• Tidak ada hasil yang ditemukan

BINTAN, PULAU YANG MENAKJUBKAN. Oleh. Ricky Rositasari 1) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BINTAN, PULAU YANG MENAKJUBKAN. Oleh. Ricky Rositasari 1) ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BINTAN, PULAU YANG MENAKJUBKAN Oleh

Ricky Rositasari1) ABSTRACT

TREMENDOUS ISLAND OF BINTAN. Bintan is one of the remarkable islands in Indonesia. The fertile soil, the abundant of water sources throughout the year, the various and numerous mineral resources and the beauty that dazzles with white sandy beach are several of the magic. Bauxite is the other magic of the island, since this mineral is the main mine resource of this island. This article explores the huge potency of alumina and the threat of mining activities in Bintan Island, especially in Gunung Kijang District which located in the eastern part of the main island.

PENDAHULUAN

Bintan adalah pulau yang berada di Provinsi Kepulauan Riau, dengan ibu kota Kota Tanjung Pinang. Pemerintah Kabupaten Bintan berada di Bandar Seri Bintan. Posisi Pulau Bintan berada di Semenanjung Selatan Malaysia. Kabupaten Bintan Timur adalah wilayah kabupaten yang tengah menggeliat dengan pembangunan di berbagai bidang, termasuk Kecamatan Gunung Kijang. Aktivitas perekonomian yang menjadi ujung tombak daerah sepanjang pesisir timur Kecamatan Gunung Kijang adalah perkebunan sawit dan kelapa, pariwisata dan pertambangan bauksit dan granit (Bappedabintan, 2014). Penambangan bauksit di Pulau Bintan telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun, terkonsentrasi di Kecamatan Kijang, pada tahun 2010 telah berkembang hingga Kecamatan

Mantang dan Kecamatan Bintan Pesisir (Suyarso, 2014) yang berada di sebelah selatan Kecamatan Gunung Kijang.

Kawasan pertanian dan agrowisata mendominasi tataguna lahan di Pulau Bintan, yakni mencapai 29.250 ha, terutama untuk perkebunan karet dan sawit (Bappedabintan, 2014). Kawasan pemukiman merupakan kawasan terluas kedua yakni mencapai 10.950 ha yang terletak di pusat kegiatan ekonomi. Selain pertanian, kegiatan ekonomi di wilayah ini adalah pawirisata, industri dan pertambangan. Kegiatan industri dan pertambangan dipusatkan di Kecamatan Gunung Kijang (Bappedabintan, 2014). Bauksit merupakan komoditas mineral utama dari Kabupaten Bintan, walaupun demikian terdapat juga komoditas tambang lain seperti granit, andesit, pasir, serta tailing hasil pengolahan bauksit (Rohmana et al., 2007).

1) Kelompok Penelitian Pencemaran dan Bioremediasi Laut, Pusat Penelitian Oseanografi

(2)

Biji bauksit merupakan bahan baku alumunium. Alumunium banyak digunakan dalam bidang konstruksi, transportasi, pengemasan dan listrik. Alumunium juga digunakan untuk bahan pembuatan batu tahan panas (refractories), industri gelas, keramik,

bahan penggosok, dan industri kimia (Plunkert, 2000). Wilayah Bintan dengan kekayaan tambang mineral bauksit dan dampak kegiatan penambangan akan dikupas dalam artikel ini. Gambar 1 memperlihatkan wilayah pesisir Kepulauan Bintan.

Gambar 1. Pulau Bintan, Riau Kepulauan (Sumber: http://www.gosumatra.com/pulau- bintan-kepulauan-riau/).

BINTAN BUMI BAUKSIT Kabupaten Bintan saat ini terdiri dari 241 pulau besar dan kecil, hanya 49 pulau yang dihuni. Luas wilayah keseluruhan mencapai 88.038,54 km2.

Luas daratan 1.313,86 km2 (1,49 %)

dan luas laut 86.724,68 km2 (98,51%)

(Bappedabintan, 2014). Geologi Pulau Bintan tersusun oleh formasi sedimen Pra-Tersier dan Kwarter serta batuan beku yang terdiri dari granit dan diorit. Formasi batuan yang berumur Trias menempati hampir seluruh daratan bagian tengah Pulau Bintan (Rohmana et al., 2007). Menurut Bothe (1925 dalam Hermes & De Vletter, 1942 ) Pulau Bintan dibentuk

oleh batuan dasar vulkanik liparit (porfir kuarsa) yang diduga berumur Permo-Karbon, dengan komposisi yang sama dengan liparit daerah Jambi Formasi batuan dapat ini disebandingkan pula dengan Formasi Pahang Volcanic Series dari Semenanjung Malaya. Batuan dasar tersebut diterobos oleh batuan beku berumur Yura yang terdiri atas granit dan diorit yang membentuk daerah perbukitan (Gambar 2).

Sungai-sungai di Kabupaten Bintan, umumnya merupakan saluran kecil yang dangkal, dengan lebar kurang dari tiga meter digunakan sebagai saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa (Gambar 3). Sungai yang agak

(3)

besar adalah DAS Jago seluas 135,8

km² dan DAS Kawal seluas 93,0 km² digunakan sebagai sumber air minum (Bappedabintan, 2014).

Gambar 2. Lapisan bantuan di wilayah Bintan timur yang kaya akan alumina (Foto: Rositasari, 2015)

Gambar 3. Sungai Alur Putih, Kabupaten Bintan (Foto:Rositasari, 2015)

BIJIH BAUKSIT

Bauksit merupakan mineral bijih alumina yang dimanfaatkan sebagai

bahan galian industri (Gambar 4), sebagai bahan dasar pembuatan logam aluminium. Bauksit adalah bahan mineral

(4)

yang heterogen, yang tersusun dari oksida aluminium, dengan kandungan mineral utama alumunium hidroksida, yaitu berupa gibbsite [AL(OH)3], bohmite [AlO(OH)], dan diaspore. Secara umum bauksit mengandung alumina [Al2O3] sebanyak 45-65 %, Selain itu terdapat beberapa mineral pengotor lain seperti silika (SiO2), oksida besi (Fe2O3) 2-25%, titanium (TiO2) >3 % dan air (H2O) 14-36 % (Anonim, 2015).

Bijih bauksit terbentuk di daerah tropis dan subtropis yang memiliki potensi pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa SiO2 yang rendah. Batuan asal dapat berupa batuan basal, nephelin-syenite, hornfels yang mengalami laterisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit (Rohmana et al., 2007).

Gambar 4. Bauksit (Sumber :www.geology.com) POTENSI DAN PENYEBARAN

Berdasarkan hasil kajian Rohmana et al., (2007), sebaran bahan galian bauksit (lempung alumina) tersebar secara luas di wilayah Pulau Bintan dan sekitarnya. Bauksit merupakan hasil proses pelapukan dari batuan granit yang merupakan batuan dasar dari P. Bintan dan tersebar di 17 lokasi. Umumnya batuan tersebut tersebar membentuk punggungan-punggungan landai, tidak begitu tinggi sehingga memungkinkan terjadinya proses pelapukan secara terus menerus sehingga secara morfologi

membentuk wilayah dataran yang bergelombang. Potensi sebaran bauksit yang cukup besar terdapat di wilayah Kecamatan Bintan Timur, meliputi wilayah daratan dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian besar merupakan wilayah tambang dan bekas tambang bauksit. Wilayah yang mempunyai sebaran cukup luas terdapat di daerah Desa Gunung Lengkuas, Busung, Toapaya dan Ekang Anculai, serta di wilayah pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bintan Timur.

Bauksit merupakan salah satu komoditas tambang yang dianggap

(5)

bernilai ekonomis di Indonesia. Potensi bijih bauksit Indonesia menurut data USGS (United States Geological Survey) tahun 2013, merupakan yang terbesar ke-6 di dunia dan tingkat produksinya berada di peringkat ke-4 di dunia setelah Australia, China dan Brazil (Bray, 2013). Data dari Badan Geologi ESDM menunjukkan jumlah keseluruhan sumber daya bauksit Indonesia mencapai 838,9 juta ton dengan jumlah cadangan bauksit mencapai 302,3 juta ton yang terdiri dari cadangan terkira sebesar 149,5 juta ton dan cadangan terbukti 152,8 juta ton.

Volume ekspor bijih bauksit Indonesia terus meningkat dan pernah mencapai titik tertinggi pada tahun 2011 yakni mencapai 39 juta ton, lalu menurun sebesar 30% karena adanya regulasi Permen ESDM Nomor 7 tahun 2012. Dengan adanya UU Mineral dan batu bara tahun 2009, yang diterbitkan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bauksit di dalam negeri, tahun 2014 bijih bauksit tidak dapat lagi diekspor. Peningkatan jumlah ekspor hingga tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Nilai produksi bauksit Indonesia (Pusat Data Dan Teknologi Informasi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2014)

Konsumsi alumina di Indonesia masih belum dapat ditingkatkan, karena industri pengolahan bijih bauksit masih sangat terbatas. Dampak lain dari masih terbatasnya industri pengolah adalah hampir seluruh hasil produksi tambang harus diekspor dalam bentuk bijih. Saat ini hanya ada satu perusahaan pengguna produk alumina di pasar domestik yaitu PT. Inalum (Indonesia Asahan

Aluminium) yang memproduksi logam aluminium dasar (ingot) untuk dijadikan produk turunan aluminium seperti aluminium rod, bar, billet, slab dan strip.

Berdasarkan data dari Suhala et al. (1995), endapan bauksit yang sudah dieksplorasi dan ditambang di Pulau Bintan telah dikembangkan sejak tahun 1935 oleh Nederland Indische Bauxite Explotatie Maatschappy. Bauksit di

(6)

Kalimantan Barat ditemukan pada tahun 1952 di daerah Bengkayang. Namun, bauksit ini memiliki kadar alumunium yang rendah (34,6%) dan kandungan silika yang tinggi (32,5%) sehingga dianggap memiliki kualitas rendah. Penyebaran bauksit di Kalimantan Barat meliputi kabupaten Ketapang, Sanggau, Landak, Kubu Raya, Pontianak, Bengkayang, hingga ke Singkawang.

Manfaat

Untuk proses pembuatan alumunium, bauksit dilelehkan menjadi alumina yang kemudian diolah menjadi alumunium. Alumunium digunakan untuk membuat benda yang harus ringan bebannya, seperti pesawat terbang atau bahan-bahan untuk atap. Bauksit memiliki banyak manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Kandungan alumina yang terdapat di dalam mineral bauksit dapat dimanfaatkan sebagai penyangga (buffer) katalis yang digunakan dalam proses hydrotreating yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang masih terdapat pada minyak bumi seperti senyawa sulfur, nitrogen dan logam. Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk membuat perabotan rumah tangga seperti wajan, dan panci karena merupakan penghantar panas yang sangat efisien. Bauksit juga dapat digunakan sebagai bahan industri, keramik, logam dan abrasif (Kemenperin, 2016).

Pengolahan, Pengelolaan dan Permasalahan

Proses Bayer merupakan proses andalan yang sampai saat ini masih digunakan oleh seluruh industri pengolahan bauksit di dunia termasuk di Indonesia (Muchtar, 2009). Pada proses Bayer, bauksit dipanaskan pada suhu dan tekanan tinggi dalam soda kaustik untuk membentuk larutan natrium alumina yang menyisakan residu tak larut. Natrium alumina kemudian disaring dan kristal-kristal aluminium hidroksida dipacu untuk terpresipitasi. Aluminium hidroksida dapat dijual sebagai produk setengah jadi atau terkalsinasi membentuk aluminium oksida (alumina) (IAI, 2015).

Limbah hasil pengolahan bauksit disebut dengan lumpur merah, yang berupa senyawa alumina, besi, titan dan silika yang tidak larut. Limbah lumpur berwarna kemerahan dan memiliki pH sekitar 13– 14, biasanya masih mengandung aluminium sebesar 10 – 22%, dan beberapa unsur lain seperti besi sebesar 14 – 35%. Lumpur merah memiliki pH yang sangat basa yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia, gatal-gatal dan penyakit kulit lain. Kebocoran limbah akan merusak ekosistem hingga radius dua km dari tempat pengolaha (Muchtar, 2009). Kandungan kimia dan mineral dari limbah penambangan bauksit dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Kisaran komposisi kimia (%) residu bauksit (IAI, 2015)

Komponen Kisaran umum (%) Fe2O3 20 - 45

(7)

Al2O3 10 - 22

TiO2 4 - 20

CaO 0 - 14

SiO2 5 - 30

Na2O 2 - 8

Tabel 2. Kisaran komposisi mineralogi (%) pada residu bauksit (IAI, 2015)

Komponen Kisaran umum (%)

Sodalite (3Na2O.3Al2O3.6SiO2.Na2SO4) 4 - 40

Goethite (FeOOH) 10 - 30

Hematite (Fe2O3) 10 - 30

Magnetite (Fe3O4) 0 - 8

Silica (SiO2) crystalline and amorphous 3 - 20 Calcium aluminate (3CaO.Al2O3.6H2O) 0 - 20

Boehmite (AlOOH) 0 - 20

Titanium Dioxide (TiO2) anatase and rutile 2 - 15 Muscovite (K2O.3Al2O3. 6SiO2.2H2O) 0 - 15

Calcite (CaCO3) 2 - 20

Kaolinite (Al2O3. 2SiO2.2H2O) 0 - 5

Gibbsite (Al(OH)3) 0 - 5

Perovskite (CaTiO3) 0 - 12

Cancrinite (Na6[Al6Si6O24].2CaCO3) 0 - 50

Diaspore (AlOOH) 0 - 5

Permasalahan dalam pengelolaan bauksit di Kotamadya Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan, telah terjadi sejak tahun 2007 termasuk masalah penambangan di kawasan hutan lindung. Pada tahun 2004 hingga 2006,

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan telah menerbitkan delapan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kuasa Pertambangan (KP) di kawasan hutan lindung (Anonim, 2015).

(8)

Dampak lain yang saat ini terjadi di seluruh lokasi penggalian, terutama di Kecamatan Kijang adalah lahan bekas galian yang terlantar (Gambar 6 dan 7). Bukit berwarna merah atau dataran terbuka dengan alang-alang liar merupakan pemandangan yang banyak

dijumpai di wilayah Bintan. Fenomena lain yang tampak saat ini di daerah bekas penambangan adalah genangan air di kolong yang berwarna hijau hingga hijau toska yang ditinggalkan sejak dihentikannya kegiatan penambangan bauksit tahun 2014

Gambar 6. Tanah merah bekas tambang yang ditinggalkan (Foto: Rositasari, 2015)

(9)

Carut marut yang saat ini sedang terjadi di wilayah Pulau Bintan sebagai dampak dari gagalnya pengendalian dan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan bauksit sebenarnya tidak perlu terjadi mengingat Bappeda Bintan telah membuat naskah akademik tentang Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bintan Tahun anggaran 2014 yang salah satunya membahas tentang Kebijakan Penataan Ruang Daerah, yang berisi:

“Berdasarkan Peraturan Derah Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun 2012, tujuan penataan ruang wilayah adalah mewujudkan Kabupaten Bintan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Berbasis Industri, Pariwisata, Kelautan dan Perikanan melalui Optimasi Pemanfaatan Ruang yang Terintegrasi serta Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan”.

PENUTUP

Pulau Bintan hanya salah satu dari pulau di Indonesia yang memiliki ‘sejuta’ keajaiban. Tanah yang subur, kekayaan laut yang melimpah, pantai yang cantik, sumber air yang melimpah sepanjang tahun dan yang utama adalah kandungan bauksit yang melimpah. Saat ini Pulau Bintan bagian timur terutama di Kecamatan Gunung Kijang hingga Tanjung Uban, geliat pembangunan sangat nyata terlihat. Pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan sawit, pembangunan kawasan ekonomi, perumahan dan pertambangan terus

berlangsung. Saat ini secara garis besar terdapat tiga jenis lahan kritis di Pulau Bintan, yaitu lahan kritis yang berasal dari pembukaan lahan yang kemudian ditinggalkan untuk selama beberapa tahun menjadi pemandangan biasa sepanjang pesisir timur Pulau Bintan. Lahan kritis lain adalah lahan dengan rumput hitam karena pernah dibakar untuk menekan biaya pembukaan lahan, dan lahan kritis yang berupa perbukitan atau cekungan berwarna merah atau berpasir putih menyilaukan bekas penambangan bauksit. Kondisi memprihatinkan ini sangat ironis jika melihat betapa melimpahnya ‘hadiah’ yang telah diberikan bumi Pulau Bintan pada pemangku kepentingan, lalu keperdulian apakah yang kita berikan pada bumi yang murah hati ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Bauksit. http:// i n f o t a m b a n g . c o m /

bauksit-p577-151.htm (diakses

tanggal 12 Oktober 2016). Hermes, J. J. and D. R. De Vletter.

1942. Contribution to the petrography ot Bintan (Riouw-Lingga Arehipelago). Proc. Ned. Akad. v. Wetenseh., Amsterdam, XLV: 82-90 IAI. (International Aluminium

Institute). 2015. Manajemen Residu Bauksit: Pelaksanaan Tindakan yang Terbaik. World Alumunium. http://bauxite.

world-aluminium.org (Diakses

(10)

Muchtar, A. 2009. Pemrosesan Red Mud – Limbah Ekstraksi Alumina dari Bijih Bauksit Bintan untuk Memperoleh kembali Alumina dan Soda. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 5 (14): 11-18.

Bappedabintan. 2014. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bintan Tahun Anggaran 2014. http:// ppsp.nawasis.info/dokumen/ perencanaan/sanitasi/pokja/bp/ kab.bintan. (Diakses tanggal 2 Mei 2016)

Bray, E. L. 2013. Bauxite and Alumina.

http://minerals.usgs.gov/ minerals/pubs/commodity

(diakses tanggal 13 Oktober 2016)Kemenperin, 2016. Nilai Tambah 85 Kali Lipat, Industri Pengolahan Bauksit Dipacu. Siaran pers. http://www. kemenperin.go.id/artikel/15059

(Diakses 14 tanggal Oktober 2016)

Plunkert, P. A. 2000. Bauxite and alumina. U.S. Geological Survey Minerals Yearbook: 11.1 – 11.6

Rohmana, E., K. Djunaedi, dan M. P. Pohan. 2007. Inventarisasi Bahan Galian pada Bekas Tambang di Daerah Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan Tahun 2007. Pusat Sumber Daya Geologi.

Suyarso. 2014. Increasing of Mining Activities at Bintan and Its Surrounding Islands Since 1990 – 2010 and Its Impact to The Coastal Ecosystem. J. Segara, 10 (1): 43-50

Suhala, S., A. F. Yoesoef dan Muta’alim. 1995. Teknologi Pertambangan Indonesia. Buletin Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta: 5-11.

Gambar

Gambar 1. Pulau Bintan, Riau Kepulauan (Sumber: http://www.gosumatra.com/pulau-       bintan-kepulauan-riau/).
Gambar 2. Lapisan bantuan di wilayah Bintan timur yang kaya akan alumina (Foto:
Gambar 4. Bauksit (Sumber :www.geology.com) POTENSI DAN PENYEBARAN
Gambar 5. Nilai produksi bauksit Indonesia (Pusat Data Dan Teknologi Informasi,   Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2014)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Apa yang disampaikan oleh Pak Dinggah sebagaimana kutipan di atas menunjukkan bahwa selama ini para pihak telah banyak yang terlibat dan menawarkan berbagai program, namun

[r]

32 Tabel 1.31 Aset Produktif Bank Umum Konvensional dan Kualitas Kredit Bank Umum kepada Bank Lain Tabel baru dgn nomor baru 33 Tabel 1.32 Aset Produktif dan Kualitas Kredit Bank

Dalam masyarakat modern untuk kebutuhan hidupnya semakin tergantung pada layanan pihak lain (layanan profesional), seperti kebutuhan dasar pangan, sandang, papan,

Pelajar yang Pelajar yang bermotiva bermotiva si si intrinsik intrinsik adalah lebih cenderung untuk melibatkan diri dalam tugas sukarela seperti menolong adalah lebih

Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian P Padmaja dkk pada tahun 2015 terhadap 100 orang, dimana 50 pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan 50 orang sehat yang

Belakangan ini telah dilakukan usaha-usaha pengendalian terhadap akarid; caplak dan tungau yang diketahui sebagai ektoparasit pada ternak ruminansia dengan cendawan tersebut..

Sumbangan informasi bagi Bank Syariah untuk menjadi masukan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi Preferensi Nasabah memilih Bank Syariah khususnya terkait