• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB III"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

66

SEBAGAI TINDAKAN DISKRESI PEMERINTAH

PROVINSI PAPUA

A.

Keabsahan Hukum Peraturan Daerah

Papua adalah Provinsi yang memiliki sistem pemerintahan

yang menganut otonomi khusus dan menjadi salah satu daerah

tujuan sebaran penduduk dari daerah-daerah yang padat seperti

Pulau Jawa dikarenakan di Papua masih banyak lahan yang

belum dimanfaatkan potensi-potensi daerah tersebut, baik lahan

pertanian, perkebunan, bahkan perikanan. Sebaran penduduk

yang dimaksud adalah transmigrasi. Transmigrasi adalah suatu

program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk

memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk

(kota) ke daerah lain (desa) di dalam wilayah Indonesia.

Transmigrasi merupakan program pembangunan yang

diamanatkan Undang – Undang No. 15 Tahun 1997 sebagaimana

telah diubah menjadi Undang – Undang No. 29 Tahun 2009,

(2)

dan masyarakat di sekitarnya, meningkatkan dan memeratakan

pembangunan daerah, serta memperkukuh persatuan dan

kesatuan bangsa

Berkaitan dengan pelaksanaan transmigrasi yang di buat

oleh pemerintah pusat di Papua sebagai tujuan pemerataan

pembangunan di Indonesia, oleh pemerintah daerah Provinsi

Papua dipandang bukan membawa hal baik, melainkan justru

membawa hal buruk bagi masyarakat Papua. Maka untuk

memecahkan masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan

kebijakan yang berasas Diskresi dengan memberlakukan

Peraturan Daerah No.15 tahun 2008 tentang Kependudukan. Di

mana isi Pada Pasal 44 ayat 1 bahwa, Kebijakan Transmigrasi di

Provinsi akan dilaksanakan setelah penduduk Asli Papua

mencapai dua puluh juta jiwa. Dan pada Pasal 44 ayat 2, bahwa

pelaksanaan Transmigrasi di Papua akan dilaksanakan setelah

mendapat pertimbangan dan persetujuan MRP dan DPRP.

Dengan diterbitnya Peraturan Daerah (Perda) No. 15 Tahun

2008 Tentang kependudukan sebagaimana dalam Pasal 44 ayat 1

(3)

Papua ,Maka pemerintah daerah Provinsi Papua melakukan

tindakan diskresi.

Dalam pengertian demikian maka hakikat kekuasaan

diskresi adalah kekuasaan bebas, yaitu dijalankan tidak lagi

menurut atau mengikuti pertimbangan peraturan per Undang -

Undangan yang berlaku sebelumnya. Sebab tindakan Diskresi itu

karena adannya tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai,

dalam hal ini tujuan bernegara tersebut adalah untuk menciptakan

kesejahteraan rakyat (konsepsi welfare state)1

Tindakan pemerintah daerah Provinsi Papua demikian tidak

berdasarkan kewenangannya, mengingat pemerintah Provinsi

Papua adalah Gubernur beserta perakat lainnya sebagai badan

eksekutif Provinsi Papua, Gubernur adalah kepala pemerintah

yang bertanggung Jawab penuh menyelenggarakan pemerintah di

Provinsi Papua dan sebagai Wakil Pemerintah di Provinsi Papua.

Selain itu juga Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), adalah

Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua sebagai Badan

Legislatif Daerah Provinsi Papua, Kemudian Majelis Rakyat

Papua (MRP) adalah representasi kultural orang asli Papua, Yang

1 Krisna D. Darumurt, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, PT Citra Aditya

(4)

memiliki wewenang tertentu dalam rangkah perlindungan

hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan

terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan

pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana telah di atur

dalam Undang - Undang.2

. Di satu sisi, apa yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi

Papua seakan berkesan menyampingkan kebijakan pemerintah

pusat. dalam hirarki penyelenggaraan pemerintahan antara

pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah yang kemudian

dibingkai dalam konstruksi otonomi daerah, idealnya adalah

Pemerintah Daerah merupakan perpanjangan tangan atas

kebijakan-kebikjakan pemerintah pusat. pemerintah daerah

memiliki kewajiban untuk memastikan keberhasilan dan

kesuksesan program yang merupakan kebijakan pemerintah pusat

dimaksud. Dengan demikian, Memang peraturan daerah terkait

larangan transmigrasi tersebut secara hirarki pemerintah

bertentanggan dengan Undang - Undang yang lebih tinggi.

Akan tetapi pemegang kekuasaan diskresi dalam bertindak

tidak perlu mendasari Undang - Undang secara ketat, karena

2.

(5)

bersifat kekecualian maka kekuasaan diskresi hanya dapat

digunakan secara kasuistik atau kontekstual. Pandangan itu

memperoleh pembenarannya berdasarkan konsep diskresi dalam

hukum secara filosofi, yaitu dalam pandangan perspektif hukum

alam, yang berimplikasi pada pengertian bahwa secara hakiki

konsep dikresi mendapat justifikasi karena konsisten dan sebagun

dengan tujuan hukum.3 Sebagai kekuasaan hukum maka

kekuasaan diskresi merefleksikan cita hukum. Cita hukum yang

di maksudkan adalah moralitas internal hukum seperti keadilan;

sebuah kekuatan yang mampu menyisikan keberlakukan Undang

- Undang.4

Oleh karena itu, tindakan pengambilan keputusan oleh

Pemerintah Provinsi Papua dengan tujuan mengendalikan

penduduk dengan cara menolak program transmigrasi dengan

mengeluarkan regulasi yang bertentangan dengan regulasi yang

berada diatasnya dengan menggunakan asas diskresi sesuai

dengan tujuan hukum.

Hal ini dinyatakan mengingat penggunaan asas diskresi

terkait kewenangan Pemerintah Provinsi Papua dalam mengambil

3 .Loc.Cit. Krisna D. Darumurt

, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, h72

(6)

kebijakan dalam rangka pengendalian penduduk dengan menolak

program transmigrasi Pemerintah Pusat, mempunyai alasan kuat

yaitu adanya kesenjangan antara penduduk asli Papua dan

dengan kedatangan transmigrasi pendatang akan semakin

menambah kesenjangannya.

Untuk itu Pemerintah Provinsi Papua meyakini bahwa

Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 15 Tahun 2008

Tentang Kependudukan yang mereka keluarkan sangat berkaitan

dengan kemaslahatan hidup masyarakat Papua atau (orang asli

Papua). Mengingat pula masih banyak daerah-daerah yang masih

kosong penduduknya atau lahan kosong yang belum difungsikan

dan berpotensi digarap dari sisi pertanian, perkebunan,

peternakan atau perikanan yang berpotensi menaikkan

perekonomian masyarakat di Provinsi Papua

Pilihan mengambil Keputusan yang diambil oleh

Pemerintah Provinsi Papua untuk menyelesaikan masalah

kependudukan di tanah Papua secara langsung ataupun tidak

langsung terlihat menentang Undang - Undang yang berada

diatasnya terkait pengaturan Transmigrasi yang dikeluarkan oleh

(7)

Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 15 Tahun 2008 adalah sah

menurut Pasal 1 angka 9 (Sembilan) Undang – Undang No. 30

Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebab tindakan

diskresi diartikan sebagai keputusan dan/ atau dilakukan oleh

pejabat pemerintah untuk mengatasi persoalan kongkret yang

dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan. dalam hal ini

kebijakan, terkait dengan program transmigrasi yang dikeluarkan

pemerintah pusat dianggap tidak berdampak positif terutama

berhubungan dengan kehidupan orang asli Papua dimasa depan.

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua disatu sisi dianggap

menentang namun disisi lain Pemerintah Daerah Provinsi Papua

memiliki kewenangan yang diberikan oleh hukum dan tindakan

Diskresi sebagai bentuk kebijakan publik berupa keputusan

yang berbentuk Peraturan daerah oleh Pemerintah Provinsi

Papua.

Hal demikian itu sejalan dengan pandangan Kuntjoro,

bahwa asas diskresi harus didasarkan pada arti luas yaitu asas

yang lebih luas dan selalu dapat menghubungkan dalam

menghadapi tugasnya itu terkait dengan gejala-gejala masyarakat

(8)

yang akan ditimbulkan dari tindakan Pemerintah dengan

penglihatan jauh ke depan.5 Jadi dapat diartikan diskresi adalah

kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam

menyelesaikan persoalan yang memerlukan penanganan segera

tetapi peraturan untuk penyelesaian persoalan itu belum ada

karena belum ada.

Jelaslah, dalam hal ini, Pemerintah Provinsi Papua tidak

dapat disalahkan karena menentang kebijakan dari Pemerintah

Pusat terkait dengan persoalan kependudukan ini, mengingat

Pemerintah Pusat disaat mengeluarkan kebijakannya telah

mempertimbangkan dampak yang berpotensi negatif bagi

masyarakat Papua terkait dengan kebijakan yang berhubungan

dengan kependudukan atau Program transmigrasi yang dicanang

oleh Pemerintah pusat.

Dengan demikian Pemerintah Provinsi Papua yang

merupakan pemangku kebijakan di wilayah Provinsi Papua

memiliki kewenangan untuk menggunakan asas Diskresi tersebut

mengingat Pemerintah Provinsi Papua sendiri yang mengetahui

apa yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat Papua,

(9)

masalah apa yang harus mereka minimalisir dengan

memanfaatkan potensi-potensi yang di Provinsi Papua.

Melalui tindakan kebijakan atas diskresinya ini,

Pemerintah Provinsi Papua telah mengambil tindakan keputusan

menentang Kebijakan Pemerintah Pusat dengan melakukan

transmigrasi lokal. Transmigrasi lokal ini dilakukan antar kota/

kabupaten atau antar wilayah di dalam Provinsi Papua sampai

jumlah penduduk asli mencapai 20.000.000 jiwa di Provinsi

Papua. Bila ketentuan jumlah tersebut tercapai maka kebijakan

transmigrasi ke Provinsi Papua dari Provinsi lain di Indonesia

berdasarkan Program Pemerintah Pusat baru dapat dilakukan. Hal

ini dijadikan pertimbangan dikarenakan Pemerintah Provinsi

Papua berpikir dengan penduduk 20.000.000 jiwa masyarakat asli

Papua dapat menerima, dan bersaing ataupun berkembang

bersama-sama dengan masyarakat pendatang.

Tampak jelas bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Papua

telah menjalankan perwujutan dan tugas Pemerintah dalam

Negara modern atau welfare state dalam rangka

menyelenggarakan kesejahteraan umum dengan menggunakan

(10)

oleh peraturan perUndang - Undangan dalam rangka

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi menjadi tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam meningkatkan penguasaan konsep volume dan luas

[r]

Bracanovic mempersoalkan secara serius hal apa yang dimaksudkan dengan “kultur” oleh para penulis dan peneliti bioetika. Apabila bioetika wajib menaruh respek

(2) Penjatuhan pidana penjara selama lima bulan terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dalam Putusan Nomor:

untuk meneliti pada populasi atau sample tertentu, pengumpulan data.. menggunakan instrument penelitian, analisis data, dan tujuan yang

Hal tersebut penting karena perusahaan yang beroperasi dalam dunia modern mempunya pilihan monumental yang harus diambil.2’ Setiap karyawan pada suatu korporat haruslah

The negative relationship between the long- term rating and the stock return shows that the credit risk return anomaly also exist in developing market, although

Echols dan Hassan Shadily adalah hak atau ijin masuk bagi pasien yang berfungsi sebagai koordinator untuk penerimaan pasien dirawat inap, baik yang berasal dari rawat