• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian Teoretis

2.1.1 Hakikat Pemahaman Konsep bangun Ruang 2.1.1.1 Pengertian Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep dalam proses pembelajaran sangat penting dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu sebelum membahas tentang pengertian pemahaman konsep terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian pemahaman. Menurut Benyamin, (dalam Tobamba, 2012:9) menyatakan bahwa pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Sedangkan konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu objek. Melalui konsep, diharapakan akan dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah. Bila seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep. Selanjutnya dipertegas oleh Bahri (dalam Tobamba, 2012:10) bahwa konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.

Dari pengertian pemahaman dan konsep di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri atas objek yang dihadapinya. Sedangkan pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep bangun

(2)

ruang pada siswa kelas V SDN 1 Momalia Kecamatan Posigdan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam mengajarkan suatu konsep dalam matematika khususnya bangun ruang adalah: a. Mendefinisikan suatu obyek.

b. Memberikan satu atau lebih contoh-contoh dari suatu obyek.

c. Memberikan sebuah contoh obyek dengan menyebutkan alasan mengapa obyek tersebut merupakan suatu contoh.

d. Membandingkan dan menegaskan obyek-obyek yang ditunjukkan oleh suatu konsep.

e. Menyatakan syarat perlu dan syarat cukup bahwa suatu obyek dapat dikategorikan ke dalam jenis obyek yang lain.

f. Memberikan satu atau lebih suatu obyek yang bukan contoh dari obyek yang lain.

g. Memberikan alasan mengapa suatu obyek dikatakan bukan contoh dari obyek yang lain.

h. Memberikan karakteristik yang bukan merupakan syarat perlu dan syarat cukup obyek-obyek yang ditunjukkan oleh suatu konsep.

2.1.1.2 Indikator Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Adapun indikator pemahaman konsep menurut Heruman, (2012: 5) antara lain adalah:

(3)

a. Menjelaskan minimal tiga sifat bangun datar. b. Menentukan bangun ruang sesuai sifatnya,

c. Menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya berupa konsep matematika, dengan permasalahan yang dihadap.

d. Menyatakan ulang sebuah konsep.

e. Mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

f. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

g. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. h. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

i. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. j. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Berdasarkan indikator pemahaman di atas, maka penilaian dalam penelitian lebih difkuskan pada indikator (1) Menjelaskan minimal tiga sifat bangun datar, (2) Menentukan bangun ruang sesuai sifatnya,

2.1.2 Pengertian Bangun Ruang

Menurut Subarinah (2006:136) bahwa bangun ruang merupakan bangun geometri dimensi tiga dengan batas-batas terbentuk bidang datar dan atau bidang lengkung. Macam-macam bangun ruang yang dipelajari siswa sekolah dasar adalah kubus, balok, prisma, tabung, limas, kerucut, dan bola. Fokus pembelajaran bangun ruang tersebut, tentunya dalam pembelajarannya diperlukan pembelajaran bangun ruang tersebut, tentunya dalam pembelajarannya diperlukan model-model bangun yang dimaksud. Akan tetapi kebanyakan SD di Indonesia

(4)

hanya mempunyai sedikit model bangun ruang dan dalam jumlah terbatas, bahkan bisa tidak mempunyai sama sekali yang dikarenakan rusak atau belum pernah memilikinya.

Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut (Suharjana, 2008: 4). Permukaan bangun itu disebut sisi. Dalam memilih model untuk permukaan atau sisi, sebaiknya guru menggunakan model berongga yang tidak transparan. Model untuk bola lebih baik digunakan sebuah bola sepak dan bukan bola bekel yang pejal, sedangkan model bagi sisi balok lebih baik digunakan kotak kosong dan bukan balok kayu. Hal ini mempunyai maksud untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud sisi bangun ruang adalah himpunan titik-titik yang terdapat pada permukaan atau yang membatasi suatu bangun ruang tersebut.

Sedangkan model benda masif dipergunakan untuk mengenalkan siswa pada bangun ruang yang meliputi keruangannya secara keseluruhan. Sedangkan untuk model berongga yang transparan, biasanya dibuat dengan mika bening atau plastik yang tebal dimaksudkan agar siswa memahami bahwa rusuk dihasilkan oleh perpotongan dua buah sisi dan titiksudut dihasilkan oleh adanya perpotongan tiga buah rusuk atau lebih.

Berdasarkan teori para hali di atas, penulis menyimpulkan bahwa bangun ruang merupakan bangun matematika yang memiliki isi atau volume.

2.1.3 Penanaman Konsep Bangun Ruang

Menurut Subarinah (2006:137) Penanaman konsep bangun ruang dapat dilakukan melalui kegiatan laboratorium sederhana.

(5)

1. Kubus

Kubus adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi yang sepsang-sepasang sejajar dan setiap tiga persegi yang berdekatan saling tegak lurus. Model bangun ruang adalah yang paling banyak di bahas dis ekolah terutama model jaring-jaring yang membentuk kubus.

2. Balok

Balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam bidang yang berbentuk persegi panjang dan sepasang-sepasang kongruen. http://data-pro-cbn.blogspot.com.

Model balok yang mensyratakan sisi-sisinya merupakan tiga pasang persegi panjang mengakibatkan ia mempunyai 12 rusuk yang setiap empat rusuk yang sejajr sama panjang.

3. Prisma

Menurut Sumanto, dkk (2008:146) Prisma merupakan bangun ruang yang mempunyai alas dan tutup sama bentuk dan ukuran. Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang yang sejajar dan beberapa buah bidang lain yang berpotongan dua-dua menurut garis sejajar.

Dua bidang sejajar tersebut kongruen dan masing-masing disebut bidang alas dan bidang atas. Sedangkan jarak antara keduanya disebut tinggi prisma.

(6)

Garis-garis yang sejajar tersebut dinamakan rusuk tegak da bidang selain bidang alas dan bidang atas disebut bidang tegak. Prisma yang bidang alasnya berupa segi-n disebut prisma segi-n. Prisma tegak adalah prisma yang rusuknya lurus pada bidang alas. Prisma segi-n beraturan adalah prisma tegak yang bidang alasnya berupa segi-n beraturan.

4. Tabung

Tabung merupakan bangun ruang yang dibatasi sepasang lingkaran dan bidang lengkung.

Model tabung dapat dibuat dengan didahului dengan membuat jarring-jaringnya. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melukis lingkaran dengan jari-jari r pada sebuah kertas, kemudian melukis persegi panjang dengan ukuran t (tinggi tabung) x πr (keliling lingkaran alas).

5. Limas

Limas merupakan salah satu bangun ruang (bidang banyak) yang dibatasi oleh sebuah polygon (segi banyak) sebagai alas dan segitiga-segitiga yang alasnya ditentukan oleh sisi-sisi dari polygon tersebut dan puncaknya berimpit. Dalam hal alasnya merupakan segi banyak beraturan, yaitu segi banyak yang semua sisinya sama panjang maka limas terbentuk dinamai dengan limas beraturan. Berikut contoh limas beraturan:

(7)

Model limas dapat dibuat dengan didahului dengan membuat jarring-jaring rusuknya.

6. Kerucut

Kerucut adalah suatu bangun ruang yang ditentukan oelh sebuah lingkaran dari sebuah titik diluar lingkaran. Jika proyeksi tegak titik di luar lingkaran tersebut berada tepat dipusat lingkaran maka kerucut yang terbentuk merupakan kerucut tegak.

Berdasarkan beberapa cara memperkenalkan konsep bangun ruang kepada siswa, maka hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam penelitian ini adalah bagaimana mengajarkan konsep kepada para siswa agar dapat dipahami dengan baik dengan benar.

2.1.4 Pengertian Metode

Untuk melaksanakan pembelajaran dibutuhkan suatu metode sebagai alat pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Muda (2006:372) bahwa metode merupakan cara sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan, prinsip dan praktek-praktek pengajaran. Sedangkan Djamarah dan Zain (2010:76) mengartikan metode sebagai suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam kegiatan belajar mengajar. Penggunaaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menajdi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

(8)

Sedangkan Hardini dan Puspitasari (2012:13) berpendapat bahwa metode pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan siatuasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sebagai seorang guru, tentunya mengetahui metode pembelajaran disekolah sangatlah penting. Tanpa mengetahui metode pembelajaran proses belajar mengajar tidak akan terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Beradasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode adalah upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Berikut adalah salah satu metode yaitu metode penemuan yang akan digunakan dalam meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang di kelas V SDN 1 Momalia Kecamatan Posigadan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

2.1.5 Metode Penemuan

2.1.5.1 Pengertian Metode Penemuan

Dalam memahami metode penemuan Saputro (2000:196) menyatakan bahwa metode penemuan merupakan suatu prosedur pembelajaran yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi-manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai pada generalisasi. Metode penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode pembelajaran yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarah sendiri dan reflektif. Markaban (2006:9) menjelaskan bahwa proses penemuan dapat menjadi

(9)

kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis.

Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini adalah discovery yang berarti penemuan, atau inquiry yang berarti mencari. Menurut Ibrahim dan Syaodih (2010:107) discovey merupakan belajar dengan cara menemukan. Sedangkan inkuiri menurut Sagala (dalam Hardini dan Puspitasari, 2012:33) menyatakan bahwa metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas adalam memecahkan masalah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penemuan adalah suatu metode dimana proses pembelajaran dimana guru memperkenankan murid-muridnya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.

2.1.5.2 Alasan Pemilihan Metode Penemuan

Di beberapa sekolah, terutama sekolah-sekolah yang telah maju dalam pembelajarannya, metode penemuan merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan, hal ini dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut:

a. Metode penemuan merupakan cara untuk mengembangkan cara belajar siswa yang aktif.

b. Dengan menemukan sendiri dan menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, dan tidak mudah dilupakan oleh anak.

(10)

c. Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan/ditransfer dalam situasi lain.

d. Dengan menggunakan strategi penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat menemukan kemudian dikembangkan oleh anak sendiri.

e. Dengan menggunakan metode penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan memecahkan masalah yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan di masyarakat nantinya.

2.1.5.3 Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Penemuan

Langkah-langkah yang harus ditempuh seorang guru dalam melaksanakan metode penemuan menurut Saputro (2000:199) adalah sebagai berikut:

a. Menilai kebutuhan dan minat siswa dan digunakan sebagai dasar untuk menentukan tujuan yang berguna dan realistis untuk pembelajarannya.

b. Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa, prinsip-prinsip generalisasi, pengertian hubungannya dengan apa yang dipelajari.

c. Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam belajar dengan penemuan.

d. Bercakap-cakap dengan siswa untuk membantu menjelaskan peranan. e. Menyiapkan situasi yang mengandung masalah yang minta dipecahkan. f. Mengecek pengertian siswa tentang masalah yang digunakan untuk

merangsang belajar dengan penemuan.

(11)

h. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bergiat mengumpulkan dan bekerja dengan data, misalnya siswa mempunyai tabung yang diamati dan dicatatnya.

i. Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data sesuai dengan kecepatannya sendiri.

j. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melanjutkan pengalaman belajarnya walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri.

k. Memberi jawaban dengan tepat dan cepat dengan data informasi bila ditanya dan kalau ternyata dibutuhkan siswa kelangsungan kegiatannya.

l. Memimpin analisanya sendiri melalui percakapan dan eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.

m. Memberikan ketrampilan untuk belajar dengan penemuan yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa, misalnya latihan penyelidikan.

n. Merangsang interaksi siswa dengan siswa lainnya, misalnya merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis, dan data yang terkumpul.

o. Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun ingatan.

p. Bersikap membantu siswa, ide siswa, pandangan, dan tafsirannya yang berbeda.

q. Membesarkan siswa untuk memperkuat pertanyaan dengan alasan dan fakta. r. Menguji siswa yang sedang bergiat dalam proses penemuan.

s. Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan, ide, generalisasi, atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula yang diketemukan melalui strategi penemuan.

(12)

t. Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah diketemukannya, misalnya pengertian atau teori, atau teknik dalam situasi berikutnya.

2.1.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Penemuan

Beberapa kelebihan metode penemuan menurut Saputro (2000:200) ini adalah:

a. Strategi (model atau siasat) pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi dimana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi dengan kadar proses mental yang lebih tinggi atau lebih banyak.

b. Pengajaran berubah dari teacher centered menjadi student centered. Guru tidak lagi mendominasi sepenuhnya kegiatan belajar siswa, tetapi lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan belajar kepada siswa.

c. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

d. Membantu dalam menggunakan ingatan dan dalam transfer kepada situasi-situasi proses belajar yang baru.

e. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.

f. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.

g. Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik. h. Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang. i. Menambah tingkat penghargaan siswa.

(13)

j. Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga retensinya (tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik.

k. Penggunaan discovery memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

l. Metode ini dapat mengembangkan bakat/kecakapan individu.

m. Metode ini dapat menghindarkan cara belajar tradisional (menghafal) dan memberikan waktu yang memadai bagi siswa untuk mengumpulkan dan mengolah informasi.

Sedangkan beberapa kekurangan metode penemuan menurut Saputro (2000:201) adalah:

a. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari guru secara apa adanya, kalau tidak ada guru tidak belajar, kea rah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan.

b. Guru juga dituntut mengubah kebiasaan mengajarnya yang umumnya sebagai pemberi atau penyaji informasi menjadi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Ini pun bukan pekerjaan yang mudah karena pada umumnya guru merasa belum mengajar dan belum puas kalau tidak banyak menyajikan informasi (ceramah).

(14)

c. Metode ini banyak memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar, tetapi kebebasan itu tidak berarti menjamin bahwa siswa belajar dengan baik dalam arti mengerjakannya dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah.

d. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik seperti pada waktu siswa melakukan penyelidikan dan sebagainya. Dalam kondisi siswa yang banyak (kelas besar) dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit terlaksana dengan baik.

e. Pemecahan masalah mungkin saja dapat bersifat mekanistis, formalitas, dan membosankan.

2.1.5.5 Jenis-Jenis Metode Penemuan dan Cara Pelaksanaanya

Metode penemuan dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yakni metode penemuan murni dan metode penemuan terbimbing menurut Rachmadi, (2004: 4) sebagai berikut:

a. Metode Penemuan Murni

Dalam metode penemuan murni, langkah-langkah, apa yang hendak ditemukan, kesimpulan semata-mata dilakukan oleh siswa sendiri tanpa bimbingan oleh guru. Metode ini kurang tepat digunakan, karena pada umumnya siswa masih banyak sekali membutuhkan pemahaman konsep dasar untuk mampu menemukan sesuatu.

b. Metode Penemuan Terbimbing

Melihat kelemahan-kelemahan dalam metode penemuan murni, maka kemudian dikembangkanlah metode penemuan terbimbing. Sebagai suatu metode pembelajaran dari sekian banyak metode pembelajaran yang ada,

(15)

penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa dimana ia diperlukan.

Dalam metode ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi dimana ia bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi, dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu siswa agar menggunakan ide, konsep, dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.

Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan membantu mereka dalam menemukan pengetahuan yang baru tersebut. Metode ini memerlukan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan waktu yang digunakan.

2.1.6 Penerapan Metode Penemuan Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Bangun Ruang

Berikut langkah-langkah dalam penerapan metode penemuan dalam meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang yaitu sebagai berikut:

1) Menjelaskan secara singkat konsep bangun ruang.

2) Membagi siswa menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang secara heterogen.

(16)

4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengumpulkan data sesuai dengan bangun ruang yang diamati.

5) Mengecek pengertian siswa tentang sifat-sifat bangun ruang. 6) Mempresentasekan hasil kerja kelompok.

7) Kesimpulan. 8) Evaluasi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode penemuan dalam pemahaman konsep bangu datar dapat dilakuan dengan langkah-langkah di atas.

2.1.7 Kajian Penelitian yang Relevan

Salah satu penelitian yang berkaitan dengan materi bangun ruang adalah penelitian yang dilakukan oleh Deti Rostika pada tahun 2008 “Pembelajaran Volume Bangun Ruang Melalui Pendekatan Konstruktivisme untuk Siswa Sekolah Dasar” Hasil penelitian menunjukkan bahwa: siklus I, minat dan aktivitas belajar siswa pada umumnya masih kurang, masih banyak siswa yang diam, mengungkapkan dugaan masih ragu,dan keliru. Masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dan mendominasi selama diskusi kelompok. Hasil belajar siswa masih kurang. Siklus II, minat dan aktivitas belajar siswa meningkat dari kriteria kurang menjadi cukup baik, dalam mengungkapkan dugaan sudah mulai cukup baik, siswa mulai merespon secara tanggap. Hasil belajar siswa meningkat dari kurang menjadi cukup. Siklus III, minat dan aktivitas belajar siswa meningkat dari kriteria cukup menjadi baik, lebih dari 75 % siswa merespon secara tanggap dan

(17)

mengungkapkan dugaan dengan benar. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi lebih baik.

2.2 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut: “Jika melalui metode penemuan, maka pemahaman konsep bangun ruang pada siswa kelas V SDN 1 Momalia Kecamatan Posigadan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan akan meningkat”.

2.3 Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan ini adalah minimal 80% dari keseluruhan siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 70 ke atas.

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan Kinerja Sistem Keseluruha Hasil pengukuran yang didapat di peroleh dari perbandingan antara pressure gauge dengan modul agar diketahui hasil simpangan dan

Setiap user yang terhubung dengan jaringan internet/intranet dapat membuka aplikasi internet maupun intranet yang dimiliki oleh pusdatin. Dari gambar bagan diatas dapat

Untuk melihat hasil capaian kemampuan siswa dalam membaca puisi di kelas III SDN 03 Botumoito, Kecamatan Botumoito Kabupaten Boalemo melalui metode latihan, dengan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa

Bagian ini merupakan pokok utama dari tulisan, yang dapat terdiri dari beberapa Sub Bab sesuai.

lensi HIV sangat tinggi pada penasun, perilaku seks yang bebas, dan pe- makaian kondom yang masih rendah, risiko terhadap pasangan tetap para penasun terinfeksi HIV/AIDS juga

Dapat disimpulkan bahwa peranan Metode Pembelajaran selama alumni dalam proses belajar mengajar adalah pada metode Perkuliahan 8 alumni merasa sangat besar manfaatnya

Dan keempat, upaya yang dilakukan ketua dan pengurus MGMP Sosiologi KKM 7 Jakarta Selatan dalam peningkatan kinerja guru Sosiologi dengan melaksanakan program rutin shering antar