• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. satu dari lima orang di dunia ini adalah remaja. Di Asia Tenggara, jumlah remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. satu dari lima orang di dunia ini adalah remaja. Di Asia Tenggara, jumlah remaja"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konsumsi minuman ringan berkarbonasi merupakan tren gaya bagi kehidupan dunia modern dewasa ini. Tren ini paling banyak berpengaruh terhadap remaja. Menurut WHO (2009), jumlah remaja di dunia ini saat ini mencapai ± 1,2 milyar dan satu dari lima orang di dunia ini adalah remaja. Di Asia Tenggara, jumlah remaja mencapai ± 18% - 25 % dari seluruh populasi di daerah tersebut. Remaja merupakan individu yang selalu ingin mencoba yang baru. Hal inilah yang menjadi faktor pendorong bagi produsen untuk menjadikan remaja sebagai sasaran konsumennya.

Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.52.4040, minuman ringan berkabonasi adalah minuman yang tidak mengandung alkohol yang merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan yang siap untuk dikonsumsi dan dibuat dengan mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum.

Konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada saat ini sangat pesat peningkatannya. Pada tahun 2007, konsumsi minuman ringan berkarbonasi penduduk dunia meningkat hingga 552 miliar liter, setara dengan 82,5 liter tiap orang per tahun (Zenith International Report, 2008). Salah satu contoh minuman ringan berkarbonasi yang terpopuler di dunia adalah coca-cola. Diperkirakan orang di dunia mengonsumsi produk coca-cola company 1,7 miliar setiap hari dan 19.400 per detik (The Coca-Cola Company, 2011).

(2)

Menurut The American Beverage Association setiap penduduk Amerika rata-rata meminum lebih dari 54 galon minuman ringan berkarbonasi pada tahun 2005. Menurut National Soft Drink Association (NSDA), penduduk Amerika mengonsumsi 13,15 miliar galon minuman ringan berkarbonasi per tahunnya dimana konsumen yang terbanyak ialah remaja. Menurut survei yang dilakukan oleh Centre for Science in The Public Interest (CSPI) menunjukkan bahwa tiap remaja mengonsumsi 64,5 galon (244,15 L) minuman ringan berkarbonasi / tahun.

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Centre for Science in The Public Interest (CSPI) antara tahun 1999 hingga 2002, di AS, remaja mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi 2 kali lebih banyak daripada mengonsumsi susu. Seorang remaja putra rata-rata mengonsumsi tiga kaleng minuman ringan berkarbonasi setiap harinya dan remaja putri lebih dari dua kaleng per hari. Wardlaw (2003) menegaskan bahwa kalangan remaja cenderung mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi. Yule (2002) menambahkan bahwa jumlah konsumsi harian minuman ringan berkarbonasi mengalami peningkatan sebesar 74% pada remaja putra dan 64% pada remaja putri dari tahun 1979 sampai dengan tahun 1997.

Survei demografi yang dibuat oleh Rehm, et al pada tahun 2008 di Amerika Serikat menyatakan bahwa remaja yang menonton televisi 5 jam atau lebih dalam sehari lebih sering mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi daripada remaja yang menonton televisi 1 jam sehari. Menurut National Health and Nutrition Examination Survey III (2007), pada remaja (12-19 tahun) di Amerika Serikat terjadi peningkatan kalori akibat konsumsi minuman bersoda pada hari libur sebanyak 210 kilokalori dan

(3)

Hal yang sama juga terjadi di negara lain, sebagai contoh di Australia, menurut survei yang dilakukan oleh National Nutrition Survey pada tahun 1995 menemukan pola konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada anak remaja yang paling tinggi ialah yang berusia antara 16-18 tahun dengan volume 700 ml per harinya.

Pada tahun 2011, Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (ASRIM) menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, tingkat konsumsi minuman berkarbonasi rakyat Indonesia masih rendah yaitu hanya 33 liter/kapita. Hal ini lebih rendah bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Thailand yang mana konsumsi minuman ringan berkarbonasi penduduknya mencapai 89 liter/kapita, Singapura 141 liter/kapita, dan Filipina 122 liter/kapita. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat konsumsi minuman ringan berkarbonasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat ekonomi, lifestyle, dan akses untuk memperoleh minuman berkarbonasi itu sendiri.

Pada tahun 2008, Spire Research & Consulting yang bekerjasama dengan majalah Marketing melakukan riset terhadap remaja yang berusia 13-18 tahun (Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Makasar). Salah satu hasil temuan mereka adalah mengenai konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada remaja. Fanta, Coca-Cola dan Sprite bertengger di posisi teratas merek minuman ringan berkarbonasi yang paling sering dikonsumsi dan paling dikenal dalam kehidupan para remaja pada umumnya. Mereka rata-rata mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi 2 kaleng dalam semingggu.

(4)

Sementara itu, dalam pemilihan restoran, mereka tetap lebih menyukai restoran fastfood seperti Kentucky Fried Chicken (KFC) atau McDonald’s. Fakta ini dapat dilihat langsung bahwa beberapa tempat tongkrongan remaja di Medan antara lain seperti KFC, CFC, McD, A&W, Pizza Hut, dan lain-lain, menyediakan paket hemat dengan minuman ringan berkarbonasi sebagai minuman pendamping makan. Hal ini mungkin terjadi karena minuman ringan berkarbonasi sudah dianggap sebagai lifestyle.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Grim, et al pada tahun 2004 menyatakan bahwa remaja yang orang tuanya memilki kebiasaan mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi memiliki kecenderungan tiga kali lebih banyak mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi daripada remaja yang orang tuanya tidak memiliki kebiasaan tersebut.

Menurut Jacobson (2003) di Amerika terdapat hubungan antara peningkatan insidensi Osteoporosis pada anak remaja putri usia 18 tahun terhadap konsumsi minuman ringan berkarbonasi. Hal ini diakibatkan oleh minuman ringan berkarbonasi memiliki kadar asam fosfat tinggi menyebabkan peningkatan asupan fosfor dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terganggunya keseimbangan rasio Ca:P yang berakibat pada terhambatnya penyerapan kalsium yang berdampak terhadap penurunan masa tulang dan akhirnya osteoporosis. Universitas Harvard pernah membuat penelitian mengenai hal ini. Mereka mengamati seorang atlet remaja pengonsumsi minuman ringan berkarbonasi dan yang tidak mengonsumsi minuman bersoda. Hasilnya, atlet remaja pengonsumsi minuman ringan berkarbonasi mengalami patah tulang 5 kali

(5)

lebih banyak daripada atlet remaja yang tidak mengkonsumsi minuman ringan berkarbonasi (Dokter Sehat Team, 2010).

Kadar gula dan asam yang tinggi pada minuman ringan berkarbonasi memiliki dampak untuk gigi. Hasil studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi mempercepat keausan enamel gigi. Studi Kock dan Martinsson (1971) dan studi Martinsson (1972) melaporkan bahwa anak-anak dengan frekuensi karies tinggi lebih sering melaporkan bahwa mereka sering mengonsumsi Coca-cola dibandingkan dengan anak dengan frekuensi karies rendah. Ada risiko erosi gigi saat minuman ringan dikonsumsi sehari-hari (Jarvinen et al., 1991). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tidak hanya kandungan gula pada minuman ringan berkarbonasi bisa memberikan kontribusi kerusakan gigi (Birkhed, 1984), tetapi juga fosfat yang asam (H3PO4) di dalamnya cenderung menyebabkan erosi lesi (Rytomaa et al., 1988). Itu terjadi pada cola reguler dan cola diet, dan berkisar dari 44-70 mg per porsi 12 ons (Anderson, 1995) (dalam Kassem et al., 2003).

Dalam suatu penelitian di Amerika Serikat, kandungan minuman ringan berkarbonasi dipercaya sebagai salah satu pemicu timbulnya kanker pankreas. Dalam penelitian tersebut, 87% responden yang minimal mengkonsumsi minuman ringan berkarbonasi 2 kali sehari mengalami peningkatan risiko kanker pankreas. Penelitian dilakukan terhadap 60.524 responden (pengonsumsi minuman ringan berkarbonasi) selama 14 tahun. Hasilnya, sebanyak 87% mengalami risiko kanker pankreas yang terlihat melalui gejala-gejalanya (Dokter Sehat Team, 2010).

(6)

Sejumlah studi menunjukkan masalah terbesar adalah peningkatan pada tekanan darah dan peningkatan risiko diabetes. Temuan yang paling mencolok, studi terhadap 91.249 perempuan AS selama 8 tahun. Mereka yang mengonsumsi 1 atau lebih porsi minuman ringan berkarbonasi per hari (kurang dari rata-rata nasional AS) memiliki resiko menderita diabetes dua kali lipat dibandingkan mereka yang mengonsumsi kurang dari 1 porsi per bulan (Vertanian et al, 2007).

Berdasarkan penelitian The US Food dan Drug Administration (FDA) antara November 2005 sampai Mei 2007 terhadap 200 sampel minuman ringan berkarbonasi dan minuman ringan lainnya di US mengatakan bahwa 10 dari sampel tersebut mengandung zat karsinogenik benzene yang kadarnya melebihi standart yang ditetapkan. FDA menetapkan batas maksimum benzene pada soft drink sebesar 5 ppb (parts per billion). Batas ini berbeda dengan yang diterapkan di negara lain. WHO menetapkan batas maksimum benzene pada soft drink sebesar 10 ppb, sedangkan Uni Eropa menetapkan kadar maksimum benzene pada soft drink sebesar 1 ppb.

Konsumsi pangan yang mengandung benzene dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan gejala muntah-muntah, iritasi lambung, rasa kantuk, pusing, denyut jantung yang cepat dan tak menentu, dan kematian. Paparan dalam jangka waktu yang lama berpengaruh terhadap kerusakan sel-sel darah dan sum-sum tulang belakang sehingga menyebabkan turunnya jumlah sel darah merah yang memicu terjadinya anemia. Selain itu, paparan ini juga dapat berpengaruh terhadap sistem imun tubuh, meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi, dan dapat menyebabkan leukemia, serta kematian.

(7)

Di Indonesia, minuman ringan berkarbonasi misalnya coca-cola dianggap layak untuk dikonsumsi oleh BPOM. Kemungkinan saat itu kandungan benzene tidak ditemukan, namun para ahli mengatakan bahwa faktor terpaparnya udara panas dan sinar dapat memicu terbentuknya benzene pada minuman tersebut. Hal ini terjadi karena pada minuman tersebut dapat ditemukan dua jenis kandungan yaitu vitamin C yang disebut asam askorbat dan zat pengawet: sodium benzoate dan potassium benzoate, Kedua jenis kandungan tersebut dapat bereaksi membentuk benzene apabila terpapar udara panas dan sinar (Karsono, 2010).

Berdasarkan penelitian Kurniawan (2000) pada remaja SMUN 70 dan SMUN 32 di Jakarta Selatan, faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi minuman ringan adalah pengeluaran untuk konsumsi minuman ringan, sumber informasi produk, alasan konsumsi produk, dan suasana konsumsi produk. Dan Prasetya (2007) menemukan bahwa tingkat konsumsi siswa remaja di SMP Yaspen Tugu Ibu Depok dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu oleh karena rasanya 68,4%, 67,8% memilih karena dingin ,41,4 %,ingin mencoba yang baru dan yang memilih karena iklan sebanyak 7,9%. Sedangkan menurut penelitian Skriptiana (2009) pada siswa dan siswi di SMPIT Nurul Fikri Depok, preferensi, pengaruh teman sebaya, keluarga dan media massa berperan terhadap konsumsi minuman ringan berkarbonasi.

Berdasarkan survei pendahuluan terhadap 10 siswa SMA St. Thomas 1 Medan ternyata 7 dari mereka sering mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi. Ini didukung oleh tingkat ekonomi mereka yang tergolong menengah ke atas dan kantin sekolah mereka juga menyediakan minuman ringan berkarbonasi. Jenis-jenis

(8)

minuman berkarbonasi yang dijual di kantin sekolah beserta harga dan penjualan bulan maret dapa dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.1 Rata-rata Jumlah Penjualan Minuman Ringan Berkarbonasi per Bulan di Kantin SMA St. Thomas 1 Medan

No Jenis Minuman Harga @ Jumlah Penjualan

1 Coca-cola Botol Kaca Rp 2.500,00 625 Botol

2 Tebs Botol Kaca Rp 3.000,00 1000 Botol

3 Tebs Botol Plastik Rp 7.000,00 150 Botol

4 Fanta Botol Kaca Rp 3.000,00 100 Botol

5 Big Cola Botol Plastik Rp 7.000,00 100 Botol

6 Sprite Botol Kaca Rp 2.500,00 750 Botol

Sumber : Penjaga Kantin Sekolah

Sejauh ini, penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada remaja belum banyak diteliti di Indonesia khususnya di Kota Medan. Upaya dari berbagai kalangan khususnya jajaran kesehatan untuk membatasi konsumsi minuman ringan berkarbonasi juga belum ada, hal ini terlihat dari regulasi tentang konsumsi minuman ringan berkarbonasi yang belum ada.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang memengaruhi perilaku siswa dengan konsumsi minuman ringan

(9)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik personal, pengetahuan, sikap, lingkungan sosial, lingkungan fisik dan tindakan konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara lingkungan sosial (sumber informasi dan kelompok referensi) terhadap pengetahuan siswa SMA St. Thomas 1 Medan. 3. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan terhadap sikap siswa SMA

St. Thomas 1 Medan.

4. Untuk mengetahui hubungan antara sikap, lingkungan fisik (akses) dan karakteristik personal (jenis kelamin, uang saku dan motivasi) terhadap tindakan konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat bagi beberapa pihak :

1. Bagi SMA St. Thomas 1 Medan

Mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan sehingga bisa mengambil kebijakan selanjutnya.

2. Bagi mahasiswa FKM USU

Sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa lain yang ingin meneliti tentang minuman ringan berkarbonasi.

(10)

3. Bagi Dinas Kesehatan dan BPOM

Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan atau regulasi mengenai konsumsi minuman ringan berkarbonasi.

4. Bagi peneliti

Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan merupakan pengalaman dalam membuat karya tulis ilmiah.

Gambar

Tabel 1.1 Rata-rata Jumlah Penjualan Minuman Ringan Berkarbonasi per  Bulan di Kantin SMA St

Referensi

Dokumen terkait

Asumsi pentingnya adalah small economy dengan perfect capital mobility .Model Mundell-Fleming menunjukkan efek kebijakan ekonomi (economy policy) pada perekonomian

dalam rangka masyarakat yang melek politik. c) Re-Instrumenisasi, bagaimana struktur partai politik itu dibangun. Elite-elite partai politik harus mendapatkan pendidikan

Oleh sebab itu, studi mengenai kepuasan dan loyalitas konsumen dilakukan agar dapat digunakan untuk meningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan keinginan

Selain sebagai indikator pelayanan yang menunjukkan seberapa cepat dan tanggap petugas kesehatan dalam menangani masalah dan memberikan pertolongan medis kepada

Sebab-sebab ketidakpuasan itu dapat beraneka ragam seperti penghasilan rendah atau dirasakan kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak

Kegiatan bank muamalat selain menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

Proses penggunaan robot hydraulic yaitu dengan memanfaatkan tekanan yang dihasilkan akibat dari gerakan fluida atau zat cair yang mendorong tiap komponen sehingga