• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK) bagi perawat dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK) bagi perawat dan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Manajemen Kinerja (PMK)

Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan merupakan suatu model yang dikembangkan berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh WHO bekerjasama dengan kelompok kerja perawat dan bidan di tingkat nasional Depkes pada tahun 2001, yang kemudian berdasarkan Kemenkes RI No 836/Menkes/SK/VI/2005 menjadi PMK.

2.1.1 Pengertian

Pengembangan Manajemen Kinerja adalah suatu upaya peningkatan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dan bidan dalam memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan di sarana pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu (Depkes RI, 2005).

2.1.2 Falsafah PMK

Pengembangan Manajemen Kinerja memfasilitasi terciptanya budaya kerja perawat dan bidan yang mengarah kepada upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan yang didasarkan pada profesionalisme, IPTEK, aspek legal, berlandaskan etika untuk mendukung sistem pelayanan kesehatan secara komprehensif (Depkes RI, 2005).

2.1.3 Tujuan

a. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan di sarana/institusi pelayanan kesehatan.

b. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan perawat dan bidan

(2)

c. Meningkatnya kepatuhan penggunaan standar dalam melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan

d. Meningkatnya kemampuan manajerial pelayanan keperawatan dan kebidanan e. Meningkatnya pelaksanaan monitoring kinerja perawat dan bidan berdasarkan

indicator kerja yang disepakati

f. Meningkatnya kegiatan diskusi refleksi kasus (DRK) keperawatan dan kebidanan

g. Meningkatnya mutu asuhan keperawatan dan kebidanan

h. Meningkatnya kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan dan kebidanan

2.1.4 Komponen PMK

Dalam menerapkan PMK diperlukan pelatihan keterampilan manajerial bagi setiap manajer lini pertama perawat dan bidan dalam mengelola kinerja staf. Pada pelatihan tersebut ditekankan pada penguasaan lima komponen PMK. Komponen dimaksud mencakup: standar, uraian tugas, indikator kinerja, sistem monitoring dan diskusi refleksi kasus (WHO, 2011).

a. Standar/SOP

Komponen utama yang menjadi kunci dalam PMK adalah standar, yang meliputi standar profesi, standar operasional prosedur (SOP), dan pedoman-pedoman yang digunakan oleh perawat dan bidan di sarana pelayanan kesehatan.

Standar keperawatan dan kebidanan bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi perawat dan bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bermutu. Standar juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, dapat meningkatkan

(3)

motivasi dan pendayagunaan staf, dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, serta melindungi masyarakat/ klien dari pelayanan yang tidak bermutu. Dalam implementasi PMK, perawat dan bidan dibimbing secara khusus untuk menyusun dan mengembangkan SOP yang nantinya akan digunakan sebagai acuan di sarana pelayanan kesehatan setempat. b. Uraian Tugas

Uraian tugas adalah seperangkat fungsi, tugas, dan tanggungjawab yang dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukan jenis dan spesifikasi pekerjaan, sehingga dapat menunjukkan perbedaan antara set pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Uraian tugas dapat memandu setiap perawat dan bidan untuk melaksanakan kegiaatn sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan setempat. Selama proses penerapan PMK, perawat dan bidan difasilitasi untuk mengidentifikasi kembali seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan kemudian hasil identifikasinya dibahas untuk menghasilkan uraian tugas sesuai dengan posisi pekerjaan dan standar yang telah disepakati.

c. Indikator Kinerja

Indikator kinerja perawat dan bidan adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waktu tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan dan kebidanan kepada pasien dan proses pelayanannya disebut indicator klinis. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien yang berdampak terhadap pelayanan. Indikator klinis PMK ini diidentifikasikan, dirumuskan,

(4)

disepakati dan ditetapkan bersama diantara kelompok perawat dan bidan serta manajer lini pertama keperawatan/kebidanan (first line manajer) untuk mengukur hasil kinerja klinis perawat dan bidan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga variabel yang akan dimonitor dan dievaluasi menjadi lebih jelas bagi kedua belah pihak.

d. Diskusi Refleksi Kasus

Diskusi refleksi kasus adalah suatu metoda dalam merefleksikan pengalaman klinis perawat dan bidan dalam menerapkan standar dan uraian tugas. Pengalaman klinis yang direfleksikan merupakan pengalaman aktual dan menarik baik hal-hal yang merupakan keberhasilan maupun kegagalan dalam memberikan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan termasuk untuk menemukan masalah dan menetapkan upaya penyelesaiannya missal dengan adanya rencana untuk menyusun SOP baru. Diskusi Refleksi Kasus dilakukan secara terpisah antara profesi perawat dan bidan minimal satu bulan sekali selama 60 menit. Tindak lanjut DRK ini dapat berupa kegiatan penyusunan SOP-SOP baru sesuai dengan masalah yang ditemukan.

e. Monitoring

Kegiatan monitoring meliputi pengumpulan data dan analisa terhadap indikator kinerja yang telah disepakati yang dilaksanakan secara periodik untuk memperoleh informasi sejauhmana kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya penyimpangan dan mempercepat pencapaian target. Monitoring perlu direncanakan dan disepakati antara pimpinan, supervisor terpilih dan pelaksana. Monitoring

(5)

dilakukan terhadap indikator yang telah ditetapkan guna mengetahui penyimpangan kinerja atau prestasi yang dicapai, dengan demikian setiap perawat/bidan akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri. Hasil monitoring yang dilaksanakan oleh supervisor diinformasikan kepada staf.

2.2 Diskusi Refleksi Kasus (DRK) 2.2.1 Pengertian DRK

Diskusi Refleksi Kasus adalah suatu metode pembelajaran dalam merefleksikan pengalaman perawat dan bidan yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan dan kebidanan di lapangan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pada pemahaman standar yang ditetapkan (Depkes/WHO/PMPK-UGM, 2006).

2.2.2 Tujuan DRK

Berdasarkan Modul Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK), 2009 tujuan dari DRK adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan profesionalisme perawat dan bidan b. Meningkatkan aktualisasi diri

c. Membangkitkan motivasi belajar

d. Wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan.

e. Belajar untuk menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak mendengarkan, tidak menyalahkan, tidak memojokkan dan meningkatkan

(6)

2.2.3 Langkah-Langkah Kegiatan DRK

Berdasarkan Modul Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK), 2009 langkah- langkah kegiatan DRK adalah sebagai berikut:

a. Memilih/Menetapkan Kasus Yang Akan Didiskusikan

Topik-topik bahasan yang ditetapkan untuk didiskusikan dalam DRK antara lain : pengalaman pribadi perawat/atau bidan yang aktual dan menarik dalam menangani kasus/pasien di lapangan baik di rumah sakit/puskesmas, pengalaman dalam mengelola pelayanan keperawatan/kebidanan da issu-issu strategis, pengalaman yang masih relevan untuk di bahas dan akan memberikan informasi berharga untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Proses diskusi ini akan memberikan ruang dan waktu bagi setiap peserta untuk merefleksikan pengalaman, pengetahuan serta kemampuannya, dan mengarahkan maupun meningkatkan pemahaman perawat/bidan terhadap standar yang akan memacu mereka untuk melakukan kinerja yang bermutu tinggi.

b. Menyusun Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan DRK adalah daftar kegiatan yan harus dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditetapkan dan disepakati. Kegiatan DRK disepakati dalam kelompok kerja, baik di puskesmas maupun di rumah sakit (tiap ruangan). Kegiatan DRK dilakukan minimal satu kali dalam satu bulan dan sebaiknya jadwal disusun untuk kegiatan satu tahun. Dengan demikian para peserta yang telah ditetapkan akan mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkan.

Setiap bulan ditetapkan dua orang yang bertugas sebagai penyaji dan fasilitator/moderator selebihnya sebagai peserta demikian seterusnya, sehingga

(7)

seluruh anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama yang berperan sebagai penyaji, fasilitator/moderator maupun sebagai peserta. Peserta dalam satu kelompok diupayakan antara 5-8 orang.

c. Waktu Pelaksanaan

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut minimal 60 menit, dengan perincian sebagai berikut :

1) Pembukaan : 5 menit 2) Penyajian : 15 menit 3) Tanya jawab : 30 menit 4) Penutup/rangkuman : 10 menit d. Peran Masing-Masing Personal DRK

Kegiatan selama DRK ditetapkan aturan main yang harus dipatuhi oleh semua peserta agar diskusi tersebut dapat terlaksana dengan tertib. Ada 3 peran yang telah disepakati dan dipahami dalam DRK adalah sebagai berikut:

1) Peran penyaji

Menyiapkan kasus klinis keperawatan/kebidanan yang pernah dialami atau pernah terlibat didalamnya yang merupakan kasus menarik baik kasus lalu maupun kasus-kasus saat serta kasus manajemen dan pengalaman keberhasilan dalam pelayanan juga bisa, menjelaskan kasus yang sudah disiapkan dengan alokasi waktu 10-20 menit, menyimak pertanyaan yang disampaikan, memberikan jawaban sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman nyata yang telah dilakukan dan merujuk pada standar yang relevan atau SOP yang berlaku serta mencatat hal-

(8)

2) Peran peserta

Mengikuti kegiatan sampai selesai diakhiri dengan mengisi daftar hadir, memberikan perhatian penuh selama kegiatan, mempunyai hak untuk mengajukan pertanyaan/pernyataan minimal satu pertanyaan dengan alokasi waktu keseluruhan 20-30 menit, dalam mengajukan pertanyaan agar merujuk kepada standar, tidak dibenarkan untuk mengajukan pertanyaan/pernyataan yang sifatnya menyalahka atau memojokkan, tidak dibenarkan untuk mendominasi pertanyaan, pertanyaan berupa klarifikasi dan tidak bersifat menggurui.

3) Peran fasilitator/moderator

Mempersiapkan ruangan diskusi dengan mengatur posisi tempat duduk dalam bentuk lingkaran, membuka pertemuan (mengucapkan selamat datang, menyampaikan tujuan pertemuan, membuat komitmen bersama dengan keseluruhan anggota tentang lamanya waktu diskusi (kontrak waktu) dan menyampaikan tata tertib diskusi), mempersilahkan penyaji untuk menyampaikan kasusnya selama 10-20 menit, memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan secara bergilir selama 30 menit, mengatur lalu lintas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta dan klarifikasi bila ada yang tidak jelas, merangkum hasil diskusi, melakukan refleksi terhadap proses diskusi dengan meminta peserta untuk menyampaikan pendapat dan komentarnya tentang diskusi tersebut, membuat kesimpulan hasil refleksi dan menyampaikan isu-isu yang muncul, meminta kesepakatan untuk rencana pertemuan berikutnya, menutup pertemuan dengan memberikan penghargaan kepada seluruh peserta dan

(9)

berjabat tangan dan membuat laporan hasil diskusi sesuai dengan format dan menyimpan laporan DRK pada arsip yang telah ditentukan bersama.

e. Laporan

Setelah melakukan kegiatan, langkah berikutnya adalah menyusun laporan DRK. Agar kegiatan DRK dapat diketahui dan dibaca oleh pimpinan, anggota kelompok

maupun teman sejawat lainnya maka kegiatan tersebut harus

dicatat/didokumentasikan sebagai laporan. Bentuk laporan dikemas dengan menggunakan suatu format yang antara lain berisikan :

1) Nama peserta yang hadir

2) Tanggal, tempat dan waktu pelaksanaan.

3) Isu-isu atau masalah yang muncul selama diskusi

4) Rencana tindak lanjut berdasarkan masalah, lampiran laporan menyertakanj daftar hadir yang ditandatangani oleh semua peserta.

2.2.4 Persyaratan DRK

Diskusi Refleksi Kasus berbeda dengan presentasi kasus karena DRK mempunyai persyaratan-persyaratan khusus berdasarkan Modul Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK), 2009 yaitu :

a. Suatu kelompok yang terdiri dari satu profesi yang beranggotakan 5-8 orang b. Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi

sebagai penyaji dan lainya sebagai peserta.

c. Posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi setara (equal)

d. Kasus yang disajikan penyaji merupakan pegalaman klinis yang nyata dan menarik.

(10)

e. Posisi duduk sebaiknya melingkar agar setiap peserta dapat saling bertatapan dan berkomunikasi secara bebas.

f. Tidak boleh ada interupsi dan hanya ada satu orang saja yang berbicara dalam satu saat dan peserta lain memperhatikan proses diskusi

g. Tidak diperkenankan ada dominasi, kritik yang dapat memojokan penyaji atau peserta lain, serta dalam berargumentasi tidak boleh menggurui.

h. Membawa catatan diperbolehkan, namun tidak mengurangi perhatian dalam berdiskusi.

i. Diskusi Refleksi Kasus wajib dilakukan secara rutin, terencana dan terjadwal dengan baik minimal satu bulan sekali dimana kelompok diskusi berbagi pengalaman klinis dan IPTEK diantara sejawat selama satu jam.

j. Selama diskusi setiap anggota secara bergilir mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedemikian rupa, yang merefleksikan pengalaman, pengetahuan serta kemampuan masing-masing.

k. Selama diskusi berlangsung harus dijaga agar tidak ada pihak-pihak yang merasa tertekan atau terpojok, yang diharapkan terjadi justru sebaliknya yaitu dukungan dan dorongan bagi setiap peserta agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka masing-masing.

l. Diskusi Refleksi Kasus dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk memecahkan masalah, merevisi standar, membuat standar ataupun

(11)

2.3 Motivasi Belajar 2.3.1 Pengertian

Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat (Uno, 2012).

Motivasi menurut Ngalim purwanto (2000:60) dalam Nursalam adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/aktifitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya (Uno, 2012). Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2012) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian yang dikemukakan Mc. Donald mengandung tiga elemen penting, yaitu:

1. Bahwa motivasi itu menngawali terjadinya perubahan energi pada setiap individu manusia

2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang

3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yaitu tujuan

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Uno, 2003). Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah

(12)

perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan tertentu (Uno, 2012). Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual (Sardiman, 2012). Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Winkel (1983: 270) mendefinisikan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan belajar. Menurut Uno (2012), ada beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaraan adalah sebagai berikut: (1) Pernyataan penghargaan secara verbal, (2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan, (3) Menimbulkan rasa ingin tahu, (4) Menjadikan tahap dini dalam belajar menjadi mudah, (5) Menggunakan materi yang dikenal sebagai contoh dalam belajar, (6) Gunakan kajian yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep, (7) Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, (8) Menggunakan simulasi dan permainan, (9) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum, (10) Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan, (11) Memahami iklim sosial dan sekolah, (12) Memanfaatkan kewibawan guru secara tepat, (13) Memperpadukan motif-motif

(13)

yang kuat, (14) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, dan (15) Membuat suasana persaingan yang sehat.

2.3.2 Jenis Motivasi

Jenis motivasi menurut Sardiman (2012) dapat dibedakan menjadi dua yaitu : b. Motivasi Instrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motivasi yang datangnya dari dalam diri individu. Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu, misalnya belajar karena ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan.

c. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Ada beberapa bentuk motivasi belajar ekstrinsik adalah: (1) Memberi angka, angka dalam hal ini sebagai simbol dari kegiatan belajarnya, (2) Hadiah, (3) Saingan/kompetisi, dan (4) Pujian

Menurut Uno (2012), dapat disimpulkan motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang

(14)

mempunyai indikator sebagai berikut: (1) Adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) Adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (3) Adanya harapan dan cita-cita, (4) Penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) Adanya lingkungan yang baik, dan (6) Adanya kegiatan yang menarik.

2.3.3 Peranan motivasi dalam belajar

Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar.

Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar (Uno, 2012), antara lain:

a. Peran motivasi dalam menentukan belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seseorang dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Dengan perkataan lain, motivasi dapat menentukan hal-hal di lingkungan sekitar yang dapat memperkuat perbuatan belajar.

b. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Seseorang akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya.

c. Motivasi menentukan ketekunan belajar

Seseorang yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajari dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal lain, tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang

(15)

tekun belajar. Sebaiknya, apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak tahan lama belajar.

Fungsi motivasi menurut Sardiman (2008: 85) yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan mana yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan- perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Dalam proses belajar motivasi dapat tumbuh maupun hilang atau berubah dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu (Dimyati dan Mudjiono, 2013): a. Cita-cita atau Aspirasi

Cita-cita disebut juga aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai. Penentuan target ini tidak sama bagi semua siswa. Cita-cita atau aspirasi adalah tujuan yang ditetapkan dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi seseorang, Winkel (1989:96) dalam Darsono. Aspirasi ini bisa bersifat positif dan negatif, ada yang menunjukkan keinginan untuk mendapatkan keberhasilan tapi ada juga yang sebaliknya.

(16)

b. Kemampuan Belajar

Dalam kemampuan belajar ini, taraf perkembangan berfikir siswa menjadi ukuran. Jadi siswa yang mempunyai kemampuan belajar tinggi biasanya lebih termotivasi dalam belajar.

c. Kondisi Siswa

Kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar berhubungan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis. Biasanya kondisi fisik lebih cepat terlihat karena lebih jelas menunjukkan gejalanya daripada kondisi psikologis. Kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi bahkan menghilangkan motivasi belajar siswa.

d. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa.

e. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar

Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali, khususnya kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional.

f. Upaya Guru Membelajarkan Siswa

Guru mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari

penguasaanmateri sampai dengan mengevaluasi hasil belajar siswa. Upaya tersebut berorientasi pada kepentingan siswa diharapkan dapat meningkatkan

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Ketrampilan adalah kemampuan seseorang yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu. Ketrampilan perawat adalah keahlian yang dimiliki perawat dalam melakukan proses

H7 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pengalaman kerja di Indonesia dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar. H8

Antisipasi yang dapat dilakukan bidan menghadapi kasus menometroragia disertai anemia sedang adalah mengobservasi keadaan umum, vital sign, serta perdarahan pervaginam pada

Secara umum, dimensi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan kehandalan (hal yang dapat dipercaya) dari kinerja perusahaan dan memberikan respons berupa reaksi emosional

Kegiatan ini dilakukan secara kontinyu dengan cara mentransfer pengalaman supervisor kepada perawat pelaksana (contoh: supervisor membuat modul tentang berbagai ketrampilan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan perawat dan klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar dan perbaikan emosi klien. Bagi klien, dalam hal

1) Lakukan teknik insersi kanula secara benar, untuk menghindari cedera pada saat pemasangan kanula, perawat harus memiliki pengetahuan dasar dan pengalaman yang memadai

bidan hanya dapat memberikan pelayanan kesehatan pada persalinan yang bersifat fisiologis, untuk persalinan yang patologis seperti letak sungsang seorang bidan