• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN K3 DI LABORATORIUM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN K3 DI LABORATORIUM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN K3 DI LABORATORIUM

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Satria Panji Wijayanto dan Mila Tejamaya

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: panji.satria31@gmail.com

Abstrak

Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja yang memiliki potensi bahaya dan risiko K3 yang cukup besar. Dengan digunakannya berbagai peralatan dan bahan, para pengguna laboratorium, khususnya Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI), terpajan berbagai jenis bahaya seperti bahaya kesehatan dan keselamatan. Oleh karena itu dituntut penerapan metode pengendalian guna mereduksi potensi bahaya dan risiko K3 tersebut. Pelatihan adalah salah satu metode pengendalian yang dapat diterapkan di laboratorium FT, bersamaan dengan metode pengendalian lain baik engineering, administratif, atau dengan alat pelindung diri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan pelatihan K3 yang diperlukan oleh pekerja laboratorium sehingga dapat dilakukan program pelatihan yang efektif dan efisien untuk menjawab permasalahan K3 yang ada di laboratorium. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan metode wawancara mendalam kepada pekerja laboratorium dan observasi di laboratorium. Proses analisis laboratorium meliputi analisis organisasi, pekerjaan, dan personal. Hasil dari analisis organisasi dapat melihat dukungan dari pihak manajemen terkait pelaksanaan K3 di laboratorium, Hasil dari analisis pekerjaan dapat melihat bahaya dan risiko dari pekerjaan di laboratorium, serta analisis personal melihat pengetahuan dan data pelatihan dari pekerja di laboratorium. Pelatihan yang disarankan untuk pekerja laboratorium dan harus diberikan segera yaitu bersifat konseptual dan orientasi mengenai keselamatan di laboratorium.

Training Need Analysis of Occupational Health and Safety in Laboratory, Faculty of Engineering Universitas Indonesia

Abstract

Laboratory is one of hazardous workplace that has potential of occupational health and safety hazards and risk. Due to the usage of variety of equipments and materials, especially in Faculty of Engineering laboratories, Universitas Indonesia (FT UI), the laboratory occupants expose to various types of health and safety hazards. The application of control methods, thus are required in order to reduce the potential of OHS hazards and risks. Training is one kind of the control methods that can be implemented to reduce the risk level in the laboratory in conjunction with other control methods such as engineering, administrative, or personal protective equipment. This study aimed to analyzed the need of OHS training for laboratory workers so the training can effectively and efficiently control the risk level in the laboratories. This research uses a qualitative method with in-depth interview and observation to the laboratory workers in the laboratory. The organization, task, and persoal factors were analysed. The result of this study found that management supports the OHS training implementation. List of hazards and risks from the laboratory activities, previous incident data and also workers knowledge and competencies were established. It was also suggested that orientation training regarding laboratory safety is a mandatory training that need to be provided shortly.

(2)

1. Pendahuluan

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu ilmu terapan yang sangat penting dalam keseharian hidup umat manusia, khususnya pekerja. Sesuai dengan definisi K3 menurut WHO/ILO Joint Committee on Ocuupational Health (1995), K3 adalah upaya promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan. Selain itu, menurut Alli (2008) di dalam Fundamental Principles of Occupational Health and Safety, K3 secara umum didefinisikan sebagai ilmu antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian bahaya yang timbul dari tempat kerja yang dapat mengganggu kesehatan dan kesejahteraan pekerja, dengan mempertimbangkan kemungkinan dampak pada masyarakat sekitar dan lingkungan umum.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan pekerja adalah dengan menambah pelatihan K3 kepada pekerja. Menurut (Soekidjo, 1989), pelatihan merupakan suatu bagian dari proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah perilaku dan di dalam K3 khususnya, pelatihan bertujuan untuk membentuk perilaku kerja yang aman dan selamat.

Pelatihan K3 dapat bersifat umum dan spesifik dengan tujuan sebagai pre-job placement atau refresher training untuk meminimalisasi risiko terjadinya kecelakaan kerja terhadap personil terkait pekerjaan yang akan dilakukan. Begitu pula pekerjaan yang ada di laboratorium. Hal tersebut dilakukan agar pihak laboratorium dapat mengetahui bahaya dan risiko apa saja dalam pekerjaannya sehingga tercipta kondisi laboratorium yang aman dan selamat.

Universitas Indonesia, dengan misinya sebagai World Class Research University, memiliki banyak laboratorium di tiap fakultas untuk menunjang kegiatan baik perkuliahan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Demikian halnya dengan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI). Fakultas Teknik Universitas Indonesia memiliki 7 Departemen dimana terdapat total 48 Laboratorium dari berbagai departemen yang digunakan dalam proses perkuliahan dan penelitian.

Namun, pelatihan K3, khususnya pada laboratorium seringkali tidak mendapatkan perhatian dari pihak manajemen karena dianggap belum terlalu penting untuk dilakukan. Padahal, sebisa mungkin pihak laboratorium telah menyiapkan suatu prosedur K3 di laboratorium sebelum terjadi suatu kecelakaan yang tidak diinginkan. Sebelum itu, perlu

(3)

dilakukan suatu analisis kebutuhan terkait pelatihan K3 yang tepat dan sesuai di laboratorium untuk melihat kebutuhan K3 yang efektik dan efisien untuk diterapkan di laboratorium.

2. Tinjauan Teoritis

Pelatihan didefinisikan sebagai salah satu bentuk proses pendidikan yang bertujuan agar peserta didik memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka. (Soekidjo, 1989).

Dalam K3, perilaku kerja yang aman dan selamat sangat penting untuk ditumbuhkan agar pekerja dapat aman dan selamat dalam melaksanakan pekerjaannya setiap hari. Salah satu cara untuk membentuk dan menumbuhkan perilaku aman dan selamat di tempat kerja yaitu dengan melakukan pelatihan. Beberapa cara untuk melakukan pelatihan yaitu dengan metode diluar pekerjaan dan metode didalam pekerjaan, yaitu (Irianto, 2001) :

1. Metode diluar pekerjaan (off the job side)

Pelatihan dengan menggunakan cara ini berarti peserta pelatihan keluar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya, kemudian mengikuti pelatihan yang menggunakan teknik-teknik belajar mengajar seperti biasa. Pada prinsip metode ini dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu :

a. Teknik presentasi informasi, yaitu bertujuan untuk menyampaikan informasi , mengintroduksikan pengetahuan, sikap-sikap dan keterampilan baru kepada petugas. Harapan akhir dari penyajian ini dengan sendirinya agar pengetahuan, sikap, dan keterampilan tersebut dapat diadopsi oleh peserta pelatihan.

b. Teknik Simulasi, yaitu suatu peniruan karakteristik-karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemekian rupa sehingga para peserta pelatihan dapat merealisasikannya seperti keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian maka apabila para peserta pelatihan kembali ketempat pekerjaan akan bisa melakukan pekerjaan yang bisa disimulasikan tersebut.

(4)

2. Metode didalam pekerjaan (on the job site)

Pelatihan ini berbentuk penugasan pekerja-pekerja baru atau kepada supervisor yang telah berpengalaman. Hal ini berarti pelatih meminta kepada para pekerja yang telah berpengalaman untuk membimbing atau mengajarkan kepada para pekerja baru.

Para pekerja senior yang bertugas untuk membimbing pekerja baru (sebagai trainer) diharapkan memperlihatkan suatu contoh-contoh pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret, yang akan dikerjakan oleh pekerja baru tersebut segera setelah pelatihan selesai.

Bentuk lain dari on the job site adalah metode rotasi pekerjaan. Metode ini umumnya dilakukan pekerja yang sudah lama, kemudian akan dipindahkan tugasnya baik secara vertical (dipromosikan) maupun secara horizontal (ke bagian lain yang sederajat dengan pekerjaan sekarang). Metode rotasi pekerjaan dapat membantu para pegawai untuk mempertahankan tujuan-tujuan karier mereka sebelum menduduki suatu jabatan baru, dan juga memperluas cakrawala para pegawai.

Pelatihan K3 adalah salah satu langkah dalam mengendalikan risiko K3 di suatu organisasi atau perusahaan. Pelatihan K3 berkontribusi sebagai tujuan menyeluruh bisnis perusahaan, dan implementasi dari tanggung jawab kepada masayarakat dengan termasuk di dalamnya sebuah komponen pengendalian risiko K3. (Glendon & McKenna, 1995)

Dalam berbagai regulasi nasional di Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja, terdapat beberapa pelatihan yang berhubungan dengan K3 yang wajib untuk dilaksanakan bagi pekerja. Pelatihan-pelatihan tersebut antara lain :

1. Sertifikasi Ahli K3 Umum

2. Serifikasi Ahli K3 Konstruksi

3. Sertifikasi Ahli K3 Kebakaran

4. Sertifikasi Ahli K3 Listrik

(5)

6. Sertifikasi Juru Las

Pelatihan memiliki posisi strategis guna meningkatkan kinerja dan kapabilitas karyawan. Namun demikian ada sejumlah studi yang menunjukan bahwa fungsi penting pelatihan menjadi tidak efektif karena bebagai sebab. Salah satu sebab yang menonjol mengarah pada sikap manajer yang tidak mengikuti proses pentahapan program pelatihan secara disiplin. Indikasi ini diantaranya terlihat dari diabaikannya salah satu tahap pelatihan yaitu assessment phase yang substansinya dihasilkan lewat training needs assessments atau training needs analysis (TNA). TNA berfungsi sebagai fundamen infomasi bagi manajer dalam menetapkan program pelatihan dalam segala formatnya.

Beberapa ahli telah merumuskan pelatihan menjadi tiga tahapan integratif yaitu assessment phase, implementation phase, dan evaluation phase. Menurut Schuler et al (1992) assessment phase sebagai tahap yang sangat penting untuk menentukan kebutuhan apa saja yang harus direkomendasikan dalam pelatihan termasuk juga bagaimana format dan rancangan pelatihan yang akan diimplementasikan. Tahap ini boleh dikatakan sebagai pengarah bagi tahapan pelatihan lainnya.

Tahapan kedua adalah mengimplementasikan semua keputusan pelatihan yang dihasilkan dari tahapan pertama. Selain menterjemahkan semua informasi dari tahapan pertama,dalam tahap ini manajer juga membuat strategi tentang bagaimana pelatihan secara teknis akan dilaksanakan. Strategi ini mencakup sejumlah persoalan yang berkaitan dengan isi dan proses pelatihan termasuk juga tentang penetapan lokasi, waktu, pelatih, dan seterusnya.

Tahapan ketiga adalah evaluasi yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelatihan yang dilaksanakan telah mencapai target yang ditentukan. Oleh karena itu, kegiatan utama manjer dalam tahap ketiga ini adalah mengadakan pengukuran sampai sejauh mana efektivitas pelatihan dapat dicapai.

Korelasi ketiga tahapan integratif tersebut menjelaskan bahwa penentuan substansi pelatihan dan proses transformasi kebutuhan kedalam tahapan implementasi akan menghasilkan sebuah program yang tidak hanya sekedar disiplin atau taat asas, namun lebih dari itu pada kahirnya dapat membuahkan hasil yang sangat efektif berdasarkan pengukurannya. Stone (1998) menambahkan jika tahapan assessment tidak cukup diperhatikan, pelatihan boleh jadi tidak akan

(6)

konsisten dengan kebutuhan actual. Sayangnya dalam banyak kasus, menurutnya sangat banyak manajer bahkan pada perusahaan besar yang cenderung mengabaikan tahapan petama ini.

Untuk keberhasilan program pelatihan, TNA harus ditetapkan secara carefully analysed, skillfully developed, dan artfully presented. Harus diingat bahwa TNA merupakan fundamen informasi bagi manajer untuk merancang program pelatihan. Menurut Tovey (1997), ada enam tahapan pokok dalam TNA sebagai berikut ini :

1. Dokumentasi Masalah

Tahapan pertama dalam poses TNA ini manajer berupaya menemukan sebanyak mungkin persoalan dan mendokumentasikannya sehingga akhirnya dapat dibuat a considered decision tentang berbagai isu dan bagaimana hal itu dapat mengarahkan pada suatu tindakan analisis. Salah satu cara terbaik untuk melakukan tahap pertama ini adalah melalui wawancara dengan beberapa staff atau pihak tertentu yang diperkirakan terlibat dengan munculnya sejumlah isu yang dipermasalahkan. Informasi yang dapat diperoleh dari tahapan pertama antara lain :

a. Deskripsi lengkap persoalan

b. Sejarah singkat munculnya persoalan

c. Kapan dan bagaimana persoalan terjadi

d. Dampak persoalan terhadap pekerja dan unit organisasinya

e. Tindakan yang siap dilakukan

f. Mengapa manajer/staf memandang fenomena tersebut sebagai suatu persoalan

2. Investigasi Masalah

Setelah memperoleh rumusan yang jelas tentang isu persoalan yang muncul, kini saatnya manajer menginvestigasi segala kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab serta duduk persoalan apa yang sebenarnya. Investigasi tidak dilakukan secara mendalam namun dianggap sudah cukup memadai jika memungkinkan manajer membuat verifikasi bahwa telah terjadi persoalan yang serius dan kemudian memutuskan apakah pelatihan diperlukan atau tidak untuk mengatasinya.

(7)

Langkah selanjutnya adalah manajer mulai merencanakan membuat kerangka analisis. Dalam hal ini manajer mengidentifikasi pelaksanaan analisis itu sendiri berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : urgensi persoalan, kapasitas manajer dalam konteks penyelesaian masalah, akses terhadap beberapa pihak yang dapat diajak konsultasi, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana pendukungnya untuk membuat analisis. Tovey (1997) memberikan sebuah outline yang mungkin dapat digunakan untuk melakukan analisis, yaitu :

a. Identifikasi apa yang ingin dicapai

b. Identifikasi tugas utama analisis

c. Membagi tugas-tugas utama ke dalam sub-tugas

d. Identifikasi mengenai ketersediaan sumber daya manusia (SDM)

e. Identifikasi SDM mana yang dapat melaksanakan tugas

f. Mengulas kembali jadwal dan timeframe yang telah disusun

g. Penjadwalan SDM melaksanakan tugas di dalam timeframe yang telah dibuat

h. Mengulas kembali rencana untuk meyakinkan bahwa semua tindakan akan mengkover seluruh tujuan

i. Perbaikan kembali beberapa rencana sebelum melakukan analisis

Dalam tahapan proses ke tiga ini, perlu ditambahkan adanya tiga tingkatan TNA yang meliputi :

a. Analisis organisasional

Analisis ini berhubungan dengan kebutuhan organisasi secara keseluruhan diikuti dengan identifikasi bagaimana pelatihan dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk mencapai tujuan organisasi. Analisis ini berupaya memahami apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh organisasi.

b. Analisis jabatan

Analisis jabatan ini dapat dikaitkan dengan kebutuhan terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi dan dapat digunakan sebagai informasi tentang substansi utama pekerjaan tersebut untuk selanjutnya dikembangkan standar kinerja. disamping itu juga dimungkinkan untuk

(8)

mengidentifikasi tingkat Skill, Knowledge, and Ability yang dibutuhkan untuk mencapai standar yang telah ditetapkan.

c. Analisis personal

Pada tingkat analisis ini manajer dapat mengkaitkan dengan kebutuhan individual dalam organisasi dan sejauh mana kinerja yang telah dicapainya.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran analisis kebutuhan pelatihan K3 yang diperlukan di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pendekatan desain kualitatif yang bersifat deskriptif. Penulis melakuan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang faktor bahaya dan risiko K3 yang ada di laboratorium FT UI dengan observasi lapangan. Penulis melakukan penelitian di 16 laboratorium dari total 48 laboratorium yang ada di FT UI. Pemilihan laboratorium didasarkan pada laboratorium yang memiliki bahaya dan risiko yang cukup tinggi dari tiap-tiap departemen sehingga tidak dibagi secara sama untuk tiap departemen, menyesuaikan dengan jenis dan alat yang digunakan di laboratorium yang ada di tiap departemen. Di awal, penulis melakukan Job Task Analysis terlebih dahulu untuk melihat Bahaya dan Risiko dari setiap pekerjaan yang dilakukan di laboratorium Penulis menggunakan metode berupa wawancara dan diskusi, serta observasi lapangan. Khusus untuk wawancara dan diskusi, penulis memilih teknisi/laboran laboratorium dan salah satu assisten laboratorium sebagai sarana komunikasi antara penulis dengan pihak laboratorium terkait K3 di laboratorium serta pemilihan sarana pelatihan yang efektif untuk dilakukan di laboratorium.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014 di laboratorium Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan jumlah informan sebanyak 16 orang informan. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan meliputi wawancara kepada laboran dan juga observasi di laboratorium. Sedangkan data sekunder didapat dari telaah dokumen SOP yang ada di laboratorium dan juga buku profil laboratorium Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Data yang telah didapat dianalisis berdasarkan pekerjaan, organisasi, dan juga personal sehingga didapatkan jenis-jenis pelatihan K3 yang dibutuhkan oleh Laboratorium

(9)

FT UI. Hal terakhir yaitu dilakukan triangulasi sumber dan metode untuk validasi data yang telah diperoleh penulis di laboratorium.

4. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti di laboratorium, yang dilanjutkan dengan analisis yang meliputi pekerjaan, organisasi, dan juga personal, didapatkan beberapa hasil terkait analisis kebutuhan pelatihan di laboratorium FT UI.

Berdasarkan hasil analisis pekerjaan yang penulis lakukan di laboratorium dengan metode Job Task Analysis dan juga wawancara mendalam kepada pekerja laboratorium, penulis mendapatkan bahwa terdapat empat aktivitas rutin yang sering dilaksanakan oleh pekerja laboratorium, yaitu membantu praktikum mahasiswa, maintenance rutin alat, administrasi di laboratorium, dan juga membantu penelitian dari dosen atau departemen. Selain itu, beberapa aktivitas yang dilakukan diluar jam kerja di laboratorium meliputi kegiatan administrasi di departemen, membantu penelitian doesn, dan kuliah pada sore hingga malam hari. Aktivitas yang berkaitan langsung dengan risiko yang terjadi di labarotorium seperti persiapan dan pengecekan alat laboratorium, membantu mengoperasikan alat di laboratorium , dan perbaikan kecil alat membutuhkan keahlian dari para pekerja. Jika hal tersebut tidak dilakukan dengan tepat, maka akan membahayakan tidak hanya pekerja laboratorium, tetapi juga praktikan dan juga pengguna yang lain.

Berdasarkan analisis organisasi, hanya 40% laboratorium yang memiliki visi dan misi cukup jelas. Visi dan misi laboratorium belum diketahui oleh laboran di seluruh laboratorium. Dalam hal struktur organisasi, seluruh laboratorium di FT UI telah memiliki struktur yang jelas, namun tidak terdapat bidang khusus yang menangani masalah K3 di laboratorium walaupun sudah terdapat pembagian peran yang cukup jelas antara laboran dan juga assisten laboratorium. Mengenai kebijakan K3 yang ada di laboratorium yang meliputi SOP keselamatan dan SOP kerja sudah dimiliki oleh 46,7% laboratorium. Hal yang perlu ditingkatkan dari manajemen laboratorium yaitu mengenai pelatihan yang ada untuk pekerja laboratorium. Banyak pekerja yang sudah mendapatkan lebih dari satu pelatihan yang dilaksanakan dari pihak universitas, namun sebagian pekerja ada juga yang belum pernah mendapatkan pelatihan.

(10)

Selain itu, fasilitas yang ada di laboratorium seperti alat dan bahan harus mendapat perhatian khusus karena banyak alat yang sudah tua dan kurang layak untuk dioperasikan. Namun pihak manajemen sudah cukup baik dalam pengalokasian dana untuk aktivitas di laboratorium yang meliputi penyediaan Alat Pelindung Diri di 66,7% laboratorium. Berkaitan dengan pengukuran risiko yang ada di laboratorium, hanya ada 6,7% laboratorium yang pernah dilakukan pengukuran risiko K3, itu pun dilakukan oleh mahasiswa yang sedang melakukan tugas akhir di laboratorium yang bersangkutan. Selanjutnya, pihak manajemen harus lebih memperhatikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekerja laboratorium seputar bahaya dan risiko yang ada di laboratorium jika kedepan diadakan pelatihan dari universitas ataupun pelatihan yang diadakan secara mandiri oleh pihak fakultas atau departemen terkait.

Berdasarkan hasil wawancara kepada pekerja laboratorium, mayoritas pekerja laboratorium yang memiliki pengalaman lebih dan masa kerja yang cukup lama telah mendapatkan beberapa pelatihan yang bersifat konseptual, yaitu pelatihan yang berisikan informasi pengetahuan, sedangkan dalam pelaksanaannya, pelatihan yang diberikan masih belum menyeluruh kepada seluruh pekerja laboratorium yang terkait dengan tugasnya.

Selain itu, hanya sebagain kecil yaitu 37,5% pekerja laboratorium yang cukup mengetahui tentang bahaya dan risiko, beberapa hanya mengetahui tentang bahaya dan sebagian lagi hanya mengenai risiko. Namun, para pekerja laboratorium sudah menguasai pekerjaannya dengan cukup baik dikarenakan mereka sudah melakukan hal tersebut setiap hari sehingga keluhan mengenai keselamatan ataupun kesehatan yang dialami oleh pekerja laboratorium masih terbilang sedikit, hanya beberapa insiden parah yang dialami oleh beberapa pekerja laboratorium.

Setelah dilakukan analisis organisasi, analisis pekerjaan, dan analisis personal, kegiatan terakhir yang merupakan hasil dari penilitian ini adalah penulis dapat melakukan kategorisasi pelatihan berdasarkan tujuannya yaitu orientasi, keterampilan, dan pengembangan. Penulis memilih pengkatagorian pelatihan K3 berdasarkan tujuannya yang berasal dari beberapa standar rekomendasi pelatihan di Universitas di Eropa, Asia, Australia, dan Amerika. Selain itu, penulisa menambahkan pelatihan K3 yang berasal dari OSHA Laboratory Safety Guidance dan juga OSHA Training General Industry sebagai pelengkap rekomendasi pelatihan K3.

(11)

Tabel 1. Matriks Kebutuhan Pelatihan K3 di Laboratorium FT UI

Jenis Training Kategori Pelatihan

Nama Laboratorium

SM ERG TRI DPK POT MF TM PP PK MK KOR MT KL MB KE+STL

Hazard Communication Orientasi X X X X X X X X X X X X X X X

General Lab Safety Orientasi X X X X X X X X X X X X X X X

Lab Spesific Training Orientasi X X X X X X X X X X X X X X X

Culture of Safety Orientasi X X X X X X X X X X X

ERP Procedures Orientasi X X X X X X X X X X X X X X X

Hazard Identfication Keterampilan X X X X X X X X X X X X X X X

Noise Expossure Keterampilan X X X X X

Ergonomic Keterampilan X X X X X X X X X X X X X

Electrical Safety Keterampilan X X X X X X X X X X X

Mechanical Hazard Keterampilan X X X X X X X X X X X X

Housekeeping Keterampilan X X X X X X X X

Personal Protective Equipment Keterampilan X X X X X X X X X X X X X X

Medical Services & First Aid Keterampilan X X X X X X X X X X X

Laser Radiation Safety Keterampilan X X X X

Fire Safety Awareness Keterampilan X X X X X X X X X X X X X X X

(12)

Keterangan :

SM : Sistem Manufaktur MB : Mikrobiologi

ERG : Ergonomi KE + STL : Konversi Energi + Sistem Tenaga Listrik

TRI : Tri Matra

DPK : Dasar Proses Kimia : Pelatihan yang mendesak untuk dilakukan

POT : Proses Operasi Teknik

MF : Mekanika Fluida

TM : Teknologi Manufaktur PP : Proses Produksi PK : Perpindahan Kalor MK : Metalurgi Kimia

KOR : Korosi dan Perlindungan Logam

MT : Mekanika Tanah

KL : Kimia Lingkungan

Chemical Safety & Storage Keterampilan X X X X X X

Control of Hazardous Energy

(LOTO) Keterampilan X X X X X X

Waste Disposel & Management Keterampilan X X X X X

Compressed Gasses Keterampilan X X X X

Gas Welding & Cutting Keterampilan X

Biological Agents/Toxic Keterampilan X X X X X

Sertifikasi Ahli K3 Umum Pengembangan X X X X X X X X X X X X X X X

Sertifikasi Juru Las Pengembangan X

Risk Management for

(13)

Berdasarkan ketiga analisis yang telah penulis lakukan, penulis melihat pelatihan yang mendesak untuk dilakukan terletak pada bagian pelatihan yang bersifat orientasi, yaitu mengenai Hazard Communication, General Lab Safety, ERP Procedures, dan Risk Management for Laboratories. Hal ini didasarkan pada pelatihan yang bersifat orientasi dapat merubah perilaku dan pemahaman terkait keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium sehingga pelatihan

(14)

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pelatihan di laboratorium FT UI, didapatkan hasil secara umum pihak Manajemen Laboratorium FT UI belum terlalu maksimal dalam mendukung pelaksanaan pelatihan K3 bagi para pekerja laboratorium. Hal ini terlihat dari visi dan misi perusahaan yang belum sepenuhnya mendukung program K3 dan juga pelatihan yang diberikan kepada pekerja laboratorium belum dilakukan secara merata. Bahaya yang sering ditemukan di tiap laboratorium yaitu bahaya mekanik serta kimia dimana risiko terjadinya insiden tergores, terjatuh, tersandung, terpeleset, serta iritasi bahan kimia cukup tinggi ditambah dengan pengetahuan dan keterampilan pekerja akan bahaya dan risiko yang ada di laboratorium belum menyeluruh. Selain itu, masih terdapat perbedaan distribusi pelatihan yang didapatkan oleh masing-masing pekerja laboratorium. Oleh karena itu, Pelatihan yang mendesak harus dilakukan bersifat orientasi, yaitu mengenai Hazard Communication, General Lab Safety, ERP Procedures, dan Risk Management for Laboratories. Selain itu, jenis pelatihan yang sesuai untuk pekerja laboratroium berdasarkan materinya yaitu bersifat konseptual. Pelatihan tersebut didasarkan pada sifatnya yang dapat merubah pemahaman pekerja terkait keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.

6. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah :

a. Meningkatkan komitmen dan dukungan terhadap pelaksanaan program K3 di laboratorium khususnya pelatihan bagi pekerja laboratorium untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya penerapan nilai-nilai K3 di laboratorium.

b. Menerapkan kebijakan K3 yang menyeluruh di setiap laboratorium agar pekerja senantiasa berperilaku aman dan selamat.

c. Melakukan perencaan pelatihan yang bersifat kontinu dan berkesinambungan agar kedepannya didapatkan program pelatihan yang lebih baik.

d. Melakukan monitoring dan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan K3 dan pelatihan yang ada di laboratorium FT UI untuk memperbaiki kekurangan program-program sebelumnya.

e. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan K3 dan pelatihan yang ada di laboratorium agar berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

(15)

f. Perbaikan dan kelengkapan dari SOP yang ada di laboratorium untuk mempermudah pekerjaan yang ada di laboratorium

g. Melengkapi JSA dan HIRA untuk setiap aktivitas yang ada di laboratorium. h. Melengkapi job description untuk tiap jabatan yang ada di laboratorium. i. Melakukan pengkajian risiko K3 di laboratorium secara berkala.

j. Melengkapi data setiap pekerja laboratorium yang meliputi catatan pelatihan, tingkat pengetahuan dan kebutuhan pelatihan dari setiap pekerja laboratorium agar data tersebut dapat menjadi evaluasi terhadap kondisi dan keadaan dari pekerja laboratorium.

Daftar Referensi

1. Churaeroh, Neneng. 2008. Analisis Kebutuhan Pelatihan K3 Bagi Operator dan Mekanik di Pertambangan Batubara Terbuka PT. X. Depok : FKM UI

2. Fakultas Teknik Universitas Indonesia (2001) Profil Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok : FT UI

3. Irianto, Jusuf. 2001. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan; Dari Analisis Kebutuhan sampai Evaluasi Program Pelatihan. Surabaya : Insan Cendekia

4. Juwita, Reni Sri. Gambaran Analisis Kebutuhan Pelatihan di Rumah Sakit Al-Islam Bandung Tahun 2008. Depok : FKM UI

5. Noe, A. Raymond. 2002. Employee Training and Development. New York : McGraw-Hills Company, Inc

6. Notoatmodjo, Dr. Soekidjo. 1989. Dasar-Dasar Pendidikan dan Pelatihan. Depok : Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

7. Vaughn, Robert H (2005) An Excerpt From The Professional Trainer : A Comprehensive Guide to Planning, Delivering, and EvaluatingTraining Programs. Ohio : Berrett-Koehler Publishers

8. Yuniar, Yovans. 2010. Analisis Kebutuhan Pelatihan K3 di PT. X, Batam Tahun 2010. Depok : FKM UI

Gambar

Tabel 1. Matriks Kebutuhan Pelatihan K3 di Laboratorium FT UI

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian-pengertian geografi yang telah dikemukakan oleh beberapa para ahli bisa digunakan semuanya, akan tetapi hakikat geografi tidak pernah luput dari manusia, wilayah atau

Temuan hasil penelitian adalah materi yang diberikan kepada siswa di DotoDo berupa modul Rubank Elementary Methode Saxophone, dan langkah belajar saxophone

NFC sendiri menyederhanakan komunikasi data antar perangkat yang biasanya harus mengkoneksikan menggunakan Bluetooth maupun Wi-Fi yang memerlukan otentikasi dan

Karya musik Simbor Limbor merupakan bentuk musik representasi terhadap sebuah mitos, dengan pendekatan terhadap kebudayaan masyarakat Melayu desa Sungai Limau sebagai

Pada prinsipnya tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Gambaran penerapan metode komidi putar diskusi di kelas V SDN KIP

Teori ini juga sesuai dengan prilaku komunikasi antarbudaya yang ada di Pondok Pesantren Nurul Falah, bahwa kehidupan sosial atau interaksi yang terjadi di pondok pesantren

Treatment of rabbits with AlCl 3 caused a decrease ( P < 0.05) in the overall means of semen ejaculate volume (EV), sperm concentration, total sperm output (TSO), sperm motility

Polis ini tidak menjamin kerugian atau kerusakan pada harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh, timbul