• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN ANTARA DISTRIBUTED PRACTICE DAN MASSED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN SERVIS PANJANG BULUTANGKIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN ANTARA DISTRIBUTED PRACTICE DAN MASSED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN SERVIS PANJANG BULUTANGKIS"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

SKRIPSI

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN ANTARA DISTRIBUTED

PRACTICE DAN MASSED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN

SERVIS PANJANG BULUTANGKIS

Oleh:

ERNI SULISTYOWATI K5608011

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2013

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN ANTARA DISTRIBUTED

PRACTICE DAN MASSED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN

SERVIS PANJANG BULUTANGKIS

Oleh : Erni Sulistyowati

K5608011

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2013

(4)

commit to user

(5)

commit to user

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Erni Sulistyowati. DIFFERENCES BETWEEN THE EFFECT OF

TRAINING METHODS DISTRIBUTED PRACTICE AND MASSED

PRACTICE OF LONG SERVIS CAPABILITIES BADMINTON

A Thesis. Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. Surakarta. 2012.

The objectives of this research are to know: (1) The difference in the influence of training methods between distributed practice and massed practice on the ability of badminton players hit long service men Purnama Solo Badminton Association. (2) Better training methods influence the distributed practice and massed practice on the ability of badminton players hit long service men Purnama Solo Badminton Association.

The method used is experimental research. The sample in this study was the son novice athlete Badminton Association Solo Purnama aged 9-13 years, amounting to 22 athletes, the sampling technique used was purposive random sampling. The data analysis technique used in this study is the reliability test, normality test, homogeneity, and the t-test.

The results of this research : The results obtained by the value of preliminary tests of reliability long service men's badminton player PB. Solo is a full moon 0,969 and final test reliability values PB male player. Solo is a full moon 0,921. Values obtained from the test for normality Lcount the initial test

group 1 and group 2 and the value Lcountat the end of the test group 1 and group 2

is smaller than the value Ltable with a significance level 5%, thus concluded that

the initial test data and final test group 1 and group 2 were normally distributed. Values obtained from the homogeneity test. Fcount of the initial test and final test is

less than Ftablewith a significance 5%, thus concluded that the group 1 and group 2

had a homogeneous variance. Based on the results of preliminary tests to test differences t-test between group 1 and group 2 values obtained tcount = 3,104 dan

ttable = 2,228 (tcount> ttable). Based on the results of testing the difference with t-test

statistical analysis of group 1 between the initial test and final test values obtained

tcount= 3,104 dan ttable = 2,228 (tcount > ttable). Based on the results of testing the

difference with t-test statistical analysis of group 2 between the initial test and final test values obtained tcount = 2,919 dan ttable =2,086 (tcount> ttable). Based on the

results of testing the difference with t-test statistical analysis between group 1 and group 2 values obtained tcount = 2,919 dan ttable = 2,086 (tcount> ttable). Based on the

percentage increase in the ability of service percountan badminton long known that group 1 has an increase of 76.17% and group 2 had increased 91.71%.

The conclusion of this research is (1) There is a difference between training methods massed practice and distributed practice to improve their long service badminton male player Badminton Association Solo Purnama.(2) Massed practice training methods better effect than the Distributed practice training methods for long service upgrades badminton male player Badminton Association Solo Purnama, where the method of massed practice has increased the percentage

(7)

commit to user

vii

value of learning outcomes badminton long serve accuracy 91.71%, while the distributed practice has improved the accuracy of learning outcomes badminton long serve by 76.17%.

Keywords: badminton long service capabilities, massed practice methods,

(8)

commit to user

viii

ABSTRAK

Erni Sulistyowati. PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN

ANTARA DISTRIBUTED PRACTICE DAN MASSED PRACTICE

TERHADAP KEMAMPUAN SERVIS PANJANG BULUTANGKIS

Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh metode latihan antara distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo. (2) Metode latihan yang lebih baik pengaruhnya antara distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Sampel dalam penelitian ini adalah atlet pemula putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo yang berusia 9 – 13 tahun yang berjumlah 22 atlet, teknik sampling yang digunakan adalah purposive random sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas, uji normalitas, uji homogenitas, dan uji –t.

Hasil penelitian : Hasil penelitian diperoleh nilai reliabilitas tes awal servis panjang bulutangkis pemain putra PB. Purnama Solo adalah 0,969 dan nilai reliabilitas tes akhir pemain putra PB. Purnama Solo adalah 0,921. Dari uji normalitas diperoleh nilai Lhitung pada tes awal kelompok 1 dan kelompok 2 dan

nilai Lhitung pada tes akhir kelompok 1 dan kelompok 2 lebih kecil dari nilai Ltabel

dengan taraf signifikansi 5%, sehingga disimpulkan bahwa data tes awal dan tes akhir kelompok 1 dan kelompok 2 berdistribusi normal. Dari uji homogenitas diperoleh nilai Fhitung dari tes awal dan tes akhir lebih kecil dari Ftabel dengan taraf

signifikansi 5%, sehingga disimpulkan bahwa kelompok 1 dan kelompok 2 memiliki varians yang homogen. Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dengan t-test antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai thitung= 3,104 dan

ttabel = 2,228 (thitung> ttabel). Berdasarkan hasil pengujian perbedaan dengan analisis

statistik t-test kelompok 1 antara tes awal dan tes akhir diperoleh nilai thitung=

3,104 dan ttabel = 2,228 (thitung > ttabel). Berdasarkan hasil pengujian perbedaan

dengan analisis statistik t-test kelompok 2 antara tes awal dan tes akhir diperoleh nilai thitung = 2,919 dan ttabel =2,086 (thitung > ttabel). Berdasarkan hasil pengujian

perbedaan dengan analisis statistik t-test antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai thitung = 2,919 dan ttabel = 2,086 (thitung > ttabel). Berdasarkan hasil

perhitungan persentase peningkatan kemampuan servis panjang bulutangkis diketahui bahwa kelompok 1 memilki peningkatan sebesar 76,17% dan kelompok 2 memiliki peningkatan 91,71%.

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) Ada perbedaan antara metode latihan massed practice dan distributed practice dalam meningkatkan kemampuan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo. (2) Metode latihan massed practice lebih baik pengaruhnya dibandingkan dengan metode latihan distributed practice terhadap peningkatan kemampuan servis panjang bulu tangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo, dimana

(9)

commit to user

ix

metode massed practice memiliki nilai persentasi peningkatan hasil belajar ketepatan servis panjang bulu tangkis 91,71%, sedangkan distributed practice memiliki peningkatan hasil belajar ketepatan servis panjang bulutangkis sebesar 76,17%.

Kata kunci : Kemampuan servis panjang bulutangkis, metode massed practice,

(10)

commit to user

x

MOTTO

 Hidup bukanlah masalah yang harus dipecahkan, melainkan suatu proses yang harus dijalani. Go Ahead, Never Back Down.

 Bismillah sebelum memulai, Ikhlas dalam perbuatan, dan mengakhiri dengan Alhamdulillah agar setiap tindakan kita menjadi berkah.

 Kebahagiaan tidak diukur dari seberapa besar yang kita dapatkan, tetapi dari bagaimana kita mendapatkan dan mensyukurinya.

( Penulis )

 Jangan pernah menyerah, jangan pernah putus asa, melainkan bangkitlah dan hadapi tantangan hidup itu dengan positif. Berjuang untuk mengatasinya, maka Tuhan membantu di samping kita.

(Carlyle Thomas)

 Percaya kepada diri kita sendiri adalah rahasia utama untuk mencapai sukses. (Emerson)

 Tetap letakkan kakimu di tanah dan jangan biarkan kepalamu di langit. (Film : GOAL)

 Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.

(11)

commit to user

xi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

Ibu Yunita Ambar Wulandari selaku pelatih PB Purnama Solo yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini.

Sutrisno (Bapak) ,Maryanti (Ibu), tercinta yang tidak henti-hentinya mendukung aku selama ini baik moril maupun spiritual.

Dosen Pembimbing yang telah membimbing saya ketika mendapat kesulitan dalam menyusun skripsi ini.

Kekasihku tercinta yang selalu memberikan semangat selama ini. Sahabatku, yang selalu ada baik dikala duka maupum suka.

Teman – teman KEPOR ’08 yang sudah aku anggap keluarga, yang telah rela membantu aku selama ini berkat kalian juga lah aku bersemangat menyelesaikan

skripsi ini.

Semua Warga JPOK UNS. dan

FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Almamaterku Kampus JPOK tempat kutimba ilmu dan mencari pengalaman hidup.

(12)

commit to user

xii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberiilmu, inspirasi dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN ANTARA DISTRIBUTED PRACTICE DAN MASSED PRACTICE TERHADAP

KEMAMPUAN SERVS PANJANG BULUTANGKIS

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Jurusan Pendidikan olahraga dan Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. H. Mulyono, MM selaku Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

3. Drs. Agustiyanto, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Agus Margono M.Kes selaku pembimbing I, yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Islahuzzaman Nuryadin S.Pd, M.Or selaku pembimbing II, yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Pembina PB. Purnama yang telah memberikan ijin penelitian. 7. Rekan POK ”08 yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

(13)

commit to user

xiii

Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Januari 2013

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PENGAJUAN SKRIPSI ... iii

PERSETUJUAN ... iv PENGESAHAN ... v ABSTRAK ... vi MOTTO ... viii PERSEMBAHAN... ix KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Permainan Bulutangkis ... 6

a. Karakteristik Permainan Bulutangkis ... 6

b. Teknik Dasar Permainan Bulutangkis ... 7

(15)

commit to user

xv

a. Pengertian Pukulan Servis ... 15

b. Jenis – jenis Pukulan Servis Bulutangkis... 16

c. Hal – Hal yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Pukulan Servis Panjang... 17

3. Hakikat Latihan... 18

a. Pengertian Latihan ... 18

b. Latihan Teknik ... 19

c. Prinsip – Prinsip Latihan ... 20

d. Komponen – komponen Latihan... 24

4. Latihan Servis Panjang dengan Metode Distributed Practice ... 27

a. Metode Distributed Practice... 27

b. Pelaksanaan Latihan Pukulan Servis Panjang dengan Metode Distributed Practice ... 27

c. Sistem Memori dalam Latihan Distributed Practice……… ... 28

d. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Pukulan Servis Panjang dengan Metode Distributed Practice ... 29

5. Latihan Servis Panjang dengan Metode Massed Practice ... 30

a. Metode Massed Practice... 30

b. Pelaksanaan Latihan Pukulan Servis Panjang dengan Metode Massed Practice ... 30

c. Sistem Memori dalam Latihan Massed Practice ... 31

d. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Bulutamgkis dengan Metode Massed Practice... 32

B. Kerangka Pemikiran... 34

1. Perbedaan Pengaruh Metode Distributed Practice dan Massed Practice Terhadap Kemampuan Servis Panjang Bulutangkis ... 34

(16)

commit to user

xvi

2. Metode Distributed Practice Dibandingkan dengan Metode Massed Practice Terhadap Peningkatan

Kemampuan Servis Panjang Bulutangkis ... 35

C. Hipotesis... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

1. Tempat Penelitian ... 37

2. Waktu Penelitian ... 37

B. Metode dan Rancangan Penelitian... 37

1. Metode Penelitian ... 37

2. Rancangan penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 39

1. Populasi... 39

2. Sampel... 39

D. Variabel Penelitian... 39

1. Variabel Bebas ... 39

2. Variabel Terikat ... 39

E. Definisi Operasional Variabel... 39

1. Metode Latihan Distributed Practice ... 39

2. Metode Latihan Massed Practice ... 39

3. Kemampuan Pukulan Servis Panjang ... 40

F. Teknik Pengumpulan Data... 40

G. Teknik Analisis Data... 40

1. Mencari Reliabilitas ... 40

2. Uji Persyaratan Analisis... 40

a. Uji Normalitas... 40

b. Uji Homogenitas ... 41

3. Uji Perbedaan,... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 43

A. Deskripsi Data... 43

(17)

commit to user

xvii

C. Pengujian Persyaratan Analisis... 44

1. Uji Normalitas... 45

2. Uji Homogenitas ... 45

D. Hasil Analisis Data... 47

E. Pengujian Hipotesis... 49

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 51

A. Simpulan ... 51

B. Implikasi... 51

C. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(18)

commit to user

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Deskripsi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Servis

Panjang ... 43

Tabel 2 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Tes ... 44

Tabel 3 Tabel Range Kategori Reliabilitas... 44

Tabel 4 Rangkuman Hasil Tes Uji Normalitas Data ... 45

Tabel 5 Rangkuman Hasil Tes Uji Homogenitas Data... 46

Tabel 6 Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal dan Akhir Pada Kelompok 1 ... 47

Tabel 7 Rangkuman Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Akhir pada Kelompok 2... 48

Tabel 8 Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Akhir antara Kelompok 1 dan Kelompok 2. ... 48

(19)

commit to user

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Pegangan Geblok Kasur ... 8

Gambar 2 Pegangan Inggris atau Kampak... 9

Gambar 3 Pegangan Jabat Tangan ... 9

Gambar 4 Pegangan Backhand ... 10

Gambar 5 Servis Panjang... 16

Gambar 6 Servis Pendek Fore Hand ... 17

(20)

commit to user

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Petunjuk Tes Pengukuran Servis Panjang Bulutangkis... 55

Lampiran 2 Program Latihan Servis Panjang Bulutangkis... 57

Lampiran 3 Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Servis Panjang Bulutangkis ... 59

Lampiran 4 Hasil Urutan Rangking Tes Awal... 60

Lampiran 5 Pembagian Kelompok dengan Ordinal Pairing ... 61

Lampiran 6 Rekapitulasi Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 1 ... 62

Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 2 ... 63

Lampiran 8 Uji Reliabilitas Tes Awal ... 64

Lampiran 9 Uji Reliabilitas Tes Akhir... 65

Lampiran 10 Hasil Uji Normalitas Tes Awal Kelompok 1 ... 66

Lampiran 11 Hasil Uji Normalitas Tes Awal Kelompok 2 ... 67

Lampiran 12 Hasil Uji Normalitas Tes Akhir Kelompok 1... 68

Lampiran 13 Hasil Uji Normalitas Tes Akhir Kelompok 2... 69

Lampiran 14 Uji Homogenitas Tes Awal Kelompok 1 dan Kelompok 2... 70

Lampiran 15 Uji Homogenitas Tes Akhir Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 71

Lampiran 16 Uji Beda Hasil Tes Awal dan Akhir Kelompok 1 ... 72

Lampiran 17 Uji Beda Hasil Tes Awal dan Akhir Kelompok 2 ... 73

Lampiran 18 Uji Beda Hasil Tes Akhir Kelompok 1 dan Tes Akhir Kelompok 274 Lampiran 18 Dokumentasi Foto... 76

(21)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang dalam pelaksanaanya permainannya menggunakan raket sebagai pemukul dan shuttlecock sebagai obyek yang dipukul. Hal yang mendasar agar dapat bermain bulutangkis yaitu menguasai macam-macam teknik dasar. Dengan menguasai teknik-teknik dasar bulutangkis maka akan dapat mendukung penampilannya agar menjadi lebih baik sehingga prestasi yang lebih tinggi dapat dicapai. Adapun teknik-teknik dasar bulutangkis menurut Sumarno dkk. ( 1995: 489 ) mengklasifikasi teknik dasar bulutangkis menjadi empat macam, yaitu:” (1) Teknik memegang raket ( grips ), (2) Teknik mengatur kerja kaki ( footwork ), (3) Teknik menguasai pukulan ( strokes ), dan (4) Teknik menguasai pola-pola pukulan”.

Seluruh permainan bulutangkis dilakukan dengan memukul bola. Pukulan-pukulan dalam permainan bulutangkis diantaranya pukulan service, lob, drive, dropshot, netting, dan smash. Pukulan servis merupakan pukulan pembuka atau sajian bola pertama untuk memulai permainan. Tohar ( 1992:67 ) menyatakan “ Pukulan servis adalah pukulan dengan raket yang menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lain secara diagonal dan bertujuan sebagai pembuka permainan dan merupakan suatu pukulan yang penting dalam permainan bulutangkis. Servis merupakan pukulan yang sangat menentukan dalam awal perolehan nilai, karena hanya pemain yang melakukan servis yang dapat memperoleh nilai. Agar servis berhasil dengan baik dan sah, maka dalam pelaksanaanya harus sesuai peraturan yang berlaku. Aturan-aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan servis pada saat perkenaan adalah :

1) Bola maksimum berada sebatas pinggang

2) Mulai dari pegangan, kepala raket harus condong kebawah 3) Kaki tidak menyentuh garis

(22)

commit to user

2 5) Tidak ada gerakan pura-pura. Kecepatan raket dapat diperlambat atau

dipercepat tetapi gerakan harus berkelanjutan tanpa adanya istirahat. Servis panjang atau servis tinggi merupakan servis yang dilakukan dengan arah bola panjang dan tinggi kearah belakang lapangan lawan agar bola jatuh sedekat mungkin dengan garis batas belakang. Servis ini biasanya menggunakan tehnik pukulan forehand dari bawah.

Metode latihan merupakan suatu cara yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan bagi atlet yang dilatih. Tuntutan terhadap metode latihan yang efektif dan efisien didorong oleh kenyataan-kenyataan atau gejala-gajala yang timbul dalam pelatihan. Banyaknya macam-macam metode latihan, maka dalam pelaksanaan latihan harus mampu menerapkan metode latihan yang baik dan tepat. Menurut Andi Suhendro (2004: 3.56) bahwa, “ Metode latihan yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan ketrampilan teknik diantaranya dengan metode massed practice dan distributed practice “.

Metode distributed practice merupakan metode latihan yang pada pelaksanaan praktiknya diselingi dengan waktu istirahat diantara waktu latihan. Sedangkan metode massed practice adalah pengaturan giliran latihan yang dilakukan secara terus-menerus tanpa diselingi istirahat. Baik metode distributed practice maupun massed practice memiliki karakteristik yang berbeda dan masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga belum diketahui efektifitasnya terhadap peningkatan kemampuan pukulan servis panjang dalam permainan bulutangkis. Untuk mengetahui dan menjawab permasalahan yang muncul, maka perlu dikaji dan diteliti lebih mendalam melalui penelitian eksperimen di Persatuan Bulutangkis Purnama Solo.

Sisi menarik untuk melakukan penelitian pada PB. Purnama Solo yaitu, klub tersebut sangat eksis dan latihan dilaksanakan dengan baik. PB. Purnama Solo juga telah beberapa kali mengikuti tournament atau pertandingan dibeberapa daerah. Dari hasil pertandingan yang diikuti prestasi yang dicapai belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa permasalahan, antara lain: (1) Kemampuan pukulan servis panjang pemain PB. Purnama Solo masih rendah dan perlu ditingkatkan. Pukulan servis yang dilakukan sering tidak sesuai dengan

(23)

commit to user

3 harapan, misalnya bola yang dipukul sering keluar lapangan, pukulan servis tanggung tidak sampai belakang sehingga lawan sangat mudah mengembalikannya. (2) Pelaksanaan latihan di PB. Purnama Solo kurang maksimal. Waktu yang tersedia tidak dimanfaatkan untuk melakukan pengulangan pukulan secara maksimal. Atlet hanya melakukan pukulan beberapa kali, kemudian berhenti dan kelihatan lelah. Selain itu, pengaturan antara waktu latihan dan istirahat kurang diperhatikan. Jika ambang rangsang telah dicapai dan waktu istirahat terlalu lama, maka kondisi tersebut akan pulih kembali dan keterampilan akan lambat dicapai.

Permasalahan yang telah dikemukakan diatas yang melatar belakangi judul penelitian,”Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Antara Distributed Practice dan Massed Practice Terhadap Kemampuan Servis Panjang Bulutangkis”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, masalah dalam penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kurangnya frekuensi pengulangan gerakan pukulan servis panjang sehingga teknik dasar pukulan servis pemain bulutangkis Purnama Solo kurang dikuasai dengan baik.

2. Waktu latihan kurang dimanfaatkan secara maksimal untuk mengulang-ulang gerakan pukulan servis panjang sebanyak-banyaknya, sehingga kemampuan pukulan servis panjang masih rendah.

3. Masih rendahnya kemampuan pukulan servis panjang para pemain bulutangkis Persatuan Bulutangkis Purnama Solo perlu ditingkatkan.

4. Belum diketahui pengaruh metode latihan distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis dalam permainan bulutangkis. 5. Kemampuan pukulan servis bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis

(24)

commit to user

4

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan diatas, dan agar penelitian ini tidak terlalu luas jangkauannya maka perlu ada pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Pengaruh metode latihan distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis.

2. Kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan pengaruh metode latihan antara distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo?

2. Manakah yang lebih baik pengaruhnya metode latihan antara distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:

1. Perbedaan pengaruh metode latihan antara distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo.

2. Metode latihan yang lebih baik pengaruhnya antara distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan servis panjang bulutangkis pemain putra Persatuan Bulutangkis Purnama Solo.

(25)

commit to user

5

F. Manfaat Penelitian

Masalah dalam penelitian ini penting untuk diteliti dengan harapan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Dapat dijadikan sebagai pedoman pembina atau pelatih pada Persatuan Bulutangkis Purnama Solo untuk menentukan dan memilih metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan servis panjang bulutangkis para pemainnya.

2. Sebagai masukan bagi pembina atau pelatih dan pemain bulutangkis Persatuan Bulutangkis Purnama Solo pentingnya pengulangan gerakan dengan frekuensi sebanyak-banyaknya untuk menguasai suatu ketrampilan olahraga.

(26)

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Permainan Bulutangkis a. Karakteristik Permainan Bulutangkis

Bulutangkis merupakan salah satu jenis olahraga yang termasuk dalam kategori permainan. Bulutangkis sering pula dikenal dengan nama badminton. Permainan bulutangkis dilakukan dengan menggunakan alat khusus, yaitu net, raket dan shuttlecock. Shuttlecock yang digunakan dalam pertandingan resmi harus terbuat dari bulu angsa yang berwarna putih. Lapangan permainan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan. Tujuan permainan bulutangkis adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttlecock di daerah permainan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat memukul shuttelcock dan menjatuhkannya di daerah permainan sendiri.

Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual yang dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang melawan dua orang. Dalam pelaksanaan permainan bulutangkis dibutuhkan keterampilan gerak yang baik. Permainan bulutangkis dilakukan dengan gerakan memukul menggunakan raket, gerakan berdiri, melangkah, berlari, gerakan menggeser, gerakan meloncat, gerakan badan ke berbagai arah dari posisi diam dan lainn sebagainya. Dari semua gerakan itu terangkai dalam satu pola gerak yang menghasilkan suatu kesatuan gerak pemain bulutangkis untuk menyelesaikan tugas. Menurut Herman Subardjah (1999/2000: 14) bahwa, ”Dilihat dari rumpun gerak dan jenis keterampilan bulutangkis seluruh gerakan yang ada dalam bulutangkis bersumber pada tiga keterampilan dasar yaitu lokomotor, non lokomotor dan manipulatif”.

(27)

commit to user

7 Gerak lokomotor ditandai dengan pergerakan seluruh tubuh dan anggota badan, dalam proses perpindahan tempat atau titik berat badan dari satu bidang tumpu ke bidang tumpu lainnya. Gerakan lokomotor dalam permainan bulutangkis seperti gerakan langkah pengambilan bola atau penempatan posisi bola tertentu, gerakan melompat saat memukul bola tinggi.

Gerakan non lokomotor adalah gerakan yang dilakukan di tempat, dan hal ini merupakan sikap dasar dalam permainan bulutangkis. Sikap dasar ini berupa kuda-kuda yaitu kedua kaki sedikit dibengkokkan, namun kedua kaki dibuka dengan jarak yang enak. Maksudnya gerakan tetap labil, meskipun pada saat memukul sangat dianjurkan agar pemain benar-benar bertumpu pada bidang tumpu. Permainan di depan net tampak nyata memerlukan akurasi yang didukung oleh sikap dasar yang baik karena ada kaitannya dengan posisi permukaan raket yang diupayakan segera menyambut shuttlecock sebelum jatuh ke lantai.

Gerakan manipulatif dapat dilaksanakan apabila seorang pemain mampu menggunakan anggota badannya dengan koordinasi yang baik. Gerakan manipulatif berupa gerakan memukul dengan menggunakan raket merupakan keterampilan yang dominan dalam permainan bulutangkis. Antisipasi dan koordinasi merupakan landasan kemampuan yang sangat penting dalam permainan bulutangkis.

Karakteristik permainan bulutangkis ini sangat penting untuk dipahami dan dimengerti oleh pembina maupun pelatih. Hal ini karena tugas pembina atau pelatih adalah merencanakan tugas-tugas ajar (tugas latihan) dengan memperhatikan struktur gerak dan jenis keterampilan dasar. Tata urut tugas gerak perlu diperhatikan, karena makin kuat dasar kemampuan gerak (ability) seseorang, maka ia akan terampil untuk melaksanakan tugas-tugas gerak dalam suatu cabang olahraga termasuk permainan bulutangkis.

b. Teknik Dasar Permainan Bulutangkis

Menurut Sudjarwo (1995: 40) menyatakan bahwa:

Teknik merupakan rangkuman metode yang dipergunakan dalam melakukan gerakan suatu cabang olahraga”. Teknik juga merupakan suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek dengan sebaik

(28)

commit to user

8 mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam suatu cabang olahraga. Pengusaaan teknik dasar dalam permainan bulutangkis merupakan salah satu unsur yang turut menentukan menang atau kalahnya suatu regu di dalam suatu pertandingan disamping unsur-unsur kondisi fisik, taktik dan mental.

Dalam permainan bulutangkis teknik dasar harus dipelajari lebih dahulu guna mengembangkan mutu permainan bulutangkis dimainkan oleh dua regu ataupun ada juga perorangan. Mengingat permainan bulutangkis ada yang beregu, maka kerjasama antar pemain mutlak diperlukan sifat toleransi antar kawan serta saling percaya dan saling mengisi kekurangan dalam regu.

Atlet, untuk dapat berprestasi semaksimal mungkin, maka suatu tim harus menguasai teknik dasar pemain bulutangkis supaya strategi yang diterapkan oleh pelatih akan berjalan disekitar pertandingan. Salah satu teknik yang harus dikuasai adalah teknik pukulan dalam olahraga bulutangkis yang harus dikuasai oleh para pemain antara lain :

1. Teknik Memegang Raket

Menurut Tohar ( 1992: 34 ) menyatakan, “Di dalam permainan bulutangkis ada beberapa macam cara memegang raket, ialah :

1) Pegangan geblok kasur atau pegangan Amerika.

Cara memegang raket : letakkan raket di lantai secara mendatar, kemudian ambillah dan peganglah sehingga bagian tangan antara ibu jari dan jari telunjuk menempel pada bagian permukaan yang lebar.

Gambar 1 : Pegangan Geblok Kasur (Tohar, 1992: 34) 2) Pegangan Kampak atau pegangan Inggris.

Cara memegang raket miring di atas lantai, kemudian raket letakan diangkat pegangannya, sehingga bagian tangan antara ibu jari dan jari

(29)

commit to user

9 telunjuk menempel pada bagian permukaan pegangan raket yang kecil atau sempit.

Gambar 2 : Pegangan Inggris atau Kampak (Tohar, 1992: 36) 3) Pegangan gabungan atau pegangan berjabat tangan.

Pegangan jenis ini juga disebut Shakehand grip atau pegangan berjabat tangan. Caranya adalah memegang raket seperti orang yang berjabat tangan. Caranya hampir sama dengan pegangan Inggris, tetapi setelah raket dimiringkan tangkai dipegang dengan cara ibu jari melekat pada bagian dalam yang kecil sedang jari-jari lain melekat pada bagian dalam yang lebar.

Gambar 3 : Pegangan Jabat Tangan (Tohar, 1992: 37)

4) Pegangan Backhand.

Cara memegang raket, letakkan raket miring di atas lantai kemudian ambil dan peganglah pada pegangannya. Letak ibu jari menempel pada bagian pegangan raket yang lebar, jari telunjuk letaknya berada di bawah pegangan pada bagian yang kecil. Kemudian raket diputar sedikit ke kanan sehingga letak raket bagian belakang menghadap ke depan

(30)

commit to user

10

Gambar 4 : Pegangan Backhand (Tohar, 1992: 38)

2) Kerja Kaki (Footwork)

Kerja kaki memiliki peranan yang sangat penting dalam permainan bulutangkis. James Poole (2005: 51) menyatakan, ”tujuan dari footwork yang baik adalah supaya pemain dapat bergerak seefisien mungkin ke segala bagian dari lapangan”. Menurut Herman Subardjah (1999/2000: 27) “footwork adalah gerakan-gerakan langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi badan sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melakukan gerakan memukul shuttlecock sesuai dengan posisinya”. Untuk memperoleh footwork yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Menurut Saiful Aristanto (1992: 26) menyatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam teknik melangkah (footwork) dalam permainan bulutangkis yaitu “(1) Menentukan saat yang tepat untuk bergerak mengejar bola dan menentukan saat-saat yang tepat kapan harus berbuat dan memukul bola dengan tenang, (2) Tetap memiliki keseimbangan badan pada saat melakukan pukulan”.

Prinsip dasar footwork bagi pemain yang menggunakan pegangan kanan (right hended) adalah kaki kanan selalu berada di ujung/akhir atau setiap melakukan langkah selalu diakhiri dengan kaki kanan. Sebagai contoh, jika hendak memukul shuttlecock yang berada di lapangan bagian depan atau samping badan, kaki kanan selalu berada di depan. Demikian pula jika hendak memukul shuttlecock di belakang, posisi kaki kanan berada di belakang.

3. Teknik Memukul Bola

Memukul bola (shuttlecock) merupakan ciri dalam permainan bulutangkis. Prinsip teknik memukul bola dalam permainan bulutagnkis adalah untuk menyeberangkan bola ke daerah permainan lawan. Tohar (1992: 67)

(31)

commit to user

11 menyatakan, ”teknik pukulan adalah cara-cara melakukan pukulan pada permainan bulutangkis dengan tujuan menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lawan”.

Dapat dikatakan bahwa seorang pebulutangkis yang terampil apabila memiliki keterampilan melakukan pukulan yang baik. Hal yang mendasar dan harus dikuasai agar terampil melakukan pukulan dalam permainan bulutangkis adalah menguasai teknik memukul yang benar dan didukung kemampuan kondisi fisik yang baik.

Menurut Tohar (1992: 67) jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai oleh pemain bulutangkis antara lain “ Pukulan service, Pukulan lob, Pukulan dropshot, Pukulan smash, Pukulan drive, Pengembalian servis”. Pendapat lain dikemukakan Icuk Sugiarto (1993: 39) bahwa, ”macam-macam pukulan dalam permainan bulutangkis terutama adalah service, lob, smash, dropshot, drive dan netting”.

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik pukulan yang harus dikuasai dalam permainan bulutangkis meliputi service, lob, drive, dropshot, smash, netting dan pengembalian servis. Jenis-jenis pukulan dapat dilakukan dengan forehand maupun backhand, kecuali pukulan servis tinggi yang sulit dilakukan dengan pukulan backhand.

1) Pukulan Servis

Tohar (1992: 40) menyatakan bahwa, Pukulan servis adalah “Pukulan dengan raket yang menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lawan secara diagonal dan bertujuan sebagai pembuka permainan yang merupakan salah satu pukulan yang penting dalam permainan bulutangkis”. Servis merupakan pukulan yang sangat menentukan dalam awal perolehan nilai, karena hanya pemain yang melakukan servis yang dapat mengendalikan jalannya permainan, misalnya sebagai strategi awal serangan. Icuk Sugiarto (2002: 31) menyatakan aturan-aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan servis pada saat perkenaan adalah:

1) Bola maksimum berada sebatas pinggang.

2) Mulai dari pergelangan, kepala raket harus condong ke bawah. 3) Kaki tidak menyentuh garis.

4) Kedua kaki berhubungan dengan lantai.

5) Tidak ada gerakan pura-pura. Kecepatan raket dapat diperlambat atau dipercepat tetapi gerakan harus berkelanjutan tanpa adanya istirahat.

(32)

commit to user

12

2) Pukulan Lob (Clear)

Pukuan clear biasanya dilakukan dengan tinggi dan panjang. Gunanya untuk mendapatkan waktu untuk kembali ke posisi bagian tengah lapangan. Pukulan ini merupakan strategi yang digunakan khususnya untuk pemain tunggal. Pukulan clear yang bersifat bertahan merupakan pengembalian yang tinggi yang hampir sama dengan pukulan lob dalam tenis. Clear dapat dilakukan dengan pukulan overhand atau underhand, baik dari sisi forehand ataupun backhand untuk memaksa lawan bergerak mundur ke arah sisi belakang lapangannya.

Kegunaan utama dari pukulan clear adalah untuk membuat bola menjauh dari lawan dan membuatnya bergerak dengan cepat. Dengan mengarahkan bola ke belakang lawan atau dengan membuat dia bergerak lebih cepat dari yang dia inginkan, akan membuat dia kekurangan waktu dan membuatnya cepat lelah. Jika melakukan clear dengan benar maka lawan harus bergegas melakukan pukulan balasan dengan akurat dan efektif. Pukulan clear yang bersifat menyerang merupakan clear yang cepat dan mendatar, yang berguna untuk menempatkan bola ke belakang lawan dan menyebabkan lawan melakukan pengembalian yang lemah. Tony Grice (2002: 41) menyatakan bahwa, “Pukulan clear yang bersifat bertahan memiliki lintasan yang tinggi dan panjang” .

3) Pukulan Drive

Drive adalah pukulan datar yang mengarahkan bola dengan lintasan horisontal melintasi net. Baik drive forehand ataupun backhand mengarahkan bola dengan ketinggian yang cukup untuk melakukan clear pada bola dengan jalur yang datar atau sedikit menurun. Gerakan memukul hampir bersama dengan gerakan memukul dari samping dan biasanya dilakukan dari bagian samping lapangan. Pukulan drive memberi kesempatan untuk melatih foot work karena pukulan ini biasanya dilakukan pada ketinggian antara bahu dan lutut kesebelah arah kiri atau kanan lapangan. Dengan demikian Tony Grice (2002: 97) mengemukakan, “pukulan ini menekankan pada pencapaian bola dengan menyeret atau menggelincirkan kaki pada posisi memukul”

Drive adalah pukulan pengembalian yang aman akan memaksa lawan mengembalikan bola tinggi. Tony Grice (2002: 97) berpendapat bahwa, “Jika

(33)

commit to user

13 pukulan kurang keras, pengembalian bola lebih mirip dengan pukulan push (mendorong bola) atau drive dari bagian tengah lapangan” Sasaran utama drive adalah untuk mengarahkan bola melintasi net dengan cepat. Tony Grice (2002: 97) menyatakan, “Arah bola harus dijauhkan dari lawan agar lawan terpaksa bergerak lebih cepat, dengan hanya mempunyai sedikit waktu dan pengembalian kerah atas”.

4) Pukulan Drop (Dropshot)

Pukulan drop shot adalah pukulan rendah dan pelan, tepat di atas net sehingga bola langsung jatuh ke lantai. Bola dipukul di depan tubuh dengan jarak lebih jauh dari pukulan clear overhead, dan permukaan raket dimiringkan untuk mengarahkan lebih ke bawah. Larinya bola lebih seperti diblok atau ditahan dari pada dipukul. Ciri yang paling penting dari pukulan drop overhead yang baik adalah gerakan tipuan. Jika gerakan dapat menipu lawan pukulan mungkin tidak dikembalikan sama sekali. Tony Grice (2002: 74) mengemukakan bahwa ciri yang paling merugikan dari “pukulan drop adalah bolanya lambat sehingga memberikan banyak waktu pada lawan”. Nilai dari pukulan drop adalah terletak pada kombinasi pukulan ini dengan clear untuk membuat lawan sibuk dan memaksanya untuk mempertahankan seluruh lapangan. Tony Grice (2002:71) menyebutkan bahwa untuk menjadikan pukulan ini efektif “pukulan drop haruslah akurat agar lawan terpaksa menutupi bagian lapangannya seluas mungkin”.

5) Pukulan Smash

Pukulan Smash adalah pukulan yang cepat, diarahkan ke bawah dengan kuat dan tajam untuk mengembalikan bola pendek yang dipukul ke atas. Pukulan smash hanya dapat dilakukan dari posisi overhead. Bola dipukul dengan kuat tetapi harus diatur tempo dan keseimbanganya sebelum mencoba mempercepat kecepatan smash. Ciri yang paling penting dari pukulan smash overhead yang baik selain kecepatan adalah sudut raket yang mengarah ke bawah. Bola dipukul di depan tubuh lebih jauh dari pukulan clear atau drop. Permukaan raket diarahkan untuk mengarahkan bola lebih ke bawah. Tony Grice (2002 : 85) mengemukakan, “Jika smash dilakukan cukup tajam, pukulan tersebut mungkin tidak dapat dikembalikan”. Arti penting dari pukulan smash adalah pukulan ini

(34)

commit to user

14 hanya memberikan sedikit waktu pada lawan untuk bersiap-siap atau mengembalikan setiap bola pendek yang telah mereka pukul ke atas. Pukulan smash digunakan secara ekstensif dalam partai ganda. Tony Grice (2002: 85) menyatakan bahwa, “Semakin tajam sudut yang dibuat semakin sedikit waktu yang dimiliki lawan untuk bereaksi. Selain itu semakin akurat pukulan smash, semakin luas lapangan yang harus ditutupi lawan”.

6) Pukulan Netting

Pukulan netting atau jaring adalah salah satu jenis pukulan yang cukup sulit dalam permainan bulutangkis, karena permainan netting ini banyak memerlukan kecermatan yang penuh perasaan atau feeling. Faktor tenaga dalam permainan nettting hampir tidak diperlukan sama sekali. Pukulan dilakukan dengan tenang dan pasti. Dalam permainan net, bola harus diambil sewaktu bola masih di atas. Apabila bola diambil setelah berada di bawah, tempo permainan akan menjadi lambat dan hal ini memberi kesempatan lawan lebih siap untuk maju. Bola harus serendah mungkin dengan bibir jaring, hal ini mempertinggi target kesulitan lawan memukul kembali bola, terutama untuk menerobosnya. Icuk Sugiarto (2002: 68) menyatakan “Tujuan penempatan bolayang jatuh dekat net adalah agar lawan kesulitan untuk mengembalikan bola, karena jatuhnya bola dekat dengan net, maka pengembalian bola lawan kemungkinan tanggung”.

4. Pola – Pola Pukulan

Penguasaan pola-pola pukulan penting untuk mengembangkan permainan dan memperoleh kemenangan dalam permainan bulutangkis. Pemain perlu mendapat pola latihan teknik pukulan secara sistematis, berulang-ulang dan teratur. Icuk Sugiarto (2002: 39) mengemukakan, “Pola latihan teknik pukulan adalah pukulan yang dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan yang dilakukan dengan cara berulang-ulang sehingga menjadi bentuk/pola teknik pukulan yang dapat dimainkan secara harmonis dan terpadu”.

Pola pukulan pada dasarnya merupakan rangkaian dari beberapa pukulan yang dikombinasikan dan dilakukan secara terpadu. Untuk dapat mengalahkan lawan dengan mudah, pemain harus memiliki kemampuan memukul bola dengan baik dan ditunjang dengan penguasaan pola pukulan yang baik pula.

(35)

commit to user

15 Kemenangan dalam suatu pertandingan bulutangkis sangat sulit diperoleh jika hanya mengandalkan kemampuan memukul bola dengan baik, tanpa disertai dengan penguasaan pola-pola pukulan yang baik. Menurut Saiful Aristanto (1992: 30) pola pukulan yang dapat dikembangkan dalam permainan diantaranya yaitu:

1) Pola pukulan panjang-tajam-lurus (lob-chop-lurus) 2) Pola pukulan panjang-pendek (lob-dropshot) 3) Pola pukulan panjang-smash (lob-smash)

4) Pola pukulan panjang-tajam-jaring (lob-chop-net) 5) Pola pukulan panjang-smash-jaring (lob-smash-net) 6) Pola pukulan panjang-pendek-jaring (lob-dropshot-net) 7) Pola pukulan panjang-tajam-smash (lob-chop-smash)

Pola-pola pukulan yang dapat dikembangkan oleh pemain banyak sekali jenisnya dan bervariasi. Selain dengan pola-pola tersebut pemain dapat pula mengembangkan dengan pola yang lain. Namun pola pukulan yang dikembangkan harus memperhitungkan efisiensi dan efektifitas gerakan.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar permainan bulutangkis merupakan faktor yang mendasar yang harus dipahami dan dikuasai oleh setiap pemain agar mampu bermain bulutangkis dengan baik dan terampil.

2. Pukulan Servis Bulutangkis a. Pengertian Pukulan Servis

Servis dalam permainan bulutangkis merupakan pukulan pembuka atau sajian bola pertama untuk memulai permainan. Tohar (1992: 67) menyatakan, “Pukulan servis adalah pukulan dengan raket yang menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lain secara diagonal dan bertujuan sebagai pembuka permainan dan merupakan suatu pukulan yang penting dalam permainan bulutangkis”. Sedangkan menurut Sapta Kunta Purnama (2010: 16) menyatakan bahwa, “servis merupakan pukulan yang sangat menentukan dalam awal perolehan nilai, karena hanya pemain yang melakukan servis yang dapat mengendalikan jalannya permainan, misalnya sebagai strategi awal serangan”.

Berdasarkan pengertian pukulan servis yang dikemukakan kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, pukulan service merupakan pukulan dengan

(36)

commit to user

16 raket yang menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lain secara diagonal yang sangat menentukan dalam awal perolehan nilai.

Agar servis berhasil dengan baik dan sah, maka dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut Sapta Kunta Purnama (2010: 16) menyebutkan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan pelaksnaan servis pada saat perkenaan antara lain:

1) Ketinggian bola pada saat perkenaan dengan kepala raket berada di bawah pinggang.

2) Saat perkenaan dengan bola, kepala raket harus condong ke bawah. 3) Kedua kaki berada pada bidang servis, tidak menyentuh garis tengah

atau garis depan.

4) Tidak ada gerakan ganda (saat ayunan memukul sampai perkenaan dengan bola satu kali gerakan). Gerakan raket harus berkelanjutan tanpa adanya saat yang putus-putus.

b. Jenis-Jenis Pukulan Service Bulutangkis

Servis yang baik dalam bulutangkis akan memberikan kesempatan yang baik pula bagi lawan untuk mencetak angka. Untuk mendapatkan servis yang legal kontak dengan bola harus dilakukan di bawah pinggang dan tangkai raket harus mengarah ke bawah. Seluruh kepala raket harus dapat dilihat di bawah setiap bagian pegangan raket sebelum memukul bola. Ada tiga macam jenis servis yang biasa dilakukan oleh pemain bulutangkis ialah servis, panjang, servis pendek dan servis tanggung. Servis panjang adalah servis yang yang mengarahkan bola tinggi dan jauh. Tony Grice (2002: 25) menyatakan, “Bola diusahakan jatuh sedekat mungkin dengan garis belakang, dengan demikian bola lebih sulit untuk diperkirakan dan dipukul, sehingga semua pengembalian lawan kurang efektif”.

(37)

commit to user

17 Servis pendek dilakukan rendah adalah paling sering digunakan dalam partai ganda, karena lapangan untuk ganda lebih pendek, tetapi lebih lebar dari pada partai tunggal. “Servis ini dapat dilakukan baik dengan fore hand ataupun dengan backhand.” (Tony Grice, 2002: 25).

Gambar : 6. Servis Pendek Fore Hand (Tony Grice, 2002: 27)

Servis tanggung sebenarnya hanya variasi saja dari servis pendek.

Gambar : 7. Servis Pendek Back Hand (Tony Grice, 2002: 28)

Dilakukan dengan drive dan flick. Tony Grice (2002: 25) mengemukakan bahwa, “Servis ini merupakan alternatif yang baik dan membuat lawan hanya memiliki sedikit waktu untuk bertindak”

c. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Pukulan Servis Panjang

Pukulan servis merupakan pukulan yang sangat menentukan dalam awal perolehan nilai, karena pemain yang melakukan servis dengan baik dapat mengendalikan jalannya permainan, misalnya sebagai strategi awal dalam sebuah serangan. Pelaksanaan servis panjang dilakukan dengan cara forehand. Sapta

(38)

commit to user

18 Kunta Purnama (2010: 16), menyebutkan bahwa cara untuk melakukan pukulan servis sebagai berikut:

1) Berdirilah sedekat mungkin dengan garis depan.

2) Letak kedua kaki dapat sejajar atau depan belakang menyesuaikan kebiasaan.

3) Bola dipegang salah satu tangan dengan ketinggian di bawah pinggang.

4) Kepala raket ditempatkan di belakang bola. 5) Tentukan arah sasaran servis.

Pukulan ini hendaknya dilakukan dengan arah ke belakang lapangan lawan dan melambung tinggi sehingga tidak dapat dijangkau oleh uluran raket lawan dan shuttlecock jatuh langsung tegak lurus ke lantai. Shuttlecock sebaiknya mendarat sedekat mungkin dengan garis belakang bidang lapangan lawan. James Poole (2005: 31) menyatakan bahwa, untuk mencapai hal tersebut “gunakan putaran lengan bawah dan pergelangan tangan”.

Dalam pelaksanaan servis panjang, pelaku servis dan penerima servis harus berdiri berhadapan secara diagonal dalam kotak servis tanpa menyentuh garis-garis yang membatasi kotak servis. Sebagian dari kedua kaki baik pelaku maupun penerima servis harus tetap berdiri di permukaan lapangan dalam posisi diam (tidak bergerak) dari saat servis mulai dilakukan sampai servis telah dilaksanakan.

3. Hakikat Latihan a. Pengertian Latihan

Pengertian latihan menurut Sudjarwo (1992: 11):

Latihan adalah suatu proses yang sistematis secara berulang–ulang secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan beban latihan”. Suharno HP. (1993: 7) mengemukakan “Latihan adalah suatu proses mempersiapkan organisme atlet secara sistematis untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan memberi beban-beban fisik dan mental yang teratur, terarah, meningkat dan berulang-ulang waktunya.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, latihan secara sistematis maksudnya berencana, menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu , metodis, dari yang mudah ke yang lebih sukar, latihan teratur, dari yang

(39)

commit to user

19 sederhana ke yang lebih kompleks. Latihan berulang – ulang adalah setiap elemen teknik haruslah diulang sesering mungkin, maksudnya adalah agar gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah dan otomatis pelaksanaannya sehingga semakin menghemat energi. Kian hari kian ditambah bebannya, segera setelah tiba saatnya beban latihan harus ditambah. Kalau beban tidak pernah ditambah prestasi atau kemampuan juga tidak akan meningkat. Latihan harus direncanakan dengan baik, hal ini meliputi program latihan, sasaran yang hendak dikembangkan yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan kemampuan dan prestasi yang lebih baik.

Salah satu tujuan dari latihan adalah pencapaian prestasi yang setinggi mungkin. Upaya mencapai prestasi olahraga banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang memberikan sumbangan bagi pencapaian prestasi dalam olahraga dan masalah pembinaan olahraga yang kompleks ialah penerapan metode latihan yang ilmiah.

Metode latihan merupakan suatu cara yang digunakan oleh pelatih dalam menyajikan materi latihan, agar tujuan latihan dapat tercapai. Berkaitan dengan metode latihan. Metode latihan merupakan cara yang digunakan seorang pembina atau pelatih berfungsi sebagai alat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan bagi atlet yang dilatih. Dalam hal ini seorang pelatih harus menerapkan metode latihan yang efektif. Efektivitas latihan merupakan jalan keberhasilan dalam proses pembiasaan atau sosialisasi siswa atau atlet dan pengembangan sikap serta pengetahuan yang mendukung pencapaian keterampilan yang lebih baik dalam kerangka program pembinaan.

b. Latihan Teknik

Setiap cabang olahraga selalu berisikan teknik-teknik dari cabang olahraga yang bersangkutan. Untuk menguasai teknik dengan baik, diperlukan latihan teknik yang sistematis dan kontinyu. Berikut ini disajikan pengertian-pengertian latihan teknik yang disajikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut : 1) Menurut Sudjarwo (1995: 41) “latihan teknik bertujuan untuk pengembangan

dan pembentukan sikap dan gerak melalui pengembangan motorik dan system persarafan menuju gerakan otomatis”.

(40)

commit to user

20 2) Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 127) “latihan teknik adalah

latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik dan neuromuskular”.

Berdasarkan pengertian latihan teknik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa latihan teknik merupakan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga. Suatu teknik dalam cabang olahraga dapat dikuasai dengan baik apabila dilakukan secara sistematis dan kontinyu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang tepat.

c. Prinsip-Prinsip Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara berulang-ulang dengan meningkatkan beban latihan secara periodik. Dalam pemberian beban latihan harus memahami prinsip-prinsip latihan yang sesuai dengan tujuan latihan. Sedangkan tujuan penerapan prinsip latihan menurut Sudjarwo (1995: 21) yaitu: “agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”.

Adapun prinsip-prinsip latihan yang harus diperhatikan dalam latihan menurut Bompa (1999: 27-52) meliputi:

1) Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam berlatih 2) Prinsip perkembangan menyeluruh

3) Prinsip spesialisasi 4) Prinsip individual

5) Prinsip latihan bervariasi

6) Prinsip modeling adalah proses pelatihan 7) Prinsip beban meningkat

Prinsip latihan merupakan dasar yang harus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan latihan. Penerapan prinsip-prinsip latihan yang benar akan lebih memperbesar kemungkinan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Disini peneliti melatih teknik sehingga faktor fisik pada prinsip latihan tidak dilatih.

1) Prinsip Aktif dan Bersungguh-Sungguh dalam Berlatih

Didalam pelatihan perlu timbal balik informasi yang diberikan kepada siswa. Dengan partisipasi aktif dan bersungguh-sungguh maka pelatih akan

(41)

commit to user

21 mudah dalam pemberian materi. Menurut Bompa (1990: 29) bahwa ”Keikutsertaan aktif dan teliti didalam pelatihan akan dimaksimalkan pelatih pada waktu tertentu secara konsisten”. Dengan keikutsertaan atlet maka materi yang diajarkan akan cepat ditangkap oleh siswa. Mendiskusikan kemajuan atlet perlu diketahui, atlet perlu menghubungkan informasi sasaran menerima dari pelatih dengan penilaian tentang pencapaiannya, apa yang ia harus tingkatkan dan bagaimana ia boleh meningkatkan hasilnya.

2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh

Didalam pelatihan kita dapat mengamati atlet-atlet muda yang sangat cepat, dari sinilah kita dapat mengembangkan suatu program latihan khusus. Pengembangan persiapan phisik terutama adalah suatu kebutuhan dasar. Pendekatan seperti itu ke pelatihan adalah suatu prasyarat untuk mengkhususkan sesuatu dibidang olahraga. Program latihan menurut Bompa (1999: 30) menjelaskan bahwa:

Program pelatihan, pertunjukan secara multilateral pengembangan. Ketika pengembangan ini menjangkau suatu tingkatan dapat diterima oleh atlet, terutama pengembangan phisik, dari sinilah atlet masuk tahap pengembangan hal ini dapat didorong atlet yakni dalam pelatihan untuk capaian tinggi.

3) Prinsip Spesialisasi

Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Menurut Soekarman (1986 :60) “ latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Pendapat lain dikemukakan Bompa dalam Andi Suhendro (1993: 3.13) menyatakan:

Spesialisasi latihan olaharaga dianjurkan sebagai aktivitas-aktivitas motorik khusus. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam spesialisasi yaitu: (1) melakukan latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang olahraga. Misalnya pemain bola melakukan latihan secara khusus terhadap kemampuan dribble, shooting, dan (2) melakukan latihan mengembangkan kemampuan motorik yang dibutuhkan oleh cabang olahraga yang menjadi spesialisasinya. Misalnya latihan-latihan fisik khusus sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuni.

(42)

commit to user

22 Berdasarkan prinsip spesialisasi latihan dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuiakan dengan tujuan yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki cirri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan, baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.

4) Prinsip individual

Manfaat latihan akan lebih berarti, jika didalam pelaksanaan latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara atlet satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.15) menyatakan, “ Prinsip individual merupakan salah astu syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan kepada setiap atlet, sekalipun atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai”.

Berdasarkan pendapat tentang prinsip individual dapat disimpulkan bahwa latihan yang ditetapkan harus bersifat individual. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi atlet.

5) Prinsip Latihan Bervariasi

Prestasi yang tinggi dalam olahraga dapat dicapai melalui proses waktu latihan yang cukup lama. Latihan yang memakan waktu cukup lama tentu akan menimbulkan rasa jenuh atau bosan bagi atlet. Untuk menghindari hal tersebut, maka pelatih harus dapat merancang program latihan secara bervariasi, dengan tujuan atlet tetap senang dalam mengikuti latihan. Konsep ini harus dipegang teguh oleh seorang pelatih, agar atlet selama mengikuti latihan merasa senang dan dapat berkonsentrasi mengikuti latihan.

(43)

commit to user

23

6) Prinsip Modeling (Proses Pelatihan)

Model pelatihan, walaupun tidak selalu diorganisir dengan baik dan sering juga memanfaatkan suatu pendekatan acak telah ada sejak tahun 1960. Didalam istilah umum suatu model adalah suatu tiruan, suatu simulasi suatu kenyataan dibuat dari unsur-unsur spesifik yang mana peristiwa itu orang mengamati atau menyelidiki. Menurut Bompa (1999:40) menyatakan bahwa ”Model pelatihan adalah usaha pelatih untuk mengarahkan dan mengorganisir pelajaran pelatihannya sedemikian sehingga sasaran hasil, isi dan metode adalah serupa bagi mereka pada suatu kompetisi”.

Pelatih mengenal pokok-pokok kompetisi suatu hal yang diperlukan prasyarat dengan sukses memperagakan proses pelatihan. Pokok-pokoknya menyangkut struktur seperti volume, intensitas, kompleksitas, jumlah periode atau game, dan semacamnya harus secara penuh dipahami. Persamaan dengan perbandingan kontribusi menyangkut sistem anaerobic dan aerobic untuk suatu olahraga menjadi arti penting modal untuk pemahaman aspek atau kebutuhan harus ditekankan didalam pelatihan.

Berikut ini adalah langkah kesimpulan ketika pelatih berdasarkan pada pengamatan memutuskan unsur-unsur tentang pelatihan harus ditahan, apakah sedang berkurang. Didalam langkah-langkah berikutnya pelatih memperkenalkan (1) unsur-unsur kualitatif yang mengacu pada intensitas pelatihan, teknis, rencana, dan aspek, (2) psikologis komponen kualitatif, mengenai volume pelatihan, jangka waktu dan jumlah pengulangan yang diperlukan otomatis unsur kualitatif yang baru berdasarkan pada penambahan. Selanjutnya pelatih merinci dan mencoba untuk menyempurnakan kedua-duanya dengan model kuantitatif kualitatif.

7) Prinsip Beban Berlebih

Prinsip beban berlebih yaitu peningkatan didalam proses latihan, dalam pelatihan memerlukan waktu lama dan adaptasi. Atlet bereaksi menurut anatomi, secara fisiologis, dan secara psikologis jenis program yang ditingkatkan didalam pelatihan, untuk meningkatkan reaksi dan fungsi sistem nerves, neuromuscular, koordinasi dan kapasitas tubuh dan psikologis untuk mengatasi tekanan dari beban

(44)

commit to user

24 latihan yang diberikan, atlet memerlukan waktu dan kepemimpinan pelatih yang berkompeten (Bompa, 1999: 44) menyatakan bahwa:

Prinsip dari berangsur-angsur beban meningkat adalah untuk pelatihan atlet dalam perencanaan, dari suatu siklus program latihan, dan semua atlet perlu mengikuti dengan mengabaikan tingkatan capaian mereka. Peningkatan menilai capaian tergantung secara langsung pada tingkat dan cara dimana atlit meningkatkan beban pelatihan tersebut.

d. Komponen-Komponen Latihan

Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan seorang atlet, akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan kejiwaan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas.

Semua komponen dibuat sedemikian dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah direncanakan. Cabang olahraga yang banyak menentukan keterampilan yang tinggi termasuk tenis lapangan, maka kompleksitas latihan merupakan hal yang sangat diutamakan. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

1) Volume Latihan

Sebagai komponen utama, menurut Bompa (1999: 80) bahwa “Volume adalah hal penting prasyarat yang kuantitatif untuk taktis tinggi dan terutama prestasi”. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17) bahwa, “Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang ditempuh”. Sedangkan repetisi menurut Suharno HP. (1993: 32) adalah “Ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran". Pengertian seri atau

(45)

commit to user

25 set, menurut M. Sajoto (1995: 34) adalah, “Suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi”.

Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua cabang olahraga yang memiliki komponen aerobik dan juga pada cabang olahraga yang menuntut kesempurnaan teknik atau keterampilan taktik. Hanya jumlah pengulangan latihan yang tinggi yang dapat menjamin akumulasi jumlah keterampilan yang diperlukan untuk perbaikan penampilan secara kuantitatif. Perbaikan penampilan seorang atlet merupakan hasil dari adanya peningkatan jumlah satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu akan lebih tinggi pula intensitasnya.

Menurut Bompa (1999: 81) bahwa “Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya”. Suharno HP. (1993: 31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”.

Frekuensi latihan adalah jumlah ulangan latihan yang dilakukan dalam jangka waktu satu minggu. Menurut Fox dalam Sajoto (1988: 209) bahwa “Frekuensi latihan untuk meningkatkan an aerobik 3 x per minggu cukup efektif.”

Lamanya latihan adalah sampai seberapa lama latihan yang akan dilakukan, apakah satu minggu, satu bulan atau lebih. Dalam menentukan lamanya latihan ini, Fox dalam Sajoto (1988: 210) menyebutkan bahwa : “Lama latihan hendaknya dilakukan selama 8 – 10 minggu.” Bila dalam 12 kali pertemuan sudah ada peningkatan maka pelatihan dihentikan.

Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan

(46)

commit to user

26 sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Menurut Bompa (1999: 91) bahwa “Densitas adalah frekuensi dimana atlet di tunjukkan ke suatu rangkaian stimuli per bagian waktu.” Menurut Andi Suhendro (1999: 3.24) “Density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Dengan demikian densitas berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan.

Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan. Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menuntut interval istirahat yang relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada intensitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan terhadap organismenya pun juga rendah.

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa (1983: 36) “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”.

Komponen-komponen latihan yang telah disebutkan di atas harus dipahami dan diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk memperoleh hasil

Gambar

Gambar 1 : Pegangan Geblok Kasur (Tohar, 1992: 34) 2) Pegangan Kampak atau pegangan Inggris.
Gambar 2 : Pegangan Inggris atau Kampak (Tohar, 1992: 36) 3) Pegangan gabungan atau pegangan berjabat tangan.
Gambar 4 : Pegangan Backhand (Tohar, 1992: 38) 2) Kerja Kaki (Footwork)
Gambar : 5. Servis Panjang (Tony Grice, 2002: 26)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pemanfaatan tersebut juga tidak sesuai atau dapat dikatakan menyimpang dari harapan dan tujuan pembangunan rumah Majapahit seperti yang telah direncanakan, serta juga

survey yang dilakukan pada tahun 2016 maka nilai KHL disetiap kabupatenf. yang ada di

Para mahasiswa yang nantinya menuntut il mu di The Design Enterpreneur School Yogyakarta membutuhkan suatu wadah yang dapat menimbulkan kreativitas yang berpegang pada “high

formulir isian Kualifikasi, maka Perusahaan saudara dinyatakan gugur Pembuktian Kualifikasi sena dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai Peserta yang

b Pasar tradisional memberikan harga yang dapat dibeli oleh konsumen dengan pendapatan rendah.. c Pasar tradisional memberikan harga yang

Adalah Wanita yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindakan kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarganya atau lingkungan

Misalnya kasus hukum meminta wakaf di jalan raya dan kasus penggusuran tanah wakaf untuk kepentingan publik, sama sekali tidak tercantum di dalam kitab fikih wakaf,

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, data yang diambil dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari pemahaman mahasiswa