• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Cerna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Cerna"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Infeksi Bakteri yang Menyebabkan Diare Infeksi Bakteri yang Menyebabkan Diare

oleh Liana Srisawitri, 0906554346 oleh Liana Srisawitri, 0906554346

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut. Diare Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut. Diare ini disebut juga diare toksigenik.

ini disebut juga diare toksigenik.11Bakteri-bakteri penyebab diare antara lain sebagai berikut.Bakteri-bakteri penyebab diare antara lain sebagai berikut.

Esc

Escheriheri chichi a a coli coli 22

 E. coli

 E. coli yang menyebabkan  yang menyebabkan diare diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya.diare diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya.  E. coli

 E. coli Enteropatogenik (EPEC)Enteropatogenik (EPEC)

EPEC merupakan penyebab diare yang penting pada bayi, terutama di negara berkembang. EPEC merupakan penyebab diare yang penting pada bayi, terutama di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare di ruang perawatan di negara maju. EPEC EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare di ruang perawatan di negara maju. EPEC menempel pada mukosa usus halus. Faktor yang diperantarai oleh kromosom meningkatkan menempel pada mukosa usus halus. Faktor yang diperantarai oleh kromosom meningkatkan  perlekatan. Terjadi

 perlekatan. Terjadi kehilangan mikrovili kehilangan mikrovili (penumpulan) dan (penumpulan) dan pembentukan tumpuan pembentukan tumpuan filamen aktinfilamen aktin atau struktur mirip mangkuk. Kadang-kadang EPEC masuk ke dalam sel mukosa. Akibat infeksi atau struktur mirip mangkuk. Kadang-kadang EPEC masuk ke dalam sel mukosa. Akibat infeksi EPEC adalah diare encer yang biasanya sembuh sendiri walaupun dapat juga menjadi kronik. EPEC adalah diare encer yang biasanya sembuh sendiri walaupun dapat juga menjadi kronik.  E. coli

 E. coli Enterotoksigenik (ETEC)Enterotoksigenik (ETEC)

ETEC, biasanya menginfeksi manusia melalui makanan,

ETEC, biasanya menginfeksi manusia melalui makanan, adalah penyebab umum “diareadalah penyebab umum “diare wisatawan” dan penyebab diare yang sangat penting pada bayi di negara berkembang. Faktor wisatawan” dan penyebab diare yang sangat penting pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC spesifik untuk mendorong perlekatan ETEC pada sel epitel usus halus manusia. kolonisasi ETEC spesifik untuk mendorong perlekatan ETEC pada sel epitel usus halus manusia. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas (LT) yang berada di Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas (LT) yang berada di  bawah kendali genetik plasmid. Subu

 bawah kendali genetik plasmid. Subunit B-nya menempel pada nit B-nya menempel pada gangliosida GM1 di brush bordergangliosida GM1 di brush border sel epitel usus halus dan memfasilitasi masuknya subunit A ke dalam sel, yang kemudian sel epitel usus halus dan memfasilitasi masuknya subunit A ke dalam sel, yang kemudian mengaktivasi adenil siklase. Hal ini meningkatkan k

mengaktivasi adenil siklase. Hal ini meningkatkan k onsentrasi AMP siklik secara bermakna yangonsentrasi AMP siklik secara bermakna yang mengakibatkan hipersekresi air dan klorida yang banyak dan lama serta menghambat reabsorpsi mengakibatkan hipersekresi air dan klorida yang banyak dan lama serta menghambat reabsorpsi natrium. Lumen usus teregang oleh air, terjadi hipermotilitas dan

natrium. Lumen usus teregang oleh air, terjadi hipermotilitas dan diare selama beberapa hari.diare selama beberapa hari. Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin yang tahan pana, ST

Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin yang tahan pana, STaa, yang berada di bawah, yang berada di bawah kendali kelompok plasmid heterogen. ST

kendali kelompok plasmid heterogen. STaamengaktifkan guanilil siklase dalam sel epitel enterikmengaktifkan guanilil siklase dalam sel epitel enterik dan merangsang sekresi cairan. Banyak strain ST

dan merangsang sekresi cairan. Banyak strain STaa-positif juga menghasilkan LT. Strain yang-positif juga menghasilkan LT. Strain yang memproduksi kedua toksin tersebut menyebabkan diare yang lebih berat.

memproduksi kedua toksin tersebut menyebabkan diare yang lebih berat.  E. coli

 E. coli Enterohemoragik (EHEC) Enterohemoragik (EHEC)

EHEC menghasilkan verotoksin yang dinamai demikian karena efek sitotoksiknya terhadap sel EHEC menghasilkan verotoksin yang dinamai demikian karena efek sitotoksiknya terhadap sel vero, suatu sel ginjal monyet Afrika. EHEC menimbulkan kolitis hemoragik, diare yang berat, vero, suatu sel ginjal monyet Afrika. EHEC menimbulkan kolitis hemoragik, diare yang berat, dan pada sindroma hemolitik uremik, suatu penyakit yang mengakibatkan gagal ginjal akut, dan pada sindroma hemolitik uremik, suatu penyakit yang mengakibatkan gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopati, dan trombositopenia. Serotipe

(2)

verotoksin, O157:H7, adalah serotipe yang paling sering ditemukan dan satu-satunya yang dapat diidentifikasi.

Enteroinvasif E. coli (EIEC)

EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip shigelosis. Penyakit ini terjadi paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan pada pengunjung negara-negara tersebut. Seperti Shigella, strain EIEC tidak memfermentasikan laktosa atau memfermentasikan laktosa dengan lambat dan nonmotil. EIEC menimbulkan penyakit dengan menginvasi sel epitel mukosa usus.

Enteroagregatif E. coli (EAEC)

EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan di negara industri. Organisme ini ditandai oleh pola perlekatannya yang khas pada sel manusia. EAEC menghasilkan toksin mirip ST dan hemolisin.

Vibr io cholerae 2

V. cholerae  biasanya menginfeksi manusia melalui makanan atau minuman. Untuk dapat terinfeksi, seseorang harus menelan 1010  organisme bila medium pembawanya adalah air dan 102-104  organisme bila mediumnya adalah makanan.  V. cholerae  menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan panas yang terdiri dari subunit A dan B. Gangliosid GM1 berfungsi sebagai reseptor mukosa untuk subunit B yang mendorong masuknya subunit A ke dalam sel. Aktivasi subunit A menyebabkan peningkatan kadar cAMP intraselular dan mengakibatkan hipersekresi air dan elektrolit yang terus-menerus. Diare terjadi sebanyak 20-30 L/ hari, mengakibatkan dehidrasi, syok, asidosis, dan kematian. V. cholerae tidak memasuki aliran darah tetapi tetap di dalam usus. Organisme ini menempel pada mikrovili brush border  sel epitel. Sekitar 60% infeksi akibat V. cholerae  klasik bersifat asimtomatik, seperti yang terjadi pada 75% infeksi akibat  biotipe El Tor . Masa inkubasinya adalah 1-4 hari untuk orang yang mengalami gejala, tergantung dari ukuran inokulum yang tertelan. Secara tiba-tiba, timbul mual, muntah, dan diare hebat yang disertai dengan kram abdomen. Feses yang tampak seperti air cucian beras mengandung mukus, sel epitel, dan banyak bakteri. Terjadi kehilangan cairan dan elektrolit secara cepat sehingga mengakibatkan dehidrasi hebat, kolaps sirkulasi, dan anuria. Angka mortalitas tanpa terapi antara 25-50%.

Campylobacter j eju ni danCampilobacter coli 2

Kedua organisme ini merupakan penyebab diare yang sama seringnya dengan Salmonella atau Shigella. Infeksi didapat melalui rute oral dari makanan, minuman, atau kontak dengan hewan atau produk hewan yang terinfeksi. C. jejuni sensitif terhadap asam lambung sehingga diperlukan konsumsi sekitar 104 organisme untuk menimbulkan infeksi. Organisme ini bermultiplikasi di dalam usus kecil, menginvasi epitel, dan menyebabkan inflamasi yang mengakibatkan

(3)

munculnya sel darah merah dan sel darah putih pada feses. Kadang-kadang bakteri ini masuk ke dalam aliran darah dan menimbulkan gambaran klinis demam enterik. Manifestasi klinisnya adalah kram perut yang akut, diare hebat, sakit kepala, malaise, dan demam. Biasanya  penyakitnya sembuh sendiri dalam waktu 5-8 hari.

Shigella sp. 2

Habitat Shigella  terbatas pada saluran cerna manusia dan primata lain. Infeksi Shigella  hampir selalu terbatas di saluran cerna. Jarang terjadi invasi ke aliran darah. Shigella  sangat menular; dosis infektifnya adalah 103 organisme. Proses patologi yang penting adalah invasi ke sel epitel mukosa dengan menginduksi fagositosis, keluar dari vakuola fagositik, bermultiplikasi dan menyebar di dalam sitoplasma sel epitel, dan menyebar ke sel yang ada di dekatnya. Shigella sp. memiliki endotoksin dan eksotoksin. Pada autolisis, semua Shigella melepaskan lipopolisakarida yang toksik. Endotoksin ini kemungkinan yang berperan menimbulkan iritasi pada dinding usus. S. dysenteriae tipe 1 (basil Shiga) menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas yang dapat mengenai usus dan sistem saraf pusat. Sebagai enterotoksin, zat ini menimbulkan diare seperti verotoksin E. coli. Pada manusia, enterotoksin juga menghambat absorpsi gula dan asam amino di usus halus. Setelah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari), secara mendadak timbul nyeri  perut, demam, dan diare cair. Diare ini disebabkan oleh kerja enterotoksin di usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, ketika infeksi mengenai ileum dan kolon, jumlah feses meningkat; feses lebih kental tetapi sering mengandung lendir dan darah. Setiap pergerakan usus diikuti oleh “mengedan” dan tenesmus (spasme rektum) yang mengakibatkan nyeri perut bagian bawah. Pada lebih dari setengah kasus pada orang dewasa, demam dan diare menghilang spontan dalam 2-5 hari. Namun, pada anak-anak dan lanjut usia, kehilangan air dan elektrolit dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian.

Salmonell a sp. 2

Organisme ini hampir selalu masuk melalui rute oral, biasanya bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis  pada manusia adalah 105-108 bakteri (mungkin cukup dengan 103 organisme Salmonella typhi). Tiga penyakit utama yang disebabkan oleh Salmonella adalah demam enterik (tifoid), bakteremia dengan lesi fokal, dan enterokolitis). Enterokolitis merupakan manifestasi infeksi yang paling sering terjadi. Delapan hingga 48 jam setelah tertelannya Salmonella, timbul mual, sakit kepala, muntah, dan diare hebat dengan beberapa leukosit di dalam feses. Sering timbul demam ringan, tetapi biasanya sembuh dalam 2-3 hari. Terdapat lesi inflamasi pada usus halus dan usus b esar.

Yersin ia enterocoli tica dan Yersini a pseudotu ber cul osis2

Y. enterolitica  telah diisolasi dari binatang pengerat dan binatang domestik, misalnya domba, sapi, babi, anjing, dan kucing, serta dari air yang terkontaminasi oleh hewan-hewan tersebut. Transmisi ke manusia mungkin terjadi melalui kontaminasi makanan, minuma, atau benda-benda lain. Y. pseudotuberculosis  terdapat pada binatang piaraan dan sawah serta burung, yang

(4)

mengeluarkan organisme tersebut melalui fesesnya. Infeksi pada manusia mungkin disebabkan oleh konsumsi bahan yang terkontaminasi dengan feses binatang. Dibutuhkan inokulum sebanyak 108-109  bakteri yang memasuki saluran pencernaan untuk menimbulkan infeksi. Selama masa inkubasi 5-10 hari, Yersinia bermultiplikasi di dalam mukosa usus, terutama ileum. Hal ini menyebabkan inflamasi dan ulserasi, serta munculnya leukosit pada feses. Gejala awalnya meliputi demam, nyeri abdomen, dan diare. Diare bervariasi dari cair sampai berdarah dan dapat terjadi akibat enterotoksin atau invasi mukosa. Kadang-kadang, nyeri abdomen yang terjadi dapat parah dan berada di kuadran kanan bawah sehingga menimbulkan kecurigaan apendisitis. Satu sampai dua minggu setelah awitan penyakit, beberapa pasien mengalami artralgia, artritis, dan eritema nodosum yang diduga terjadi akibat reaksi imunologik terhadap infeksinya. Pada kebanyakan kasus, penyakit infeksi ini cenderung sembuh dengan sendirinya.

Clostridium Invasif (misal: C. perf ri ngens )2

C. perfringens  merupakan penyebab tersering keracunan makanan. Spora mencapai jaringan melalui kontaminasi area-area yang mengalami trauma (tanah, feses) atau dari saluran cerna. Sel-sel vegetatif bermultiplikasi, memfermentasi karbohidrat yang terdapat dalam jaringan, dan menghasilkan gas. Distensi jaringan dan gangguan asupan darah, bersamaan dengan sekresi toksin nekrotikan dan hialuronidase memudahkan penyebaran infeksi. Nekrosis jaringan meluas, memberikan kesempatan untuk meningkatnya pertumbuhan bakteri, anemia hemolitik, dan akhirnya toksikemia berat dan kematian.

Klostridium invasif menghasilkan berbagai toksin dan enzim yang menyebabkan penyebaran infeksi. Banyak toksin ini mempunyai sifat hemolitik, nekrotikan, dan letal. Toksin alfa C.  perfringens jenis A adalah lesitinase, dan kerja letalya sebanding dengan kecepatannya memecah

lesitin (kandungan membran sel yang penting) menjadi fosforilkolin dan digliserida. Toksin theta mempunyai efek hemolitik dan nekrotikan yang sama tetapi bukan merupakan suatu lesitinase. DNAse dan hialuronidase, suatu kolagenase yang mencerna kolagen jaringan subkutan dan otot  juga dihasilkan.

Beberapa strain C. perfringens  menghasilkan enterotoksin yang kuat, terutama bila tumbuh dalam hidangan daging. Bila lebih dari 108  sel-sel vegetatif tertelan dan melakukan sporulasi dalam usus, enterotoksin terbentuk. Toksin ini menyebabkan diare yang hebat dalam 6-18 jam. Kerja toksin ini antara lain berupa hipersekresi yang nyata dalam jejunum dan ileum, disertai hilangnya cairan dan elektrolit saat diare. Gejala yang sering terjadi berupa mual, muntah, dan demam yang cenderung sembuh sendiri.

Staphylococcus aur eus2

Stafilokokus dapat menyebabkan penyakit baik melalui kemampuannya untuk berkembang biak dan menyebar luas di jaringan serta dengan cara menghasilkan berbagai substansi ekstraselular. Terdapat berbagai jenis enterotoksin (A-E, G-I, K-M). Sekitar 50% strain S. aureus  dapat menghasilkan satu atau lebih enterotoksin. Enterotoksin ini tahan terhadap panas dan resisten

(5)

terhadap kerja enzim usus. Enterotoksin merupakan penyebab penting keracunan makanan; enterotoksin dihasilkan bila S. aureus  tumbuh di makanan yang mengandung karbohidrat dan  protein. Ingesti 25 µg enterotoksin B dapat menyebabkan muntah dan diare. Keracunan makanan akibat enterotoksin stafilokokus ditandai dengan waktu inkubasi yang pendek (1-8 jam); mual hebat, muntah, dan diare; dan penyembuhan yang cepat. Tidak ada demam.

DAFTAR PUSTAKA 1

 Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2010. p. 548-552.

2

  Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. 23rd  ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. p. 207-295.

Referensi

Dokumen terkait

Sangat mudah bagi saya untuk membantu orang lain ketika mereka sedang berada dalam situasi yang

“ Karakteristik Habitat Bertelur Penyu di Pantai Taman Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan Jawa Timur ” dengan lancar sebagai salah satu syarat memperoleh

pengelolaan pendidikan, mulai tahun ajaran 2007/2008 SMA Negeri 3 Malang telah menerima sertifikat standar manajemen mutu ISO 9001:2000 sebagai langkah awal untuk meningkatkan

Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa terdapat penggunaan, kata, kalimat dan paragraf pada surat dinas keluar Kantor Kepala Desa Ladan Kecamatan Palmatak

Ha; Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran project based learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik, pada materi Fluida Statis di

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, (1) Apakah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 berpengaruh terhadap

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa ANOM dan SANOM merupakan prosedur alternatif analisis ragam dalam membandingkan rata-rata dan pasangan nilai tengah yang

Diantara Diantara faktor faktor tersebut tersebut faktor faktor perilaku perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi,