• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TEKNOLOGI BIOGAS CAMPURAN FESES SAPIPOTONG DAN BATUBARA DALAM DIGESTER TIPE BATCH TERHADAP ENDOPARASIT CACING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TEKNOLOGI BIOGAS CAMPURAN FESES SAPIPOTONG DAN BATUBARA DALAM DIGESTER TIPE BATCH TERHADAP ENDOPARASIT CACING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 1

PENGARUH TEKNOLOGI BIOGAS CAMPURAN FESES

SAPIPOTONG DAN BATUBARA DALAM DIGESTER TIPE BATCH

TERHADAP ENDOPARASIT CACING

EFFECT OF BIOGAS TECHNOLOGY AT MIXED CATTLE FECES AND

COAL ON BATCH DIGESTER TO WORMS ENDOPARASITIC

Raisa Vadila *, Ellin Harlia**, Yuli Astuti**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016

**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Limbah peternakan seperti feses sapi potong merupakan salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Di dalam feses sapi potong terdapat mikroorganisme endoparasit seperti cacing yang dapat menyebabkan gangguan sistem ekologis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis dan jumlah endoparasit cacing pada campuran batu bara dan feses sapi potong di dalam digester tipe batch Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Identifikasi dilakukan pada campuran feses sapi potong segar dan batu bara di dalam 8 drum digester tipe batch pembentukan biogas. Terdapat 2 jenis cacing endoparasit yang teridentifikasi sebelum pembentukan biogas digester batch yaitu Strongylus sp dan

Fasciola sp sedangkan jenis cacing endoparasit yang teridentifikasi setelah pembentukan

biogas digester batch adalah Strongylus sp. Jumlah telur cacing sesudah proses pembentukan biogas mengalami penurunan. Strongylus spmengalami penurunan sebesar 82,14% sedangkan

Fasciola sp, sebesar 100%..

Kata Kunci:Feses Sapi Potong,Biogas, Digester Tipe Batch dan Cacing Endoparasit ABSTRACT

Farm waste such as beef cattle feces was one of the material that utilized for the production of biogas. In the cattle's feces, there was endoparasite such as worms which could disrupt of ecological systems. This research was conducted to find out the type and amount of endoparasitic worms in beef cattle feces mixed with coals in the batch-type biogas digester. This research used a descriptive method. Identification on a feces mixed with coal inside 8 drums of a batch-type biogas digester. There were 2 types of endoparasitic worms identified before biogas formation i.e. Strongylus sp and Fasciola sp while the identified endoparasitic worm after the biogas formation was Strongylus sp. The number of worm's egg after the process of formation of biogas was decreased. Strongylus sp decreased by 82,14% whereas Fasciola sp by 100%

(2)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 2

Pendahuluan

Peningkatan permintaan produk peternakan menyebabkan masyarakat berusaha untuk mengembangkan sistem usaha penggemukan sapi potong untuk memenuhi permintaan akan produk daging. Sistem pemeliharaan feedlot sapi potong yang intensif menyebabkan limbah yang dihasilkan terkonsentasi disatu tempat. Limbah peternakan seperti feses merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.

Gas metana merupakan sumber energi alternatif untuk industri dan rumah tangga.Gas Metana Batubara (GMB) adalah gas metana (CH4) yang dihasilkan dari proses alami yang

terjadi selama proses pembentukan batubara. Gas tersebut akan terbentuk secara biogenik akibat dekomposisi oleh mikroorganisme lalu menghasilkan gas metana dan CO2.

Mikroorganisme menguraikan bahan organik dari sisa tumbuhan yang mati sampai terbentuk batubara. GMB merupakan gas metana yang terbentuk akibat aktivitas mikroorganisme yang biasanya terjadi di rawa gambut. Pada tahap awal maupun tahap akhir pembentukkan GMB merupakan hasil aktivitas mikroorganisme. Batubara dapat berperan sebagai akuifer yang dapat menyimpan dan mengalirkan air sehingga aktivitas mikroorganisme dalam akuifer dapat memproduksi GMB

Feses sapi potong merupakan salah satu alternatif sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesinambungan produksi GMB. Dengan mengintegrasikan peternakan sapi potong pada lahan penambangan batubara diharapkan dapat memanfaatkan feses sapi potong sebagai sumber bahan organik pada batubara sehingga produksi metana tetap terjaga. Feses sapi potong yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas mengandung mikroorganisme endoparasit seperti cacing, yang dapat menyebabkan gangguan sistem ekologis,diantaranya penyebaran penyakit terhadap ternak itu sendiri maupun manusia.

Proses pembuatan biogas yang dilakukan secara fermentasi anaerob dengan memanfaatkan bakteri anaerob yang terdapat dalam feses sapi potong, selama proses fermentasi anaerob terjadi perubahan suhu, pH dan komposisi gas yang dapat mempengaruhi perkembangan endoparasit cacing. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk

(3)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 3 melakukan penelitian mengenai identifikasi endoparasit cacing pada campuran batu bara dan feses sapi potong dalam digester tipe batch.

Metode

1. Metode

Metode penelitian ini menggunakan metode experimental. Identifikasi jenis cacing dengan analisis deskriftif.

Selanjutnya hasil uji statistik dibandingkan dengan nilai kritis. Nilai kritis pada uji tadalah . Kemudian dibuat kesimpulan berdasarkan hasil perbandingan tersebut dengan kaidah keputusan sebagai berikut:

Bila t hitung Terima H0

Bila t hitung > Terima H1 Hasil dan Pembahasan

1. Jumlah Endoparasit Cacing pada Campuran Batubara dan Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses Pembuatan Biogas dengan Digester Tipe Batch

Hasil pengamatan jumlah endoparasit cacing pada campuran batu bara dan feses sapi potong dalam digester tipe batch disajikan pada Tabel 1

.

Keterangan:

*berbeda nyata -tidak berbeda nyata

Tabel diatas menunjukan rata-rata jumlah cacing sebelum proses pembuatan biogas sebanyak 52,5 dan rata-rata jumlah cacing 9,375 setelah pembentukkan biogas .Berdasarkan

Sampel Sebelum Sesudah

Egg/Gram 1 30 0 2 0 0 3 90 60 4 90 0 5 120 0 6 15 0 7 45 0 8 30 15 Jumlah 420 75 Rata-rata (µ) 52,5 9,37 Uji t *

(4)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 4 hasil uji t dapat diketahui bahwa, jumlah endoparasit cacing yang dibandingkan antara jumlah sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas mendapatkan hasil yang signifikan atau perbedaan jumlah endoparasit cacing sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas terlihat nyata.

Jumlah telur cacing Strongylus spyang ditemukan dari 8 drum sebelum proses pembentukan digester tipe batch sebanyak 405 EGP dan pada akhir pembentukan biogas jumlahnya menjadi 90 EGP dengan persentase penurunan sebesar 77,7%. Telur Fasciola

spditemukan pada saat sample awal yaitu 20 EGP namun tidak ditemukan pada akhir

pembentukan biogas sehingga persentase penurunanya adalah 100%.

Penurunan jumlah telur cacing parasit disebabkan proses anaerobik pada pembentukan biogas memberikan kondisi yang tidak sesuai dengan habitat cacing parasit. Pada dasarnya cacing parasit merupakan organisme aerob yang membutuhkan udara untuk dapat bertahan hidup. Proses pembentukan biogas merupakan fermentasi anaerobik dimana digester yang digunakan kedap udara tidak terdapat oksigen sehingga telur cacing yang ada pada stadium infektif tidak terpenuhi kebutuhan oksigen dan akhirnya mati.Hal tersebut sejalan dengan penelitian Ellin dkk (2009) dan Titus dkk (2013) dimana, fermentasi anaerobik dalam biogas diakui mampu memperlambat atau menonaktifkan perkembangan telur endoparasit yang dapat diidentifikasi dari lumpur yang dihasilkan biogas (sludge).

Titus dkk (2013) mengungkapkan bahwa efektivitas fermentasi anerob dalam menurunkan jumlah telur cacing parasit di pengaruhi oleh waktu dan temperatur. Semakin lama waktu maka jumlah larva dan telur endoparasit semakin berkurang. Dalam penelitian yang dilakukan proses pembentukan biogas terjadi selama 6 minggu sehingga mempengaruhi pertumbuhan cacing parasit. Umumnya digester anaerob skala kecil, yang sering terdapat disekitar kita umumnya bekerja pada suhu bakteri mesofilik dengan suhu antara 25ºC- 37ºC (Saragih, 2010). Hasil penelitian Oropeza dkk (2001) menunjukkan biogas dengan digester yang bekerja pada suhu mesofilik kurang efisien dalam menghancurkan telur dan larva cacing parasit dibandingkan dengan biogas yang bekerja pada suhu termofilik.

(5)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 5 2. Identifikasi Endoparasit Cacing pada Campuran Batubara dan Feses Sapi Potong

Sebelum dan Sesudah Proses Pembuatan Biogas dengan Digester Tipe Batch

Hasil pengamatan terhadap identifikasi endoparasit cacing pada campuran batu bara dan feses sapi potong dalam digester tipe batch disajikan pada tabel 2

Hasil pengamatan identifikasi terhadap telur cacing endoparasit menunjukkan bahwa sapi telah terinfeksi oleh cacing tersebut. Jenis cacing yang teridentifikasi sebelum proses pembentukan biogas adalah Strongylus sp dari kelas Nematoda dan Fasciola sp dari kelas Trematoda

Infeksi cacing dari kelas nematoda yang teridentikasi adalah Strongylus sp. Cacing

Strongylus sp dapat masuk kedalam tubuh sapi melalui infeksi pada rumput yang umumnya

dijadikan pakan sapi. Telur nematoda keluar bersama feses, mengkontaminasi hijauan pakan, air minum serta lantai kandang yang tidak bersih. Peternak umumnya mencari rumput untuk pakan ternak pada waktu pagi hari, hal tersebut menurut Kusumamihardja (1992), merupakan waktu larva cacing bereaksi menginfeksi inangnya. Larva cacing infektif menghindarkan diri dari cahaya matahari yang terik, sehingga larva naik ke rumput pada waktu pagi hari. Pada malam hari larva cacing tinggal di dalam tanah. Dengan demikian larva cacing Strongylus

spbereaksi positif terhadap cahaya yang lunak. Faktor suhu juga mempengaruhi infeksi cacing Strongylus sp. Sampel feses sapi potong diambil dari peternakan rakyat Dusun Cinengang

Desa Cileles Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang yang beriklim tropis. Menurut Levine (1990), iklim tropis yang bersuhu 26oC-30oC merupakan suhu yang relatif baik untuk menetasnya telur Strongylus sp.

Dari kelas Trematoda cacing yang teridentifikasi adalah Fasciola sp. Cacing ini memerlukan siput sebagai hospes perantara. Infeksi pada hospes definitif terjadi pada saat ternak memakan rumput atau meminum air yang mengandung metaserkaria kedua cacing ini. Metaserkaria berada didalam air atau menempel di bawah batang padi, rumput dan

tumbuhan-Identifikasi Telur Cacing

Jenis Telur Cacing

Sebelum Sesudah

Nematoda Strongylus sp Strongylus sp

Trematoda Fasciola sp -

(6)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 6 tumbuhan lain yang berada disekitarsungai. Apabila sapi minum dan makan tanaman tersebut maka sapi akan terinfeksi larva metacercaria.

Infeksi cacing dari kelas cestoda tidak hal tersebut dikarenakan infeksi cacing cestoda dapat bersifat zoonosis, sehingga tidak membahayakan.Musim kemarau dapat mengganggu perjalanan siklus hidup telur cacing pita seperti hal nya cacing trematoda, sehingga menyebabkan infeksi nya rendah. Sistem pemeliharaan sapi dilakukan secara intensif dalam kandang hal tersebut juga dapat meminimalkan infeksi cacing Moniezia sp karena menurut Novese dkk (2013), pemeliharaan secara ekstensif menyebabkan sapi dapat terinfeksi larva cacing pita di padang gembala sehingga menyebabkan tingginya infeksi. Sapi yang pelihara secara intensif dengan pemeliharaan sistem kandang dapat mengurangi resiko infeksikarena pakan ternak diberikan di dalam kandang.

Pada akhir pembentukan biogas masih ditemukan telur cacing Strongylus sp. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Titus dkk (2012) yang juga menemukan Trematoda , Ascaris suum, Taenia sp, Trichuris suis, Hookworm sp, Oesophagostomum

dentatum and Strongylus rubidus yang ditemukan di sludge pembentukan biogas (Titus dkk,

2012). Cacing Strongylus sp ditemukan di sludge pembentukan biogas dapat dikarenakan karena siklus hidupnya yang dapat bertahan pada kondisi dan suhu yang sesuai dengan proses pembentukan biogas. Telur cacing Strongylus sp dapat bertahan pada suhu 8oC-38oC dengan kondisi aerob. Proses pembentukan biogas merupakan fermentasi anaerobik yang kedap udara, namun Setiawan (2008) mengungkapkan bahwa pada komposisi biogas masih terdapat kandungan oksigen dalam jumlah sangat kecil yaitu sekitar 0,1-0,5%. Kandungan oksigen tersebut yang kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh cacing Strongylus spuntuk dapat bertahan hidup.

Cacing lainnya yaitu Fasciola sp yang teridentifikasi sebelum proses pembentukan biogas tidak ditemukan dalam drum sisa pembentukan biogas. Hal tersebut dikarenakan kondisi dalam digester biogas yang tidak sesuai dengan lingkungan hidup cacing-cacing tersebut. Menurut Abbasi dkk (2012) umumnya digester anaerob bekerja pada suhu bakteri mesophilic dengan suhu antara 20ºC- 45ºC sedangkan cacing endoparasit tidak dapat bertahan

(7)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 7 hidup pada kondisi suhu melebihi 37ºC sehingga cacing tidak dapat bertahan hidup dan akhirnya mati.

Simpulan

1. Terdapat 2 jenis cacing endoparasit yang teridentifikasi sebelum pembentukan biogas digester tipe batch yaitu Strongylus sp dan Fasciola sp, sedangkan jenis cacing endoparasit yang teridentifikasi setelah pembentukan biogas digester batch adalah

Strongylus sp.

2. Jumlah telur cacing endoparasit sebelum dan sesudah pembentukan biogas mengalami penurunan. Rata-rata penurunan jumlah telur cacing endoparasit adalah 82,14%.

Saran

Faktor lingkungan disekitar peternakan perlu diperhatikan untuk meminimalisasi infeksi cacing endoparasit. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat yang memiliki peternakan untuk memanfaatkan limbah peternakan.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ALG UNPAD (Academic Leaderships

Grant) yang telah membiayai penelitian ini.

Daftar Pustaka

Abbasi, Tasnem. S.A. Abbasi, dan S.M. Tauseef. 2012. Biogas Energy. Springer New York Dordrecht Heidelberg. London

Ellin H, Yuli A, dan Denny S. 2009. Pengaruh Fermentasi Anaerob Berbagai Kotoran

Ternak Terhadap Jumlah Telur dan Larva Cacing Infektif Dalam Lumpur Hasil Sampingan Pembuatan Gasbio. Indonesian Journal of Veterinary Science and Medicine.

Vol. 1 No. 1, 17-20.

Kusumamiharja S. 1992. Parasit Dan Parasitosis Pada Hewan Ternak Dan Hewan Piaraan

Di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor

Levine, Norman D. 1990. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Novese T, Tri Rima S, dan Siti K. 2013. Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit Pada

Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat.

Jurnal Protobiont. Vol 2 No. 2 102-106

Oropeza, M Rojas. N Cabirol, S. Ortega, L.P. Castro Ortiz dan A Noyola. 2001. Removal Of

(8)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 8

Municipal Biologic Sludge By Anaerobic Mesophilic And Thermophilic Digestion.

Journal Water Science and Technology Vol. 44 No. 4 97-101

Plachy BO dan Juris T. 1995. Helminthes Ascaris suum Eggs Survival in The Sludge Drying

Beds. 2nd ed. London

Saragih, Budiman R. 2010. Analisis Potensi Biogas Untuk Menghasilkan Energi Listrik dan

Termal pada Gedung Komersil di Daerah Perkotaan (Studi Kasus pada Mal Metropolitan Bekasi). Tesis, Program Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Indonesia. Depok

Setiawan, Ade Iwan. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 35-36.

Titus AB Ogunniyi, Ifeolu Kehinde Adewumi, Albert Cosmas Achudume, dan Ayotunde Ade Folayanka. 2012. Parasite Count and Survival during Fecal Waste Fermentation in a

Gambar

Tabel  diatas  menunjukan  rata-rata  jumlah  cacing  sebelum  proses  pembuatan  biogas  sebanyak 52,5  dan rata-rata jumlah cacing  9,375  setelah pembentukkan  biogas  .Berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang pengaruh campuran lumpur biogas sapi perah dan serbuk sabut kelapa pada vermicomposting terhadap biomassa cacing tanah Lumbricus rubellus

digester biogas dengan variasi campuran bahan kimia tambahan. 1.4 Manfaat Penelitian. Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa padat tebar cacing Lumbricus rubellus pada media sludge biogas feses sapi perah dan rarapen berpengaruh nyata terhadap produ ksi

Pengaruh Pengadukan pada Digester Biogas dengan Feses Sapi Madura Sebagai Substrat terhadap Produksi Metan Harian, Volatile Solid Reduction dan pH, serta penelitian