• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENERIMAAN DIRI 1. Pengertian Penerimaan Diri

Menurut Elisabeth Kobler Ross (1969), Penerimaan diri terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya menyerah pada pengunduran diri atau tidak ada harapan. Menurut Hurlock (1974), penerimaan diri adalah sejauh mana seorang individu mampu menyadari karakteristik kepribadian yang dimilikinya dan bersedia untuk hidup dengan karakteristik tersebut. Menurut Hurlock, penerimaan diri menjadi salah satu faktor penting yang berperan terhadap kebahagiaan individu sehingga ia memiliki penyesuaian diri yang baik. Penerimaan diri sebagai suatu keadaan yang disadari oleh diri sendiri untuk menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut Santrock (2002). Menurut Prihadi (2004) menerima diri apa adanya berarti pasrah dan jujur terhadap kondisi yang dimiliki, tidak ada yang ditutup-tutupi, baik itu kekuatan maupun kelemahan, kelebihan maupun kekurangan, yang mendorong maupun yang menghambat yang ada di dalam diri. Semua diterima apa adanya. Sikap menerima diri adalah kemampuan seseorang untuk mengakui kenyataan diri secara apa adanya termasuk juga menerima semua pengalaman hidup, sejarah hidup, latar belakang hidup, dan lingkungan pergaulan (Riyanto, 2006).

(2)

adalah suatu keadaan dimana seorang individu dapat menerima keadaan pahit atau berat yang ia alami dalam hidup dan ikhlas menjalaninya sehingga dapat membuat hidupnya lebih bermakna dan berguna bagi diri sendiri dan sesama.

2. Tahapan Penerimaan Diri

Elisabeth Kobler Ross (1998) mengemukakan lima tahapan yang biasanya terjadi pada pasien penyakit kronis, yaitu :

a. Denial and Isolation

Awalnya, individu cenderung untuk menyangkal bahwa ia telah menderita penyakit dan bisa jadi ia menarik diri dari konteks sosial yang biasa dilakukan. Didiagnosa menderita penyakit kronis seringkali membuat seseorang mengalami shock, dalam beberapa menit, segala hal sepertinya berubah. Kehidupan di masa datang tampak seolah – olah menghilang. Setiap rencana, mulai dari apa yang akan dilakukan esok hari hingga apa yang diakukan sepanjang hidupnya mulai berubah. Pasien terkadang melakukan penyangkalan dan mengatakan bahwa diagnosa tersebut merupakan hal yang tidak mungkin terjadi pada dirinya (Taylor, 1999).

Denial (penyangkalan) adalah salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri

dimana individu menghindar dari implikasi atas penyakit yang ia derita. Mereka terkadang berperilaku seolah – olah penyakit tersebut tidak ada. Pada suatu tahap dimana penolakan tidak berhasil, maka pasien akan mengalami kecemasan (Taylor, 1999).

(3)

b. Anger

Individu yang berduka, kemudian bisa jadi marah kepada orang yang telah membuat dia sakit, atau dia marah kepada dunia kenapa hal itu bisa terjadi padanya. Ia bisa juga marah pada dirinya sendiri karena membiarkan keadaan ini berlangsung. Walaupun secara realistik tidak ada yang menghentikan penyakitnya itu.

c. Bargaining

Pada tahap ini, individu yang berduka membuat penawaran dengan Tuhan dengan bertanya, “jika aku melakukan sesuatu, apakah Kamu mau mengambil rasa sakit ini?” Pendrita mulai mengalihkan perhatiannya pada hal hal yang berhubungan dengan religiusitas.

d. Depression

Individu merasa tidak berdaya, walaupun sebenarnya ia masih merasa sedih dan merasa marah atas kondisi yang dialaminya. Depresi mungkin merupakan reaksi yang lambat pada pasien yang menderita penyakit kronis, karena seringkali pasien membutuhkan waktu untuk mengerti dan memahami implikasi atau dampak keseluruhan dari kondisinya. Selama masa akut dan setelah pasien didiagnosis, mereka biasanya mendapatkan perawatan di rumah sakit dan menunggu treatment yang akan diberikan (Taylor, 1999).

Depresi yang sangat penting untuk diperhatikan karena tidak hanya diakibatkan oleh stress tetapi juga karena memberikan pengaruh terhadap prospek dari proses penyembuhan atau pemulihan (S.G. Adams, Dammers, Brantley Gaydos, 4 dalam Taylor 1999).

(4)

Tidak disarankan untuk mencoba individu yang sedang berada pada tahap ini. Tahap ini adalah waktu yang penting untuk berduka atau sedih bagi individu yang harus ia lewati.

e. Acceptance

Merupakan suatu tahapan ketika rasa marah, kesedihan dan rasa berduka atas penyakit atau rasa kehilangannya telah hilang dan individu mulai menerima bahwa ia telah kehilangan sesuatu atau diagnosis menderita penyakit yang kronis yang mengancam hidupnya.

3. Aspek-aspek Penerimaan Diri

Penerimaan diri tidak berarti seseorang menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut, orang yang menerima diri berarti telah mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini, serta mempunyai keinginan untuk mengembangakan diri lebih lanjut. Aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut:

a. Perasaan sederajat

Individu merasa dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain, sehingga individu tidak merasa sebagai orang yang istimewa atau menyimpang dari orang lain. Individu merasa dirinya mempunyai kelemahan dan kelebihan seperti halnya orang lain.

b. Percaya kemampuan diri

Individu yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari sikap individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan

(5)

sikap baiknya dan mengeliminasi keburukannya dari pada ingin menjadi orang lain, oleh karena itu individu puas menjadi diri sendiri.

c. Bertanggung jawab

Individu yang berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. Sifat ini tampak dari perilaku individu yang mau menerima kritik dan menjadikannya sebagai suatu masukan yang berharga untuk mengembangkan diri.

d. Orientasi keluar diri

Individu lebih mempunyai orientasi diri keluar dari pada ke dalam diri, tidak malu yang menyebabkan individu lebih suka memperhatikan dan toleran terhadap orang lain, sehingga akan mendapatkan penerimaan sosial dari lingkungannya.

e. Berpendirian

Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri dari pada bersikap conform terhadap tekanan sosial. Individu yang mampu menerima diri mempunyai sikap dan percaya diri yang menurut pada tindakannya sendiri dari pada mengikuti konvensi dan standar dari orang lain serta mempunyai ide aspirasi dan pengharapan sendiri.

f. Menyadari keterbatasan

Individu tidak menyalahkan diri akan keterbatasnnya dan mengingkari kelebihannya. Individu cenderung mempunyai penilaian yang realistic tentang kelebihan dan kekurangannya.

g. Menerima sifat kemanusiaan

(6)

karenanya. Individu yang mengenali perasaan marah, takut dan cemas tanpa menganggapnya sebagai sesuatu yang harus diingkari atau ditutupi

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

Menurut Hurlock (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri antara lain: pemahaman diri, harapan-harapan yang realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap lingkungan seseorang, ada tidaknya tekanan emosi yang berat, frekuensi keberhasilan, identifikasi, perspektif diri, latihan masa kanak-kanak dan konsep diri yang stabil.

Faktor yang mempengaruhi seseorang menerima dirinya tersebut di atas, adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman diri. Merupakan persepsi yang murni terhadap dirinya sendiri tanpa merupakan persepsi terhadap diri secara realistik. Rendahnya pemahaman diri berawal dari ketidaktahuan individu dalam mengenali diri. Pemahaman dan penerimaan diri merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik akan memiliki penerimaan diri yang baik, sebaliknya individu yang memiliki pemahaman diri yang rendah akan memiliki penerimaan diri yang rendah pula.

b. Harapan-harapan yang realistik. Harapan-harapan yang realistik akan membawa rasa puas pada diri seseorang dan berlanjut pada penerimaan diri. Seseorang yang mengalahkan dirinya sendiri dengan ambisi dan standar prestasi yang tidak masuk akal berarti seseorang tersebut kurang dapat menerima dirinya.

(7)

c. Bebas dari hambatan lingkungan. Harapan individu yang tidak tercapai banyak yang berawal dari lingkungan yang tidak mendukung dan tidak terkontrol oleh individu. Hambatan lingkungan ini bisa berasal dari orang tua, teman, maupun orang dekat lainnya. Penerimaan diri akan dapat terwujud dengan mudah apabila lingkungan dimana individu berada memberikan dukungan yang penuh.

d. Sikap lingkungan seseorang. Sikap yang berkembang di masyarakat akan ikut andil dalam proses penerimaan diri seseorang. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya.

e. Ada tidaknya tekanan yang berat. Tekanan emosi yang berat dan terus menerus seperti di rumah maupan di lingkungan kerja akan mengganggu seseorang dan menyebabkan ketidakseimbangan fisik dan psikologis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan secara psikis akan mengakibatkan individu malas, kurang bersemangat, dan kurang bereaksi dengan orang lain. Dengan tidak adanya tekanan yang berarti pada individu, akan memungkinkan anak yang lemah mental untuk bersikap santai pada saat tegang. Kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya penerimaan diri.

f. Frekuensi keberhasilan. Setiap orang pasti akan mengalami kegagalan, hanya saja frekuensi kegagalan antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Semakin banyak keberhasilan yang dicapai akan menyebabkan individu yang bersangkutan menerima dirinya dengan baik.

(8)

g. Ada tidaknya identifikasi seseorang. Pengenalan orang – orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik akan memungkinkan berkembangnya sikap positif terhadap dirinya serta mempunyai contoh atau metode yang baik bagaimana harus berperilaku.

h. Perspektif diri. Perspektif diri terbentuk jika individu dapat melihat dirinya sama dengan apa yang dilihat orang lain pada dirinya. Rendahnya perspektif diri akan menimbulkan perasaan tidak puas dan penolakan diri. Namun perspektif diri yang obyektif dan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya akan memudahkan dalam penerimaan diri.

i. Latihan pada masa kanak-kanak. Pelatihan yang diterima pada masa kanak – kanak akan mempengaruhi pola – pola kepribadian anak selanjutnya. Latihan yang baik pada masa kanak-kanak akan memberikan pengaruh positif pada penerimaan diri, sebaliknya penerimaan diri yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang negatif, yaitu sikap penolakan terhadap diri sendiri.

j. Konsep diri yang stabil. Konsep diri yang stabil bagi seseorang akan memudahkan dia dalam usaha menerima dirinya. Apabila konsep dirinya selalu berubah-ubah maka dia akan kesulitan memahami diri dan menerimanya sehingga terjadi penolakan pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena individu memandang dirinya selalu berubah-ubah.

5. Faktor Yang Dapat Meningkatkan Penerimaan Diri

(9)

diri, antara lain: aspirasi realistis, keberhasilan, wawasan diri, wawasan sosial, dan konsep diri yang stabil. Hal tersebut adalah sebagai berikut:

a. Aspirasi realistis. Supaya anak menerima dirinya, ia harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai. Mereka harus menetapkan sasaran yang di dalam batas kemampuan mereka, walaupun batas ini lebih rendah dari apa yang mereka cita-citakan.

b. Keberhasilan. Anak harus mengembangkan faktor keberhasilan supaya potensinya berkembang secara maksimal. Memiliki inisiatif dan meninggalkan kebiasaan menunggu perintah apa yang harus dilakukan.

c. Wawasan diri. Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta mengenal dan menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki, akan meningkatkan penerimaan diri. Dengan bertambahnya usia dan pengalaman sosial, anak harus mampu menilai dirinya labih akurat.

d. Wawasan sosial. Kemampuan melihat diri seperti orang lain melihat mereka dapat menjadi suatu pedoman untuk perilaku yang memungkinkan anak memenuhi harapan sosial.

e. Konsep diri yang stabil. Bila anak melihatnya dengan satu cara pada satu saat dan cara lain pada saat lain kadang menguntungkan dan kadang-kadang tidak, mereka menjadi ambivalen tentang dirinya.

6. Efek Penerimaan Diri

Hurlock (1974) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori :

(10)

Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Ia biasanya memiliki kenyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih dapat meneriman kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga menggunakan potensinya secara efektif. Dalam penilaian yang realistis terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan tidak berpura – pura. Ia mampu membuat penilaian diri yang kritis (critical

self – appraisals) yang membantunya mengenal dan mengoreksi kekurangan

yang ada pada dirinya. Selain itu yang paling penting adalah mereka juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.

b) Dalam penyesuaian sosial (Effects on Social Adjustments)

Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, memiliki perasaan toleransi terhadap sesama yang dibarengi dengan rasa selalu ingin membantu orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain seperti menunjukkan rasa empati dan simpati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri. Ia dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain.

(11)

B. GAGAL GINJAL 1. Pengertian Gagal Ginjal

Ginjal merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi vital bagi manusia. Ginjal merupakan organ ekskresi yang berbentuk mirip kacang. Ginjal adalah organ tubuh yang berfungsi untuk membersihkan darah dan mengeluarkan urine, yang merupakan sisa metabolisme tubuh dalam bentuk cairan. Fungsi ginjal dalam tubuh manusia lainnya adalah mengatur produksi sel darah merah, menjaga jumlah cairan dalam tubuh, mengatur tekanan darah, membantu tubuh menggunakan kalsium serta menjaga kandungan garam dalam tubuh agar tetap stabil. Pada manusia normal, terdapat sepasang ginjal yang terletak dibelakang perut, atau abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Ginjal terlindungi oleh iga bawah dan otot – otot tebal didaerah tersebut. Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc fitrat glomerular per menitnya. Laju

glomerular inilah yang sering dipakai untuk melakukan tes terhadap fungsi

ginjal.

Salah satu gangguan fungsi ginjal adalah gagal ginjal. Istilah gagal ginjal menjelaskan suatu keadaan berkurangnya fungsi ginjal ke suatu kondisi yang apabila fungsi ginjal tidak kembali, akan mengakibatkan kerusakan total dari fungsi eksresi dan juga mengancam kematian. Penurunan fungsi ginjal berakibat tertimbunnya racun dan metabolisme sampah dalam tubuh. Pada

(12)

kondisi tersebut, ginjal tidak dapat mengeluarkan sisa metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan garam dalam tubuh. Satu buah ginjal sebenarnya sudah cukup untuk mempertahankan fungsi normal ginjal. Gagal ginjal baru terjadi bila kedua ginjal menderita sakit atau rusak (Lumenta, 2003). Peterson (1995) dan Lumenta (2005) mengatakan bahwa terdapat dua jenis gagal ginjal yaitu :

a. Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut terjai apabila penurunan fungsi ginjal berlangsung secara tiba – tiba, namun kemudian dapat kembali normal apabila penyebabnya dapat segera ditanggulangi.

b. Gagal Ginjal Kronis

Penyakit Gagal Ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

irreversible dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk, 2009; Smeltzer & Bare, 2009; Sudoyo dkk, 2006). Penyakit gagal ginjal ini kronis dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.

Gagal ginjal kronis, bila tidak ditangani dengan perawatan yang baik, maka lambat laun akan berubah menjadi gagal ginjal terminal, yaitu

(13)

keadaan dimana fungsi ginjal semakin mengecil sehingga diperlukan pengaturan pemasukan cairan yang sangat ketat serta perawatan lain berupa dialisa atau transpalantasi untuk mempertahankan hidup.

2. Penyebab Gagal Ginjal Kronis

Terjadinya gagal ginjal kronis disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang di derita oleh tubuh yang mana secara perlahan - lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :

a. Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)

Orang yang terkena darah tinggi bisa menyebabkan seseorang terkena gagal ginjal, hal itu dikarenakan orang yang memiliki darah tinggi tekanan darahnya tidak normal sehingga mengganggu fungsi ginjal. Darah sangat berperan penting dalam menghasilkan fitrat glorumelar.

b. Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)

Orang yang menderita diabetes mellitus juga rentan untuk terkena penyakit gagal ginjal. Hal itu dikarenakan insulin yang tidak berkualitas bisa memberatkan kinerja ginjal.

c. Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur) Salah satu hal yang menyebabkan seseorang terkena gagal ginjal adalah terhambatnya saluran kemih. Alasannya adalah aliran urin akan berbalik ke ginjal pada orang yang saluran kemihnya tersumbat. Jika tekanannya

(14)

semakin tinggi maka bisa menjadi penyebab kerusakan ginjal dan fungsi ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.

d. Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik e. Menderita penyakit kanker (Cancer)

f. Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)

g. Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis.

Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah : Kehilangan carian banyak yang mendadak (muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Preeklampsia, Obat-obatan dan

Amiloidosis. Penyakit gagal ginjal kronis berkembang secara perlahan kearah

yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana funngsinya.

3. Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal Kronis

Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal kronis yang dialami penderita secara akut antara lain: Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah/darah, sering

(15)

kencing. Kelainan Urin : Protein, Darah/Eritrosit, Sel Darah Putih/Lekosit, Bakteri.

Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronis antara lain: Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan kurang, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi.

4. Penanganan Gagal Ginjal Kronis (Terapi)

Gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan rawat jalan dalam jangka waktu yang cukup lama (seumur hidupnya). Untuk sebagian pasien dengan gagal ginjal kronis, pengobatan yang paling sering dilakukan adalah tindakan medis yang disebut dengan dialisis. Dialisis adalah suatu tindakan penanganan medis dimana darah dibersihkan melalui alat penyaring pengganti ginjal. Bila pasien dengan gagal ginjal tidak menunjukkan perbaikan kondisi dengan penanganan medis secara konservatif seperti diet, obat – obatan dan lain sebagainya, maka mereka harus menjalani dialisis untuk membersihkan darah. Terdapat 2 macam dialisis (Lumenta, 2003) yaitu :

a. Dialisis Peritoneal

Proses pencucian darah dengan menggunakan peritoneum sebagai saringan darah, yaitu suatu membran yang menutupi organ – organ dalam rongga perut. Cara kerja dialisis peritoneal adalah dengan memasukkan cairan dialisis ke dalam rongga peritoneal, saat darah mengalir maka zat – zat yang tidak berguna diangkut keluar dari darah.

(16)

b. Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu proses medis untuk membersihkan darah

melalui sebuah mesin dialisis. Selama hemodialisis suatu pipa yang keluar diletakkan di suatu lengan. Darah mengalir melalui pipa keluar ke dalam mesin dialisis.

Mesin dialisis (ginjal buatan) terdiri dari 2 bagian yang terpisahkan oleh selapis plastik yang sangat tipis dengan jutaan lubang yang amat kecil. Sebagian besar zat yang tidak berguna di dalam darah dan zat – zat lain yang semestinya dibuang seperti kelebihan air, sodium/natrium,

potassium/kalium. Cairan ini dapat masuk melalui lubang – lubang

tersebut sehingga terpisah dari darah yang bersih. Setelah zat sampah itu melewati lubang plastik, kemudian masuk ke dalam bak khusus yang membawa mereka keluar dari mesin dialisis. Sedangkan darah yang telah dicuci kembali ke dalam tubuh melalui pipa masuk.

Di Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu dengan waktu 5 jam pada sekali hemodialisanya. Tetapi ada juga yang melakukan 3 kali seminggu dengan waktu 4 jam pada sekali hemodialisanya. Penderita gagal ginjal kronis harus melakukan cuci darah atau

hemodialisa, yang merupakan tindakan medis untuk membebaskan

tubuh dari pembakaran makanan khususnya sisa – sisa pembakaran protein dan cairan tubuh yang berlebihan.

Pasien yang menjalani terapi hemodialisa menghadapi masalah – masalah dalam menjalani hidupnya karena membawa beberapa

(17)

dampak, diantaranya : a) Dampak fisik

Dampak fisik yang dirasakan antara lain : penurunan stamina, daya tahan tubuh, serta kekuatan fisik yang dimiliki. Pengaturan nutrisi yang ketat juga membuat pasien mengalami penurunan berat badan atau berat badan tidak seimbang.

b) Dampak sosial

Dampak sosial yang dirasakan individu sehubungan dengan rangkaian perawatan medis yang harus dilalui antara lain : individu akan kehilangan, pekerjaan dan kehilangan kebebasan pribadi.

c) Dampak psikologis

Dampak psikologis tampak dari sikap individu yang tidak dapat menerima begitu saja bahwa ia harus menjalankan terapi hemodialisa seumur hidup. Mereka sudah merasa cacat dan akan menderita sepanjang hidupnya, merasa bahwa tidak ada lagi cita – cita dan harapan yang dapat dicapai dan merasa tidak dapat lagi melakukan berbagai kegiatan seperti yang selama ini dijalani (Levy dalam Caninsti, 2007).

Selain hemodialisa terdapat pula cara lain yaitu transplantasi atau cangkok ginjal. Tetapi hal ini tidak mudah dan cukup mahal biayanya. Dalam cangkok ginjal harus melihat banyak hal dari pihak si pendonor maupun

(18)

individu yang akan menerimanya. Antara lain harus melihat kecocokan golongan darah, tipe organ dan pengecekan ulang ke calon penerima donor untuk melihat ada tidaknya infeksi atau reaksi negatif. Kecocokan minimal 90 persen baru dapat dilakukan proses cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal terbagi atas dua kategori yaitu donor berasal dari

orang yang sudah meninggal dan donor yang hidup. Donor dari orang yang sudah meninggal terdiri dari heart beating donor yakni mereka yang otaknya sudah tidak berfungsi atau terjadi pendarahan di otak akibat mengalami kecelakaan atau denyut jantungnya sudah tidak berfungsi. Sementara itu donor dari orang yang masih hidup, biasanya berasal dari keluarga dekat seperti orang tua, teman, pasangan.

Transplantasi ginjal lebih sering dilakukan, Chyatte dalam Canisti,

2000 mengungkapkan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk menentukan pasien yang sesuai untuk melakukan tranplantasi ginjal, diantaranya adalah :

a. Usia

Anak – anak lebih diutamakan menjalani tranplantasi daripada menjalani dialisis seumur hidup. Pasien yang lebih berumur dan memiliki banyak masalah medis selain penyakit ginjal tidak dapat mentolerir prosedur transplantasi dan mungkin dapat bertahan hidup lebih lama dengan

dialisis.

b. Potensial untuk hidup sehat

(19)

medis lain adalah calon baik untuk transplantasi. c. Berhasil fungsi

Proses dialisis menghambat kerja dan aktivitas sehari – hari. Beberapa pasien mungkin ingin menjalani transplantasi untuk dapat bekerja dan hidup kembali seperti sedia kala.

d. Kesiapan secara emosi

Prosedur transplantasi adalah suatu operasi besar dimana pasien menerima ginjal dari orang hidup atau kadaver. Resiko dan dampak psikologis perlu diperhatikan. Kesiapan emosi pendonor dan penerima ginjal juga menjadi faktor penting.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pengetahuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku memilih bank syariah dengan nilai P=0.01, (2) sikap berpengaruh positif

[r]

Sebagai alternatif, atau jika tidak terlarut air, serap dengan bahan kering yang lengai dan isikan dalam bekas pelupusan bahan buangan yang wajar.. Buang melalui kontraktor

Peningkatan kemampuan berpikir reflektif siswa yang ditunjukkan dengan hasil tes akhir (posttest) kemampuan berpikir reflektif tidak terlepas dari langkah-langkah

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Alat itu digunakan pada proses terakhir yaitu pada proses pengaduk telur omlet, dimana alat tersebut bekerja menggunakan sumber daya dari motor listrik yang menggerakkan

Hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) peran kepala sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah, yaitu sebagai kepemimpinan, sebagai inovator, sebagai

sudah banyak yang bersembunyi meninggalkan beban mereka yang kemarin mencuri kekayaan negeri. sudah meninggalkan utang dan lari mencari selamat sendiri rasanya