• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE EFFECT OF ADDITION HONEY IN DRIED PHYSIOLOGICAL NaCl IN STORAGE PROCESS SPERM TOWARD SPERM QUALITY OF COMET FISH (Carassius auratus auratus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THE EFFECT OF ADDITION HONEY IN DRIED PHYSIOLOGICAL NaCl IN STORAGE PROCESS SPERM TOWARD SPERM QUALITY OF COMET FISH (Carassius auratus auratus)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PENAMBAHAN MADU PADA MEDIA PENGENCER NaCl FISIOLOGIS DALAM PROSES PENYIMPANAN SPERMA TERHADAP

KUALITAS SPERMA IKAN KOMET (Carassius auratus auratus)

THE EFFECT OF ADDITION HONEY IN DRIED PHYSIOLOGICAL NaCl IN STORAGE PROCESS SPERM TOWARD SPERM QUALITY OF

COMET FISH (Carassius auratus auratus)

Herdianto Sapto Condro, A. Shofy Mubarak dan Laksmi Sulmartiwi

Fakultas Perikanan dan Kelautan - Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo – Surabaya 60115 Telp. 031-5911451

Abstract

The purpose of this research was to know the effect of honey on the percentage of living, length movement and survival of comet fish sperm and determine the dosage appropriate addition of honey at physiological NaCl diluent media for sperm storage process comet fish (Carassius auratus auratus). This research was taking place at Education Fisheries Laboratory of Fisheries and Marine Faculty Airlangga University Surabaya. Experimental design used Completely Randomized Design and continued by Duncan’s Multiple Range Test. Test materials used in this study are the comet fish sperm placed in Eppendorf tubes and stored in refrigerator with 3 treatments and 8 replication. Media diluents used is physiological NaCl added with honey Dosages of the experiments were 0.3% (A); 0.4% (B); 0.5% (C); 0.6% (D) and 0.7% (E) and 0.05% glucose (KG); fructose 0.05% (KF) and without the additional of physiological NaCl (KN). The main parameters of the observed percentage of live sperm are a long movement and survival of spermatozoa. The supporting parameters observed were fresh sperm concentration, percentage of fresh sperm to live fresh sperm, pH, volume and color of sperm.

The result of the research shows that the additions honey with different dosage at diluents material physiological NaCL give effect toward life percentage and life resistance of spermatozoa but at length movement is not significantly. The best of average life percentage and length movement sperm is treatment addition honey 0.6% at diluents material physiological NaCL that are 58.39% and 134.43 second

Keywords : Carassius auratus auratus, sperm, honey, cryopreservation

Pendahuluan

Masa pematangan gamet induk ikan jantan dan betina terkadang tidak terjadi secara bersamaan dan akan mengakibatkan kesulitan di dalam pemijahan serta mengganggu ketersediaan benih. Salah satu alternatif pemecahan dalam masalah tersebut adalah melakukan penyimpanan spermatozoa ikan, sehingga

(2)

2

dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama dan dapat diatur penggunaannya sesuai dengan kebutuhan.

Keberhasilan penyimpanan sperma ditentukan oleh kualitas bahan pengencer, bahan pengawet, rasio pengenceran, laju pembekuan dan pencairan kembali (Billard, et al., 1995). Rustidja (2000) menyatakan bahwa manfaat bahan pengencer adalah untuk mengurangi aktifitas spermatozoa, dapat memperpanjang hidup spermatozoa dan juga dapat menjaga kualitas spermatozoa pada saat proses penyimpanan.

Kualitas sperma (persentase hidup, motilitas dan lama hidup) akan terus menurun setelah dikeluarkan dari tubuh ikan (Rustidja, 2000). Penurunan kualitas ikan dapat ditekan dengan pengawetan melalui pengenceran dan pendinginan. Penambahan bahan pengencer akan menciptakan kondisi yang sesuai bagi spermatozoa. Penyimpanan spermatozoa di luar tubuh memerlukan bahan pengencer yang dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu (Sutoyo, 2000).

Energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa diperoleh gula sederhana seperti fruktosa dan glukosa (Tang dan A. Handi, 2004). Madu mengandung 41% fruktosa dan 35% glukosa yang dapat digunakan spermatozoa sebagai sumber energi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh madu terhadap kualitas sperma yaitu meliputi persentase hidup, lama gerak dan ketahanan hidup sperma ikan komet dan untuk menentukan dosis penambahan madu yang optimal pada media pengencer NaCl fisiologis terhadap proses penyimpanan sperma ikan komet (Carassius auratus auratus).

Materi dan Metode

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 – 14 Desember 2009 di Laboratorium Pendidikan Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah sperma ikan komet yang berasal dari 12 induk ikan komet, alkohol 70%, madu, glukosa bubuk, fruktosa bubuk, NaCl fisiologis, larutan eosin 2%, eosin negrosin dan aquadest.

(3)

3

Peralatan yang akan digunakan adalah mikroskop, tabung Eppendorf , obyek glass, cover glass, thermometer, autoclave, Erlenmeyer, handtally counter, timbangan analitik, gelas ukur, lap halus, kertas pH, pipet, spuit, haemocytometer, aluminium foil, sterofom, nampan, tisu, toples plastik dan lemari pendingin.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), sebab dalam penelitian ini semua dikondisikan sama kecuali perlakuan yaitu konsentrasi madu, glukosa dan fruktosa sebagai kontrol (Kusriningrum, 2008).

Wadah penyimpanan sperma menggunakan sterofom yang telah dibentuk sesuai dengan bentuk toples plastik dan dilubangi sebanyak jumlah tabung Eppendorf . Sterofom tersebut dimasukkan ke dalam toples plastik. Media pengencer menggunakan NaCl fisiologis yang ditambah dengan madu. Madu diukur sesuai dosis yang diperlukan kemudian dicampur dengan NaCl fisiologis 0,9%. Kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah NaCl fisiologis, NaCl fisiologis + glukosa dan NaCl fisiologis + fruktosa dengan dosis glukosa dan fruktosa masing-masing 0,05%.

Pemilihan ikan uji dilakukan dua minggu sebelum perlakuan stripping untuk mengambil sperma. Ikan kemudian dikumpulkan dalam kolam khusus. Ciri induk jantan yang sudah matang gonad yaitu bila perutnya di stripping ke arah lubang urogenitalnya, keluar cairan berwarna putih yaitu sperma (Satyani, 2007). Sperma dikeluarkan dengan cara memberikan tekanan halus pada bagian perut ikan, yaitu dimulai dari bawah linea lateralis (di atas sirip perut) ke arah lubang genital. Sperma yang keluar diambil dengan spuit plastik 1 ml. Jika kualitas sperma ikan yang tertampung tidak cukup baik maka sperma tersebut tidak digunakan dalam penelitian ini. Kriteria kualitas sperma yang baik adalah sperma dengan persentase hidup lebih dari 70% dan lama gerak lebih dari dua menit (Toelihere, 1981; Fujaya, 2004).

Sperma yang tertampung diambil 0,1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi pengencer sesuai perlakuan yang telah ditentukan dengan perbandingan antara sperma dengan pengencer adalah 1 : 9. Agar sperma dan bahan media pengencer tercampur, tabung Eppendorf digoyang perlahan

(4)

4

sekitar dua menit kemudian dimasukkan ke dalam toples plastik dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

Pemeriksaan makroskopis sperma meliputi volume, warna, pH dan kekentalan sedangkan mikroskopis sperma meliputi konsentrasi, persentase hidup, lama gerak dan lama hidup spermatozoa.

Penentuan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara thoma dan dinyatakan dalam angka (Salisbury dan VanDemark, 1985). Cara ini menggunakan pengencer berupa larutan eosin 2%. Prosedur pemeriksaan dengan Thoma adalah sperma diambil dengan pipet sampai tanda 0,5 kemudian pipet diangkat dari cairan sperma, ujung pipet diangkat dan dibersihkan dengan tissue, Selanjutnya cairan eosin diambil hingga angka 11. Ujung karet penghisap ditekuk kemudian pipet dikocok dengan gerakan membentuk angka delapan beberapa kali sampai larutan homogen, Beberapa tetes (±5 tetes) cairan dibuang dari pipet tersebut, lalu ujung pipet dibersihkan lagi dengan tissue. Setelah itu larutan sperma dari pipet tersebut diteteskan pada papan hitung Thoma melalui salah satu sisi gelap penutup. Spermatozoa yang terdapat pada 5 kotak yaitu 4 kotak di sudut dan1 kotak ditengah dihitung di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Jika jumlah spermatozoa dalam 5 kotak adalah X dan rata-rata adalah Y, maka konsentrasi dalam cairan tersebut adalah Y x 106 sel/ml.

Pengamatan sperma selama proses penyimpanan dalam lemari pendingin dilakukan dengan interval waktu 4 jam. Sampel diambil dari lemari pendingin, didiamkan terlebih dahulu selama 5 menit dan diletakkan pada obyek glass dan dibiarkan pada suhu kamar. Pengamatan sperma dilakukan selama dua hari.

Penentuan persentase hidup sperma dilakukan dengan metode pewarnaan. Cara ini menggunakan pengencer berupa larutan pewarna eosin negrosin. Satu tetes sperma (± 0,01 ml) yang telah diencerkan, diletakkan pada obyek glass kemudian ditambah dengan cairan pewarna eosin negrosin dan dihomogenkan. Selanjutnya dibuat preparat ulas dengan cara menekan dan mendorong menggunakan cover glass membentuk sudut 45o dan dikeringkan pada api Bunsen. Pengamatan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Penghitungan persentase hidup sperma dapat dihitung dengan menggunakan rumus ((Evans dan Maxwell (1987) dalam Hidayaturrahmah (2007)):

(5)

5

persentase hidup sperma (%) = ∑sperma hidup x 100%

∑ total sperma

Menurut Salisbury dan Vandemark (1985) apabila sperma mati maka permeabilitas membrannya rusak. Oleh karena itu spermatozoa yang mati akan menyerap zat warna yang ada disekitarnya, sedangkan yang hidup tidak menyerap zat warna (Toelihere, 1981).

Pelaksanaan pemeriksaan lama gerak (motilitas) yaitu dengan cara menghitung sampai berapa lama spermatozoa dapat bergerak dengan menggunakan stop watch. Satu tetes sperma diambil dengan menggunakan spuit (±0,01 ml) dan diletakkan pada obyek glass cekung kemudian diteteskan dengan aquades (±0,1 ml). Pengamatan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x untuk menghitung lama pergerakan masa sperma dari mulai bergerak hingga berhenti bergerak. Pengamatan lama gerak dinyatakan dalam detik, pemeriksaan terhadap sperma dilakukan baik pada sperma segar maupun perlakuan.

Pengamatan ketahanan hidup dilakukan seiring dengan pemeriksaan persentase hidup dan lama gerak (motilitas) yaitu dengan cara menghitung sampai berapa lama spermatozoa dapat bertahan hidup dalam proses penyimpanan. Pengamatan ketahanan hidup dinyatakan dalam jam.

Parameter utama dalam penelitian ini adalah persentase hidup (%), lama gerak (detik), ketahanan hidup (jam) spermatozoa. Parameter pendukung yang juga diamati dalam penelitian ini adalah konsentrasi sperma segar (sel/ml), persentase hidup sperma segar (%), lama gerak sperma segar (detik), derajat keasaman (pH), volume dan warna sperma.

Pengaruh penambahan madu pada media pengencer NaCl fisiologis dalam proses penyimpanan spermatozoa ikan komet (Carassius auratus auratus) dianalisis dengan menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) dengan tingkat kesalahan 5% kemudian dilanjutkan uji Jarak Berganda Duncan.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pemeriksaan makroskopis terhadap sperma segar yang akan digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut warna sperma putih susu, pH 7 dan

(6)

6

kekentalan yang pekat. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis diperoleh hasil konsentrasi spermatozoa sebanyak 10,2 x 109 sel/ml dengan persentase hidup sperma sebesar 93% dan lama gerak sperma selama 3 menit 35 detik. Berdasarkan hasil dari pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis di atas maka sperma yang diperiksa tersebut masih layak dijadikan sampel penelitian. Volume sperma yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 3 ml yang diperoleh dari 12 ekor ikan komet.

Data rata-rata persentase hidup pada pengamatan 4-52 jam disajikan pada Tabel 1. Hasil ANAVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap persentase hidup sperma. Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap persentase hidup sperma (Tabel 1) .

Tabel 1. Rata-rata persentase hidup sperma ikan komet Perlakuan Rata-rata persentase hidup

A B C D E KG KF KN 48,88c 53,01b 56,85a 58,39a 52,39b 52,63b 52,22b 48,45c

Keterangan : Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p< 0,05).

Perlakuan A : dosis madu 0,3% pada media pengencer NaCl fisiologis Perlakuan B : dosis madu 0,4% pada media pengencer NaCl fisiologis Perlakuan C : dosis madu 0,5% pada media pengencer NaCl fisiologis Perlakuan D : dosis madu 0,6% pada media pengencer NaCl fisiologis Perlakuan E : dosis madu 0,7% pada media pengencer NaCl fisiologis Perlakuan KG : dosis glukosa 0,05% pada media pengencer NaCl fisiologis Perlakuan KF : dosis fruktosa 0,05% pada media pengencer NaCl fisiologis Perlakuan KN : media pengencer NaCl fisiologis tanpa penambahan Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa rata-rata persentase hidup sperma terbaik terdapat pada perlakuan penambahan madu dengan dosis 0,6% (D) dan dosis 0,5% (C) pada media pengencer NaCl fisiologis yang berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan lainnya. Rata-rata persentase hidup sperma terendah terdapat pada perlakuan kontrol NaCl fisiologis tanpa penambahan (KN)

(7)

7

yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan penambahan madu 0,3% pada media pengencer NaCl fisiologis (A). Perlakuan penambahan madu dengan dosis 0,4% (B) dan 0,7% (E) tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kontrol NaCl+glukosa 0,05% (KG) dan kontrol NaCl+fruktosa 0,05% (KF).

Data rata-rata lama gerak sperma pada pengamatan 4-52 jam disajikan pada Tabel 2. Analisis varian (ANAVA) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap lama gerak sperma. Rata-rata lama gerak spermatozoa ikan komet yang terbaik didapat pada perlakuan D yaitu 134,43 detik.

Tabel 2. Rata-rata lama gerak sperma

Perlakuan Rata-rata lama gerak (detik) A B C D E KG KF KN 109,31a 126,87a 119,79a 134,43a 105,74a 114,75a 125,41a 102,69a

Keterangan : Superskrip yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (p< 0,05).

Data rata-rata ketahanan hidup sperma pada pengamatan 4-52 jam disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis varian (ANAVA) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap ketahanan hidup sperma.

Tabel 3. Rata-rata ketahanan hidup sperma ikan komet dengan berbagai macam perlakuan

Perlakuan Ketahanan Hidup (jam)

A B C D E KG KF KN 46,67b 52a 52a 52a 52a 52a 52a 46,67b

Keterangan : Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p< 0,05).

(8)

8

Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa lama hidup spermatozoa pada perlakuan B yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan C, D, E, KG dan KF tetapi berbeda nyata (p<0,05) pada perlakuan A dan KN. Lama hidup pada perlakuan B, C, D, E, KG dan KF tidak berbeda nyata namun memiliki persentase hidup yang berbeda-beda. Persentase terbaik pada pengamatan terakhir didapat pada perlakuan D (9,1%) diikuti dengan perlakuan C (8,23%), KF (5,53%), KG (4,59%), B (4,03%) dan E (3,32%).

Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis sperma segar ikan komet diperoleh persentase hidup sperma segar sebesar 93%. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Stoss (1983) dalam Rustidja (2000) bahwa sperma segar yang akan digunakan untuk penyimpanan dan pembekuan harus mempunyai persentase hidup minimal 70%. Konsentrasi sperma ikan yang dihasilkan ikan komet adalah 10,2 x 109 sel/ml. Konsentrasi tersebut masih dalam kisaran konsentrasi sperma ikan golongan Cyprinidae yaitu dalam setiap milliliter bisa mencapai 1010 – 2x1010 tergantung kekentalan sperma (Woynarovich dan Horvath, 1980). Menurut Darajati dalam Sutoyo (2000) bahwa konsentrasi spermatozoa ikan karper dapat mencapai 12,143x109 sel/ml. Konsentrasi sperma sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan frekuensi pengambilan sperma. Hardjopranoto (1995) menyatakan bahwa protein yang tinggi dalam pakan dapat meningkatkan volume, konsentrasi dan jumlah spermatozoa yang hidup. Konsentrasi sperma yang rendah disebabkan kebutuhan nutrisi dalam sel sperma belum mencukupi karena nutrisi yang tersedia lebih banyak dipakai untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tubuh (Kilawati, 2004). Frekuensi pengambilan sperma mempengaruhi konsentrasi sperma, karena spermatozoa memiliki waktu tertentu untuk proses spermatogenesis sehingga jumlah spermatozoa berkurang jika frekuensi pengambilan sperma terlalu dekat.

Derajat keasamana (pH) mempengaruhi metabolisme sel spermatozoa. Sesaat setelah stripping sampel sperma memiliki pH 7 (netral). Kondisi yang basa atau asam akan menurunkan metabolisme sel sperma, sehingga pH sperma harus dijaga tetap netral.

Media pengencer harus isotonik terhadap sperma. Larutan pengencer yang bersifat hipotonik ataupun hipertonik akan mempengaruhi metabolisme

(9)

9

spermatozoa. khususnya membran sel bersifat semipermeabel, sehingga larutan pengencer baik yang besifat hipotonik maupun hipertonik akan mempengaruhi transfer air melalui membran sel dan menyebabkan rusaknya integritas sel (Sutoyo, 2000).

Rata-rata persentase hidup spermatozoa terbaik terdapat pada perlakuan penambahan madu 0,6% dalam media pengencer NaCl fisiologis (D) lebih baik dibandingkan dengan kontrol tanpa penambahan madu (KN) maupun kontrol dengan penambahan glukosa dan fruktosa (KG dan KF). Hal ini diduga karena madu mengandung fruktosa (41%), glukosa (35%) yang dapat digunakan sperma sebagai sumber energi dan juga madu mengandung mineral yaitu magnesium (Mg) sebagai kofaktor dalam proses glikolisis. Suehartojo (1995) dalam Hidayaturrahmah (2007) menyatakan bahan utama yang dipakai spermatozoa sebagai sumber energi dari luar testis adalah fruktosa yang diubah menjadi asam laktat dan energi dengan bantuan enzim fruktolisin dalam proses glikolisis. Glukosa maupun fruktosa dalam proses glikolisis memerlukan magnesium (Mg) sebagai kofaktor pada beberapa tahap proses glikolisis (Musrinsalila, 2009).

Spermatozoa ikan air tawar motil pada saat tercampur dengan media air yang hipotonis. Pengamatan lama gerak dimulai dari bergeraknya sperma pada media air hingga sperma berhenti bergerak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama gerak terbaik terdapat pada perlakuan penambahan madu dengan dosis 0,6% (D) yaitu 134,43 detik dan rata-rata lama gerak terendah terdapat pada perlakuan kontrol NaCl tanpa penambahan (KN) yaitu 102,69 detik. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan madu tidak berpengaruh nyata (<0,05) pada lama gerak dari sperma. Hal tersebut diduga pengujian lama gerak pada media air dan hanya sebagian kecil dari media pengencer yang terbawa sehingga sumber energi yang berasal dari media pengencer tidak terlalu mempengaruhi lama gerak spermatozoa. Menurut Suquest (1994) dalam Hidayaturrahmah (2007) menyatakan bahwa durasi motilitas terjadi dalam periode yang sangat pendek pada ikan air tawar, Pergerakan aktif spermatozoa ikan sekitar 1-2 menit dan tak ada lagi pergerakan setelah 5 menit.

Pengamatan ketahanan hidup dilakukan untuk mengetahui berapa jam spermatozoa dapat bertahan hidup dalam proses penyimpanan dengan

(10)

10

penambahan madu. Persentase hidup sperma dan motilitas merupakan indikasi bahwa spermatozoa tersebut masih hidup. Hasil dari penelitian ini didapat bahwa penambahan madu 0,4% (B), 0,5% (C), 0,6% (D), 0,7% (E), glukosa 0,05% (KG) dan fruktosa 0,05% (KF) merupakan dosis yang dapat menjaga ketahanan hidup spermatozoa ikan komet hingga 52 jam namun pada perlakuan KN (NaCl tanpa penambahan) dan A (penambahan dosis madu 0,3%) hanya sampai 46,67 jam saja. Penambahan madu 0,4-0,7% (B-E), glukosa 0,05% (KG) dan fruktosa 0,05% (KF) menyediakan energi yang cukup dalam larutan pengencer sehingga dapat mendukung ketahanan hidup sel spermatozoa ikan komet hingga 52 jam.

Persentase hidup sperma sampai pada pengamatan terakhir (52 jam) adalah sebagai berikat : pada perlakuan B (4,03%), C (8,23%), D (9,1%), E (3,32%), KG (4,59%) dan KF (5,53%). Penambahan madu 0,4%-0,7% dapat mempertahankan hidup sel spermatozoa. Didalam madu terkandung fruktosa dan glukosa yang digunakan spermatozoa sebagai sumber energi dalam proses metabolisme sehingga sperma dapat mempertahankan hidup selama proses penyimpanan. Harper et al (1984) menyatakan bahwa sel menggunakan karbohidrat (fruktosa dan glukosa) dalam proses metabolisme. Glukosa dan fruktosa yang terkandung di dalam madu digunakan spermatozoa untuk bertahan hidup maupun untuk bergerak (motil).

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penambahan madu pada media pengencer NaCl fisiologis berpengaruh terhadap persentase hidup dan ketahanan hidup spermatozoa ikan komet namun tidak berpengaruh terhadap lama gerak spermatozoa ikan komet (Carassius auratus auratus). Penambahan madu dengan dosis 0,6% merupakan dosis yang terbaik dalam meningkatkan kualitas sperma pada proses penyimpanan.

Daftar Pustaka

Billard R., J. Cosson, G. Perchec and. O. Linhart. 1995. Biology of Sperm and Artificial Reproduction in Carp. Aquaculture vol. 129. pp. 95-112.

(11)

11

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Hal. 160-163.

Hardjopranoto. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga university press. Surabaya. hal 6-15

Harper, H. A., P. A. Mayes, D. K. Graner, V. W. Rodwell and D. W. Martin. 1984. Review of physiology Chemistry, 19th. Ed. Diterjemahkan oleh Darmawan. Buku Kedokteran, ECG. Jakarta. hal. 164-175.

Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Pada Beberapa Konsentrasi Fruktosa. Jurnal Bioscientiae. hal 9-18.

Kilawati, Y. 2004. Kualitas Sperma Ikan Mas (Cyprinus carpio) pada Umur Ikan Yang Berbeda. Artikel Ilmiah Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang. 5 hal.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari and S. Wirjoatodjo. 1993. Carassius auratus auratus. www.fishbase.org. 19/06/2008. 2 p.

Kusriningrum, R. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Surabaya. hal 43-87.

Musrinsalila, 2009. Buku Ajar Biokimia Universitas Negri Gorontalo, www.scribd.com. 12/11/09. hal 161-193.

Rustidja, 2000. Pemijahan Buatan Ikan-ikan Daerah Tropis. Bahtera Press. Malang. hal 46-178.

Salisbury, G. W. and N.L. Van Demark. 1985. Fisiologi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Sudirman. Gajahmada University Press. hal. 124-189.

Satyani, D. 2007. Reproduksi dan Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Depok. hal. 9-37.

Sutoyo, A. 2000. Peranan Bahan Pengencer Terhadap Penyimpanan Spermatozoa Sampai Penetasan pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Testis. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga. Surabaya. 85 hal

Tang, M.U., dan Affandi R. 2004. Biologi Reproduksi Ikan. Uni Press. Riau. hal. 20-34

Toelihere, M.S 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak, Angkasa. Bandung. hal 43-98.

(12)

12

Waynarovich, E. and L. Horvath, 1980. The Artivical Propagation of Warm Water Finfishes. A Manual for Extension, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. pp. 23-74

Referensi

Dokumen terkait

Sejauh perjalanan kegiatan pengabdian selama satu bulan di Dusun Sumber Rejo Desa Lembeyan Wetan untuk program utama pelatihan pengelolaan sampah plastik juga

Adapun kelebihan dari rumah listrik energi adalah (1) media ini dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan materi lain sesuai dengan tema seperti contohnya perubahan

Seperti terlihat pada tabel 4 di atas, pegawai dengan pendidikan terakhir SMK/ SMA lebih mengutamakan hubungan positif dengan orang lain (46,20 persen) sebagai faktor yang

Penggunaan bahasa Makean dalam lirik kesenian togal manika tentu akan semakin memperluas daerah penyebarannya seiring dengan perkembangan laju kesenian togal manika

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugrah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor Yang

Dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh suhu dan lamanya waktu pretreatment ampas tahu dengan menggunakan gelombang ultrasonik sebelum proses hidrolisis

Konveyor berfiight section (Gambar 2.2-a) dibuat dari pisau-pisau pendek yang disatukan -tiap pisau berpilin satu putaran penuh- dengan cara disimpul tepat pada

n 2016 Capaia n 2017.. Analisis Penyebab Keberhasilan / Kegagalan Atau Peningkatan / Penurunan Kinerja Serta Alternatif Solusi Yang Telah Dilakukan Secara keseluruhan, realisasi