A. lKAN RUCAH
Ikan rucah adalah segala jenis ikan (termasuk cumi-cumi dan rajungan) yang merup'akan hasil sampingan dari suatu penangkapan. Sebetulnya ikan rucah ter-tangkap secara tidak sengaja oleh para nelayan yang tujuan usaha penangkapan utamanya adalah ikan-ikan be-sar, misalnya tongkol, tenggiri, bawal putih, dan sebagainya. Ikan rucah umumnya ditangkap pada keda-laman antara 2-20 m. Pada musim barat, ikan rucah cenderung hidup di bagian dasar laut sehingga tidak banyak tertangkap.
Dari segi gizi, ikan rucah mempunyai nilai yang sama dengan ikan-ikan lainnya yang digemari konsumen atau jenis ikan meja, misalnya kembung, kakap, bawal, dan lain-lain. Tetapi dipandang dari selera mungkin saja ikan rucah tidak seenak ikan bawal, tenggiri atau tongkol (Moeljanto, 1982).
Ikan rucah dan sisa-sisa olahan yang tidak bisa dimakan manusia secara langsung, dapat digunakan seba-gai bahan baku untuk membuat tepung ikan (Kompiang dan
Ilyas, 1983).
Pada umumnya daging ikan mengandung 16-20 % pro-tein, 57,79 % air, 2 - 22 % lemak, 0,5 - 1,5 % karbo-hidrat, 2,5 - 4,5 % abu, 50000 IU/g vitamin A, 20
-200000 IU/g vitamin D, 70 mg/g kolestrol, 10 asam ami-no esensial, dan 10 asam amiami-no ami-non esensial (Hadiwiyo-to, 1993).
B. MIKROBIOLOGI IKAN
Daging dan cairan ikan sehat yang masih segar pad a umumnya steril secara alamiah, akan tetapi kulit, lendir, insang, dan saluran pencernaan ikan mengandung sejumlah mikroba, terutama bakteri. Kebanyakan bak-teri ini berperan dalam kebusukan ikan (Moeljanto, 1982) .
Bakteri yang berperan dalam pembusukan ikan merupakan bakteri gram negatif yang bersifat psikro-trofik, karena ikan pada umumnya disimpan di dalam es selama penangkapan dan penyimpanan. Bakteri ini anta-ra lain dari grup
Pseudomonas, Acinetobacter
atauAlcaligenes.
Sedangkan mi.kroorganisme patogen yang sering mengkontaminasi ikan yaitustaphylococcus
aureus, Salmonella
sp.,Clostridium botulinum,
Liste-ria monocytogenes,
danVibrio parahaemolyticus
(Lindgren dan Dobrogosz, 1990).
Menurut Hadiwiyoto (1993), mikrobiologi ikan ter-gantung pada tempat asal ikan ditangkap, keadaan, dan sanitasi penangkapan ikan. Jenis-jenis ikan yang ditangkap pada daerah-daerah yang bersuhu rendah banyak mengandung bakteri psikrofil dari golongan
Pseudomonas, antara lain P . . pelludium, P.
genicula-tum, P. povonacea, P. nigricans, P. fluorescens, P.
ovalis, P. fragi, P. multistriatum, P. schuylkillien-sis. Sementara itu golongan bakteri Achromobacter,
Aerobacter, Flavobacterium, Micrococcus, dan Cytophaga juga ditemukan. Ikan-ikan yang berasal dari daerah panas, misalnya daerah trop~s, banyak mengandung bak-teri mesofil yang kebanyakan dari golongan
Micrococ-cus. Ikan yang hidup di air tawar kebanyakan mengan-dung Aeromonas, Lactobacillus, Brevibacterium,
Alcali-genes, dan streptococcus. Meskipun demikian jenis-je-nis bakteri yang terdapat pada ikan selain tergan-tung pada sumber pencemarannya juga tergantergan-tung pada jenis hasil perikanan, perlakuan yang diberikan, dan kerusakan yang ada pada ikan. Ikan-ikan yang berlen-dir pada permukaan tubuhnya banyak mengandung jenis-jenis Pseudomonas, Alcaligenes, Micrococcus, Flavo-bacterium, CoryneFlavo-bacterium, Sarcina, Serratia, Vibrio,
dan Bacillus.
Bakteri yang bersifat patogen (dapat menyebabkan penyakit pada manusia) juga sering dijumpai pad a ikan, seperti misalnya Clostridium, Salmonella, Shigella,
dan Vibrio. Bakteri klostridia yang sering ditemukan pada ikan adalah C. sporogenes, C. welchii, C. tetani.
Vibrio yang sering ditemukan pada ikan adalah Vibri.o
c. BAKTERI ASAM LAKTAT
.~,. -"
a. Karakteristik Bakteri Asam Laktat
Dalam mikrobiologi pangan, pengelompokan bakteri berdasarkan sifat p~rtumbuhannya pada makanan lebih penting daripada pengelompokan ber-dasarkan sifat-sifat lainnya. Dengan pengelom-pokan ini mudah diduga perubahan-perubahan yang akan terjadi pada makanan jika suatu bakteri yang termasuk dalam suatu kelompok tumbuh pada makanan.
Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk menfermentasi gula menjadi asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi seperti fermentasi sayur-sayuran (sauerkraut, pikel, dan sebagainya), fermentasi susu (keju, yoghurt, susu asam, dan sebagainya), dan fermentasi ikan (silase, bekasem, chaoteri, terasi, dan sebagainya). Karena pro-duksi asam oleh bakteri asam laktat berjalan cepat, maka pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat (Fardiaz, 1989 dan Rahayu et al.,1992).
Menurut stamer (1979), bakteri dapat dikla-sifikasikan sebagai bakteri asam laktat berda-sarkan perbedaan taksonomi (morfologi dan fi-siologi). Secara morfologi bakteri asam laktat
termasuk gram positif berbentuk batang dan koki, tidak membentuk sp~ra, tidak motil atau sedikit sekali yang motil. Secara fisiologi, pada metabo-lisme secara fermentasi, produksi akhir utama adalah asam laktat, katalase negatif walaupun beberapa spesies dapat menunjukkan reaksi positif di bawah kondisi pertumbuhan tertentu,
mikroaero-filik sampai anaerob, kebutuhan nutrisi kemoorga-notrofik dan kompleks, kebutuhan akan temperatur mesofilik. Sifat jasad renik yang tumbuh pada bahan pangan umumnya kemoorganotrofik, dimana sebagai sumber energi dan sumber karbon mengguna-kan senyawa organik (Fardiaz, 1989).
Bakteri asam laktat terutama menfermentasi monosakarida dan disakarida, tetapi di dalam kasus tertentu juga menfermentasi polisakarida, patio Bakteri asam laktat yang memecah glukosa menjadi asam laktat disebut bakteri asam laktat homofer-mentatif.
berikut :
Prosesnya dapat ditunjukkan sebagai
glukosa ---> 2 asam laktat
Grup lain yang dikenal sebagai bakteri asam laktat heterofermentatif memecah glukosa menjadi asam
asetat. Proses fermentasi yang umum dari tipe ini (Prescott dan Dunn, 1959) sebagai berikut:
glukosa ---> asam laktat + CO2 + etil alkohol Menurut Fardiaz (1989) yang termasuk bakteri asam laktat adalah famili
Lactobacillaceae,
yaituLactobacillus,
dan familistreptococcaceae,
terutamaLeuconostoc, streptococcus(dengan
grup D),Lactococcus (streptococcus
grup N), danPe-diococcus.
Pediococcus
dan beberapa spesiesLac-tobacillus,
misalnyaLb. lactis
danLb. plantarum,
bersifat homofermentatif, sedangkanLeuconostoc
dan spesiesLactobacillus
lainnya, sepertiLb.
brevis,
bersifat heterofermentatif. Sifat umum bakteri asam laktat dapat dilihat pada Tabel 1.b. Aktivitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat
Dalam fermentasi spontan, bakteri asam lak-tat sering ditemukan sebagai mikroflora dominan yang menghambat bakteri pembusuk dan patogen. Aktivitas antimikroba disebabkan oleh metabolit
bakteri asam laktat berupa : asam organik (asam laktat, asam asetat, asam format), diasetil, H20 2 , CO 2 , secara sendiri-sendiri atau kombinasi. Se-lain itu penghambatan juga disebabkan ol~~~J~~~
Tabel 1. Sifat-sifat umum bakteri asarn laktat *
morfologi toleransi suhu opt. NaCl (%) °C Kelas fi5io10gi 1- Homofermentatif Genus A. Lactobacillus batang 3-6 37-45 Spesies 1- thermobacterium 3-6 37-45 2. streptobacterium 9 28-32 B. Pediococcus kokus 25-33 Spesies 1- cerevisiae 10 2. demnosus 4 3. holophilus 10-18 4. parbulus 6.5
c.
streptococcus kokus Spesies 1- enterococcus 6.5 37 2. lactis 2.4 30 3. pyogenes 6.5 37 4. viridans 6.4 37 2. Hetero£errnentatif Genus A. Lactobacillus batang spesies 1- betabacterium 6.8 28-40 B. Leuconostoc kokus Spesies 1. cremoris 3 20-25 2. rnesenteroides 6.5 20-25 * Stamer (1980) pH 4.0-7.4 4.2-8.8 4.6-9.6 4.2-9.2 4.6 4.0 3.2-7.21. Asam Organik
Akumulasi asam sebagai produk akhir dapat
meningkatkan aktivitas antimikroba dalam produk
fermentasi.
Aktivitas antimikroba dari asam
or-ganik tergantung pad a tiga faktor yaitu: (1)
sema-ta-mata karena pengaruh pH,
(2) tingkat disosiasi
asam,
(3)
efek spesifik dari molekul asam itu
sendiri
(Smulders
et al.,
1986;
Lindgren dan
Dobrogosz, 1990).
Bakteri berkembang biak hanya dalam selang
pH tertentu.
Di luar selang pH itu pertumbuhan
bakteri
akan terganggu.
Penurunan pH selama
proses fermentasi tergantung pada jumlah asam yang
dihasilkan
oleh
bakteri
asam
laktat
dan
kapasitas buffer dari makanan.
Aktivitas
antimi-kroba pH menu rut Smulders et al. (1986) tergantung
juga kepada bentuk
molek~ldari asam.
Efek penghambatan dari asam organik terutama
tergantung jumlah asam tak terdisosiasi, karena
asam terdisosiasi hanya memiliki efek penghambatan
yang rendah.
Asam tak terdisosiasi dapat
berdifu-si ke dalam sel mikroba.
Di dalam sel asam tak
terdisosiasi akan memisah menjadi anion dan proton
sesuai dengan pH internal sel.
Hal ini
menyebab-kan terjadi gangguan terhadap fungsi metabolisme
penting pada mikroba (Ostling dan Lindgren, 1990).
Asam asetat dilaporkan mempunyai efek pengham-batan yang lebih besar bila dibanding asam laktat, terutama terhadap khamir dan jamur. Beberapa laporan menunjukkan asam asetat dan asam laktat mempunyai hubungan yang sinergis dalam menghambat pertumbuhan Salmonella dan khamir (Lindgren dan Dobrogosz, 1990).
2. Bakteriosin
Bakteriosin merupakan peptida-peptida atau protein dengan efek bakterisidal atau bakteri-statik. Bakteriosin yang diproduksi oleh bak-teri asam lakta~ dapat digunakan sebagai penga-wet alami dalam industri pangan (Larsen et al.,
1993).
Berdasarkan spektrum aktivitasnya, bakterio-sin dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe pertama, bakteriosin dengan spektrum aktivitas yang sempit, mempunyai efek sidal terhadap or-ganisme yang mempunyai hubungan yang dekat. Bak-teriosin yang termasuk kelompok ini antara lain: plantaricin A, laktosin 27, dan diplokokin. Tipe kedua, bakteriosin yang menghambat organisme gram positif dengan spektrum yang lebih luas. Bakteri-osin yang masuk kelompok ini antara lain: reu-terin, pediosin A, dan nisin. Banyak spesies
atau galur dari bakteri pembusuk dan patogen pada
makanan, seperti
Listeria monocytogenesdan
Clos-tridium botulinum
termasuk
sasaran
grup
yang
terakhir (Hurst,
1983;
Lindgren dan Dobrogosz,
1990; Marugg, 1991).
Lebih ianjut lagi menurut
Marugg (1991), bakteriosin merupakan senyawa yang
tidak beracun terhadap manusia, sehingga
bakterio-sin mempunyai potensi yang besar sebagai bahan
pengawet dalam berbagai produk makanan (fermentasi
dan non fermentasi) .
Lactococcus lactis
menghasilkan suatu senyawa
polipeptida yang
disebut nisin.
Nisin mempunyai
spektrum antibakteri terhadap streptokoki,
sta-filokoki,
Bacillussp.,
Clostridium,dan
laktoba-silli.
Sekarang nisin telah diterima sebagai
bahan tambahan makanan, terutama karena aktivitas
penghambatannya terhadap. spora (Lindgren dan
Do-brogosz, 1990).
Nisin stabil terhadap panas pada
pH yang rendah dan merupakan peptida
kecil atau
senyawa protein, dengan aktivitas spektrum yang
luas.
Nisin terutama aktif menghambat bakteri
gram positif (Gilliland, 1985).
Senyawa inhibitor lain, diplokokin,
dihasil-kan
oleh
Lactococcus lactis subsp. cremoris.Senyawa
ini mempunyai
spektrum aktivitas yang
sempit dan hanya
efektif
menghambat
galur L.
lactis subsp. cremoris
lain dan L.lactis
(Lindgren dan Dobrogosz, 1990).Lactobacillus plantarum
memproduksi laktolin, yang berbeda karakteristiknya dengan nisin maupun diplokokin.Lb. acidophilus
memproduksi antibio-tik : laktolidin, asidopilin, dan asidolin (Gilli-land, 1985).Pediococcus acidilactici
SJ-1 yang diisolasi dari produk fermentasi daging memproduksi senyawa antibakteri yang aktif menghambat galurLactoba-cillus
sp.,Clostridium perfringens
danListeria
monocytogenes.
Senyawa ini sensitif terhadap enzim proteolitik, diidentifikasi sebagai bakteriosin dan diberi nama pediosin SJ-1. Pediosin SJ-l stabil pad a selang pH yang lebar (pH 3 - 9), teta-pi paling stabil pada selang pH yang rendah. Pada selang pH 3 - 6, pediosin SJ-1 stabil terhadap suhu proses yang tinggi (65-125°C), tetapi aktivi-tasnya menurun secara nyata bila dipanaskan pada pH 7.0 (Schved et al., 1993).Menurut Marugg (1991),
Pediococcus
acidilac-tici
galur PAC 1.0 memproduksi bakteriosin yang dikenal dengan nama pediosin PA-l. Pediosin PA-1 aktif menghambat P.ad.dilactici,
P.pentasa-ceus, Lactobacillus plantarum, Lb. casei, Lb.
bifermentum,
Leuconostoc
mesenteroides,
danListeria monocystogenes.
Pediosin PA-1 merupakan
senyawa dengan berat molekul rendah dan merupakan
protein tahan panas yang sensitif terhadap
bebera-pa enzim proteolitik.
3. Hidrogen Peroksida
Hidrogen
peroksida dihasilkan oleh bakteri
asam laktat dengan adanya oksigen melalui
aktivi-tas oksidasi flavoprotein atau peroksidasi NADH.
Efek bakterisidal hidrogen peroksida disebabkan
oleh efek oksidasi yang kuat pada sel bakteri dan
perusakan struktur molekul dasar dari sel protein
(Lindgren dan Qobrogosz, 1990).
Hidrogen
perok-sida dapat terakumulasi dan menjadi produk akhir
dari suatu proses fermentasi (Hurst, 1983).
Menurut Martin dan Gilliland (1980), produksi
hidrogen peroksida tergantung pada
konsentrasi
oksigen.
Pada pertumbuhan kultur bakteri asam
laktat yang diaerasi akan menghasiikan hidrogen
peroksida lebih banyak daripada kultur yang tidak
diaerasi.
Selain tergantung pada kandungan
oksi-gen, kemampuan bakteri untuk memproduksi
hidro-gen peroksida juga tergantung pada adanya suatu
enzim yang tergolong flavoprotein.
Flavoprotein
bereaksi dengan oksigen membentuk
senyawa-senya-wa beracun,
yaitu
hidrogen peroksida dan suatu
cremoris dan Lactococcus lactis subsp.
diacetylac-tis juga mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Diasetil lebih efektif menghambat bakteri gram negatif. Dari penelitian didapatkan'bahwa diasetil baru mempunyai aktivitas antimikroba bila terdapat dalam konsentrasi lebih dari 170 ppm. Karena pada umumnya konsentrasi diasetil dalam produk fermen-tasi kurang dari 170 ppm, maka diasetil dianggap kurang berpengaruh dalam pengawetan pangan. Teta-pi kombinasi dengan metabolit lain mungkin mem-berikan aktivitas antimikroba yang besar (Gilli-land, 1985).
5. Karbon Dioksida
Akumulasi CO 2 (HC0 3-) dalam produksi fermen-tasi sayuran merupakan hasil respirasi endogenes dari sel tanaman dan hasil aktivitas mikroba. Peranan karbon dioksida dalam mengawetkan makanan disebabkan oleh dua hal. Pertama, menciptakan kondisi anaerobik dengan menggantikan molekul oksigen yang ada dalam produk. Kedua, karbon dioksida mempunyai aktivitas antimikroba. Meka-nisme penghambatan belum diketahui secara pasti, diduga karbon dioksida menghambat proses dekarbo-silasi enzimatik dan akumulasi karbon dioksida
dalam kedua lapisan membran lemak menyebabkan gangguan fungsi permeabilitas (Lindgren dan Dobro-gosz, 1990).
c. Peranan Bakteri Asam Laktat sebagai Bahan Penga-wet Makanan
Kultur bakteri asam laktat dapat digunakan untuk memperpanjang masa simpan daging terutama daging segar. Penambahan kultur
Lb. brevis
pada irisan daging sapi dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk gram negatif, sehingga masa simpan daging sapi tersebut dapat diperpanjang beberapa hari (Smith dan Palumbo, 1983).Penambahan kultur campuran P.
cerevisiae
danLb. plantarum
dapat memperpanjang masa simpan daging unggas segar maupun yang telah dimasak. Pertumbuhans. typhimurium
dans. aureus
pada daging unggas masak sarna sekali terhenti dengan penambahan kultur campuran P.cerevisiae
danLb.
plantarum.
Kedua kultur campuran ini juga dapat menghambat pertumbuhanPseudomonas
fluorescens,
P.fragi,
dan P.putrefaciens
pada daging unggas masak (Raccach dan Baker, 1978).Kultur
Lb. plantarum, Lb. bulgaricus,
dan L.lactis
yang masing-masing ditambahkan pada perrnu-kaan daging dapat menghambat pertumbuhan mikrobapembusuk pada daging domba dengan sukses. Ketiga ku1tur tersebut terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri psikotrofik batang gram nega-tif, grup bakteri co1i-aerogenes, stafi1okoki, dan bakteri pembusuk yang bersifat proteo1itik dan 1ipo1itik. Aktivitas antimikroba ketiga kultur tersebut terutama disebabkan oleh produksi asam
(Smulders et a1., 1986).
Penambahan bakteri asam 1aktat dapat memper-panjang masa simpan dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada daging dan produk ikan tanpa fermentasi. Kultur bakteri asam laktat terse1eksi yang ditambahka~ pada daging sapi, daging unggas, daging sapi yang dikemas vakum, dan udang dapat memperpanjang masa simpan produk pangan tersebut. Aktivitas antimikroba kemungkinan besar disebabkan oleh hidrogen peroksida, asam, dan bakteriosin
(Lindgren dan Dobrogosz, 1990).
Penambahan nisin pada daging ham dapat menurunkan penggunaan nitrit dari konsentrasi 150 ppm menjadi 40 ppm tanpa kehilangan aktivi~as
pengawetan nitrit dan tidak terjadi perubahan warna pada daging ham (Rayman et al., 1981 dalam Hurst, 1983).
Keju cottage yang dibuat dengan penambahan kultur Leuconostoc cremoris dapat mencegah atau
menghambat perubahan formasi dan degradasi protein yang disebabkan oleh P. fragi dan P. putrefaciens
(Babel, 1976). Produksi asam oleh starter bakteri asam laktat akan menghambat pertumbuhan dan menginaktifasi enterogenik 'E. coli se1ama
pem-buatan keju Camembert (Frank dan Marth, 1977). Penambahan kultur L. lactis, bakteri
pengha-sil nisin, pada keju swiss dapat menghambat keru-sakan yang disebabkan oleh C. butyricum dan C. tyrobutyricum (Hirsch et al., 1951 dalam Hurst,
1983) .
D. PIKEL
Pikel adalah sejenis makanan pad at yang diawetkan dengan menggunakan asam. Asam tersebut dapat berasal dari proses fermentasi cairan buah atau sayuran itu sendiri atau dapat pula ditambahkan cuka makan
(Frazier dan Westhoff, 1978).
Ketimun merupakan salah satu bahan yang sering digunakan sebagai bahan baku pikel (Cruess, 1958). Jenis pikel yang lain yaitu pikel campuran/acar/mixed
pickles terdiri dari dua atau lebih sayuran dalam satu
wadah fermentasi. Ketimun, kembang kol, cabai hi-jau, bawang merah, buncis, dan tomat hijau merupakan sayuran yang umumnya digunakan dalarn pembuatan acar
Pikel ketimun adalah produk fermentasi dari keti-mun segar (Jay, 1986). Ketimun yang akan dibuat pikel dipilih yang masih mentah dan segar, ketimun yang luka atau busuk dapat menyebabkan kebusukan selama proses fermentasi (Vaughn, 1985). '
Dalam fermentasi ketimun sering ditambahkan 1% glukosa untuk membantu proses fermentasi terutama kalau ketimun mengandung glukosa yang rendah sekali
(Muchtadi, 1989).
Pada umumnya ketimun difermentasi dalam larutan garam pada kisaran 20 - 30oSalometer (sekitar 5 - 8 % NaCl). Pada konsentrasi gar am demikian urutan bakteri asam laktat yang tumbuh hampir sama dengan sauerkraut. Tetapi pada ketimun spesies Leuconostoc tidak pernah mendominasi stadium awal dari fermentasi meskipun pada konsentrasi garam 5 % dan pada konsen-trasi 8 %, spesies itu sama sekali tidak terdeteksi
lagi (Daulay dan Rahman, 1992; Vaughn, 1985).
Apabila fermentasi dilakukan dalam larutan garam dengan konsentrasi 20 - 30 oSalometer garam, spesies bakteri asam laktat yang paling banyak terdapat adalah
Pediococcus cerevisiae, Lactobacillus brevis dan Lb.
plantarum. Dalam hal ini, Pediococcus cerevisiae dan
Lactobacillus brevis kurang tahan terhadap garam dibandingkan dengan Lactobacillus plantarum sehingga spesies-spesies tersebut kadang-kadang tidak terdapat
pada konsentrasi garam yang lebih tinggi (300
Salome-ter) (Daulay dan Rahman, 1992; Vaughn, 1985).
Stadium permulaan fermentasi pada umumnya berlangsung selama 2 atau 3 hari dengan kekecualian bisa berlangsung selama 7 hari atau lebih lama. Selama periode ini, bakteri asam laktat dan khamir yang melakukan fermentasi dan pengoksidasi tumbuh dengan cepat, dan mikroorganisme yang tidak diingin-kan berkurang atau keseluruhannya hilang sebagai akibat dari peningkatan keasaman atau penurunan pH
(Daulay dan Rahman, 1992; Vaughn, 1985).
Dalam larutan garam fermentasi ketimun berkadar garam rendah (5 % NaCl) , campuran dari spesies-spesies yang asam-rendah dari Leuconostoc dan toleran-asam-tinggi dari Lactobacillus dan Pediococcus menjadi predominan pada stadium intermediat dari fermentasi
(Daulay dan Rahman, 1992; vaughn, 1985).
Stadium akhir dari fermentasi disempurnakan oleh spesies-spesies Lactobacillus brevis, Lb. plantarum dan Pediococcus cerevisiae. Bakteri-bakteri inilah yang berperan untuk pembentukan asam laktat dalam larutan garam dengan konsentrasi 20 - 30oSalometer.
Ketiga spesies tersebut terdapat apabila ketimun di-fermentasi dengan konsentrasi garam 30oSalometer, akan
tetapi aktivitas dari Pediococcus cerevisiae sangat terganggu pada konsentrasi ini dan tidak dapat tumbuh
ketika pH turun ke sekitar pH 3.7. Hal
ini
mengaki-batkan hanya kedua spesies Lactobacillus yang tinggal untuk menyelesaikan proses fermentasi. Pada akhir fermentasi total keasaman adalah sekitar 0.90 % asam laktat dengan pH 3.3 dengan syarat aktivitas khamir oksidatif dikontrol dengan kondisi anaerobik (Daulay dan Rahman, 1992; Vaughn, 1985).Bakteri yang umumnya ditemukan mendominasi fer-mentasi ketimun dalam berbagai tahap ferfer-mentasi dapat dilihat pada Tabel 2. Semua bakteri yang tercantum pada Tabel 2 tersebut dapat ditemukan dalam ketimun yang difermentasi dalam larutan garam 20 - 30o
Salome-ter (Vaughn, 1954).
Suhu mempengaruhi proses fermentasi. Suhu antara 24 - 30°C merupakan suhu optimal untuk fermentasi ketimun (Prescott dan Dunn, 1959).
Fermentasi asam laktat terjadi pad a keadaan anaerob. Kondisi anaerob dicapai dengan cara menutup bag ian mulut wadah dengan rapat. Oksigen yang terda-pat pada ruangan yang tersisa akan segera habis oleh proses respirasi sel dengan bantuan bakteri (Frazier dan Westhoff, 1978). Khamir oksidatif dapat tumbuh pada permukaan garam pada kondisi anaerobik tidak sempurna. Khamir oksidatif tersebut akan mengoksidasi asam laktat, menaikkan pH dan merangsang pertumbuhan bakteri pembusuk (Fleming, 1982).
Tabel 2. Bakteri yang ditemukan mendominasi fermenta-si ketimun dalam berbagai tahap fermentafermenta-si*
Tahap fermentasi Spesies bakteri dominan
Awal Aerobacter aerogenes
Aerobacter cloacae Eschericia fre~ndii Eschericia intermedium
Bacillus mesentericus-Bacillus megatherium groups Bacillus (Aerobacillus) polymyxa Bacillu's (Aerobacillus) macerans Intermediat Leuconostoc mesenteroides
Lactobacillus plantarum Lactobacillus brevis Lactobacillus fermenti Akhir * Lactobacillus plantarum Lactobacillus brevis Lactobacillus fermenti Vaughn (1954)
E. KARAKTERISTIK BEBERAPA BAKTERI PERUSAK
1. Pseudo1llOnas f1.uorescens
Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri gram negatif, bersifat kemoorganotrof, yaitu meng-gunakan senyawa organik sebagai sumber energi dan sumber karbon. Metabolisme dilakukan dengan respirasi, tidak pernah fermentatif (Pelczar dan Chan, 1988)
Menurut Jay (1986), Pseudomonas banyak terda-pat pada tanah, air, tumbuhan, saluran usus manu-sia dan hewan. Bersifat psikrotrofik, sering
menimbulkan kerusakan pada daging, unggas, telur, dan hasil perikanan.
Sifat-sifat Pseudomonas yang penting yang mempengaruhi pertumbuhannya pada makanan menu rut Fardiaz (1989) adalah sebagai berikut: (1) umumnya mendapatkan sumber karbon dari senyawa bukan karbohidrat, (2) dapat menggunakan senyawa-senyawa sumber nitrogen sederhana, (3) kebanyakan spesies tumbuh baik pada suhu rendah, P.
fluores-cens dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37°C, (4) memproduksi senyawa-senyawa yang menimbulkan bau busuk, (5) dapat mensintesa faktor-faktor pertum-buhan dan vitamin, (6) beberapa spesies bersifat proteolitik (memecah protein) dan lipolitik (meme-cah lemak), atau pektinolitik (peme(meme-cah pektin) ,
(7) pertumbuhannya pada kondisi aerobik berjalan cepat, dan biasanya berbentuk lendir, (8) Tidak tahan panas dan keadaan kering, oleh karena
itu mudah dibunuh pengeringan.
dengan proses pemanasan dan
2. iUcal.igenes sp.
Alcaligenes terdiri dari 9 spesies, merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tetapi kadang-kadang berbentuk
gram positif (Jay, 1986).
bulat, atau bersifat
aerobik. Mempunyai suhu pertumbuhan yang optimum pada kisaran 20 sampai 37°C. Kebanyakan spesies merupakan penghuni saprofit yang umum pada sa luran pencernaan vertebrata. Bakteri ini banyak ditemu-kan pada produk susu, air, air laut, dan tanah
(Pelczar dan Chan, 1988).
Menurut Fardiaz (1989), Alcaligenes merupakan jenis bakteri yang sering menimbulkan masalah pada pendinginan makanan karena bakteri ini ber-sifat psikrotrofik. Kebanyakan spesies bersifat proteolitik, yaitu memecah protein menjadi asam amino, pepton, kemudian amonia, sehingga mengha-silkan reaksi alkali.
F. KARAKTERISTIK BEBERAPA BAKTERI PATOGEN
1. Escherichia coLi
Escherichia coli a.dalah suatu bakteri gram
negatif berbentuk batang dan bersifat anaerobik fakultatif. E. coli adalah bakteri koliform fekal
dan biasanya digunakan sebagai mikroorganisme indikator terhadap kontaminasi feses pada air dan susu (Fardiaz, 1983).
Bakteri ini dapat menggunakan asetat sebagai sumber karbon, tetapi tidak dapat menggunakan sitrat. Glukosa dan beberapa karbohidrat lainnya dapat dipecah menjadi piruvat, dan fermentasi
selanjutnya menghasilkan asam laktat, asetat, dan format. Asam format kemudian dapat dipecah oleh hidrogenliase menghasilkan CO 2 dan H2 dalam jumlah yang sama.
Kisaran suhu pertumbuhan
E. coli
adalah 30 sampai 40°C, dengan suhu optimum 37°C.buhan optimum terjadi pada pH 7.0 - 7.5, pada pH 4.0 dan maksimum pada pH 9.0. minimum untuk pertumbuhan adalah 0.96.
Pertum-minimum Nilai a w Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu makanan at au selama pemasakan makanan (Fardiaz, 1983).
E. coli
sering mengkontaminasi makanan, se-perti produk olahan susu, sayuran segar, dan salad. EnteropatogenikE. coli
sering menyebabkan radang usus dengan waktu inkubasi antara 6 - 36 jam (Van Demark dan Batzing, 1987).2. Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes
merupakan bakteri berbentuk batang agak bulat, kecil, dan gram posi-tif. Bakteri ini memproduksi beta-hemolisis pada agar darah, dan sangat sukar diisolasi. Bakteri ini juga tumbuh baik pada suhu 4 - 6°C.L.
monocytogenes
merupakan bakteri yang tahan panas dan tidak akan mati dengan pemanasan padasuhu 80°C selama 5 menit atau suhu 100°C selama 15 detik. Oleh karena itu perlakuan pasteurisasi tidak dapat membunuh bakteri ini. Bakteri ini juga tahan terhadap lingkungan yang kering (Far-diaz, 1983).
3 • SaI1llOneIIa t:yphimuriUlll
Salmonella typhimurium
merupakan bakteri gram negatif, dan berbentuk batang (Fardiaz, 1989). Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif dan mampu tumbuh pada medium sintetis tanpa faktor pertumbuhan khusus (Pelczar dan Chan, 1988).Suhu pertu.mbuhan
S. typhimurium
berkisar antara 5°C sampai 47°C, dengan suhu optimum 35 -37°C. Nilai pH untuk pertumbuhan bakteri ini adalah antara 4.1 - 9.0, dengan pH optimum 6.5 -7.5. Pada pH dibawah 4.0 dan diatas 9.0, bakteri ini akan mati secara perlahan-lahan.optimumnya adalah 0.945 - 0.999.
Nilai a w Makanan yang sering terkontaminasi oleh
S. typhimurium
adalah telur, daging, ikan, dan daging unggas. Bakteri ini dapat menyebabkansalmonellosis,
yaitu penyakit gastrointestinal akut yang disebabkan oleh spesies-spesiesSalmo-nella.
Gejala penyakit ini adalah diare, sakitperut yang mendadak, demam, mual, dan muntah (Van Demark dan Batzing, 1937).
4 • st;aphy~ococcus aureus
staphylococcus aureus
adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, hidup secara aerobik ataupun anaerobik fakultatif, dan patogenik. Galtir tertentu memproduksi enterotoksin yang tahan panas (Pelczar dan Chan, 1933).Suhu optimum untuk pertumbuhan
S. aureus
adalah 35 - 37°C, dengan suhu minimum 6.7°C dan suhu maksimum 45.5°C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4.0 9.3, dengan pH optimum sekitar 7.0 -7.5 (Fardiaz, 1983).S. aureus
sering mengkontaminasi makanan seperti daging dan produk-produk daging, ikan, susu dan produk-produk susu.Sifat patogen bakteri ini berhubungan dengan produksi koagulase yaitu enzim yang mengkoagulasi plasma darah, hemolisis (pemecahan) sel darah merah, dan produksi deoksiribonuklease (DNAse) yang tahan panas (Van Demark dan Batzing, 1987).
5. Vibrio parahaeJl1O~yt:icus
Vibrio parahaemolyticus
merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek, lurus atauagak melengkung, dan tidak tahan asam (Pelczar dan Chan, 1988).
V. parahaemolyticus bersifat anaerobik fa-kultatif, dapat hidup pada konsentrasi NaCl berki-sar antara 0.5 - 9 %, dengan konsentrasi optimun 3 %. suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37°C, dengan suhu minimum 8°C dan suhu maksimum 44°C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4.5 - 11, dengan pH optimum 6.5 - 9.0. Aw minimal pertumbuhan 0.94
(Liston, 1980).
Makanan yang sering terkontaminasi oleh V.
parahaemolyticus ad~lah makanan-makanan hasil laut seperti udang, lkan, kepiting, kerang, lobster, dan sebagainya. Bakteri ini menyebabkan berba-gai macam gejala penyakit yaitu diare ringan, kejang perut, mual, muntah, pusing dan demam, dan mengigil. Masa inkubasi dari mulai mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi sampai timbulnya penyakit bervariasi dari 4 - 96 jam, dengan rata-rata 12 - 24 jam, tergantung jumlah sel bakteri yang tertelan dan daya tahan pender ita (Fardiaz, 1983).