• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima 15 September 2010 / Direvisi 20 Oktober 2010 / Disetujui 30 November 2010

Penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang disebabkan oleh

merupakan penyakit utama dan sangat berbahaya pada tanaman kelapa. Akibat yang ditimbulkan adalah tanaman mati dan buah gugur muda sehingga secara langsung produksi dapat turun. Identifikasi terhadap penyebab penyakit secara morfologi sangat terbatas dan perlu keterampilan. Analisa secara molekuler merupakan cara yang cukup baik dan akurat untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi patogen penyebab penyakit khususnya isolat

asal kelapa. Salah satu teknik analisis adalah AFLP yang mampu memberikan hasil keseragaman yang sangat akurat dan . Penelitian ini bertujuan untuk meng-identifikasi dan mengkarakterisasi isolat penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa. Sebanyak 14 isolat asal kelapa telah dianalisis secara ITS-AFLP dan dilanjutkan dengan analisis AFLP dengan primer spesifik. Hasil identifikasi menunjukan bahwa 14 isolat yang diuji dengan primer ITS1/ITS4 memberikan profil pita pada ukuran 900 pasangan basa (pb) yang merupakan profil pita spesifik untuk . Seleksi primer sebanyak 16 kombinasi primer AFLP menunjukkan primer E, H dan Q memberikan hasil yang akurat, dan homolog sehingga baik untuk digunakan pada analisis AFLP. Hasil analisis AFLP untuk ke 14 isolat memberikan hasil keragaman pita yang sangat akurat.

Coconut Bud rot and nutfall caused by fungus are the major and dangerous diseases of coconut palm. Nutfall of nuts and death of the palms leading to the reduction of coconut production are some of the consequences of the diseases. Morphologically identification of the causal agents is very limited and need certain skill. Molecular analysis is a good method to accurately identify characterize the disease causing pathogens especially originated from coconut palm. AFLP is one the accurate reproducible methods providing uniformnity results. The research aimed to identify and characterize

isolate causing but rot a nutfall diseases. A total of 14 isolates was tested by its AFLP and then by AFLP with specific primers. The identification results showed that the 14 tested isolates with ITS1/ITS4 had band profile on the size of 900 base pairs (bp) which is a specific band profile for P. Palmivora. Of the 16 combinations specific primer of AFLP, indicated primers eg E, H, and Q gave accurate and homolog results that is good for AFLP analysis. AFLP analyses for 14 isolates of gave accurate results of the band diversity.

Fragment Length Polimorfis (AFLP)

A.A. LOLONG

Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001

ABSTRAK

ABSTRACT Phytophthora palmivora P. palmivora reprodusible P. palmivora P. palmivora P. palmivora

Kata kunci : Identifikasi, Phytophthora, Kelapa, AFLP.

Phytophthora palmivora

Phytophthora

Phytophthora

Phytophthora

Keywords :Identification, Phytophthora, Coconut, AFLP.

Identification of Phytophthora Isolates from Coconut Origin Wite

Amplification Fragment Length Polymorphic (AFLP)

(2)

Penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang disebabkan oleh merupakan penyakit utama karena dapat mematikan dan menurunkan produksi tanaman kelapa. Penyakit busuk pucuk menyerang bagian pucuk kelapa dan mengakibatkan tanaman mati sedangkan gugur buah menyerang buah muda sehingga buah muda gugur. Penyakit busuk pucuk dan gugur buah di Indonesia dilaporkan pertama kali pada saat pemerintah mengimpor benih kelapa hibrida PB 121 dari Afrika Barat dan ditanam pada beberapa propinsi sentra kelapa pada tahun 1977. Pena-naman yang salah dan tanpa pengujian lapangan mengakibatkan timbulnya masalah-masalah terutama untuk penya-kit seperti busuk pucuk, gugur buah dan pendarahan batang (Bennett 1985, Sitepu dan Lolong, 1985).

Kerugian ini berlanjut terus hingga saat ini penyakit busuk pucuk yang dulunya dilaporkan hanya menyerang kelapa hibrida dan genjah, namun sekarang telah menyerang kelapa Dalam seperti di sentra pertanaman kelapa di Propinsi Sulawesi utara, Sumatera Utara dan Sulawesi Tengah. Dampak serangan penyakit busuk pucuk banyak tanaman kelapa mati dan produksi menurun drastis di daerah tersebut (Darwis. 1992; Purwantara . 2004). Pengendalian terhadap penyakit ini masih terbatas pada tindakan pencegahan dengan cara eradikasi, penyuntikan fungisida dan penanaman kultivar tahan disamping itu sosialisasi tentang pentingnya usaha tani yang terpadu dengan memanfaatkan lahan dibawah kelapa dengan menanam tanaman sela yang bukan inang dari patogen penyebab penyakit busuk pucuk

yakni . Usaha ini

masih belum berhasil karena paket yang ada masih sulit dilaksanakan ditingkat petani.

Genus terdapat

seki-tar 60 spesiesyang semuanya merupakan patogen tanaman sehingga genus ini dijuluki sebagai genus perusak tanaman. berkembang sangat baik pada daerah tropis seperti Indonesia (Drenth dan Guest, 2004). Pada tanaman kelapa pernah dilaporkan terdapat 3

species yang menyerang

kelapa dan menyebabkan penyakit bu-suk pucuk dan gugur buah di Indonesia

yakni , , dan

, namun demikian dilaporkan

bahwa dominan ditemukan.

Spesies merupakan patogen

pada lebih dari 150 jenis tanaman seperti kelapa, kakao, durian, karet, nangka, pepaya, jeruk, lada, vanili (Bennett et al., 1986; Drenth dan Guest, 2004). Hal ini memperlihatkan adanya spesifitas yang muncul pada spesies dan antara spesies dalam menginfeksi tanaman pada waktu yang bersamaan. Hal ini nampak terhadap kejadian penyakit dilapangan bahwa tidak pernah ditemu-kan pada satu tanaman adanya serang-an penyakit busuk pucuk dserang-an gugur buah pada waktu dan tanaman yang sama bersamaan walaupun penyebab

penyakit sama yakni .

Ketidakstabilan hasil yang diperoleh pada pengamatan dengan cara morfologi memberikan peluang untuk menggunakan teknologi molekuler untuk mengidentifikasi patogen penye-bab penyakit. Motulo . (2007) menda-patkan hasil bahwa pengamatan karakter morfologi seperti diameter koloni serta panjang dan lebar sporangium menun-jukkan bahwa populasi isolat asal kelapa berbeda dengan populasi isolat asal PENDAHULUAN Phytophthora palmivora et al., et al Phytophthora palmivora Phytophthora Phytophthora Phytophthora P. arecae P. nicotianae P. palmivora P. palmivora P. palmivora Phytophthora P. palmivora et al

(3)

kakao. Sedangkan berdasarkan tipe koloni dan bentuk sporangium menun-jukkan tidak ada perbedaan antara isolat asal kelapa dengan isolat asal kakao. Menurut Schlik (1994) Motulo . (2007) bahwa pendekatan secara mole-kuler dapat menyediakan metode yang akurat untuk identifikasi patogen, men-deteksi keberadaan patogen, dan mende-teksi variasi antara spesies pada tingkat perubahan satu basa. Perkembangan teknologi molekuler pada beberapa tahun terakhir ini ada terdapat beberapa teknik analisis DNA yang digunakan untuk mengetahui variasi dalam dan antar spesies khususnya dari genus . Analisis ruas DNA-ITS

( ) dari ribosomal

DNA untuk mengkarakterisasi keragaman didalam spesies khususnya

seperti RAPD, ITS-RFLP, Repetitif sequens dan saat ini dikembangkan AFLP (

). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter isolat

penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa dengan

teknik AFLP (Lolong 1998;

Chowdappa 2003).

Penelitian dilaksanakan di labo-ratorium Fitopatologi Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain pada bulan Pebruari sampai Agustus 2007. Isolat yang digunakan merupakan hasil koleksi yang dimiliki oleh kelti ento-mologi fitopatologi, yang disimpan dengan menggunakan media V8 jus padat dan media cair gliserin. Tahapan pekerjaaan meliputi : Penyiapan kultur, Ekstraksi DNA, Identifikasi profil DNA

, dan analisis AFLP.

Sebanyak 14 isolat (Tabel 1) yang terdiri dari 8 isolat asal busuk pucuk, 5 isolat gugur buah kelapa dan 1 isolat asal tanah, ditumbuhkan kembali pada media V8 juice agar yang telah ditambahkan antibiotik (Rifampicin 10 ppm, Hyme-xazol 25 ppm, Ampicillin 250 ppm, Pimaricin 10 ppm dan Pentachloroni-trobenzen 10 ppm. Phytophthora yang tumbuh dimurnikan lagi pada media V8 sampai diperoleh biakan murni. Isolat-isolat yang sudah murni ditumbuhkan lagi pada medium V8 cair dalam tabung erlen meyer sebanyak 100 ml. Isolat tersebut dieltakkan pada alat shaker dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruangan selama 48-72 jam. Setelah itu miselium disaring dengan menggunakan kertas saring lalu dimasukkan kedalam eppendorf. Miselium tersebut disuspen-sikan dengan menambahkan sebanyak 500 ul larutan TE bufferdan disimpan pada suhu – 20 C atau dapat langsung digunakan untuk ekstraksi DNA.

DNA total jamur

diekstraksi dari miselium kering yang dipanen dengan mengikuti gabungan metode Raeder dan Broda (1984) dan Cenis (1992), miselium kering dihan-curkan dengan menambahkan nitrogen cair dan tumbuk sampai halus dalam mortal. Miselium yang telah hancur dimasukkan pada eppendorf uk. 1.5 ul dan dicuci dengan 500 µl TE buffer (10mM Tris; 1mM EDTA; pH 8.0) kemudian disentrifus dengan kecepatan 15.000 rpm selama 15 menit dan tuangkan supernatannya (TE buffernya) pada wadah lain dan selanjutnya

dalam et al

Phytophthora

Internal transcrip spacer

Phytophthora

Amplification Fragment Lenght Polymorphism P. palmivora et al., et al., P.palmivora P. palmivora P. palmivora BAHAN DAN METODE

Penyiapan kultur

(4)

Isolat code Isolat origin Coconut nutfall

Coconut bud rot Coconut nutfall Coconut nutfall

Coconut bud rot Coconut nutfall Coconut nutfall Coconut nutfall

Coconut bud rot Coconut bud rot Coconut bud rot Coconut bud rot Coconut bud rot

No Kode isolate Asal isolate

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 99 P 29 99 P 30 99 P 31 99 P 35 99 P 49 99 P 59 99 P 81 99 P 85 94 P 26 94 P 63 94 P 66 98 P 02 98 P 05 94 P 03

Kelapa, gugur buah/ Kelapa, busuk pucuk/ Kelapa, busuk pucuk/ Tanah

Kelapa, gugur buah/ Kelapa, busuk pucuk/ Kelapa, gugur buah/ Kelapa, gugur buah/ Kelapa gugur buah/ Kelapa, busuk pucuk/ Kelapa, busuk pucuk/ Kelapa, busuk pucuk/ Kelapa, busuk pucuk/ Kelapa, busuk pucuk/ Tabel 1. Daftar 14 isolat asal kelapa

miselium basah disuspensikan kembali dengan 300 ul larutan ekstraksi (200nM Tris pH8.5; 250mM NaCl; 25mM EDTA; 0.5% SDS). Suspensi miselium dihan-curkan dengan menggunakan grinder

( ) dan dikocok sampai

homogen. Langkah selanjutnya adalah menambahkan sebanyak 150 ul 3M Na asetat (pH5.2), kocok sampai merata dan ditempatkan dalam freezer (-20ºC) selama 10 menit dan setelah itu disen-trifus pada kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Panen supernatant dan tempat-kan pada ependorf yang baru. Setelah itu dicampurkan isopropanol yang dingin dengan volume yang sama, kocok sampai merata dan masukkan dalam freezer selama 10 menit dan dilanjutkan dengan sentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 13500 rpm untuk memisahkan supernatant dan pellet. Hisap secara hati-hati supernatannya dan diusahakan pellet DNA tidak rusak. Cuci pellet DNA dengan 300 µl etanol 70% dan sentrifus pada 13000 rpm selama 5 menit, buang supernatannya dan keringkan DNA dalam desicator.

Selanjutnya encerkan DNA dengan menambahkan sebanyak 100 µl TE buffer dan simpan DNA pada -20ºC bila belum akan digunakan.

Sebanyak 50 µl total volume PCR reaksi ( 45 µl campuran buffer dan 5 µl DNA yang telah diencerkan). DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan teknik

PCR menggunakan primer ITS1

(TCCGTAGGTGAACCTGCGG) dan

ITS4 (TCCTCCGCTTATTGATATGC)

dengan volume akhir setiap reaksi 50 µl yang terdiri dari ( dNTP 0,2mM, PCR buffer 1X buffer (2,5 µl), primer masing-masing 50pmol, enzim Tth 5U, air steril (PCR grade) 30,75 µl dan DNA 5 ng (5 µl). Amplifikasi DNA menggunakan mesin PCR Hybaid berlangsung dengan tahapan sebagai berikut: praamplifikasi selama 4 menit pada suhu 94ºC, pemisahan utas 1 menit temperature 94ºC, penempelan primer 1 menit suhu 55ºC, sintesis DNA 1.5 menit pada suhu Phytophthora palmivora

Table 1. List of 14 Phytophthora palmivora isolates originated from coconut.

conical grinder Identifikasi profil DNA

berdasarkan ITS-RFLP

(5)

72ºC, dan pasca amplikasi 5 menit. Reaksi PCR dilakukan sebanyak 34 siklus.

Produk DNA hasil amplifikasi PCR (500ng) dipotong dengan tiga enzyme yaitu Hinf1 (20U) dan diinkuba-sikan selama 16 jam pada suhu 37°C. Jumlah isolat yang digunakan hanya 4 isolat (99P30, 99P35, 94P26 dan 94P03) yang diseleksi dari asal isolat Hasil pemotongan dengan enzym restriksi dipisahkan dalam gel agarose (2.5%) dan divisualisasikan pada UV transalu-minator dan fragmen diukur dengan DNA ladder 100 bp. Pada pengujian ini hanya digunakan pada 4 isolat saja.

Analisis Amplified Fragmen Length Polymorphism (AFLP), isolat

dilakukan sesuai dengan

metode Muller (1996) DNA

genomik (500 ng) DNA

jamur dipotong dengan enzyme restriksi Pst1 dan diligasikan (20 unit), selanjut-nya dilanjutkan dengan proses presipi-tasi dan diikuti dengan proses ampli-fikasi dengan adaptor A pada mesin PCR pada suhu 37°C selama 4 jam dan preamplifikasi pada 94°C selama 4 menit untuk awal denaturasi diikuti oleh 34 siklus untuk denaturasi 1 menit pada 94°C, annealing selama 1 menit pada suhu 60°C, ekstensi untuk 1,5 menit pada 72°C dan langkah akhir perpanjangan 5 menit pada 72°C. Produk pra-amplifikasi PCR kemudian diencerkan 1: 100 dalam TE buffer untuk dapat digunakan pada analisa selanjutnya dengan mencoba sebanyak 16 primer. Seleksi primer ini dilakukan untuk mendapatkan primer yang cocok. Produk PCR dielektroforesis dalam 2% agarosa gel dalam buffer TBE selama 6 jam, dan divisualisasikan di

bawah sinar UV setelah pewarnaan dengan etidium bromida.

Amplifikasi terhadap 14 isolat patogen penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang dikoleksi dari sumber yang berbeda yaitu busuk pucuk, gugur buah dan tanah dengan pasangan primer ITS1 dan ITS4 primer menghasilkan fragmen DNA tunggal dengan ukuran sekitar 900 pasangan basa (pb) (Gambar 1). Angka ini meng-indikasikan bahwa profil DNA

berada pada ukuran standar dengan primer spesifik ITS1-ITS4 berada pada ukuran 900 pasangan basa dan dapat membedakan dengan species lain.

Lolong (2002) mendapatkan bahwa

profil pola pita DNA

penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa dengan primer ITS1/ITS4 berada pada posisi 900 pasang basa. Demikian juga Darmono . (2006) mendapatkan bahwa primer ITS4/ITS5 dapat mengaplifikasi semua isolat sampel dengan ukuran fragmen yang berbeda. Isolat dan

memiliki ukuran fragmen sama yang diperkirakan 900 pb. Motulo (2007) menyimpulkan bahwa identifikasi secara morfologi dan molekuler dengan teknik PCR menggunakan primer ITS4 dan ITS5 berhasil mengamplifikasi DNA

sebesar 900 pb. Analisis AFLP

HASIL DAN PEMBAHASAN

P. palmivora et al. P. palmivora P. palmivora P. palmivora et al P. palmivora P. capsici et al. P. palmivora

(6)

Primer code Base sequence

No Kode primer Sekuen basa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 AFLP-A AFLP-B AFLP-C AFLP-D AFLP-E AFLP-F AFLP-G AFLP-H AFLP-I AFLP-J AFLP-K AFLP-L AFLP-M AFLP-N AFLP-O AFLP-P

GAC TGC GTA CAT GCA GG GAC TGC GTA CAT GCA GG GAC TGC GTA CAT GCA GG GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G GAC TGC GTA CAT GCA G Tabel 2. Daftar 16 primer yang diseleksi untuk analisis AFLP.

Gambar 1. Hasil amplifikasi ITS-DNA beberapa isolat

menggunakan sepasang primer ITS1 dan ITS4. Lajur 1 dan 16 penanda DNA (1 kb), lajur 2-15 isolat (urutan isolat sesuai pada tabel 1).

Analisis lanjut dengan meng-digesti dengan enzim Hinf1 menghasil-kan pola fragmen yang berukuran 300 260 180 160 pasangan basa (pb) (Gambar 2). Analisis dilakukan hanya untuk 4 isolat yang terdiri dari 2 isolat busuk pucuk 2 isolat gugur buah yang

didasarkan pada hasil analisis ITS yang menghasilkan pola pita serangam pada 900 pb.

Keseragaman hasil identifikasi fragmen yang diperoleh terhadap isolat yang dianalisa mengambarkan bahwa kemurnian isolat adalah

Table 2. List of 16 primers selected for AFLP analysis.

P. palmivora P. palmivora

Figure 1. DNA-ITS amplification result of several isolates of P. Palmivora using a pair of ITS1/ITS4 primers. Line 1 and 16 DNA size standar (1kb), line 2 to 15 P. palmivora isolates.

P. palmivora T A C AC AG CG AA AT TA TT TG TC GG CA CT CC

(7)

Gambar 2. Hasil pembatasan dengan enzym Hinf1

Gambar 3. Hasil analisis AFLP fragmen DNA dengan primer E spesifik sehingga untuk pengujian lanjut dapat

dilaksanakan untuk melihat kemung-kinan penerapan analisis AFLP untuk

isolat asal kelapa.

Penelitian dimulai dengan menye-leksi sebanyak 16 kombinasi spesifik primer untuk analisis AFLP. Hasil uji terhadap 16 spesifik primer untuk analisis AFLP diperoleh hasil bahwa

primer spesifik E, H dan Q memberikan hasil fragmen yang akurat dan sangat seragam. Namun demikian pada pengujian lanjut untuk 14 isolat hanya digunakan primer E (GAC TGC GTA CAT GCA GAG) dan memberikan hasil yang akurat (Gambar 3). Hasil ini menunjukkan bahwa ada terdapat 4 isolat (99P85, 94P26, 98P02 dan 98P05) Figure 2. Results restriction with enzymes Hinf1

Figure 3. Results AFLP analysis of DNA fragments with specific primers E P. palmivora

(8)

yang memberikan profil yang berbeda. Perbedaan ini tidak nampak pada pengujian dengan ITS1/ITS4 dan nampak pada analisis AFLP karena analisis AFLP sangat spe-sifik dan akurat terutama pada tingkat kekerabatan dalam isolat. Identifikasi ini dapat pula dilanjutkan pada tingkat kekerabatan perisolat serta patogenisitas tiap isolat. Hal ini penting karena ke empat isolat yang menunjukkan perbe-daan ini berasal dari gugur buah (99P85, 94P26) dan busuk pucuk (98P02, 98P05). Gambar berikut ini hasil pengujian dengan primer spesifik E untuk analisis AFLP.

Analisis AFLP dengan primer khusus E sebelumnya telah digunakan oleh Chowdappa . (2003) dengan menganalisis sebanyak 20 isolat pada kakao, pinang dan karet. Pembuktian lanjut diperoleh juga bahwa pada tanaman tersebut yang diidentifikasi secara morfologi

ternyata adalah . Semua

isolat dari kakao dan kelapa untuk menunjukkan pola yang identik.

Primer ITS1/ITS4 dapat meng-amplifikasi semua isolat asal kelapa dengan ukuran fragmen ber-ukuran 900 pasangan basa (pb). Primer E merupakan primer spesifik untuk analisis AFLP terhadap isolat

asal kelapa. 14 isoalt penye-bab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang dikoleksi dari busuk pucuk, gugur buah dan tanah dapat dianalisis dengan teknik analisis AFLP. Terdapat empat isolat

memberikan profil yang berbeda dalam analis AFLP dengan primer E.

Bennett CPA, Sitepu, Roboth O. 1985. Aspects of the controll of pre-mature nutfall disease of

coco-nut, L., caused by

Phytophthora palmivora (Butler). Coconut Plant Protection Semi-nar, Bogor, 8-10 May 1985, 29p. Bennett CPA, Roboth O, Sitepu G,

Lolong A. 1986. Pathogenicity of Phytophthora palmivora (Butler) Butler causing premature nutfall disease of coconut (

L.). Indonesian journal of Crop Science, 2 (2): 59-70.

Canis JL. 1992. Rapid extraction of Fungal DNA for PCR amplify-cation. Nucleic Acid, 20:2380. Chowdappa P, Brayford D, Smith J, dan

Flood J. 2003. Identity of Phy-tophthora associated with areca-nut and its relationship with rubber and cardamom isolates based on RFLP of PCR-amplified ITS regions of rDNA and AFLP fingerprints. Scientific Corres-pondence. Current Science, Vol. 85, No.5. p585-587

Darwis SN. 1992. in relation to climate and coconut cultivar. Paper presented at coconut Phy-tophthora workshop, Manado, Indonesia.

Darmono TW, Jamil I, Santosa DA. 2006. Pengembangan penanda mole-kuler untuk deteksi

pada tanaman kakao. Menara Perkebunan 72 (2), 87-96. Drenth A dan Guest DI. 2004.

in the Tropics. In. et al Phytophthora P.arecae P. palmivora P. palmivora P. arecae P. palmivora P. palmivora P. palmivora P. palmivora Cocos nucifera Cocos nucifera Phytophthora Phytophthora palmivora Phytophthora KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

(9)

Diversity and management of Phytophthora in Southeast Asia. ACIAR Monograph No. 114, 238p.

Foster H, Kinscherf TG, Leong SA, Maxwell DP. 1987. Mplecular analysis of the mitochondrial

genome of . Current

Genetic. 12: 215-218.

Lolong A, Smith JJ dan Holderness M. 1998. Characterisation of

diseases of coconut in Indonesia. Paper presented at International congress of planr pathology, Edinburg, Scotland. Paper number 3.7.87.

Lolong A. 2002. Analisis profil DNA Phytophthora palmivora kelapa dengan reaksi rantai polymerase (RRP). Buletin Palma Nomor 28, Juni 2002. p12-17.

Motulo HFJ, Sinaga MS, Hartana A, Gede Suastika, Aswidinoor H. 2007. Karakter morfologi dan moleku-ler isolate

asal kelapa dan kakao. Jurnal Peneltian Tanaman Industri Volume 13 No. 3 p111-118.

Muller UG, Lipari SE, dan Milgroom, MG. 1996. Amplified fragment leght polymorphism (AFLP) fingerprinting of symbiotic fungi cultured by fungus-growing ant Cyphomyrmex minutus. Mole-cular Ecology, 5: 119-122.

Raeder U dan Broda P. 1985. Rapid preparation of DNA from fila-mentous fungi. Lett. Appl. Microbiol. 1: 17-20.

Purwantara A, Manohara D, dan Warokka JS. 2004.

diseases in Indonesia. In. Diversity and management of in Southeast Asia. ACIAR Monograph No. 114, 238p

Umaya A. 2004. Keragaman genetic pada kakao di Indonesia berdasarkan pende-katan molekuler. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Phytophthora Phy-tophthora Phytophthora palmivora Phytophthora Phytophthora P. plamivora

Gambar

Gambar 3. Hasil  analisis AFLP fragmen DNA dengan primer E spesifiksehingga  untuk  pengujian  lanjut  dapat

Referensi

Dokumen terkait

Basel adalah strategi yang termasuk dalam tiga strategi utama untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan preferensi petani di daerah pertanian belum berkembang (Tabel 16).

Untuk melihat peran Industri berbasis perkebunan dalam pemulihan ekonomi dan perbaikan distribusi pendapatan secara lebih rinci, maka sektor pertanian akan dibagi menjadi dua yaitu

Aktivitas antibakteri pada kitosan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan derajat deasetilasi berbeda, memperlihatkan DD 93% lebih besar membentuk zona

Hasil analisis korelasi parsial korelasi parsial antara kepemimpinan transformasional (X2) terhadap produktivitas kerja (Y) r hitung 0,797 dengan nilai r tabel untuk

Kadar karbohidrat, protein dan lemak yang didapatkan dari biji nangka dengan menggunakan variasi waktu perebusan yang berbeda-beda ( 0 menit, 15 menit, 30 menit, dan 45 menit

Field keterangan, memiliki tipe data text yang dapat digunakan untuk meyimpan keterangan yang terdapat pada rencana anggaran kerja Dinas Sosial Provinsi Bali.

Asuhan kebidanan yang dilakukan secara continuity of care diharapkan bidan mampu meningkatkan pelayanan dengan lebih mendekatkan diri pada masyarakat untuk

Diantara kelima faktor tersebut yang paling mempengaruhi adalah bahan baku terutama singkong, diteruskan metode, mesin, faktor manusia, manusia atau pekerja dan