• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Perikanan Budidaya

Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Akuakultur berasal dari bahasa Inggris aquaculture (aqua = perairan; culture = budidaya) dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi budidaya perairan atau budidaya perikanan. Oleh karena itu, akuakultur dapat didefinisikan menjadi campur tangan (upaya-upaya) manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya yang dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan (Effendi 2004).

Potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki serta dalam rangka menghadapi tantangan global termasuk di bidang perikanan maka visi pembangunan perikanan budidaya adalah: perikanan budidaya sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi andalan yang diwujudkan melalui system budidaya yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan. Untuk mencapai visi tersebut, maka misi yang akan dilaksanakan adalah (1) Pembangunan perikanan secara bertanggung jawab dan ramah lingkungan; (2) Orientasi pembangunan perikanan budidaya berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan petani ikan; (4) Penyediaan bahan pangan, bahan baku industry dan peningkatan ekspor; (5) Penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (6) Penciptaan kualitas sumber daya manusia; (7) Pencipataan iklim usaha yang kondusif; (8) Pengembangan kelembagaan dan pembangunan kapasitas; (9) Pemulihan dan perlindungan sumberdaya dan lingkungan. Sejalan dengan visi dan misi tersebut di atas, maka tujuan pengembangan sistem pembudidayaan ikan adalah:

(2)

b. Meningkatkan mutu produksi dan produktifitas usaha perikanan budidaya untuk penyediaan bahan baku industry perikanan dalam negeri, meningkatkan ekspor hasil perikanan budidaya dan memenuhi kebutuhan konsumsi ikan masya-rakat;

c. Meningkatkan upaya perlindungan dan rehabilitasi sumberdaya perikanan budidaya.

Peningkatan teknologi budidaya perikanan menjadi penting dalam pencapaian tujuan tersebut di atas. Upaya ini dilakukan dengan memperhatikan potensi sumberdaya lahan, pemahaman terhadap faktor kelayakan budidaya, tingkatan teknologi budidaya dan pemanfaatan plasma nutfah ikan budidaya (Sukadi 2002).

Pengertian akuakultur air payau adalah budidaya organisme aquatik dimana produk akhir dihasilkan di lingkungan air payau; tahap awal siklus hidup spesies yang dibudidayakan bisa saja di perairan tawar atau laut (Crespi dan Coche 2008). Potensi lahan di Indonesia yang digunakan untuk pembudidayan di pantai atau disebut juga tambak adalah sebesar 913.000 ha. Jenis-jenis komoditas budidaya di tambak masih didominasi oleh udang windu, sedangkan jenis lain adalah udang lain (non windu) dan bandeng. Perkembangan luas areal pembudidayaan di pantai (tarnbak) selama enam tahun (1994-2000) mengalami peningkatan ratarata 4,12% yaitu dari 326.908 ha pada tahun 1994 menjadi 411.230 ha pada tahun 2000, sedangkan produksinya mengalami peningkatan sebesar 4,06% pertahun yaitu 346,21 ribu ton pada tahun 1994 menjadi430,45 ton pada tahun 2000 (Ditjen Perikanan Budidaya 2002).

2.1.1 Komponen budidaya A. Sarana dan prasarana

Sarana budidaya adalah semua fasilitas yang dimanfaatkan untuk kegiatan operasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana dibagi menjadi sarana pokok dan sarana penunjang. Sarana pokok adalah fasilitas yang digunakan secara langsung untuk kegiatan produksi, sedangkan sarana penunjang adalah fasilitas yang tidak digunakan secara langsung untuk proses produksi tetapi sangat

(3)

menunjang kelancaran produksi. Sarana penunjang yang dimaksud antara lain jalan, gudang pakan, gudang peralatan mekanik, kendaraan, sarana laboratorium, dan sarana komunikasi. Beberapa sarana pokok dalam budidaya adalah (Kordi 2009) sebagai berikut :

1. Reservior atau tandon air berfungsi sebagai penampung air, mengendapkan lumpur, dan cadangan air tambak.

2. Aerator untuk mempertahankan oksigen dan mempertahankan oksigen terlarut agar berkisar pada konsentrasi jenuh 6-7 ppm.

3. Pompa air untuk mengatur kedalaman air dan sebagai alat bantu dalam pergantian air.

4. Pakan dalam budidaya merupakan bagian dari upaya mempertahankan pertumbuhan optimal ikan.

5. Peralatan panen, alat utama untuk panen adalah jala, jaring arad, dan bak penampung ikan, dan bak pengangkut hasil panen.

B. Teknologi budidaya

Tingkat teknologi budidaya dalam akuakultur berbeda-beda. Perbedaan tingkat teknologi ini akan berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas yang dihasilkan. Berdasarkan tingkat teknologi dan produksi yang dihasilkan, kegiatan akuakultur dapat dibedakan menjadi akuakultur yang ekstensif atau tradisional, akuakultur yang semi intensif, akuakultur intensif, dan akuakultur hiper intensif. Pengertian dan perbedaan karakteristik masing-masing kategori tersebut dapat dilihat sebagai berikut (Crespi dan Coche 2008):

1. Ekstensif (Tradisional)

Ekstensi adalah sistem produksi yang bercirikan: (i) tingkat kontrol yang rendah (contoh terhadap lingkungan, nutrisi, predator, penyakit); (ii) biaya awal rendah, level teknologi rendah, dan level efisiensi rendah (hasil tidak lebih dari 500 kg/ha/tahun); (iii) ketergantungan tinggi terhadap cuaca dan kualitas air lokal; menggunakan badan-badan air alami. Produksi yang dihasilkan dari sistem ini adalah kurang dari 500kg/ha pertahun.

(4)

2. Semi Intensif

Semi intensif adalah sistem budidaya berkarakteristik produksi 2 sampai 20 ton/ha/tahun, yang sebgian besar tergantung makanan alami, didukung oleh pemupukan dan ditambah pakan buatan, benih berasal dari pembenihan, penggunaan pupuk secara reguler, beberapa menggunakan pergantian air atau aerasi, biasanya menggunakan pompa atau gravitasi untuk suplai air, umumnya memakai kolam yang sudah dimodifikasi. Produksi yang dihasilkan dari sistem ini adalah 2.000-20.000kg/ha pertahun.

3. Intensif

Intensif adalah sistem budidaya yang bercirikan (i) produksi mencapai 200 ton/ha/tahun; (ii) tingkat kontrol yang tinggi; (iii) biaya awal yang tinggi, tingkat teknologi tinggi, dan efisiensi produksi yang tinggi; (iv) mengarah kepada tidak terpengaruh terhadap iklim dan kualitas air lokal; (v) menggunakan sistem budidaya buatan. Produksi yang dihasilkan dari sistem ini adalah 20.000-200.000 kg/ha pertahun.

4. Hiper Intensif

Hiper intensif adalah sistem budidaya dengan karakteristik produksi rata-rata lebih dari 200 ton/ha/tahun, menggunakan pakan buatan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan makanan organisme yang dibudidayakan, benih berasal dari hatchery/pembenihan, tidak menggunakan pupuk, pencegahan penuh terhadap predator dan pencurian, terkoordinasi dan terkendali, suplai air dengan pompa atau memanfaatkan gravitasi, penggantian air dan aerasi sepenuhnya Untuk peningkatan kualitas air, dapat berupa kolam air deras, karamba atau tank. Produksi yang dihasilkan dari sistem ini adalah lebih dari 200.000 kg/ha pertahun.

(5)

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi budidaya A. Faktor Independen

Faktor independen adalah faktor-faktor yang umumnya tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain (Sukadi 2002). Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Lingkungan

Ciri-ciri fisik lingkungan yang penting bagi pengembangan budidaya perikanan sangat bergantung kepada ketersediaan dan kecocokan fisik dari areal untuk pengembangan budidaya perikanan yaitu:

a. Tersedianya lahan;

b. Topografi dan elevasi lahan;

c. Sifat-sifat tanah, teristimewa komposisi, tekstur dan kemampuan menahan air, sifat oseanografi perairan;

d. Frekuensi, jumlahdan disfiibusi hujan;

e. Mutu, kuantitas, ketersediaan dan aksesibilitas air;

f. Kondisi cuaca, seperti suhu, laju penguapan, perubahan musim, frekuensi topan dan lamanya;

g. Kualitas dan kuantitas populasi; h. Akses ke suplai danpasar.

2. Faktor Manusia

Faktor manusia meliputi sikap, adat istiadat dan gaya hidup dari warga, stabilitas dan kekuatan ekonomi serta politik dari pemerintah. Faktorfaktor ini beragam dan kompleks, contohnya:

a. Sikap dan keterampilan produsen relatif terhadap mengadopsi tekno-logi dan modal untuk ditanamkan dalam produksi;

b. Perminataan pasar, sikap konsu-men, daya beli;

c. Kemauan dan kemampuan pemerintah melengkapi prasarana, kredit dan sebagainya;

d. Kemampuan lembaga pemerintah melengkapi sistem dukungan pela-yanan bagi pengembangan budidaya perikanan antara lain pelatihan bagi profesional, penelitian guna mengembangkan teknologi baru, dan penyuluhan.

(6)

B. Faktor Dependen

Faktor dependen adalah faktor-faktor yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut ialah wadah budidaya ikan, input hara, spesies ikan, dan teknologi. Wadah budidaya ikan seperti tambak, kolam, keramba dan sebagainya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik dan manusia misalnya: a. Kolam lebih cocok di daerah lahan pegunungan.

b. Keramba jaring apung dikembang-kan di perairan waduk dan laut.

Input hara berupa pupuk dan pakan tergantung kualitas dan kuantitasnya pada faktor lingkungan fisik, misalnya: unsur ramuan pakan tidak dapat diproduksi dimana lingkungan fisik tidak cocok bagi produksinya. Spesies ikan yang dibudidayakan sangat tergantung dari faktor-faktor spesifik tiap spesies misalnya: Tilapia tidak cocok dibudidayakan pada saat suhu rendah di bawah 200C. Teknologi yang menggunakan karamba jaring apung menuntut pem-berian pakan yang intensif (Sukadi 2002).

2.2 Ikan Bandeng (Chanos chanos) 2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi

Ikan bandeng memiliki bentuk tubuh yang langsing mirip terpedo umumnya simetris, seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Pada sirip ekor bercabang yaitu sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, serta sirip anus menghadap kebelakang. Ikan bandeng tidak memiliki gigi dan mulutnya kecil, terletak pada bagian depan kepala dan simetris, sirip ekor homocercal (Gambar 2).

Gambar 2. Ikan Bandeng (Chanos chanos) (Sumber : Syafitrianto 2010)

(7)

Klasifikasi ikan bandeng (Saanin 1984 dalam Kordi 2009) adalah : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

2.2.2 Keunggulan Ikan Bandeng

Bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan strategis dibandingkan dengan komoditas perikanan lain, karena (1) teknologi pembesaran dan pembenihannya telah dikuasai dan berkembang di masyarakat, (2) persyaratan hidupnya tidak menuntut kriteria kelayakan yang tinggi mengingat bandeng toleran terhadap perubahan mutu lingkungan serta tahan terhadap penyakit, (3) merupakan ikan yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia dalam bentuk segar dan olahan, baik untuk konsumsi langsung maupun dalam bentuk hidup sebagai umpan dalam usaha penangkapan ikan tuna dan cakalang, (4) merupakan sumber protein yang potensial bagi pemenuhan gizi serta pendapatan masyarakat petambak dan nelayan, dan (5) telah menjadi komoditas ekspor. Delapan jenis ikan budidaya yang utama yaitu bandeng berada pada urutan teratas dengan produksi mencapai 550 ribu ton pada tahun 2008 dan ditargetkan mencapai 822 ribu ton ditahun 2009, atau mengalami peningkatan 41,15%. Jika kenaikan produksi 41,15% dapat dipertahankan, pada tahun 2010 produksi bandeng akan mencapai lebih dari 1juta ton (Kordi 2009).

Bandeng dapat diproduksi dalam berbagai ukuran, disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya, seperti untuk umpan dalam usaha penangkapan tuna dan cakalang, untuk dikonsumsi langsung, untuk ekspor dan untuk induk. Produksi bandeng berbagai ukuran tersebut masih belum mampu memenuhi

(8)

kebutuhan pasar (Atjo 2000). Komposisi gizi dari ikan bandeng juga sangat tinggi, terutama kandungan proteinnya. Komposisi ikan bandeng segar dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia ikan bandeng segar. Kandungan gizi Kadar (%) Air 74,00 Protein 20,00 Lemak 4,80 Abu 1,19

Sumber : Saparinto et, al. 2006

Sebagian besar budidaya bandeng masih dilakukan secara ekstensif, tradisional, dengan padat tebar antara 3.000-5.000ekor/tahun. Dengan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk pertumbuhan klekap sebagai pakan alami, dan juga konstruksi tambak yang seadanya menyebabkan produksi rata-rata yang dapat dicapai hanya sekitar 300-1.000kg/ha/musim. Setelah dilakukan intensifikasi dalam pembudidayaan dengan input teknologi, produksi bandeng dapat ditingkatkan hingga 500%. penambahan input berupa pakan dan kincir pada budidaya bandeng konsumsi dengan lama pemeliharaan 4 bulan, padat tebar ditingkatkan sampai 50.000 nener/ha/musim, maka akan dapat dihasilkan bandeng konsumsi 5.000 kg (Yakob dan Ahmad 1997).

2.2.3 Manajemen budidaya bandeng 1. Lokasi dan wadah budidaya

Lokasi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha. Secara teknis, lokasi yang digunakan untuk melakukan budidaya berkaitan langsung dengan konstruksi, daya tahan, dan biaya pemeliharaan wadah (Tambak dan karamba jaring apung). Secara biologis, lokasi juga sangat berpengaruh terhadap tingkat produktivitas usaha, bahkan keberhasilan panen. Keuntungan maksimal akan dapat diperoleh bila lokasi yangb digunakan untuk melakukan budidaya mampu meminimalkan biaya panen dan transportasi, mudah mengakses pasar.

(9)

oleh karena itu dalam memilih lokasi, tidak hanya perlu memempertimbangkan faktor teknis dan biologis, tetapi juga faktor social dan ekonomi (Kordi 2009). Parameter yang digunakan untuk menilai kelayakan teknis suatu lokasi yang akan digunakan untuk membangun tambak dan KJA adalah (1) Kualitas air dengan salinitas 10-35ppt, suhu 23-32°C, Oksigen minimal 4ppm, PH 7-9, kadar ammonia maksimal 0,1ppm. (2) kisaran pasang surut tambak 1,7-2,5 meter. (3) Kedalaman perairan untuk KJA 1 meter. Dasar perairan pasir, pasir berlumpur atau pasir berbatu. (4) kecepatan arus untuk KJA 20-50cm/detik. (5) Untuk KJA pilih lokasi teluk, selat diantara pulau-pulau yang berdekatan atau perairan dengan terumbu karang sebagai penghalang. (6) Untuk tambak pilih lokasi yang mempunyai elevasi tertentu agar pengelolaan air dapat dilakukan dengan mudah. (7) Teksur tanah untuk tambak harus kedap air dengan PH netral atau basa, mengandung unsur hara dan bahan organic (Kordi 2009).

2. Penanggulangan hama dan penyakit

Hama dan penyakit dalam budidaya harus menjadi perhatian utama karena dapat menggagalkan usaha usaha budidaya bandeng dengan cara mengganggu dan menginfeksi ikan yang dibudidayakan. Hama adalah organism yang dapat menimbulkan gangguan terhadap ikan budidaya. Berdasarkan aktivitasnya, hama dikelompokan kedalam golongan : (1) Predator atau pemangsa adalah organism yang dapat memangsa ikan budidaya seperti burung pemankan ikan, ular dan ikan-ikan besar. (2) Kompetitor atau pesaing adalah organisme yang menjadi pesaing dalam hal mendapatkan makanan, ruang hidup dan oksigen. Organisme tersebut adalah biofouling yaitu teritip, lumut, alga, dan beberapa jenis kerang yang menempel pada kolam. (3) Perusak sarana, organism yang merupakan perusak sarana diantaranya : ikan buas kepiting, dan teritip. (4) Pencuri, dapat digolongka sebagai hama yang paling berbahaya karena dalam aktu singkat sebuah tambak atau KJA bisa kosong dalam waktu singkat (Kordi 2009).

(10)

Penyakit ikan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat-alat tubuh atau gangguan sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit dalam budidaya disebabkan oleh 3 faktor yaitu kondisi lingkungan (kualitas air), kondisi inang (ikan), dan adanya jasad pathogen (penyakit). Meskipun bandeng dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap serangan penyakit, namun bila ada penyekit bandeng sangat resisten. penyakit yang menyerang bandeng dikenal Cold (pilek atau flu) akibat dari perubahan cuaca mendadak. Penyakit parasite pada bandeng vibriosis, dan Fin rot atau ekor busuk (Kordi 2009).

2.3 Produktivitas

2.3.1 Pengertian dan Pengukuran Produktivitas

Produktivitas menurut ilmu ekonomi adalah perbandingan antara hasil yang diharapkan (revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkan. Dalam budidaya perikanan, hasil yang diperoleh pembudidaya pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Pengertian dari produktivitas bukanlah hanya satu masalah teknis maupun managerial tetapi merupakan satu masalah yang kompleks, merupakan masalah yang berkenaan dengan badan pemerintahan, seluruh masyarakat yang terlibat dan lembaga-lembaga sosial lainnya.

Sinungan (2008) menyatakan bahwa produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efesien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumberdaya manusia dan ketrampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat, melalui konsep produktivitas semesta/total.

(11)

perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai :

1. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

2. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum.

Dilihat dari definisi produktivitas secara umum diatas, maka yang dimaksud dengan produktivitas perikanan adalah sumber pertumbuhan pada komoditas perikanan yang produksinya meningkat secara signifikan (Asche et. al 2007 dalam Sinungan 2008).

Dari definisi-definisi di atas secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan, atau dapat diformulasikan sebagai berikut :

Produktivitas =

Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting disemua tingkatan ekonomi. Pada tingkat sektoral dan nasional, produktivitas menunjukkan kegunaannya dalam membantu mengevaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi, mnengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap perkembangan ekenomi dan seterusnya (Sinungan 2008).

Secara konseptual, pengukuran produktivitas suatu usaha ekonomi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu produktivitas faktor produksi parsial dan produktivitas total faktor produksi. Produktivitas faktor produksi parsial adalah produksi rata-rata dari suatu faktor produksi yang diukur sebagai hasil bagi total produksi dan total penggunaan suatu faktor produksi. Apabila faktor produksi lebih dari satu, maka produktivitas parsial suatu faktor produksi akan dipengaruhi

(12)

oleh tingkat penggunaan faktor produksi lainnya. Oleh karena itu, konsep ini tidak banyak manfaatnya jika faktor produksi lebih dari satu jenis. Jika faktor produksi yang digunakan lebih dari satu jenis, maka konsep produktivitas yang lebih banyak digunakan adalah produktivitas total faktor produksi (Maulana 2004 dalam Sinungan 2008).

2.3.2 Unsur-unsur Produktivitas

Menurut Sinungan 2008, unsur-unsur yang terdapat dalam pengukuran produktivitas dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Efisiensi.

Produktivitas sebagai rasio output/input merupakan ukuran efisiensi pemakaian sumber daya (input). Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Pengertian efisiensi berorientasi kepada masukan .

2. Efektivitas.

Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat tercapai baik secara kuantitas maupun waktu. Makin besar presentase target tercapai, makin tinggi tingkat efektivitasnya. Konsep ini berorientasi pada keluaran. Peningkatan efektivitas belum tentu dibarengi dengan peningkatan efisiensi dan sebaliknya. Gabungan kedua hal ini membentuk pengertian produktivitas dengan cara sebagai berikut :

Produktivitas =

3. Kualitas.

Secara umum kualitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh pemenuhan persyaratan, spesifikasi, dan harapan konsumen. Kualitas merupakan salah satu ukuran produktivitas. Meskipun kualitas sulit diukur

(13)

secara matematis melalui rasio output/input, namun jelas bahwa kualitas input dan kualitas proses akan meningkatkan kualitas output.

2.4 Produksi dan Fungsi Produksi

Produksi budidaya perikanan dapat diartikan sebagai seperangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan produk perikanan. Sebelum melakukan proses produksi, maka perlu membuat perencanaan produksi. Perencanaan produksi merupakan suatu upaya penyusunan program kegiatan baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor yang sangat penting yang harus diputuskan sebelum proses produksi adalah pemilihan komoditas, pemilihan /kesesuian lokasi produksi, pertimbangan kapasitas produksi kawasan, pertimbangan fasilitas dan skala usaha. Hal tersebut sangat terkait dengan kebutuhan input-input dan perlengkapan dalam proses produksi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam perencanaan proses produksi adalah biaya proses produksi, penjadwalan pelaksanaan proses produksi, pola produksi dan teknologi, dan sumber-sumber input serta sistem pengadaannya yang harus dipersiapkan secara tepat dan menyeluruh (Kadir 2009).

Kadir (2009) menyatakan bahwa besar kecilnya pendapatan usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi dan produksi. Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan kepada usaha budidaya agar mampu menghasilkan produksi dengan baik. Faktor produsi dikenal dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi mencakup lahan/ lokasi, modal membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenga kerja dan aspek managemen serta tingktan teknologi budidaya adalah faktor produksi yang sangat penting diantara faktor produksi yang lain. Faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi budidaya dibagi 2(dua) yaitu :

1. Faktor produksi tetap (fixed factor) yaitu yang sifatnya tdak habis dipakai dalam satu kali periode.

2. Faktor produksi tidak tetap (variable factor) yaitu faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu periode produksi.

(14)

Soekartawi et. al. (1986) mendefinisikan fungsi produksi untuk setiap komoditi sebagai suatu persamaan faktor produksi (X) dengan hasil produksi (Y), ini disebut fungsi produksi. secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f(X1, X2,X3,…., Xn, Xn+1, Xn+2,…., Xm)

Keterangan :

Y : Jumlah hasi produksi

Xi : Jumlah faktor produksi variabel yang digunakan, (i = 1,2,3,.., n)

Xk : Jumlah faktor produksi tetap yang digunakan, (k = n+1, n+2,…, m)

Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Faktor terpenting dalam suatu usaha adalah peningkatan pendapatan, sehingga besarnya pendapatan dan cara mengalokasikan sumberdaya, modal dan tenaga tersedia menentukan tingkat kesejahteraan pembudidaya. Dalam hal ini jumlah semua biaya selalu lebih besar bila analisa ekonomi digunakan dan selalu lebih kecil bila analisa finansil, oleh karena itu setiap kali melakukan usaha harus ditentukan analisa yang akan digunakan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisa tingkat pendapatan. yaitu :

a. Perkiraan modal usaha yang dibutuhkan baik untuk modal investasi maupun untuk modal kerja.

b. Besarnya tingkat bunga yang diberlakukan dan perubahan-perubahan inflasi srerta nilai tukar uang lainya.

c. Kecenderungan adanya peraturan peraturan baru yang diberlakukan menyangkut kepentingan usaha.

d. Kemungkinan timbulnya resiko dan kegagalan.

e. Kemampuan menghasilkan keuntungan yang layak dan dapat memenuhi kewajiban / pinjaman.

Kemampuan menghasilkan berbagai manfaat sosial, misalnya penciptaan lapangan kerja dan pendapatan, peningkatan ekspor non migas, dalam rangka

(15)

meningkatkan devisa negara dan dalam rangka perbaikan gizi masyarakat dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kemampuan membaca permulaan tersebut dapat terlihat berdasarkan persentase yang meningkat dari pra tindakan anak yang berada pada kriteria baik sebesar

Bahwa Terdakwa ARMAN SUYUTI alias SADDANG alias BANG TOYIB bin SUYUTI bersama-sama dengan saksi NUR SALAM alias ALAM bin UMAR TUNE (perkaranya sudah diputus

86 Suhartanto Budhihardjo dan Rekan Ruko Sukarno Hatta Square A-6, Jalan Arteri. Sukarno

Definisi ini dipenuhi oleh elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, karena elemen-elemen ini akan memberikan sinyal keluaran (tegangan atau arus) tertentu jika diberi

Pasien cidera kepala yang mengalami peningkatan kadar glukosa darah maka Glasgow Coma Scale juga akan semakin menurun.. Begitu juga sebaliknya, apabila pasien cidera kepala

direncanakan tersebut dengan membawa uang sebesar Rp25 juta, dikhawatirkan terjadi tindak kejahatan dalam perjalanan dari kantor satker ke toko yang bersangkutan,

Namun berdasarkan temuan hasil survey sebagai penelitian pendahuluan di lapangan, dan analisis dari berbagai sumber, serta simpulan dari beberapa penelitian sebelumnya,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya manusia, teknologi informasi, rekonsiliasi dan sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap