• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM TRANSMIGRASI LOKAL BERBASIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PROGRAM TRANSMIGRASI LOKAL BERBASIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus di UPT Cimanggu II, Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong,

Kabupaten Sukabumi)

Oleh :

NURDIN NURHAYADI KOSASIH

A14203045

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“EVALUASI PROGRAM TRANSMIGRASI LOKAL BERBASIS

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS” ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SEMUA SUMBER DATA DAN INFORMASI YANG DIGUNAKAN TELAH DINYATAKAN DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA KEBENARANNYA.

Bogor, Agustus 2008

Nurdin Nurhayadi Kosasih NRP. A 14203045

(3)

TRANSMIGRASI LOKAL BERBASIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS.

Evaluasi Program Transmigrasi Lokal di UPT Cimanggu II, Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi (Di bawah bimbingan LALA M.

KOLOPAKING).

Program transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi merupakan program transmigrasi lokal. Transmigrasi lokal adalah pemindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain yang masih satu Pemerintahan Daerah Provinsi. Program transmigrasi lokal ini, selain untuk menanggulangi kepadatan penduduk, juga untuk menanggulangi penduduk Sukabumi yang dulu pernah menjadi transmigran di Pulau Sulawesi dan Aceh, transmigran yang datang kembali ke Sukabumi (eksodan) dikarenakan adanya masalah keamanan di lokasi transmigrasi sebelumnya. Kesuksesan program transmigrasi lokal dapat terwujud apabila koordinasi petugas UPT, Pemda Kabupaten Sukabumi, dan transmigran dapat diwujudkan.

Keberhasilan program transmigrasi lokal belum dapat dilihat apabila belum diadakan pengevaluasian. Evaluasi yang dilakukan merupakan evaluasi

formatif dan dilakukan pada waktu program masih berlangsung (on-going evaluation) dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Dalam pengevaluasian program transmigrasi lokal ini terdapat alur

evaluasi yang dimulai dari input, program, output, effect, dan impact.

Input adalah keseluruhan sumberdaya yang dipakai oleh program, yang mana pada penelitian ini adalah seluruh warga transmigran yang ada di UPT Cimanggu II. Program yang dijalankan adalah program transmigrasi lokal sebagai usaha Kabupaten Sukabumi untuk meningkatkan kesejahteraan warga

(4)

kelompok kerja tani, dan lain-lain. Efek atau pengaruh langsung merupakan hasil yang diperoleh dari penggunaan output program misalnya adanya peningkatan produksi pertanian atau hasil panen. Impact atau dampak ialah hasil yang diperoleh dari effect program misalnya adanya peningkatan kesejahteraan dan kemandirian warga transmigran.

Disertai paradigma pemberdayaan masyarakat, komunitas transmigran diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup yang menjadi hak dasar transmigran di UPT Cimanggu II. Atas pemenuhan hak dasar inilah maka kesejahteraan komunitas transmigran dapat dicapai dan ditingkatkan. Upaya tersebut diantaranya adalah dengan memperhatikan peningkatkan pendapatan, kelembagaan sosial yang terbentuk, penanaman komoditas unggulan, keamanan, kesehatan, pendidikan, serta pembangunan sarana lokasi, yang mana semuanya itu berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan kemandirian warga transmigran.

Warga transmigran ditemukan telah dapat melakukan usaha ekonomi dan produksi, namun dalam proses pelaksanaannya terdapat banyak kendala. Kendala yang ada misalnya sulitnya akses pasar dalam artian kurangnya fasilitas transportasi dan kurangnya wawasan warga mengenai harga komoditas di pasaran. Berbagai permasalahan lain yang timbul di UPT seperti; rendahnya pemahaman warga dalam memahami arti pentingnya jenjang pendidikan bagi anak-anak mereka, masih terdapat warga yang memandang remeh pendampingan, masih terdapatnya warga yang kurang mengorganisasikan diri dengan warga lain, serta

(5)

Faktor pendapatan adalah yang paling memiliki kontribusi positif dalam upaya peningkatan kesejahteraan warga transmigran. Dengan adanya pemberdayaan pada dimensi struktural dan kultural, warga transmigran sekarang telah membentuk kelompok-kelompok tani. Terbentuknya kelompok-kelompok tani tersebut dijadikan sebagai wadah untuk ajang diskusi, mengemukakan masalah, serta bekerjasama untuk memecahkan masalah yang ada. Meski tidak seluruh warga seperti itu, namun keeratan yang tumbuh dikalangan warga dapat dirasankan cukup untuk dijadikan modal sosial dalam pengembangan UPT. Terbinanya warga, terjaganya keamanan, fasilitas umum, baiknya status kesehatan warga, pendidikan yang terus digalakan, dan ketahanan pangan warga yang stabil merupakan beberapa hal penting yang mempengaruhi kesejahteraan warga dan merupakan cerminan suatu masyarakat yang sejahtera yang mana hak hidupnya sebagai warga negara telah terpenuhi, sehingga kedepannya membentuk transmigran yang mandiri.

Kata kunci: Transmigrasi lokal, pemberdayaan, transmigran, kesejahteraan, kemandirian.

(6)

(Kasus di UPT Cimanggu II,Kecamatan Lengkong, Desa Langkapjaya,

Kabupaten Sukabumi)

NURDIN NURHAYADI KOSASIH A14203045

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(7)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Nurdin Nurhayadi Kosasih

NRP : A 14203045

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Evaluasi Program Transmigrasi Lokal Berbasis Pemberdayaan Komunitas (Studi Kasus di UPT Cimanggu II, Desa Langkapjaya, Kecamantan Lengkong, Kabupaten Sukabumi)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 131 284 865

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019

(8)

Penulis lahir di Sumedang, tanggal 24 Oktober 1984 sebagai anak dari dua bersaudara dan merupakan anak bungsu dari pasangan Asih Sutarsih dan Undang Sutaryat. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Sumedang pada tahun 2003. Pada waktu sekolah, penulis menjadi anggota Remaja Pecinta Alam (REPALA) yang merupakan kegiatan ekstra kurikuler sekolah. Dalam REPALA penulis menjabat sebagai Humas.

Setelah lulus dari SMUN 1 Sumedang, penulis mencoba melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi melalui ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di tahun 2003 dan lolos seleksi serta dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sosial-Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada angkatan 40 (KPM 40). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Fakultas Pertanian.

(9)

Puji dan syukur penulis tercurah kepada Allah SWT atas rahmat, karunia, serta lindungannya. Serta Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS yang senantiasa membimbing dalam proses pembuatan skripsi ini. Skripsi ini memuat informasi literatur mengenai transmigrasi dan pemberdayaan masyarakat. Dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup warganya, Pemerintah Kabupaten Sukabumi menjalankan program yang dinamakan Program Transmigrasi Lokal.

Program transmigrasi lokal ini untuk menanggulangi kepadatan penduduk, penanggulangan eksodan, serta pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya. Dengan menggunakan paradigma pemberdayaan, maka diharapkan adanya pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya yang ada serta tercapainya pemenuhan hak dasar yang tercantum dalam Undang-undang. Program yang dijalankan belum dinilai berhasil apabila belum mengalami evaluasi. Maka dari itu skripsi ini adalah suatu literatur yang merupakan evaluasi program Transmigrasi lokal di UPT Cimanggu II, Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu melindungi penulis pada waktu turun lapang. Hanya dengan ridhaNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam tulisan skripsi ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terkira kepada :

1. Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, saran, serta kritikan yang membangun bagi penulis. 2. Ibu Asih dan Bapak Undang selaku orang tua yang selalu memberikan

dukungan moril dan materil.

3. Pak Afandi selaku petugas lapangan di lokasi penelitian serta pemberian dokumen-dokumen yang sangat bermanfaat.

4. Dian Novita yang telah membantu penulis dalam pencarian berbagai literatur mengenai bahasan evaluasi.

(11)

x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Trasnmigrasi ... 7

2.1.1 Pengertian Trasnmigrasi ... 7

2.1.2 Kebijakan Transmigrasi ... 7

2.1.3 Jenis Trasnmigrasi ... 8

2.1.4 Peranan Transmigrasi dalam Pembangunan ... 9

2.1.5 Pemindahan penduduk yang harus ditangani secara lintas sektoral ... 9

2.2 Pemberdayaan Komunitas ... 10

2.2.1 Pengertian Pemberdayaan ... 10

2.2.2 Pemaknaan Komunitas ... 11

2.2.3 Dimensi Pemberdayaan Masyarakat ... 12

2.2.4 Elemen Pemberdayaan Masyarakat ... 12

2.3 Evaluasi Program ... 14

2.3.1 Definisi Evaluasi Program ... 14

2.3.2 Model Evaluasi ... 16

2.3.3 Pendekatan-pendekatan Evaluasi... 17

2.4 Konsep Kesejahteraan ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 22

3.2 Hipotesis Penelitian ... 24

3.3 Lokasi Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Waktu Penelitianl ... 25

3.4 Sampel Penelitian ... 26

3.5 Pengambilan Data dengan Kuisioner ... 27

3.6 Pengolahan Data ... 28

3.7 Variabel Penelitian ... 29

(12)

xi

4.2 Batas-batas Wilayah UPT Cimanggu II ... 38

4.3 Topografi Wilayah ... 38 4.4 Aksesibilitas Wilayah... 39 4.5 Lapangan Pekerjaan ... 40 4.6 Kependudukan... 40 4.7 Pendidikan ... 42 4.8 Kelembagaan Sosial ... 43 4.9 Sumberdaya Lahan ... 44

4.10 Sarana Rumah Warga ... 45

4.11 Sarana Tempat Ibadah ... 47

4.12 Sarana Pendidikan ... 47

4.13 Sarana Jaringan Listrik ... 48

4.14 Sarana Air Bersih ... 49

4.15 Sarana Transportasi dan Jalan ... 50

BAB V EVALUASI PENGEMBANGAN UNIT PEMUKIMAN TRANSMIGRASI CIMANGGU II 5.1 Penyuluhan di UPT ... 53

5.2 Kelembagaan Sosial ... 57

5.3 Penanaman Komoditas Unggulan ... 59

5.4 Kemandirian ... 61

5.5 Pendapatan ... 63

5.6 Kesehatan ... 66

5.7 Keamanan ... 67

5.8 Kesejahteraan ... 69

BAB VI PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DI UPT CIMANGGU II 6.1 Pemberdayaan dalam Dimensi Struktural ... 73

6.2 Pemberdayaan dalam Dimensi Kultural ... 75

6.3 Evaluasi Output Pemberdayaan UPT Cimanggu II ... 77

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan ... 80

7.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(13)

xii

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Nilai Korelasi Peringkat Spearman... 29 Tabel 2 Persentase Jumlah Warga Transmigran yang Pernah

Sekolah... 43

Tabel 3 Kategori Rumah Warga

Transmigran... 47 Tabel 4 Jumlah Siswa yang Sekolah di UPT Cimanggu II... 48 Tabel 5 Pengkategorian Warga Terhadap Penting-tidaknya

Penyuluhan... 55 Tabel 6 Tingkat Kesolidan Warga Transmigran

UPT Cimanggu II... 58 Tabel 7 Pengkategorian Kemandirian Warga

Trtansmigran... 63 Tabel 8 Pengkategorian Pendapatan Warga

Transmigran... 64 Tabel 9 Tabel Perbandingan Pendapatan Perkapita Kabupaten

Sukabumi... 66 Tabel 10 Tingkat Kesehatan Warga Transmigran

... 66 Tabel 11 Tingkat Kemanan Lokasi UPT... 68 Tabel 12 Tabel Rincian Kebutuhan Rutin Warga Transmigran Per

Tahun

(2005)... 71 Tabel 13 Tabel Usaha Peternakan UPT Cimanggu II... 78

(14)

xiii

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Kerangka pemikiran ... 23

Gambar 2 Perbandingan Jumlah Warga Transmigran UPT, Kabupaten

Sukabumi, 2005 (dalam jiwa)... 41 Gambar 3 Perbandingan Produktifitas Tanaman Unggulan, UPT

(15)

xiv

Lampiran 2. Peta Lokasi UPT Cimanggu II ... 87

Lampiran 3. Dokumentasi Persiapan Penyuluhan ... 88

Lampiran 4. Lokasi UPT Cimanggu II Dilihat dari Atas Bukit Cimanggu... 88

Lampiran 5. Contoh Gambar Rumah Warga Transmigran ... 89

Lampiran 6. Pembinaan Warga dalam Penanaman Komoditas Unggul ... 89

Lampiran 7. Dokumentasi Pembagian Bantuan Hewan Ternak Domba ... 90

Lampiran 8. Daftar Warga Transmigran UPT Cimanggu II ... 90

Lampiran 9. Daftar Nama Daerah Asal Transmigran ... 92

Lampiran 10. Hasil Olah Data (Korelasi Spearman) ... 93

Lampiran 11. Bagan Struktur Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi ... 94

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahun 1997 Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sampai saat ini masih terasa dan dinilai belum selesai. Untuk mengatasi krisis tersebut, maka sektor pertanian menjadi semakin penting. Ketika Bangsa Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan, sektor pertanian dapat bertahan dari krisis yang melanda. Selama dalam krisis yang berlangsung sejak tahun 1997, pertanian justru menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi. Ketahanan nasional dalam berbagai aspek kehidupan juga sangat terkait dalam pembangunan pertanian. Indonesia adalah negara yang subur dan memiliki potensi dengan keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Potensi keanekaragaman hayati tersebut merupakan salah satu modal yang sangat berguna bagi pembangunan. Untuk dapat memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang melimpah pula. Namun sayangnya potensi sumber daya manusia itu, tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Potensi sumberdaya manusia Indonesia lebih banyak terkonsentrasi di pulau Jawa, Madura dan Bali (Arman, 2006). Kepadatan penduduk di pulau-pulau ini sampai sekarang adalah yang paling tinggi di Indonesia. Padahal daya tampung dan daya dukung dari pulau-pulau ini untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduknya sudah minim, kaitannya dengan sumberdaya alam. Melihat ketimpangan antara potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

(17)

manusia tersebut, maka pemerintah mencanangkan suatu program yang diberi nama transmigrasi.

Bertolak dari sejarah, transmigrasi di Indonesia masih dipandang sebagai kelanjutan dari sistem kolonisasi yang dulu pernah diwariskan oleh pemerintahan kolonial Belanda. Vries (1985) dalam M. Singarimbun dan S.E. Swasono (1986), tujuan dari kolonisasi itu sendiri adalah : (1) memindahkan penduduk miskin ke luar Jawa dengan harapan dapat meningkatkan taraf hidupnya, (2) mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa. Memang transmigrasi merupakan perealisasian politik etis (ethies politiek) pemerintahan Belanda, yang berisi edukasi, irigasi, dan kolonisasi. Istilah transmigrasi sendiri baru digunakan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1946 pada saat lahirnya kebijakan tentang pengembangan industrialisasi di luar Jawa yang dirumuskan dalam Konferensi Ekonomi di Yogyakarta.

Konstitusi memberikan amanat kepada pemerintah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dasar rakyat dalam UUD 1945 yang telah diamandemen yaitu khususnya pada bab X menganai warga negara dan penduduk serta bab XA tentang hak asasi manusia1. Dalam rangka pemenuhan hak dasar warga Negara, maka pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat melaksanakan suatu program

1 ‘Pasal 27 ayat 2 : “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”

Pasal 28 A ayat: “ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

Pasal 28 C ayat 1 :” Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

Pasal 28 H ayat 1: “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan”. Ayat 2:”Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Ayat 3:”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.’

(18)

transmigrasi yaitu transmigrasi lokal. Transmigrasi lokal ini adalah pemindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain yang masih berada dalam satu Pemerintahan Daerah Provinsi. Pemindahan ini dikarenakan wilayah asal transmigran terkena pembangunan strategis, bencana alam, padat penduduknya, dan yang merupakan wilayah kritis (hutan gundul, daerah aliran sungai, dan lain-lain).

Pemerintah Kabupaten Sukabumi, kaitannya dengan transmigrasi lokal, menjadikan beberapa kecamatannya sebagai lokasi unit pemukinan transmigrasi (UPT). Sebagai salah satu wilayah yang dimanfaatkan untuk UPT adalah UPT Cimanggu II yang berlokasi di Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Program ini diselenggarakan karena luasnya lahan yang masih belum termanfaatkan secara optimal atau adanya hak guna usaha (HGU) lahan yang telah habis serta adanya warga Sukabumi yang dulunya pernah menjadi transmigran di beberapa provinsi, misalnya di Provinsi Aceh dan Provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi, datang kembali sebagai eksodan.

Warga transmigran yang datang kembali (eksodan) ke wilayah asal memiliki alasan. Alasan yang kerap ada adalah alasan dalam hal keamanan di lokasi transmigrasi. Warga transmigran merasa tidak aman sehingga menjadikan warga transmigran ingin kembali ke daerah asal. Kembalinya eksodan menyebabkan penambahan pengangguran. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka program transmigrasi lokal pun diselenggarakan. Program transmigrasi lokal ini dimulai pada bulan September 2001. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan di lokasi UPT, maka digunakanlah paradigma pemberdayaan. Dengan adanya kesamaan ras (Sunda), pekerjaan (petani), dan lokasi tempat

(19)

tinggal (di UPT), masyarakat yang ada di lokasi UPT Cimanggu II dipandang sebagai suatu komunitas.

Bersumber pada data yang didapat dari informasi yang didapat dari kantor Depnakertrans Kabupaten Sukabumi, warga transmigran ini bermatapencaharian sebagai petani. Warga transmigran, baik eksodan maupun transmigran penduduk setempat (TPS) ini tidaklah memiliki pengetahuan yang banyak sehingga perlu adanya upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Upaya yang dilakukan adalah dengan pemberdayaan komunitas agar kelak warga transmigran dapat memiliki jiwa mandiri.

1.2 Perumusan Masalah

Transmigrasi lokal yang ada di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu upaya penyebaran penduduk dan upaya peningkatan taraf hidup warga transmigran serta warga eksodan yang kembali ke Sukabumi. Transmigrasi lokal ini membutuhkan banyak pola pemikiran yang matang dan proses manajemen sistem yang compact agar program transmigrasi lokal ini dapat membuahkan hasil yang memuaskan, dalam artian program transmigrasi lokal yang ada di Kabupaten Sukabumi ini dapat membentuk suatu masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Dalam meneliti program transmigrasi yang ada di Kabupaten Sukabumi ini akan diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah program transmigrasi lokal yang dilakukan oleh pemerintahan Kabupaten Sukabumi dapat meningkatkan kesejahteraan warga transmigran UPT?

(20)

2. Apa sajakah yang menjadi kendala yang dihadapi oleh Pememerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dalam menyukseskan program transmigrasi lokal berbasis pemberdayaan komunitas?

1.3 Tujuan Penelitian

Program transmigrasi lokal yang dilaksanakan di Kabupten Sukabumi, Khususnya di UPT Cimangu II, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup warga transmigran. Merujuk pada harapan pemerintah Kabupaten Sukabumi ini, maka penelitian yang dilakukan di lokasi UPT Cimanggu II ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui Kontribusi dari Program Transmigrasi Lokal terhadap

kesejahteraan masyarakat transmigran.

2. Untuk mengetahui kendala yang tengah dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dalam menyukseskan program transmigrasi lokal berbasis pemerdayaan komunitas.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai rujukan mengenai evaluasi program pemberdayaan masyarakat serta beberapa kontribusi yang diberikan program transmigrasi lokal terhadap peningkatan kesejahteraan.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Sukabumi, sebagai bahan gambaran jalannya program transmigrasi lokal yang tengah diselengarakan, kaitannya dengan penanggulangan kendala-kendala yang ada.

3. Bagi warga transmigran, untuk menjadi media pembelajaran agar lebih kritis terhadap apa yang mereka terima dan menjadi bahan pemahaman

(21)

dalam menilai arti penting yang terkandung dalam pemberdayaan masyarakat.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Transmigrasi 2.1.1 Pengertian Transmigrasi

Martono (1986) mengemukakan bahwa transmigrasi, apabila dilihat dari definisi demografi, adalah bagian dari migrasi yang merupakan salah satu komponen perubahan atau pertumbuhan penduduk dengan tujuan pembangunan. Dengan kata lain, transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dalam rangka pembentukan masyarakat baru untuk membantu pembangunan baik bagi daerah yang didatangi ataupun yang ditinggalkan dalam rangka pembangunan nasional.

2.1.2 Kebijakan Transmigrasi

Kebijakan transmigrasi dalam Panca Matra Transmigrasi Terpadu, yaitu melalui rumusan “transmigrasi merupakan pemindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam rangka pembentukan masyarakat baru untuk membantu pembangunan daerah yang ditinggal dan daerah yang didatangi dalam rangka pembangunan nasional”. Kepres No.1 Tahun 1973 menetapkan pulau-pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok sebagai daerah asal transmigrasi. Ada empat macam ukuran (kriteria) untuk menentukan prioritas pemindahan penduduk dari pulau-pulau tersebut di atas yaitu:

1. Daerah yang terkena bencana alam

2. Daerah kritis (tanah gundul, daerah aliran sungai, dan sebagainya) 3. Daerah yang penduduknya terlalu padat

(23)

4. Daerah yang terkena pembangunan (umpamanya untuk pembangunan dam)

Pemindahan penduduk disini bukanlah tanpa beban dan resiko. Penduduk adalah manusia. Orang-orang telah lama hidup dan bekerja bersama dan menghasilkan kebudayaan, dipindahkan dan ditempatkan dalam suatu wilayah pemukiman baru. Mereka bercampur dan bergaul dengan kelompok yang sama-sama dipindahkan (dari berbagai wilayah) maupun kelompok manusia yang ditemui (penduduk setempat). Oleh karena itu, melalui transmigrasi dipindahkanlah berbagai sistem dari kebiasaan dan cara-cara sistem wewenang dan kerja sama, sistem tingkah laku dan kebiasaan-kebiasaan manusia. Transmigrasi mempercepat perubahan pengelompokan dan penggolongan manusia dan membentuk jalinan hubungan sosial dan interaksi sosial yang baru. Pemindahan penduduk yang dilakukan dalam rangka program transmigrasi berarti membentuk pola hidup bersama yang baru, yang akan melahirkan manusia-manusia baru dan akan menumbuhkan masyarakat baru (Arman, 2006).

2.1.3 Jenis Transmigrasi

Pemerintah mengupayakan jenis-jenis transmigrasi yaitu transmigrasi umum, transmigrasi swakarsa atau transmigrasi spontan, dan transmigrasi lokal. Transmigrasi umum adalah transmigrasi dimana semua biaya untuk transmigrasi adalah ditanggung oleh pemerintah. Transmigrasi swakarsa atau transmigrasi spontan adalah transmigrasi yang dilakukan penduduk dengan sebagian biaya ditanggung sendiri tetapi masih diatur oleh pemerintah. Transmigrasi lokal adalah pemindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain yang masih satu Pemerintahan Daerah Provinsi (Arman, 2006).

(24)

2.1.4 Peranan Transmigrasi dalam pembangunan

Menurut Martono (1986) dalam Singarimbun dan Swasono (1986), apabila dilihat secara demografi, transmigrasi dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, juga dimaksudkan untuk menciptakan perluasan kesempatan kerja. Transmigrasi ini juga dinilai membantu mempercepat terwujudnya trilogi pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

2.1.5 Pemindahan penduduk yang harus ditangani secara lintas sektoral.

Transmigrasi memindahkan penduduk atau manusia dalam rangka pembentukan masyarakat baru, maka penanganannya harus dilakukan dengan melibatkan berbagai sektor. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa dalam definisi penduduk dan masyarakat terdapat berbagai komponen secara eksistensial di dalamnya terdapat manusia, nilai budaya, jalinan hubungan dan interaksi, kebutuhan perubahan dan sebagainya. Dalam pemindahan masyarakat itu sudah termasuk tujuan dalam wujud masyarakat baru. Hal ini tidak semua mungkin ditangani oleh satu sektor pembangunan, apabila oleh satu subsektor pembangunan, berbagai sektor harus dilibatkan, atau dengan perkataan lain penanganannya harus lintas berbagai kegiatan dan spesialisati sektor-sektor (Tjiptoherijanto, 1986).

(25)

2.2. Pemberdayaan Komunitas 2.2.1 Pengertian Pemberdayaan

Istilah pemberdayaan (empowerment), muncul sekitar pertengahan 1990-an sebagai isyarat terjadinya perubah1990-an paradigma pemb1990-angun1990-an. Pada mul1990-anya, paradigma modernisme telah mendominasi dalam perencanaan maupun praktik pembangunan. Dalam paradigma tersebut menurut Sanderson (1993), paling tidak terdapat tiga asumsi pokok sebagai dasar yang melatarbelakanginya, yaitu salah satunya adalah keterbelakangan cenderung dilihat sebagai suatu “keadaan asli” (original state); suatu keadaan masyarakat yang telah ada dalam aneka bentuknya. Keterbelakangan itu terjadi akibat belum masuknya kapitalisme sehingga untuk keluar dari keterbelakangan, kapitalisme-lah jawabanya.

Keterbelakangan merupakan akibat dari banyaknya kekurangan yang ada dalam suatu masyarakat seperti kekurangan kapital, sehingga untuk mengatasiya diperlukan formulasi kapital baru melalui difusi modal dan teknologi. Masyarakat terbelakang biasanya tidak mempunyai semacam kesadaran, atau mentalitas yang menawarkan perkembangan. Kemajuan baru terjadi jika orang telah mengadopsi pemikiran rasional, nilai-nilai yang berorientasi masa depan, dan sistem etika. Sementara itu, umumnya nilai-nilai lokal masyarakat dianggap tidak kondusif bagi pencapaian kemajuan. Secara empiris, paradigma modernisme menyebabkan berbagai persoalan ketimpangan di masyarakat. Sajogyo (1982) menyebutnya dengan istilah modernization without development, pembangunan yang justru menyebabkan polarisasi kesenjangan antara pemilik modal dan kaum miskin karena program-program pembangunan cenderung bias teknokratis, sentralistis, dan tidak “membumi”.

(26)

Kritik terhadap ideologi modernisme, telah berkembang paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people-centered development) yang lebih memberi tempat kepada rakyat untuk turut serta dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengawasi proses pembangunan. Dalam wadah paradigma inilah wacana pemberdayaan (empowerment) mulai tumbuh. Pemberdayaan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki masyarakat (Wahyono et.al, 2001). Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dalam pengembangan masyarakat (community

development) adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri

sebagai suatu sistem yang mengorganisasi diri mereka sendiri. Sistem pengorganisasian ini diharapakan dapat dijadikan suatu modal dalam mengembangkan diri mereka masing-masing.

2.2.2 Pemaknaan komunitas

Ife dalam Tonny (2000) mengemukakan komunitas (community) dalam perspektif sosiologi adalah warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat yang lebih luas (society) melalui kedalaman perhatian bersama (a community of

intersest) atau oleh tingkat interaksi yang tinggi (an attachment community). Para

anggota komunitas memiliki kebutuhan bersama (common needs). Jika tidak ada kebutuhan yang bersama maka warga setempat tersebut tidak bisa dikatakan sebagai komunitas. Komunitas (community) mengandung pengertian sebagai satu kesatuan masyarakat yang ukurannya relatif kecil sehingga terjadi hubungan yang intensif ke dalam daripada ke luar dan memiliki kesamaan tertentu. Suatu

(27)

komunitas merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki tingkat keeratan atau hubungan yang relatif kuat. Karakteristik komunitas terdiri dari:

1. Primordial community, yakni komunitas yang memiliki kesamaan suku,

agama dan ras.

2. Occupation community, yakni komunitas yang anggotanya memiliki kesamaan

pekerjaan/profesi.

3. Spacial community, yakni komunitas yang terbentuk karena kesamaan tempat

tinggal.

2.2.3 Dimensi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat memiliki dua dimensi pokok yaitu kultural dan dimensi struktural (Tonny, 2002). Dimensi kultural meliputi upaya untuk perubahan prilaku ekonomi, peningkatan pendidikan, sikap terhadap pengembangan teknologi, serta kebiasaan masyarakat setempat. Dimensi struktural meliputi upaya perbaikan struktural sosial yang meningkatkan dan mempercepat solidaritas petani dan nelayan dengan cara berhimpun dalam suatu kelompok dan organisasi yang mampu memperjuangkan kepentingan mereka.

2.2.4 Elemen Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Tonny (2000) dalam Pemberdayaan terdapat dua elemen penting. Elemen tersebut merupakan elemen yang sarat dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Tanpa elemen tersebut suatu pemberdayaan tidak dapat dikatakan berjalan. Elemen tersebut terbagi menjadi elemen partisipasi dan elemen kemandirian.

Partisipasi. Menurut Tonny (2003), partisipasi adalah proses aktif dimana inisiatif diambil oleh masyarakat sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka

(28)

sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat melakukan kontrol secara efektif. Definisi ini memberikan pengertian bahwa masyarakat diberi kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan serta kemampuan untuk mengelola potensi yang di miliki secara mandiri.

Partisipasi dikategorikan menjadi dua, yaitu pertama, partisipasi yang dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan dan dikontrol oleh orang lain.

Kedua, partisipasi yang membentuk atau membangun kekuatan untuk keluar dari

masalah yang sedang dihadapi. Menurut Slamet dalam Sumodiningrat (1999), partisipasi masyarakat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, partisipasi dilakukan mulai dari penggalian potensi-potensi yang dapat dibangun oleh masyarakat setempat, pembinaan teknologi dan keterampilan tersebut. Menurut Coheb dan Uphoff dalam Tonny (2003), keterlibatan masyarakat dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, dan penikmatan hasil.

Kemandirian. Menurut Sumodiningrat (1999), kemandirian mengandung arti bahwa proses pembangunan diciptakan dari, oleh dan untuk setiap anggota masyarakat. Sehubungan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, kemandirian dikategorikan menjadi tiga yaitu kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen. Kemandirian material merupakan kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar pada waktu krisis. Kemandirian intelektuan merupakan pembentukan dasar pengetahuan yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi dari pihak luar. Kemandirian

(29)

manajemen merupakan kemampuan untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif.

Verhagen (1996) mengemukakan kemandirian adalah suatu kondisi dimana seorang individu atau kelompok tidak lagi bergantung pada bantuan dan kedermawanan pihak ketiga. Suatu kelompok mandiri berarti mereka telah mengembangkan kemampuan organisasional, produktif, dan analitik yang memadai sehingga mampu merancang dan melaksanakan suatu strategi yang dapat memberikan sumbangan secara efektif. Kemandirian tersebut juga dapat dirasakan manfaatnya oleh tiap anggota kelompok karena mereka telah dapat mengembangkan diri mereka untuk kepentingan dan harapan mereka sendiri dalam kelompok tersebut.

2.3 Evaluasi Program

2.3.1 Definisi Evaluasi Program

Farida (2000) dalam bukunya mengemukakan pemahaman evaluasi dengan memakai contoh kasus pendidikan. Evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna berbagai objek (Join

committee, 1981). Kelompok Konsorsium Evaluasi Standford menolak definisi

evaluasi yang menghakimi, karena evaluator bukanlah wasit yang menentukan suatu program berguna atau tidak.

Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif yaitu untuk perbaikan dan pengembangan program yang sedang berjalan dan fungsi sumatif yang dipakai sebagai pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau kelanjutan program. Jadi evaluasi hendaknya dapat membantu pengembangan, implementasi,

(30)

kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.

Evaluasi yang dilakukan sendiri oleh pelaksana proyek dianggap kurang efektif oleh sebab itu diperlukan evaluator yang independent. Farida (2000) mengemukakan kriteria yang harus dilayani oleh evaluator supaya evaluasi betul-betul bermanfaat dan berguna yaitu sebagai berikut :

1. Evaluasi dapat mempunyai lebih dari seorang audiensi.

2. Masing-masing audiensi mungkin mempunyai kemungkinan yang berbeda. 3. Kebutuhan audiensi harus dirumuskan dengan jelas pada waktu memulai

evaluasi.

Evaluator dituntut untuk mempunyai ciri-ciri tertentu yang memerlukan latihan yang memadai. Ciri-ciri tersebut antara lain mengerti dan mengetahui teknik pengukuran, metode penelitian, mengerti tentang kondisi sosial dan hakekat objek evaluasi, mempunyai kemampuan human relation serta bertanggung jawab dan jujur. Evaluasi sering dilakukan oleh suatu tim karena sulit mencari orang yang memiliki begitu banyak kemampuan. Langkah-langkah dan prosedur yang dilakukan oleh evaluator harus sejalan dengan fungsi evaluasi yaitu memfokuskan evaluasi, mendesain evaluasi, mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, melaporkan hasil evaluasi, mengelola evaluasi dan mengevaluasi evaluasi.

Committee on Standard for Educational Evaluation (Join Committee, 1981)

yang diketuai oleh Daniel Stufflebeam mengembangkan standar untuk kegiatan evaluasi yaitu:

(31)

b. Accuracy (secara tekhnik tepat).

c. Feasibility (realitik dan teliti).

d. Proppriety (dilakukan dengan legal dan etik).

Evaluasi yang baik adalah yang memberikan dampak positif pada perkembangan program.

Farida memberikan beberapa pengertian kepada istilah-istilah yang dipakai didalam bukunya, seperti pengertian program, sponsor, audiensi dan instrumen. Program adalah sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan membawa hasil atau pengaruh (Joan L. Herman & Cs dalam Farida, 2000). Sponsor adalah orang atau organisasi yang meminta evaluasi dan membayar untuk itu. Audiensi orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan evaluasi, seperti pemakai program, peminat dan pelanggan.

2.3.2 Model Evaluasi

1. Model Evaluasi CIPP

Model ini mengusulkan pendekatan yang berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Untuk melayani para manajer dan administrator dibuatlah pedoman kerja yang membagi evaluasi menjadi empat macam :

1) Contect evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini

membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.

2) Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur

(32)

diambil, apa rencana dan strategi yang akan diambil untuk mencapai kebutuhan serta bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

3) Process evaluation to serve implementing decision. Evaluasi proses

membantu mengimple-mentasikan keputusan.

4) Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk

menolong pembuat keputasan dalam membuat keputusan selanjutnya. Huruf pertama dari model ini dijadikan ringkasan dan model ini terkenal dengan nama model CIPP stufflebeam.

2. Model Stake atau Model Countenence

Stake (1967) menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi ialah

descriptions dan judgement dan membedakan tiga tahap dalam program

pendidikan, yaitu : Antecedents (konteks), Transaction (proses) dan Outcomes (output). Matrik description menunjukkan Intents (hasil) dan Observations (efek) atau yang sebenarnya terjadi. Judgement mempunyai dua aspek yaitu standard dan judgement. Stake juga mengatakan apabila kita menilai suatu program maka kita melakukan perbandingan antara satu program dengan program lain (relatif) atau perbandingan yang absolut yaitu satu program dengan standar yang ditetapkan. Pada model ini penekanannya adalah evaluator yang membuat penilaian tentang program yang akan dievaluasi.

2.3.3 Pendekatan-pendekatan Evaluasi

Proses pengevaluasian memiliki enam pendekatan (Farida, 2000). Pendekatan yang dimaksud adalah berkaitan dengan tujuan dari pengevaluasian yang dilakukan. Pendekatan yang dilakukan menilai dari segi mana baiknya

(33)

proses evaluasi dijalankan. Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam mengevaluasi suatu program yang diantaranya:

1. Pendekatan Eksprimental

Tujuan dari pendekatan ini adalah memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program dengan menciptakan situasi yang dikontrol, seperti membandingkan kelompok yang menerima program dan yang tidak. Pendekatan ini membuat evaluator sebagai orang ketiga yang objektif dalam menarik kesimpulan.

2. Pendekatan yang berorientasi pada pencapaian tujuan

Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan sampai sejauh mana program telah berhasil. Model ini memberikan petunjuk tentang tentang perkembangan program.

3. Pendekatan yang berfokus kepada keputusan

Pendekatan ini menekankan peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Pada pendekatan ini evaluator memerlukan 2 macam informasi dari klien. Pertama ia harus mengetahui butir-butir keputusan penting pada setiap periode selama program berjalan. Kedua ia perlu mengetahui macam informasi yang mungkin akan sangat berpengaruh untuk setiap keputusan. Keunggulan program ini ialah perhatiannya terhadap kebutuhan pembuat keputusan dan kerelevanan keputusan program.

4. Pendekatan yang berorientasi kepada pemakai

Pada pendekatan ini evaluator lebih terlibat dalam kegiatan program, mereka lebih bertindak sebagai orang dalam daripada sebagai konsultan

(34)

luar. Penedekatan ini dilakukan dengan bersahabat, evaluator mencari pengetahuan tentang fungsi program dan keperluan orang-orang yang mempengaruhi keputusan. Pende-katan ini membuat evaluator dapat memberikan ide kepada kelompok pemakai, menerima saran mereka dan mengadaptasikan evaluasi sesuai dengan kebutuhan pemakai atau klien. Evaluator harus seorang yang komunikatif, karena interaksi dengan orang-orang program dan klien mempengaruhi kegunaan hasil evaluasi.

5. Pendekatan yang responsif

Pendekatan ini berusaha mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang dari semua orang yang terlibat, berminat, dan yang berkepentingan dengan program. Evaluator bertujuan berusaha mengerti urusan program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. Evaluasi responsif memiliki cirri-ciri penelitian yang kualitatif apa adanya. Evaluator harus dilatih tekhnik-tekhnik penelitian kualitatif. Pendekatan ini memiliki kelebihan memiliki kepekaan terhadap berbagai titik pandang.

6. Goal Free Evaluation (Evaluasi bebas tujuan)

Ciri-ciri evaluasi ini adalah ; evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program, tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak menyempitkan fokus evaluasi, berfokus pada hasil yang sebenarnya dan bukan pada hasil yang telah direncanakan, hubungan dengan orang-orang program dibuat seminimal mungkin dan evaluasi dimungkinkan akan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan.

(35)

Scriven (1996) dalam Farida (2000) membedakan evaluasi menjadi 2 yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan untuk memberikan informasi kepada pemimpin program sebagai bahan perbaikan program. Sedangkan evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir program untuk memberikan informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program. Selain evaluasi formatif dan sumatif ada juga evaluasi internal dan eksternal, yang mana evaluasi ekternal dilakukan oleh orang diluar program dan evaluasi internal dilakukan oleh orang dari dalam program.

2.4 Konsep Kesejahteraan

Kesejahteraan erat kaitannya dengan kebutuhan seseorang. Tingkat kesejahteraan adalah merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup seseorang pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Konsep kesejahteraan memiliki sifat relatif, yaitu tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Keadaan sejahtera yanng dimiliki seseorang dapat berbeda dengan keadaan sejahtera orang lain. Terpenuhinya kebutuhan makan nasi tiap hari untuk seorang buruh adalah dapat dikatakan sejahtera, namun lain halnya dengan seorang pengusaha besar (Pangemanan, 1996).

Menurut Yosep (1996) dalam Saharti (1998), definisi kesejahteraan mencakup dua pendekatan yaitu pendekatan makro dan pedekatan mikro. Pendekatan makro memandang bahwa kesejahteraan dapat dinyatakan dengan indikator-indikator yang telah disepakati secara ilmiah, sehingga ukuran kesejahteraan masyarakat berdasarkan data-data empiris suatu masyarakat. Pendekatan makro ini disebut juga pendekatan makro objektif karena mencakup

(36)

keadaan kesejahteraan suatu wilayah, negara atau provinsi. Konsep Kesejahteraan untuk setiap individu berbeda dan bersifat relatif sehingga dapat dikemukakan beberapa kriteria dan indikator kesejahteraan. BPS dan beberapa instansi lain menggunakan indikator kesejahteraan sebagai indikator sosial.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Pemerintah Kabupaten Sukabumi, dengan menggunakan paradigma pemberdayaan masyarakat, menyelenggarakan suatu program yaitu program transmigrasi lokal. Program transmigrasi lokal ini merupakan program untuk menanggulangi kepadatan penduduk dan untuk mengingkatkan kesejahteraan. Penduduk yang dimaksud adalah warga Sukabumi sendiri juga warga transmigran yang datang kembali (eksodan) ke Sukabumi dikarenakan adanya masalah keamanan di lokasi transmigrasi.

Program transmigrasi lokal yang diselenggarakan di Kabupaten Sukabumi perlu adanya pengevaluasian. Evaluasi yang dilakukan bersifat formatif yang mana program yang dievaluasi masih berlangsung (on-going evaluation). Dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi pada pencapaian tujuan, program transmigrasi ini dievaluasi untuk diketahui sejauhmana perkembangan dan keberhasilan program. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menilai keberhasilan program transmigrasi yaitu : pendapatan warga transmigran, pendidikan warga transmigran, sarana lingkungan atau fasilitas yang ada di lokasi UPT, keamanan yang tercipta di lokasi UPT, kesehatan warga dan lingkungan, dan kelembagaan sosial yang terbentuk, yang kemudian semua hal tersebut dapat meningkatkan kesejahateraan warga transmigran dalam pemenuhan kebutuhan serta dapat membentuk warga transmigran mandiri.

(38)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran TRANSMIGRASI LOKAL Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi Paradigma Pemberdayaan Komunitas Transmigran

Evaluasi Program Transmigrasi Lokal (on-going evaluation)

Peningkatan Pendapatan Kelembagaan sosial masyarakat Penanaman komoditas Pendidikan Kesehatan Sarana lokasi Keamanan Kesejahteraan warga transmigran Warga transmigran mandiri Keterangan: = Menghasilkan = Dilakukan

(39)

3.2 Hipotesis Penelitian

Penilitian yang dilakukan di UPT Cimanggu II merumuskan beberapa hipotesis penelitian yaitu:

1. Pendapatan berhubungan positif dengan kesejahteraan warga transmigran. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka pemenuhan terhadap kebutuhan juga semakin tinggi.

2. Kelembagaan sosial berhubungan positif dengan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan warga transmigran. Terbentuknya kelembagaan memungkinan warga untuk mengorganisasikan diri dengan warga lain kaitannya dengan peningkatkan pendapatan.

3. Penanaman komoditas unggulan berhubungan positif dengan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan warga transmigran. Peningkatan hasil panen meningkatkan pendapatan warga transmigran.

4. Pendidikan berhubungan positif dengan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan warga transmigran. Semakin tinggi kapabilitas warga maka semakin beragam juga usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan.

5. Kesehatan berhubungan positif dengan kesejahteraan warga transmigran. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang maka semakin tinggi juga kualitas kesehatannya.

6. Sarana lokasi berhubungan positif dengan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan warga transmigran. Semakin beragamnya keberadaan fasilitas di lokasi memungkinkan warga untuk meningkatkan upaya peningkatan pendapatan.

(40)

7. Keamanan berhubungan positif dengan kesejahteraan warga transmigran. Status keamanan yang baik menciptakan kenyamanan warga transmigran tinggal di UPT.

8. Kesejahteraan berhubungan positif dengan kemandirian warga transmigran. Kesejahteraan warga melahirkan jiwa warga transmigran mandiri.

3.3 Lokasi Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di UPT Cimanggu II, Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja. Hal ini dilakukan karena UPT merupakan lokasi yang dipandang sangat memerlukan upaya pemberdayaan masyarakat. Di lokasi UPT terdapat suatu sistem baru yang terbentuk secara sengaja dengan tujuan pembangunan. Waktu penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September 2007. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik triangulasi data yaitu pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan kuisioner, pengamatan berperan serta, dan penelusuran dokumen yang relevan dengan topik penelitian. Pengamatan berperan serta yang dilakukan peneliti diantaranya keikutsertaan peneliti dalam beberapa kegiatan pemberdayaan yang dilakukan di UPT Cimanggu II. Penelusuran dokumen-dokumen yang dianggap memberikan informasi dilakukan di kantor Disnakertrans sebagai bahan gambaran umum lokasi penelitian.

(41)

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan kuisioner sebagai instrumen penelitian. Dengan menggunakan kuisioner, diharapkan responden dapat memberikan data yang akurat pada tiap kali proses pengambilan data. Selain kuantitatif, untuk dapat memperoleh data yang yang lebih lengkap, pendekatan yang dilakukan juga dengan pendekatan kualitatif untuk menggali informasi dan menjelaskan informasi yang didapat langsung dari responden ataupun informan. Pada saat pengumpulan data, peneliti mendatangi informan dan responden pada waktu yang disesuaikan dengan kesibukan informan atau responden. Penyesuaian waktu pengambilan data ini dikarenakan kesediaan informan atau responden tidak tentu. Tidak tentu disini maksudnya tidak semua responden dan informan memiliki kesediaan waktu yang sama satu dengan yang lainnya.

Populasi sampel penelitian ini adalah masyarakat transmigran. Pada penelitian ini terdapat sumber informasi yang terdiri dari Informan merupakan pihak yang akan memberikan informasi tentang pihak lain dan lingkungannya, dan responden yang memberikan informasi mengenai dirinya sendiri dan kegiatan yang dilakukannya. Pemilihan sampel, untuk memenuhi syarat N=30 (N adalah besar sampel), maka dilakukan dengan menggunakan teknik simple random

sampling yang mana jumlahnya 30 KK dari 79 KK. Hal ini dilakukan karena pada

program transmigrasi lokal masyarakat yang menjadi populasi sampel merupakan masyarakat yang homogen yaitu sebagai transmigran yang bermatapencaharian sebagai petani atau dengan kata lain responden masih bergantung pada lahan pertanian. Kehomogenan warga transmigran juga dapat dilihat pada tingkat

(42)

pendidikan yang mana semua warga transmigran hanya mengenyam pendidikna sekolah dasar. Selain dipandang sebagai petani, warga transmigran juga dipandang sebagai orang yang memiliki luas lahan yang sama. Jadi dalam penelitian ini kehomogenan warga tidak hanya dalam status pekerjaan saja tetapi juga dalam hal sumberdaya lahan.

3.5 Pengambilan Data dengan Kuisioner

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup semua data yang berkenaan dengan variabel pengaruh dan variable terpengaruh. Data primer juga mencakup data yang didapat dari hasil observasi dan hasil wawancara dengan warga transmigran, apabila diperlukan. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup semua data yang diambil dan ditelusuri dari dokumen Disnakertrans Sukabumi dan dokumen lain (misalnya, catatan pribadi petugas translok UPT Cimanggu II) yang dipandang mendukung penelitian ini. Dalam pengumpulan data informasi, yaitu dengan menggunakan kuisioner, kuisioner disebarkan pada responden dengan tujuan responden dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai UPT Cimanggu II. Kuisioner ini dibuat dan disesuaikan dengan topik penelitian yang terkategori dalam beberapa variabel dan sebisa-bisa kuisioner disajikan dalam bentuk pertanyaan yang mudah dipahami, memandang bahwa tingkat pendidikan warga transmigran hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar. Sehingga penggunaan istilah-istilah pun di sesuaikan dengan tingkat pemahaman warga terhadap istilah tersebut. Istilah-istilah yang dimaksud misalnya ‘konflik’ diganti dengan ‘pertengkaran’, ‘konsumsi’ dengan ‘menggunakan’ atau ‘memakan’, dan sebagainya.

(43)

3.6 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari kuesioner merupakan data primer yang dianalisa berdasarkan masing-masing sub-pokok bahasan. Sesuai dengan rancangan dan tujuan penelitian, maka data dianalisa dengan menggunakan tabulasi frekuensi untuk mengecek konsistensi jawaban, dan tabulasi silang untuk menentukan klasifikasi terbaik dengan melihat hubungan atau keterkaitan antara variabel-variabel penelitian yang akan diuji (Sofian dan Chris Manning dalam Singarimbun dan Effendi, 1989). Hubungan antar variabel penelitian ditentukan dengan menggunakan analisis korelasi peringkat Spearman yang kemudian diinterpretasikan. Uji korelasi Spearman dipergunakan untuk melihat tingkat keeratan (signifikansi) antar variabel-variabel tersebut. Untuk memudahkan dalam proses pengolahan data, pengeolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan software SPSS 13 for Windows. Dalam statistika, rumus untuk mencari tingkat keeratan variabel adalah sebagai berikut:

rs =

(

)

1

6

1

2 2

N

N

D

n ,

Keterangan : rs = koefisien korelasi peringkat Spearman D = selisih antara peringkat Xi dan Yi N = banyaknya pasangan data

(44)

Tabel 1. Nilai Korelasi Peringkat Spearman.

No. Besarnya nilai rs Interpretasi

1. Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat lemah/tidak berkorelasi

2. Antara 0,201 sampai dengan 0,400 Lemah

3. Antara 0,401 sampai dengan 0,600 Cukup kuat

4. Antara 0,601 sampai dengan 0,800 Kuat

5. Antara 0,801 sampai dengan 1,000 Sangat Kuat

Data yang didapat kemudian di tabulasi silang. Pada tabulasi silang masing-masing variabel yang terkait dibedakan ke dalam tiga kategori yang didasarkan pada nilai rata-rata. Nilai rata-rata merupakan perolehan nilai dari keseluruhan responden untuk masing-masing variabel dibagi dengan jumlah responden. Adapun tiga kategori yang dimaksud ditentukan oleh nilai-nilai yang berada di atas, di bawah, dan pada nilai rata-rata. Nilai yang berada di atas rata-rata masuk pada kategori tinggi sedangkan nilai-nilai yang berada di bawah rata-rata masuk pada kategori rendah. Hubungan antara dua variabel yang dihubungkan dilihat dari perolehan persentase pada kombinasi kategori dua variabel terkait. Sedangkan pada korelasi Spearman, signifikansi hubungan dua variabel tampak dari nilai r (koefisien korelasi) yang diperoleh dari hasil perhitungan.

3.7 Variabel Penelitian

Variabel secara harfiahnya adalah konsep yang memiliki nilai.

Dalam melakukan penelitian, peneliti memperhatikan beberapa variabel penelitian. Variabel yang digunakan ada dua jenis variabel, variabel yang

(45)

mempengaruhi (independent variable) dan variabel yang dipengaruhi (dependent variable). Merujuk pada pernyataan Tjiptoherijanto (1986), Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menilai perkembangan program transmigrasi diantaranya; pendapatan warga transmigran, pendidikan warga transmigran, sarana lingkungan atau fasilitas yang ada di lokasi UPT, keamanan yang tercipta di lokasi UPT, kesehatan warga dan lingkungan, dan kelembagaan sosial yang terbentuk. Beberapa hal tersebut merupakan variabel yang mempengaruhi. Sedangkan variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah variabel kesejahteraan yang membentuk jiwa warga transmigran yang mandiri.

3.8 Definisi Operasional

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengandung beberapa definisi operasional. Definisi operasional ini menjelaskan konsep-konsep yang ada dalam penelitian. Definisi operasional tersebut diantaranya:

1. Pendapatan. Pendapatan adalah uang yang didapat atau dihasilkan oleh warga transmigran di UPT Cimanggu II satu bulan terakhir. untuk pengkategorian, peneliti menentukan rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan acuan nilai pendapatan yang paling tinggi yang ada di UPT. kategori:

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut dikategorikan berpendapatan rendah yaitu dibawah Rp. 562.000,- /bulan.

(46)

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut dikategorikan berpendapatan sedang yaitu antara Rp. 562,000,- sampai Rp. 1000.000,- / bulan.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan berpendapatan tinggi yaitu diatas Rp. 1.000.000,-/bulan.

2. Pendidikan. Pendidikan adalah pengetahuan yang dimiliki oleh warga transmigran. Pengetahuan tersebut dapat berupa pengetahuan yang didapat sebelum menjadi transmigran atau setelah menjadi transmigran. Pendidikan juga mencakup kemampuan keterampilan warga transmigran. Baik melalui jenjang formal maupun informal. pendidikan ini diukur dari :

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut dikategorikan sebagai warga yang kurang memandang penting pengetahuan.

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut dikategorikan sebagai warga yang cukup memandang penting pengetahuan.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan sebagai warga yang sangat memandang penting pengetahuan.

3. Sarana lingkungan. Sarana lingkungan yang dimaksud disini adalah segala sarana yang ada di lokasi UPT Cimanggu II. Sarana lingkungan adalah sarana yang berupa fasilitas, baik fasilitas umum maupun pribadi

(47)

yang kaitannya dengan kenyamanan warga untuk tetap tinggal di UPT. pengkategorian ini diukur:

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut dikategorikan tidak nyaman berada di UPT.

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut

dikategorikan cukup nyaman tinggal di UPT.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan sangat nyaman tinggal di UPT.

4. Keamanan. Keamanan adalah suatu kondisi dimana warga transmigran di UPT Cimanggu II tidak merasa berada dalam bahaya apabila mereka berada di lokasi UPT. Pengukuran variabel keamanan diukur:

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut dikategorikan merasa tidak aman berada di UPT.

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut dikategorikan merasa cukup aman berada di UPT.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan merasa sangat aman di UPT.

5. Kesehatan. Kesehatan adalah konsisi warga transmigran UPT Cimanggu II tidak pada kondisi yang tidak sehat. Konsisi tersebut terkait dengan lingkungan tempat warga transmigran tinggal maupun kondisi tubuh warga transmigran itu sendiri. Pengkategorian kesehatan diukur:

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut dikategorikan berada pada kondisi tidak sehat.

(48)

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut dikategorikan berada pada kondisi kurang sehat.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan berada pada kondisi sehat.

6. Kelembagaan Sosial. Kelembagaan sosial yang dimaksud adalah

keadaan sosial yang ada di lokasi UPT Cimanggu II. Kondisi sosial tersebut merupakan cerminan dari terbentukanya sistem masyarakat yang solid dibentuk oleh program transmigrasi lokal (translok). pengkategorian diukur:

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut

dikategorikan tidak solid atau peduli satu sama lain.

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut dikategorikan cukup solid atau peduli satu sama lain.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan sangat solid atau peduli satu sama lain.

7. Kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud adalah suatu keadaan dimana warga transmigran dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengukuran nilai kesejahteraan ini memakai pendekatan mikro subyektif. Hal ini dikarenakan tingkat kepuasan warga transmigran dengan warga masyarakat kota atau masyarakat sekitarnya berbeda. pengkategorian ini diukur:

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut dikategorikan kurang sejahtera.

(49)

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut dikategorikan cukup sejahtera.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan sangat sejahtera.

8. Kemandirian. Kemandirian adalah kemampuan warga transmigran UPT

Cimanggu II untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya bantuan dari puhak luar dengan harapapan adanya pengoptimalisasian sumberdaya yang dimiliki sendiri. pengkategorian variabel kemandirian diukur:

a. untuk responden yang memilih jawaban a, maka responden tersebut

dikategorikan kurang mandiri.

b. untuk responden yang memilih jawaban b, maka responden tersebut dikategorikan cukup mandiri.

c. untuk responden yang memilih jawaban c, maka responden tersebut dikategorikan sangat mandiri.

9. Kondisi rumah hunian. Kondisi Baik, bagian struktur rumah masih layak dan berfungsi baik. Kondisi kurang baik, Bagian struktur rumah sebagian ada yang tidak berfungsi misalnya, adanya atap rumah yang sudah tembus air. Kondisi rusak, banyak bagian struktur rumah yang sudah tidak berfungsi dan perlu adanya perbaikan kondisi rumah.

10. UPT. UPT kependekan dari unit pemukiman transmigrasi. UPT merupakan lokasi dimana warga transmigran tinggal.

11. Kepala Keluarga (KK) adalah orang yang dijadikan pemimpin dalam suatu keluarga yang dalam hal ini dijadikan sebagai responden.

(50)

12. Petugas Lapangan adalah orang yang memiliki tanggung jawab dalam menangani segala urusan yang ada di UPT Cimanggu II. Maksud menangani di sini adalah berupaya untuk melaporkan dan mengatasi permasalahan yang timbul di UPT Cimanggu II.

13. Pembinaan adalah upaya yang dilakukan baik oleh petugas lapangan

maupun penyuluh dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada di UPT Cimanggu II yang dalam pelaksanaannya warga dibimbing dan diajari tentang bagaimana cara-cara bertani, memberantas hama, berekonomi, mengembangbiakan ternak dan sebagainya.

14. Pengembangan UPT adalah upaya yang dilakukan untuk membentuk UPT yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

15. Pendapatan perkapita adalah jumlah pendapatan wilayah dalam satu tahun dibagi dengan jumlah warga yang ada di wilayah tersebut.

(51)

BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1 Sejarah Lokasi Transmirasi Lokal UPT Cimanggu II

Unit pemukiman transmigrasi (UPT) lokal yang ada di Kabupaten Sukabumi tidak hanya UPT Cimanggu II saja tetapi juga ada UPT-UPT lain. UPT yang ada terdiri dari enam lokasi UPT. UPT-UPT tersebut dinamakan berdasarkan kawasan pemerintahan desa setempat. UPT-UPT tersebut diantaranya di:

1. Desa Cikarang, Kecamatan Cidolog yang dinamakan UPT Cikarang,

2. Desa Curug Luhur, Kecamatan Sagaranten dinamakan UPT Curug Luhur,

UPT Cikopeng, UPT Gunung Gedogan, UPT Puncak Kembar. Khusus pada kecamanan ini terdapat empat UPT,

3. Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas dinamakan UPT Balewer, dan

4. Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong dinamakan UPT Cimanggu II.

Kembali pada UPT Cimanggu II, Unit pemukiman transmigrasi (UPT) Cimanggu II berlokasi di Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. UPT Cimanggu II terletak di daerah perkebunan teh yang mana perkebunan teh ini dahulunya dimiliki oleh pemerintah Belanda. Setelah Indonesia merdeka, perkebunan teh ini ditinggalkan oleh pemerintah Belanda dan hak guna usahanya (HGU) dianggap sudah habis. Hal ini menyebabkan Pemda Kabupaten Sukabumi memiliki bagian wilayah yang belum termanfaatkan. Oleh karena itu, Pemda Kabupaten Sukabumi memilih wilayah perkebunan teh di Desa Langkapjaya

(52)

sebagai lokasi UPT. Proses pembentukan lokasi UPT Cimanggu II dilaksanakan berdasarkan pada surat-surat kebijakan pembangunan sebagai berikut:

1. Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat yang ditujukan kepada Menteri Transmigrasi dan PPH RI Nomor: 475.1/29-99/BAPPEDA tanggal 9 November 1999 perihal Permohonan Penempatan Wilayah Pengembangan dengan pola transmigrasi yang sesuai dengan PP Nomor 2 tahun 1999.

2. Ditindaklanjuti dengan Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi dan PPH Provinsi Jawa Barat yang ditujukan kepada Para Kepala Kantor Departemen Transmigrasi dan PPH Garut, Cianjur, Sukabumi, dan Pandeglang Nomor: 4023.HK.03.33.99 tanggal 20 November 1999 perihal Permohonan Penetapan Wilayah Pengembangan dengan pola transmigrasi.

3. Ditindaklanjuti dengan Surat Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Sukabumi Nomor: 525/639/BIRYS tanggal 17 Desember 1999 tentang status lahan bekas perkebunan Cimanggu II.

4. Berdasarkan Surat Menteri Transmigrasi dan Kependudukan Nomor: 344.PR.01.31.2000tanggal 17 Februari 2000 tentang Penetapan Lokasi Cimanggu II seluas 118,72 Ha sebagai lokasi pemukiman transmigrasi lokal.

5. Langka Selanjutnya adalah penjajagan lahan yang dilakukan oleh Team Tingkat II yang dipimpin oleh Kepala Kantor Departemen Transmigrasi dan PPH Kabupaten Sukabumi seperti yang dilaporkan Kepala Desa

(53)

Langkapjaya dalam Surat Nomor: 595/241UPT/2000 tanggal 8 April 2000 perihal Rencana Pemukiman Transmigrasi di Cimanggu II.

6. Surat Bupati Nomor: 475.1/879-Tapem tanggal 2 Juni 2000 perihal Penetapan Wilayah Pengembangan dengan Pola Transmigrasi.

7. Berita Acara yang ditanda tangani oleh Kepala Desa Langkapjaya dengan

beberapa saksi nomor: 595/01/2000 tanggal 24 Agustus yang pada dasarnya tidak keberatan apapun pengalihan status peruntukan Cimangu II serta sangat mendukung untuk segera dibangun Wilayah Pengembangan dengan Pola Transmigrasi di Cimanggu II.

4.2Batas-batas Wilayah UPT Cimanggu II

UPT Cimanggu II memiliki batas-batas wilayah; Hutan Lindung Departemen Kehutanan di sebelah utara, Kampung Cisuren di sebelah selatan, Kampung Ciwaru dan Kampung Cieurih di sebelah barat, dan Kampung Cimanggu Girang di sebelah timur.

4.3Topografi Wilayah

UPT Cimanggu II, yang memiliki ketinggian 600 meter diatas permukaan laut, apabila dilihat secara topografi merupakan suatu wilayah yang berbukit. Dengan daerah datar 4 hektar dan daerah yang bergelombang 14 Hektar. Apabila dikonfersikan ke persentase dari total luas wilayah UPT, maka daerah datar hanya mencapai sekitar 3 persen dari total luas wilayah UPT 118,78 hektar. Dengan keadaan kontur wilayah yang bergelombang ini maka penempatan rumah hunian warga transmigran pun ditempatkan secara berjauhan. Jarak terdekat antara satu

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran TRANSMIGRASI LOKAL Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi  Paradigma Pemberdayaan Komunitas Transmigran
Tabel 1. Nilai Korelasi Peringkat Spearman.
Gambar 2.  Perbandingan Jumlah Warga Transmigran UPT,   KabupatenSukabumi, 2005 (dalam jiwa)
Tabel 2. Persentase Jumlah Warga Transmigran yang Pernah Sekolah
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Contoh implikasinya dalam perusahaan adalah jika perusahaan memiliki keunggulan bersaing di bidang harga dan kualitas, karena perusahaan dapat membuat produk dengan harga

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan sel kanker dengan usia menikah, status

Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi belum efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan atau pertumbuhan ekonomi belum menyebar disetiap

Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalkan construct , sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk

Perlakuan penggunaan pupuk organik Chitosan (P0) dan penggunaan Dosis Pupuk Kandang 50 kg/pohon ( K3 ) memberikan hasil yang paling tinggi pada jumlah buah pentil/pohon yaitu 195,25

Jika hasil pengolahan dari sensor (pin Echo Output) tersebut bernilai logika 1 (hopper penuh) maka arduino akan memberikan trigger ke driver relay untuk

Data yang diperoleh antara lain nilai zona bening isolat pada uji antibakteri dan tinjauan aspek kinetikanya meliputi orde reaksi dan tetapan laju reaksi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan C dengan penambahan dosis enzim fitase 500 mg/kg pakan memiliki nilai tertinggi sebesar 4,06±0,35%/hari, diduga merupakan dosis