radioisotop atau melakukan eksperimen langsung.

Perkembangan brakiterapi yang pesat di dunia klinis, membuat perhitungan yang digunakan melibatkan banyak variasi karakterisasi dosimetri 1. Sebagai contoh, pada tahun 1975, Hilaris et al. mengukur konstanta laju dosis 125I, model 6701 yang memiliki nilai 1.68 cGy.cm2/m.Ci.hr, tetapi ditahun yang sama Anderson et al menemukan laju dosis konstan 1.03cGy.cm2/m.Ci.hr untuk 125I, model 6701, menggunakan pendekatan sumber titik 2,3. Hasil ini jelas menunjukan adanya banyak perbedaan konstanta laju dosis pada untuk sumber yang sama. Perbedaan ini telah menghubungkan kepada perbedaan material fantom, dosimeter, seperti teknik dosimetri.

Pada tahun 1995, AAPM TG-43 telah memperkenalkan protocol kerja yang bisa meminimalisasi besarnya perbedaan informasi dosimetri yang juga telah ditentukan oleh para peneliti di seluruh dunia. Karakteristik dosimetri yang direkomendasikan untuk digunakan adalah

konstanta laju dosis, fungsi dosis radial, fungsi anisotropi dan factor anisotropi. Karakterisasi dosimetri ini telah diperkuat menggunakan percobaan langsung dan teknik simulasi monte carlo 4. Protocol ini telah diperkenalkan sebagai teknik dosimetri universal untuk sumber brakiterapi.

Rekomendasi TG-43 untuk dosimetri

brakiterapi

Karakteristik sumber brakiterapi telah ditentukan dengan menggunakan kedua cara, Experiment dan metode teori yang mengikuti rekomendasi AAPM yag telah dipublikasi dalam TG-43 report (Nath et al. 1995). Mengikuti protokol ini, distribusi dosis disekitar penutup/seal sumber barkiterapi bisa ditentukan menggunakan persamaan.

.... (1) dengan :

 = konstanata laju dosis, G(r, ) = fungsi geometry g(r) = fungsi dosis radial F(r, ) = fungsi anisotropi Konstanta Laju Dosis

Konstantan laju dosis didefinisikan sebagai laju dosis di air pada jarak 1 cm dari sumbu tegak per satuan kuat kerma di udara. Konstanta laju dosis ditunjukkan pada persamaan:

(3)

Fungsi Geometri

Fungsi geometri menyatakan variasi distribusi spasial sumber akibat pengaruh ukuran sumber dan distribusi sumber aktif di dalam sumber tersebut. Factor geometri diberikan dengan persamaan :

G(r, )= r-2 ( untuk sumber titik)

( untuk sumber garis) ...(3) Dengan L adalah panjang sumber radiasi brakiterapi yang digunakan, sedangkan β adalah sudut yang dijadikan acuan untuk menentukan sumber sebagai objek 1D atau 2D. Untuk setiap nilai θ, β berbanding terbalik dengan nilai r, β bernilai maksimum pada θ bernilai π/2. Berdasarkan skema pada Gambar 1, maka Persamaan 3 yang bentuknya masih umum dapat lebih diperjelas menjadi:

(4)

Gambar 1. Skema perhitungan nilai β dalam faktor geometri

Fungsi Dosis Radial

Fungsi dosis radial adalah menghitung efek serapan dan hamburan dalam medium sepanjang sumbu tegak lurus. Dirumuskan dengan persamaan :

(5)

Jarak 1 cm dari sumber adalah nilai r referensi sebagai tempat dimana nilai dosis optimum berada.

Fungsi Anisotropi

Fungsi anisotropi menentukan anisotropi distribusi dosis di sekitar sumber, efek ditimbulkan dari serapan dan hamburan dalam medium. Dirumuskan dalam persamaan:

(6)

Dimana adalah nilai dosis dan adalah faktor geometri yang diukur pada jarak 1 cm dengan sudut 90o sebagai referensi.

II. MATERIAL DAN METODE

Percobaan dilakukan menggunakan Film gafchromic EBT 2 yang di design untuk pengukuran dosis serap photon energi tinggi. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini, respon film adalah energy bebas untuk foton di atas 0,2 MeV. Range energi yang bisa ditangkap oleh film yaitu 1 cGy-800 cGy dan maximum sensitivitasnya bisa mencapai 636

(4)

Pengambilan data dilakukan dengan meletakan suber Ir-192 LDR berbentuk wire 1 cm dengan aktivitas 9,63 mCi selama 4 hari penuh di tengah film berurkuran 10 x 10 cm. Film yang terkena radiasi akan berubah warna menjadi ke biru-biruan. Densitas ini yang akan dianalisa sebagai nilai dosis.

Pembacaan data yang dilakukan pada film menggunakan scanner microtex 1000 dan resolusi yang digunakan adalah 75 dpi yang mewakili nilai per dot-nya 0,338 mm. Pendekatan empiris dilakukan dengan metode interpolasi 5 bagian untuk setiap 2 dot untuk meningkatkan nilai spasi tiap dot menjadi 0,0667 mm.

III. HASIL DAN DISKUSI

Sesuai dengan rekomendasi dari TG-43, Setelah melakukan percobaan dengan menggunakan sumber brakiterapi LDR Ir-192 buatan Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN Serpong dengan film gafchromic pada media udara dan air didapatkan hasil sebagai berikut.

Persentase kurva isodosis

Pada kurva isodosis Gambar 2(a) dan 2(b) terlihat perbedaan bentuk persentase distribusi dosis pada posisi tegak lurus sumber dibanding pada posisi segaris di ujung-ujung sumber. Untuk jarak yang sama dari permukaan sumber, nilai persentase dosis pada posisi tegak lurus lebih besar dikarenakan pada bagian tersebut dosis yang

keluar telah mengalami “self absorption” dari geometri sumber itu sendiri.

Distribusi dosis di medium udara dan air terlihat hampir sama pada jarak 0 cm sampai dengan 2 cm dari permukaan sumber, karena pada jarak tersebut intensitas dan energy belum banyak mengalami atenuasi dari medium air dan udara.

Gambar 2. Kurva isodosis pada media udara dan air

(5)

(a)

(b)

Gambar 3. Perbandingan persentasi dosis relatif pada sumbu horizontal (a) dan radial (b) untuk media air dan udara

Besar energi yang menyebabkan adanya perbedaan persentase distibusi dosis selain faktor geometri sumber adalah energy pada sumber radiasi sendiri tidak seragam, hal ini terlihat dengan jelas pada Gambar 3(a) dan 3(b) dimana nilai persentase dosis pada sepanjang sumber bernilai tidak seragam. Fungsi Dosis Radial

Penentuan fungsi dosis radial adalah sebagai factor koreksi secara experiment dimana kita ketahui berkas radiasi yang terdistribusi secara tegak lurus masih heterogen. Diperlukan perkalian faktor koreksi secara teori untuk memberi pendekatan agar nilai berkas radiasi yang terlihat pada fungsi radial bersifat homogen dimana hal tersebut diperlukan untuk

menyeragamkan berkas radiasi. Jarak referensi sumbu tegak lurus yang digunakan adalah 1 cm untuk menormalisasi perhitungan terhadap nilai [G(r, π/2)/G(1,π/2)] dimana pada jarak 1 sumbu tegak lurus adalah nilai terbesar, Namun terlihat pada gambar 3 nilai fungsi dosis radial dari data percobaan menunjukan penyimpangan dimana pada jarak tertentu nilai gl(r) lebih dari nilai referensinya. Hal ini menunjukan kurang bagusnya nilai distribusi dosis pada sumbu tegak lurus pada percobaan.

Gambar 4. Kurva perbandingan fungsi dosis radial pada media udara dan air

Fungsi Anisotropi

Penentuan fungsi anisotropi adalah factor koreksi secara experiment untuk jarak tertentu pada sumbu yang tidak tegak lurus sumber. Tujuan dari fungsi anisotropi sama dengan fungsi dosis radial, perbedaannya terdapat pada arah sudut erhadap sumber dimana pada fungsi dosis radial arah yang diperhitungkan hanya berlaku untuk jarak tegak lurus sumber. Pada gambar 5 terlihat nilai F(r,θ) pada sudut 0o s.d 180o cenderung

(6)

membentuk parabola dengan puncaknya berada pada sudut 900. Nilai terbesar terjadi pada sudut 900 sesuai dengan faktor koreksi secara teori dimana pada sumber berbentuk

wire nilai efek serapan atau hamburan di

tengah-tengah sumber paling besar karena dipengaruhi oleh paparan di sepanjang sumber.

Gambar 6. Kurva perbandingan fungsi anisotropi terhadap sudut pada media udara dan air untuk r=1 cm, 1,5 cm, 2 cm, 2,5 cm, r=3 cm, 3,5 cm, 4 cm, dan 4,5 cm.

(7)

IV. KESIMPULAN

Dengan dilakukan percobaan mengenai karakteristik distribusi dosis sumber radiasi LDR Ir-192 pada film gafchromic EBT 2 yang mengacu pada protocol yang dipublikasikan TG-43 maka diketahui bahwa pengunaan film Gafchromic EBT 2 dapat membantu untuk melihat distribusi dosis sumber brakiterapi LDR Ir-192 sehingga juga bisa didapatkan persentase distribusi dosis sumber pada setiap arah dan dengan didapatnya faktor koreksi secara experiment g(r) dan F(r,θ) bisa didapat variasi data laju dosis untuk setiap jarak dan sudut tertentu . Distribusi di air dan dan di udara reatif sama pada jarak 0 cm sampai dengan 2 cm dari permukaan sumber.

DAFTAR PUSTAKA

1. BLASKO J.C. AND GRIMM P.D. (1993). Brachytherapy and organ reservation in the management of carcinoma of the prostate. Sem. Radiat. Oncolo., 3: 240-249.

2. HOLT J.G., PERRY D.J., REINSTEIN L.E. (1975). The design of an ionization chamber to measure exposure in air for mammographictechnique. Med. Phys., 2: 172 abstract.

3. MEIGOONI A.S., GEARHEART D.M., SOWARDS K. (2000). Experimental determination of dosimetric characteristics of Best 125I brachytherapy source. Med. Phys., 27: 2168-2173. Meigooni A.S., Bharucha Z., Yoe-Sein M.

4. RIVARD, et al (2004): Update of AAPM TG 43 report - A revised AAPM protocol for BT dose calculation, Med.

Gambar

Gambar 1. Skema perhitungan nilai β dalam  faktor geometri
Gambar 2. Kurva isodosis pada media udara  dan air
Gambar 4.    Kurva  perbandingan  fungsi  dosis  radial  pada  media  udara  dan air
Gambar 6.    Kurva perbandingan fungsi anisotropi  terhadap sudut pada media udara dan air  untuk  r=1 cm, 1,5 cm, 2 cm,  2,5 cm, r=3 cm, 3,5 cm, 4 cm,  dan  4,5 cm

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang senantiasa mencurah limpahkan nikmat ilmu nikmat iman dan Islam serta nikmat kesehatan dan kesempatan

Menurut ketentuan Undang-undang Perwalian kedudukan anak diatur secara otentik (resmi di dalam undang-undang) dan secara rinci. Pertama yang ditegaskan adalah Anak yang sah adalah

Metode cut & cover merupakan metode konvensional yang tidak memakan biaya relatif banyak dan umumnya dilaksanakan pada struktur terowongan dengan kedalaman

Indonesia adalah negara ekonomi berkembang. Untuk membangun perekonomian, diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Kegiatan investasi di Indonesia telah dimulai

Dan Bab III pasal 3 menyebutkan juga bahwa : Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya

Inflasi yang terjadi di Kota Meulaboh secara umum disebabkan oleh kenaikan harga pada Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga yang mengalami inflasi sebesar 1,84

Langkah awal yang dilakukan dalam penyusunan kurikulum adalah perumusan profil lulusan program studi untuk menjawab pertanyaan lulusan (Sarjana) seperti apa yang akan dihasilkan

Rencana pengelolaan hutan jangka panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan