• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI KAPANG PADA CAMPURAN BATUBARA DAN FESES SAPI POTONG PADA DIGESTER TIPE BATCH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI KAPANG PADA CAMPURAN BATUBARA DAN FESES SAPI POTONG PADA DIGESTER TIPE BATCH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 1

IDENTIFIKASI KAPANG PADA CAMPURAN BATUBARA DAN FESES

SAPI POTONG PADA DIGESTER TIPE BATCH

IDENTIFICATION OF YEAST IN MIXED COAL AND CATTLE FECES IN BATCH DIGESTER

Salmalaila Shabariyah *, Tb. Benito A. Kurnani**, Deden Zamzam Badruzzaman**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

e-mail: salmalailas@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian mengenai “Identifikasi Kapang Pada Campuran Batubara dan Feses Sapi Potong Pada Digester Tipe Batch” dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2016. Peneliatian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis kapang yang terdapat pada campuran batubara

subitumminus dan feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan

digester tipe batch. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah kapang mengalami penurunan yang signifikan dengan persentase penurunan rata-rata 16%. Hasil identifikasi jenis kapang terdapat 5 jenis kapang sebelum pembentukan biogas. Setelah pembentukan biogas hanya terdapat 4 jenis kapang yaitu Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus, dan Aspergillus

clavatus.

Kata Kunci: Batubara, Feses sapi potong, Biogas, Jumlah kapang, Jenis kapang

ABSTRACT

Research on “Identification of Yeast in Mixed Coal and Cattle Feces in Batch Digester” was carried out in the period of May-July 2016. This research aims to understand the number and species of molds in the mixed subbituminous coal and cattle feces before and after the process of biogas production in batch digester. This study used descriptive methods. The research results showed that the yeast number in the mixed coal and cattle feces were decreased significantly with an average percentage of 16%. The results of identification species of yeast there are 5 species before biogas production. After biogas production there are only 4 species of yeast are Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus,

and Aspergillus clavatus.

Keywords: Coal, Beef cattle feces, Biogas, the number of yeast, a species of yeast Pendahuluan

Kebutuhan manusia akan daging menjadikan prospek usaha peternakan sapi potong semakin berkembang. Pada tahun 2014 populasi sapi potong di Indonesia mencapai 14,7 juta ekor (Dirjen Peternakan dan Keswan, 2014), maka dapat diasumsikan feses yang dihasilkan di Indonesia sebesar 426,3 juta kg per hari. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pengolahan feses sapi potong untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Salah satu diantaranya pengolahan feses dengan fermentasi anaerob. Produk utamanya yaitu biogas yang terdiri atas gas metana yang dapat dimanfaatkan untuk energi alternatif. Selain pada feses potensi gas metana juga terdapat pada batubara, yang biasa disebut GMB (Gas Metana Batubara). Batubara muda memiliki tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah. Pemanfaatan batubara jenis subbituminus

(2)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 2 pada pembangkit listrik dan industri lainnya hanya 30%, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik dalam proses pembuatan biogas (Beyond Petroleum, 2006).

Tahap fermentasi anaerobik dapat digolongkan menjadi tiga tahapan reaksi yaitu tahap hidlolisis, asidogenesis dan metanogenesis (Sutarno, 2007). Hidrolisis berupa proses dekomposisi biomassa kompleks menjadi glukosa sederhana. Asidogenesis merupakan proses perombakan monomer dan oligomer menjadi asam asetat, CO2, asam lemak rantai pendek,

serta alkohol. Asetogenesis menghasilkan asam asetat, CO2, dan H2. Sementara

metanogenesis merupakan perubahan senyawa-senyawa menjadi gas metana yang dilakukan oleh bakteri metanogenik (Gijzen, 1987). Proses fermentasi ini sangat bergantung pada mikroorganisme seperti bakteri, jamur, kapang, dan khamir. Pada tahap hidrolisis kapang sangat berperan karena memiliki kemampuan mendegradasi semua polimer lignoselulosa secara efektif (Insani, 2013). Proses fermentasi pada pembuatan biogas dilakukan dalam keadaan anaerob, sedangkan kapang sebagian besar hidup pada kondisi aerob (Fardiaz, 1992). Populasi kapang akan terpengaruh oleh keadaan anaerob dan ketersediaan nutrisi pada tahap selanjutnya. Bahan organik yang digunakan pada penelitian ini yaitu campuran batubara jenis subbituminus dan feses sapi potong, serta menggunakan digester tipe batch yang membuat kondisi anaerob hingga digester dibongkar, maka dapat diduga jumlah kapang pada campuran batubara dan feses sapi potong akan mengalami penurunan. Penelitian dengan judul “Identifikasi Kapang Pada Campuran Batubara dan Feses Sapi Potong Pada Digester Tipe Batch” bertujuan untuk mengetahui jumlah kapang dan jenis kapang yang terdapat pada campuran batubara dan feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas pada digester tipe batch.

Metode

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah kapang serta jenis kapang pada campuran batubara dan feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembentukan biogas pada digester tipe batch. Perhitungan jumlah kapang dilakukan di Laboratorium Penanganan Limbah Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dengan metode Total Plate Count (TPC). Data jumlah kapang sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dianalisis menggunakan uji t. Indentifikasi jenis kapang dilakukan di Balai Besar Penelitian Bogor.

Hasil dan Pembahasan

Jumlah kapang yang terdapat pada campuran feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester tipe batch tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Kapang Sebelum dan Sesudah Proses Pembuatan Biogas pada Digester Tipe

Batch pada Pengenceran 103

Sampel Sebelum Sesudah Penurunan Uji t CFU/ml 1 39.000 38.000 2.6 % 2 69.000 38.000 44.9 % 3 45.500 40.500 11.0 % 4 40.500 36.500 9.9 % 5 38.000 34.000 10.5 % 6 62.500 38.500 38.4 % 7 39.500 36.000 8.9 % 8 46.500 45.500 2.2 % Jumlah 380.500 307.000 128,3 % Rata-rata (µ) 47.562,5 38.375 16 % a

Keterangan: a. berbeda nyata b. tidak berbeda nyata

(3)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 3 Tabel 1 menunjukkan rata-rata persentase penurunan sebesar 16%. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan jumlah populasi kapang yang dibandingkan antara jumlah sebelum dan jumlah sesudah proses pembuatan biogas, mendapatkan hasil yang signifikan atau perbedaan antara populasi kapang sebelum dengan sesudah proses pembuatan biogas terlihat nyata.

Penurunan jumlah kapang dapat dipengaruhi oleh penurunan jumlah oksigen karena pembentukan biogas merupakan proses anaerobik, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Buckle, dkk (1987) dan Fardiaz (1992) bahwa penurunan total kapang bisa juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya selama fermentasi. Penurunan kapang juga dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri, seperti diketahui bahwa peran bakteri sangat mendominasi pada pembentukan biogas. Selaras dengan pernyataan Fardiaz (1992) bahwa apabila kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroba untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam berkompetisi dengan bakteri. Gandjar, dkk (2006) menjelaskan bahwa pada umumnya pertumbuhan kapang dipengaruhi oleh faktor substrat, cahaya, kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya. Dapat diindikasikan juga pada tahap akhir kapang mengalami penurunan jumlah karena kekurangan nutrisi untuk pertumbuhannya, terutama pada tahap metanogenesis. Hasil isolasi dan identifikasi jenis kapang yang terdapat pada campuran batubara dan feses sapi potong dengan digester tipe batch sebelum proses pembuatan biogas yaitu

Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Aspergillus clavatus, dan Mucor

sp., sedangkan sesudah proses pembuatan biogas yaitu Aspergillus flavus, Aspergillus niger,

Aspergillus fumigatus, dan Aspergillus clavatus.

Beberapa jenis kapang pada sampel sebelum ditemukan juga pada sampel sesudah, pada sampel sesudah jenis kapang yang menghilang yaitu Mucor sp. hal ini dapat diduga disebabkan oleh ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan kapang dan kandungan oksigen yang menurun pada fase-fase akhir pembentukan biogas.

Sesudah pembentukan biogas masih terdapat kapang jenis Aspergillus fumigatus. Hal ini disebabkan kapang jenis ini masih dapat hidup pada kondisi digester yang rendah kandungan oksigen, sehingga pada saat proses pembentukan biogas dalam digester, kapang ini masih dapat bertahan hidup dan tetap tumbuh hingga proses pembongkaran digester, selaras dengan pernyataan Gandjar dkk, (1999) bahwa kapang ini dapat tumbuh pada tekanan oksigen yang rendah. Selain itu kapang Aspergillus fumigatus tumbuh pada suhu optimal kisaran 30-40°C (Deacon, 2006), sehingga Aspergillus fumigatus akan tetap bertahan keberadaannya. Secara makroskopik pada umur 3-4 hari Aspergillus fumigatus terlihat sama dengan Aspergillus

flavus, sehingga sulit dibedakan. Setelah hari ke 5 warnanya berubah menjadi lebih tua,

sedangkan Aspergillus flavus menjadi hijau kekuningan. Aspergillus fumigatus mampu memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis lignoselulosa pada tahapan hidrolisis, hidrolisis merupakan proses penguraian lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Vattamparambil, 2012).

Kapang jenis Aspergillus flavus terdapat pada sebelum dan sesudah pembentukan biogas. Koloni Aspergillus flavus pada saat muda berwarna putih, dan akan berubah menjadi berwarna hijau muda kekuningan. Kepala konidia berwarna hijau kekuningan dan berbentuk bulat. Selaras dengan Samson dkk, (2004), koloni kapang Aspergillus flavus berwarna hijau kekuningan. Kepala konidia khas berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi beberapa kolom, dan berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua kekuningan. Aspergillus flavus tumbuh optimal pada suhu 25-40°C (Deacon, 2006), sehingga mampu bertahan hingga tahap akhir proses pembuatan biogas.

Kapang jenis Aspergillus niger juga masih terdapat sesudah pembentukan biogas. Koloni Aspergillus niger secara makroskopik pada saat muda berwarna putih, dan akan

(4)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 4 berubah menjadi berwarna hitam. Kepala konidia terlihat dibawah mikroskop berwarna hitam, berbentuk bulat. Aspergillus niger dapat ditemukan di setiap sampel, Aspergillus niger berperan pada tahap hidrolisis karena memiliki enzim selulosa yang dapat menguraikan lignoselulosa. Hal ini selaras dengan Narasimha, dkk (2006), bahwa jenis fungi yang biasa digunakan dalam produksi selulase adalah Aspergillus niger. Pada beberapa sampel setelah pembentukan biogas kapang ini masih tetap ada, hal tersebut dikarenakan Aspergillus niger memiliki kemampuan untuk bertahan pada suhu yang cukup tinggi (Deacon, 2006).

Mucor sp. saat masih muda tumbuh dengan hifa berwarna putih kekuningan, setelah

3-4 hari Mucor sp. tumbuh dengan cepat berwarna merah dengan hifa relatif pendek. Secara mikroskopis terlihat miselium Mucor sp. yang tumbuh berwarna merah, konidia terdapat diantara miselium. Hasil pengamatan menunjukkan miselium yang sangat banyak, karena sudah berumur 5 hari, seperti yang dikemukakan Noverina dkk (2008) Mucor sp. mudah tumbuh dan cepat menghasilkan keturunan, kapang ini dapat tumbuh baik pada kelembaban yang tinggi. Sejalan dengan Dube (1990) yang menyatakan bahwa Mucor sp. sangat mudah dikenali dengan sejumlah miselium yang tumbuh berwarna pink dan konidia oval yang terdapat pada rantai di konidiospora yang bercabang.

Kapang yang teridentifikasi selanjutnya adalah Aspergillus clavatus, menurut Samson, dkk (2004) jenis ini biasa ditemukan pada makanan, bir dan kompos. Koloni Aspergillus

clavatus menyebar dalam media agar, pada umur 2 hari berwarna abu hingga hijau tua sejalan

dengan Kozakiewicz (1990) yang menyatakan bahwa Aspergillus clavatus memiliki warna hijau dengan miselium berwana putih. Aspergillus clavatus mampu mengoksidasi triptamin untuk asam asetat, mengasimilasi hidrokarbon dari bahan bakar minyak, memanfaatkan metafospat dan menghasilkan etilena dan clavatol (Domsch dkk, 2007)

Simpulan

1. Jumlah kapang sebelum dan sesudah proses pembentukan biogas pada digester tipe batch mengalami penurunan yang signifikan dengan rata-rata persentase penurunan 16 %. 2. Jenis kapang pada sampel sebelum dan sesudah proses pembentukan biogas pada digester

tipe batch diantaranya Mucor sp., Aspergillus clavatus, Aspergillus niger, Aspergillus

fumigatus,dan Aspergillus flavus

Saran

Jenis kapang tertentu yang terdapat pada lumpur sisa pembentukan biogas dapat dimanfaatkan. Selanjutnya kapang dapat diisolasi sesuai kebutuhan kemudian dibiakan. Kapang tersebut digunakan sebagai starter untuk mempercepat fermentasi limbah ternak.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Tb. Benito Achmad Kurnani Dip.Est., dan Deden Zamzam Badruzaman S.Pt., M.Si, selaku dosen pembimbing dan ALG UNPAD (Academic Leaderships Grant) yang telah membiayai penelitian ini.

Daftar Pustaka

Beyond Petroleum. 2006. Statistic Data of Energy Source Countries Of Indonesia. dari U.S. Energy Information Administration: http://www.eia.gov. (diakses 4 Maret 2016, jam 20:53 WIB)

(5)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 5

Domsch K.H., Gams W., Anderson P. H.. 2007. Compendium of Soil Fungi 2nd Edition.

Eching: IHW Verlag : 1-672

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan. 2009. Populasi Sapi

Potong Menurut Provinsi Tahun 2009-2015. dari Badan Pusat Statistik:

http://www.bps.go.id (diakses 10 Maret 2016, jam 22:04 WIB) Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gandjar, I., Samson, R., Tweel-Vermeulen, K. V., Oetari, A., & Santoso, I. 1999. Pengenalan

Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

______. Sjamsuridzal, W., & Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gijzen, H. J. (1987). Anaerobic Digestion of Cellulostic Waste by Rumen-Derived Process. Den Haag: Koninklijke Bibliotheek.

Insani, M. D. 2013. Degradasi Anaerob Sampah Organik dengan Bioaktivator Effective

Microorganism-5 (EM-5) untuk Menghasilkan Biogas. Jurnal Pendidikan Sains, 1(3):

298-306.

Kozakiewicz, Z. (1990). Aspergillus clavatus. CMI Descriptions of Pathogenic Fungi and

Bacteria, 993, 1-2.

Narasimha, S., Buddolia Viswanath, Subbosh Chandra M, & Rajashekar Reddy B. 2006.

Nutrien Effects on Production of Cellulolytic Enzymes by Aspergillus niger. African

Journal of Biotechnology, 5(5): 472-476.

Noverina, N., Harlina, T., Yolandasari, D., Septianie, A., Nugraha, K., Dhalika, T., et al. 2008. Evaluasi Nilai Nutrisi Tongkol Jagung Hasil Bioproses Kapang Neurospora Sitophila dengan Suplementasi Sulfur dan Nitrogen (Nutritive Values Evaluation of Corn Cob as Bioproses Product of Neurospora sitophila That Suplemented by Sulphur

and Nitrogen). Jurnal Ilmu Ternak, 8(1): 35-42.

Samson, R., Hoekstra, E., & Frisvad, J. (2004). Introduction to food- and airborne fungi (7 ed.). CBS.

Sutarno, F. F. (2007, Januari 2007). Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) dari Polyethilene Biodigester Berbahan Baku Limbah Ternak Sapi. LOGIKA, 4(1).

Vattamparambil, S. (2012). Anaerobic Microbial Hydrolysis of Agriculture Waste for Biogas Production. Journal of Computer Applications, 25-27.

(6)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 6

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBINGDAN PERNYATAAN PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Salmalaila Shabariyah

NPM : 200110120288

Judul Artikel : “Identifikasi Kapang Pada Campuran Batubara dan Feses Sapi Potong Pada Digester Tipe Batch”

Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.

Dibuat di Jatinangor, Oktober 2016 Mengetahui,

Pembimbing Utama

(Dr. Ir. Tb. Benito Achmad Kurnani Dip.Est)

Penulis,

(Salmalaila Shabariyah) Pembimbing Anggota

Gambar

Tabel 1. Jumlah Kapang Sebelum dan Sesudah Proses Pembuatan Biogas pada Digester Tipe  Batch pada Pengenceran 10 3

Referensi

Dokumen terkait

Keefektifan cendawan entomopatogen serangga untuk mengendalikan hama sasaran sangat tergantung pada keragaman jenis isolat, kerapatan spora, kualitas media tumbuh, jenis hama

Namun karena penghasilan mereka yang pas-pasan sehingga usaha ternak dilakukan seadanya yang ditandai dengan perkandangan yang dibuat seadanya dari kayu, kemiringan lantai

Tujuan penulis memilih game edukasi untuk memperkenalkan rumah adat yang ada di Indonesia karena dengan game edukasi maka remaja pun tidak akan merasa bosan karena game

Kebijakan tersebut meliputi : kegiatan intra kurikuler, yaitu bagi mahasiswa UNNES program kependidikan diharuskan menempuh sejumlah komponen program pendidikan yang

diharapkan dapat menjadi online platform yang terjangkau dari segi akses dan harga untuk berbagai kalangan masyarakat, sehingga pada akhirnya nilai manfaat pada buku dapat

Namun, dalam raperda yang telah dibuat Pemerintah Kota Yogyakarta tidak berencana membentuk BKKBD, tetapi membentuk sebuah lembaga yang merupakan gabungan Kantor KB dengan