• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG KOMPLIKASI MASA NIFAS DI PUSKESMAS PULAU BANDRING PERIODE MEI 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG KOMPLIKASI MASA NIFAS DI PUSKESMAS PULAU BANDRING PERIODE MEI 2017"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

53

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG KOMPLIKASI MASA NIFAS DI PUSKESMAS PULAU

BANDRING PERIODE MEI 2017

MENI FUZI ASTUTI TANJUNG

DOSEN STIKES SAKINAH HUSADA TANJUNG BALAI

ABSTRACT

According to a World Health Organization (WHO) study in six developing countries, the risk of maternal deaths between the ages of 14-23 years increased by 40 percent if they did not know the puerperal complications. This mortality rate increased to 480%. About 40% of postpartum deaths occur after the baby is born. Knowing postpartum complications can reduce 22% maternal mortality.

This study aims to determine the level of postpartum knowledge about postpartum complications. This research is descriptive by using primary data, especially on all postpartum mothers at Bandring Island Community Health Center May 2017 period.

Results of research based on age majority 20-35tahun as many as 18orang, based on education majority of elementary education that is 17orang, and based on majority of information source get information from electronic media that is as much 24 people.

It is suggested to postpartum to add more knowledge about postpartum complication and more to seek information from various sources of information available so that postpartum can know postpartum complication at the time of giving birth to get healthy generation.

Keywords: Postpartum complication PENDAHULUAN

Kematian dan kesakitan akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas saat ini di dunia masih sangat tinggi. Pada tahun 2007 setiap 1 menit di dunia seorang ibu meninggal dunia. Dengan demikian dalam 1 tahun ada sekitar 600.000 orang ibu meninggal saat melahirkan. Sedangkan di Indonesia dalam 1 jam terdapat 2 orang ibu meninggal karena komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas (Ide Bagus, 2009).

Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6-8 minggu pasca melahirkan (prawirohardjo,2005). Masa nifas merupakan masa yang rawan karena ada beberapa risiko yang mungkin terjadi pada masa nifas, antara lain : anemia, pre-eklampsia / eklampsia, perdarahan post partum, depresi masa nifas, dan infeksi masa nifas. Diantara resiko tersebut ada dua yang paling sering mengakibatkan kematian pada ibu nifas, yakni infeksi dan perdarahan. Adapun penyebab langsung yang berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Kematian ibu pada masa nifas biasanya disebabkan oleh infeksi nifas (10%), ini terjadi karena kurangnya perawatan pada luka, perdarahan (42%) (akibat robekan jalan lahir, sisa placenta dan atonia uteri), eklampsi (13%), dan komplikasi masa nifas (11%) (Siswono, 2005).

Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) di enam negara berkembang, resiko kematian ibu nifas antara usia 14-23 tahun meningkat 40 % jika tidak mengetahui komplikasi masa nifas. Angka kematian ini meningkat menjadi 480 %. Sekitar 40 % kematian ibu nifas terjadi setelah bayi lahir . Mengetahui kompikasi masa nifas dapat mengurangi 22% kematian ibu nifas (Roesli U, 2008).

Agar tidak terjadi masalah pada saat masa nifas petugas kesehatan seharusnya melakukan pengawasan yang intensif pada pasien pasca melahirkan apabila pasien tersebut masih dalam perawatan di rumah sakit seperti melakukan kunjungan ulang 2-6 jam pasca melahirkan untuk mendeteksi adanya perdarahan dan komplikasi lainnya yang berhubugan dengan masa nifas, namun apabila pasien telah diperbolehkan pulang, petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada pasien tentang tanda-tanda bahaya masa nifas agar pasien dapat mengerti dan memahami bahwa hal tersebut harus membutuhkan tindakan segera di Rumah sakit, serta menganjurkan pasien

(2)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

54

kontrol sesuai dengan jadwal yang ditentukan untuk mengetahui sub involusi telah berjalan dengan baik serta untuk mendeteksi secara dini adanya suatu komplikasi.

Asuhan masa nifas sangat di perlukan dalam periode masa nifas karena masa nifas merupakan masa kritis untuk ibu dan bayi. Dengan demikian diperlukan suatu upaya untuk mencegah terjadinya suatu masalah tanda bahaya masa nifas. Untuk itu di perlukan suatu peran serta dari masyarakat terutama ibu nifas untuk memiliki pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas. Selain itu juga diperlukan peran serta dari tenaga kesehatan dengan memberikan konseling selama kehamilan, setelah persalinan, dan melakukan kunjungan rumah yaitu KN.1 dan KN.2 sesuai standart pelayanan. Dari upaya tersebut diharapkan dapat mengetahui dan mengenal secara dini tanda-tanda bahaya masa nifas, sehingga bila ada kelainan dan komplikasi dapat segera terdeteksi (Prawirohardjo, 2005).

Kemudian ibu juga sering mengalami masalah-masalah pada masa nifas yang timbul akibat ketidaktahuannya, misalnya ibu menahan urinenya karena takut akan robek kembali jahitan pada alat genetalianya, nyeri pada abdomen yang kadang-kadang ibu beranggapan bahwa hal tersebut abnormal padahal nyeri tersebut akibat involusi uterus, pembengkakan mamae sehingga menjadi mastitis oleh karena ketidaktahuan ibu tentang teknik menyusui ataupun perawatan mammae pada masa nifas, selain itu rendahnya tingkat pendapatan ekonomi dan pendidikan keluarga dan masih banyak praktek lokal yang sangat merugikan ibu seperti memiliki pantang makanan tertentu seperti ikan, telur, cumi-cumi, udang, kepiting yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk proses metabolisme ibu serta sebagai cadangan energi untuk proses persalinan dan laktasi. (Albertin Y.R Nggelan, 2009 ).

Banyak ibu nifas yang mengalami masalah bahaya masa nifas, yang tidak di ketahui atau terdeteksi oleh tenaga kesehatan. Penyebab tidak di ketahuinya masalah bahaya masa nifas yaitu kurangnya pengetahuan ibu nifas. Dimana yang mempengaruhi pengetahuan dari ibu nifas yaitu faktor (pendidikan, usia, pekerjaan, informasi, pengalaman, lingkungan, sosial ekonomi, sosial budaya) dan juga konseling dari tenaga kesehatan selama kehamilan dan setelah persalinan (Notoadmodjo, 2005).

TINJAUAN PUSTAKA Tujuan Asuhan Masa Nifas

Menurut Prawirohardjo (2002), tujuan asuhan masa nifas : 1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.

4. Memberikan pelayanan keluarga berencana. Periode Masa Nifas

Menurut Arif Mansjoer (2002), nifas di bagi dalam 3 periode :

1.

Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2.

Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

3.

Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.

Kunjungan Masa Nifas

Menurut Prawirohadjo (2002) paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.

(3)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

55 a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan rujuk bila perdarahan berlanjut.

c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

d. Pemberian ASI awal.

e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir. 2. 6 (enam) hari setelah melahirkan (persalinan)

a. Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal. c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari hari.

1. 2 (dua) minggu setelah persalinan

a. Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal. c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyuIit.

e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari hari.

2. 6 (enam) minggu setelah persalinan

a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu atau bayi alami. b. Memberikan konseling untuk KB secara dini.

Komplikasi Masa Nifas

Perdarahan nifas dinamakan sekunder bila terjadi 24 jam/lebih sesudah persalinan. Perdarahan ini bisa timbul pada minggu kedua masa nifas. Perdarahan sekunder ini ditentukan <1% dari semua persalinan. Perdarahan dari vagina atau lokhia berlebihan pada 24 jam sampai 42 hari sesudah persalinan dianggap sebagai perdarahan post partum sekunder dan memerlukan pemeriksaan serta pengobatan segera. Perdarahan post partum sekunder paling sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda-tanda awalnya. (Calvin, 2007)

Perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40 hari biasanya disebabkan oleh adanya sub involusi uteri. Penderita disuruh tidur dan diberi tablet ergometrin, umumnya perdarahan berhenti. Bila perdarahan tetap ada, maka sebaiknya dilakukan kerokan untuk menyingkirkan kemungkinan sisa-sisa plasenta (Murshall F, 2012)

Infeksi Masa Nifas

Haid pertama sesudah persalinan kadang-kadang banyak, akan tetapi tidak jarang ini dapat diatasi dengan tidur. Bila serviks tidak hiperemik, meradang dan erosi; dan ada persangkaan kearah keganasan maka pengobatan dengan kauterisasi (kimiawi, elektrik) atau cryosurgeri sudah cukup untuk kelainan tersebut. Pemeriksaan sesudah 40 hari tidak merupakan pemeriksaan terakhir. Lebih-lebih bila ditemukan kelainan-kelainan meskipun sifatnya ringan. Hal ini akan banyak sekali manfaatnya agar wanita jangan sampai menderita penyakit-penyakit yang makin lama makin berat hingga tidak dapat atau susah diobati. Misalnya bila ternyata ada gejala-gejala karsinoma serviks uteri stadium III-IV (Iskandar, 2007)

Etiologi :

a. Kelainan kongenital uterus b. Inversio uteri

(4)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

56

d. Penghentian pengobatan dengan estrogen untuk menghentikan laktasi e. Pengeluaran plasenta dan selaputnya tidak lengkap

Perdarahan sedikit mungkin menimbulkan syok pada ibu yang menderita anemia berat. Syok harus segera diatasi dan cairan yang hilang harus segera diganti. Sedapat mungkin ibu dirujuk dengan anggota keluarganya yang akan menjadi donor darah. Berikan suplementasi zat besi setelah perdarahan. Perdarahan dapat terjadi kapan saja sesudah bayi lahir. Ruptura uteri dapat terjadi dalam persalinan tanpa tampak adanya perdarahan keluar ( Ambarwati, 2009)

Gejala Pre-Eklamsi Pada Ibu Nifas

Dapat juga dimulai dengan pemberian 0,5 mg ergometrin IM, yang dapat diulang dalam 4 jam atau kurang. Perdarahan yang banyak memerlukan pemeriksaan tentang sebabnya. Apabila tidak ditemukan inversio uteri atau mioma submukosum yang memerlukan penanganan khusus, kerokan dapat menghentikan perdarahan. Pada tindakan ini perlu dijaga agar tidak terjadi perforasi.

1. Sakit Kepala

Nyeri kepala pada masa nifas dapat merupakan gejala preeklampsia, jika tidak diatasi dapat menyebabkan kejang maternal, stroke,koagulopati dan kematian.

Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah :

a.

Sakit kepala hebat

b.

Sakit kepala yang menetap

c.

Tidak hilang dengan istirahat

d.

Depresi post partum

Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut, ibu mungkin menemukan bahwa penglihatannya menjadi kabur atau berbayang. Sakit kepala yang hebat disebabkan karena terjadinya edema pada otak dan meningkatnya resistensi otak yang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, yang dapat menimbulkan kelainan serebral (nyeri kepala, kejang) dan gangguan penglihatan.

2. Nyeri epigastrium

Nyeri daerah epigastrium atau daerah kuadran atas kanan perut, dapat disertai dengan edema paru. Keluhan ini sering menimbulkan rasa khawatir pada penderita akan adanya gangguan pada organ vital di dalam dada seperti jantung, paru dan lain-lain.

Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan. Sedangkan eklampsia merupakan penyakit lanjutan pre-eklamsia, yakni gejala di atas ditambah tanda gangguan saraf pusat, yakni terjadinya kejang hingga koma, nyeri frontal, gangguan penglihatan, mual hebat, nyeri epigastrium, dan hiperrefleksia. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain karena terjadi reimplantasi amnion ke dinding rahim pada trimester ke-3 kehamilan. Pada keadaan ibu yang tidak sehat atau asupan nutrisi yang kurang, reimplantasi tidak terjadi secara optimal sehingga menyebabkan blokade pembuluh darah setempat dan menimbulkan hipertensi. Diagnosis hipertensi dapat dibuat jika kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih, dan tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Penentuan tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali perlu me-nimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. Edema juga terjadi karena proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.

(5)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

57 3. Penglihatan Kabur

Perubahan penglihatan atau pandangan kabur, dapat menjadi tanda preeklampsi. Masalah visual yang mengidentifikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual mendadak, misalnya penglihatan kabur atau berbayang, melihat bintik-bintik (spot) , berkunang-kunang.

Selain itu adanya skotoma, diplopia dan ambiliopia merupakan tanda-tanda yang menunjukkan adanya pre-eklampsia berat yang mengarah pada pre-eklampsia. Hal ini disebabkan adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks cerebri atau didalam retina (edema retina dan spasme pembuluh darah). Perubahan penglihatan ini mungkin juga disertai dengan sakit kepala yang hebat.

Pada preeklamsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri. Skotoma, diplopia, dan ambliopia pada penderita preeklamsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina. Perubahan pada metabolisme air dan elektrolit menyebabkan terjadinya pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini akan diikuti dengan kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum dan sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia. Elektrolit, kristaloid, dan protein dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklamsia. Konsentrasi kalium, natrium, kalsium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas-batas normal. Gula darah, bikarbonat dan pH pun normal. Kadar kreatinin dan ureum pada preeklamsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria. Protein serum total, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotic plasma menurun pada preeklamsia. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat dengan nyata dan kadar tersebut lebih meningkat lagi pada preeklamsia.

Tanda dan Gejala

a. Peningkatan tekanan darah yang cepat b. Oliguria

c. Peningkatan jumlah proteinuri d. Sakit kepala hebat dan persisten e. Rasa mengantuk f. Penglihatan kabur g. Mual muntah h. Nyeri epigastrium i. Hiperfleksi METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui pengetahuan Ibu tentang Komplikasi Masa Nifas.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis Data

Jenis data yang dilakukan oleh peneliti yaitu bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer yaitu data yang di peroleh dari peninjauan langsung lapangan dengan menggunakan kuesioner yang telah di rancang sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas terhadap komplikasi masa nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017 yang diperoleh dari 42 responden berdasarkan karakteristik ibu nifas adalah sebagai berikut:

(6)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

58 HASIL

Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Umur, Pendidikan, dan Sumber Informasi di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

No. Variabel Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur a. <20 tahun 15 35,71 b. 20-35 tahun 18 42,86 c. >35 tahun 9 21,43 Total 42 100 2. Pendidikan a. SD 17 40,47 b. SMP 9 21,43 c. SMA 10 23,81 d. Perguruan Tinggi 6 14,29 Total 42 100 3. Sumber Informasi a. Media Cetak 10 23,81 b. Media Elektronik 24 57,14 c. Tenaga kesehatan 8 19,05 Total 42 100

Sumber: Hasil responden Ibu Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

Dari tabel di atas dapat diketahui berdasarkan umur, mayoritas pada umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 18 orang (42,86%) dan minoritas pada umur >35 tahun yaitu sebanyak 9 orang (21,43%), berdasarkan pendidikan mayoritas pada pendidikan SD yaitu sebanyak 17 orang (40,47%) dan minoritas pada pendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak 6 orang (14,29%), berdasarkan sumber informasi mayoritas mendapatkan informasi dari media elektronik yaitu sebanyak 24 orang (57,14%) dan minoritas mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak 8 orang (19,05%),.2

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Komplikasi Masa Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

No. Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Baik 9 21,43

(7)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

59 3. Kurang 20 47,62 Total 42 100

Sumber: Hasil responden Ibu Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 20 orang (47,62%) dan minoritas berpengetahuan baik sebanyak 9 orang (21,43%)

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Umur

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Umur Tentang Komplikasi Masa Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

Sumber : Hasil responden Ibu Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Pendidikan

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas berdasarkan Pendidikan Tentang Komplikasi Masa Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

No. Pendidikan

Pengetahuan

Jumlah

Baik Cukup Kurang

F % F % F % F % 1. SD - - 5 11,90 12 28,57 17 40,47 2. SMP 1 2,38 3 7,15 5 11,90 9 21,43 3. SMA 2 4,76 5 11,90 3 7,15 10 23,81 No. Umur Pengetahuan Jumlah

Baik Cukup Kurang

F % F % F % F %

1. <20 tahun 2 4,76 2 4,76 11 26,19 15 35,71

2. 20-35 tahun 2 4,76 10 23,81 6 14,29 18 42,86

3. >35 tahun 5 11,91 1 2,38 3 7,14 9 21,43

(8)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

60 4. Perguruan Tinggi 6 14,29 - - - - 6 14,29 Jumlah 9 21,43 13 30,95 20 47,62 42 100

Sumber : Hasil responden Ibu Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan pendidikan mayoritas berpengetahuan kurang pada pendidikan SD sebanyak 12 orang (28,57%) dan minoritas berpengetahuan baik pada pendidikan SMP sebanyak 1 orang (2,38%).

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Sumber Informasi

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Komplikasi Masa Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

No. Sumber Informasi

Pengetahuan

Jumlah

Baik Cukup Kurang

F % F % F % F %

1. Media Cetak 2 4,77 9 21,43 13 30,96 24 57,14

2. Media Elektonik 3 7,14 3 7,14 4 9,52 10 23,81

3. Tenaga Kesehatan 4 9,52 1 2,38 3 7,14 8 19,05

Jumlah 9 21,43 13 30,95 20 47,62 42 100

Sumber : Hasil responden Ibu Nifas di Puskesmas Pulau Bandring Periode Mei 2017

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan sumber informasi berpengetahuan kurang pada pengambilan informasi dari media cetak sebanyak 13 orang (30,96%) dan minoritas berpengetahuan cukup pada pengambilan informasi dari tenaga kesehatan sebanyak 1 orang (2,38%).

Pembahasan

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Umur

Dari hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan umur mayoritas berpengetahuan kurang pada umur <20 tahun sebanyak 11 orang (26,19%) dan minoritas berpengetahuan cukup pada umur >35 tahun sebanyak 1 orang (2,38%). Hal ini sesuai dengan teori Mubarak (2010) yang mengatakan bahwa umur yang baik untuk nifas adalah umur 20-35 tahun, karena umur tersebut merupakan masa yang aman untuk nifas. Umur 20 tahun rahim dan bagian-bagian tubuh lainnya sudah benar-benar siap untuk menerima kehamilan dan pada umur tersebut wanita sudah dewasa dan siap untuk menjadi ibu dan umur 35 tahun merupakan umur resiko untuk reproduksi. Hal ini sesuai dengan teori Soehardjo (2006) yang mengatakan bahwa semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja, sehingga semakin tinggi umur ibu semakin tinggi pula pengetahuannya. Ibu dengan umur yang terlalu muda akan memiliki pengalaman dan pengetahuan yang kurang. Menurut asumsi penulis, tidak ada kesenjangan pada hasil penelitian dan teori, hal ini disebabkan karena semakin tinggi umur seseorang maka semakin luas pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh sehingga umur mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang dengan kata lain pengetahuan akan semakin baik. Dalam penelitian ini umur >35 tahun tidak menjadi mayoritas berpengetahuan baik dikarenakan jumlah populasinya lebih sedikit dibandingkan yang berumur <20 tahun dan 20-35 tahun bukan karena pengetahuan atau pengalamannya yang kurang.

(9)

Jurnal Ilmiah Maksitek

ISSN: 2548-429X

Vol.2,No.3,

Agustus 2017

61 Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Pendidikan

Dari hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan pendidikan mayoritas berpengetahuan kurang pada pendidikan SD sebanyak 12 orang (28,57%) dan minoritas berpengetahuan baik pada pendidikan SMP sebanyak 1 orang (2,38%).Hal ini sesuai dengan teori Maheswari (2009) yang mengatakan bahwa pendidikan yang berbeda-beda akan mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah dapat diterima dan dilaksanakan. Berdasarkan teori Sanjaya, A (2007) semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan (Sanjaya A, 2007). Menurut asumsi penulis tidak ada kesenjangan antara hasil penelitian dan teori karena dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan lebih banyak mendapatkan informasi dan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama tentang kom[likasi masa nifas dan rasa ingin tahunya lebih tinggi daripada ibu yang berpendidikan rendah. Dalam penelitian ini pendidikan perguruan tinggi tidak menjadi mayoritas berpengetahuan baik dikarenakan jumlah populasinya lebih sedikit dibandingkan pendidikan lainnya.

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Sumber Informasi

Dari hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan sumber informasi berpengetahuan kurang pada pengambilan informasi dari media cetak sebanyak 13 orang (30,96%) dan minoritas berpengetahuan cukup pada pengambilan informasi dari tenaga kesehatan sebanyak 1 orang (2,38%). Menurut Notoatmodjo (2010) sumber informasi merupakan saluran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat. Menurut asumsi penulis bahwa melalui sumber informasi para ibu nifas dapat mengetahui lebih banyak tentang komplikasi masa nifas sehingga mendorong ibu nifas untuk melakukan pemeriksaan sebelum persalinannya nanti. Media elektronik yang menjadi mayoritas sedangkan media tenaga kesehatan tidak menjadi mayoritas dikarenakan ibu nifas di klinik haryantari pekerjaannya petani sehingga tidak memiliki waktu ke sarana kesehatan sehingga ibu tidak biasa mendapatkan informasi tentang komplikasi masa nifas pada saat dilakukannya penyuluhan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan “Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Komplikasi Masa Nifas di Puskesmas Pulau Bandring 2017” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik ibu nifas berdasarkan umur mayoritas pada usia 20-35 tahun, berdasarkan pendidikan mayoritas pada pendidikan SD dan berdasarkan sumber informasi mayoritas pada media elektronik.

2. Tingkat pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan umur mayoritas berpengetahuan kurang pada kelompok umur <20 tahun dan minoritas berpengetahuan cukup pada kelompok umur >35 tahun.

3. Tingkat pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan pendidikan mayoritas berpengetahuan kurang pada kelompok pendidikan SD dan minoritas berpengetahuan baik pada kelompok pendidikan SMP.

4. Tingkat pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi masa nifas berdasarkan sumber informasi mayoritas berpengetahuan kurang dari media cetak dan minoritas berpengetahuan cukup dari tenaga kesehatan sebanyak

Saran

1. Disarankan kepada tenaga kesehatan di tpulau bandring untuk dapat lebih meningkatkan penyuluhan tentang komplikasi masa nifas

2. Disarankan kepada masyarakat pulau bandring untuk lebih sering mengikuti penyuluhan yang berkaitan tentanng komplikasi masa nifas

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan strategi guru dalam mengajarkan amar ma‟ruf nahi munkar pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs Hasyim Asy‟ari Kota Batu yaitu guru membuat RPP yang dapat membantu

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahksn kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen, yang bertujuan untuk mengetahui: 1) Bagaimanakah motivasi dan hasil belajar peserta didik yang diajar menggunakan

The study of Gric e’s cooperative principle and presupposition are wide, but this research only focuses on flouting of the Cooperative Principle’s maxims and

Penelitian ini bertujuan membangun sebuah algortima teknik menyembunyikan informasi ke dalam dokumen digital dan mengekstraksinya dengan Watermarking menggunakan metode DCT

Untuk kasus Indonesia masa transisi pemerintahan Soeharto ke pemerintahan reformasi (1998-1999) telah memunculkan gerakan netralitas politik birokrasi yang

Dalam rangka meningkatkan performa dan kinerja , banyak perusahaan mencoba untuk membangun sebuah sistem yang didasarkan pada konsep &#34;relationship management&#34; untuk

Pada Tabel 3 tekstur tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan jenis penggunaan kemasan selama penyimpanan buah.. Buah salak yang baru dipetik