• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT

TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN

NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh :

Rahmawaty

Dolly Priyatna

Taufiq Siddiq Azvy

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2006

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga KARYA TULIS ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah “KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA”.

Diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai Keanekaragaman Jenis Burung yang merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam bidang keanekaragaman hayati.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Akhir kata kami ucapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Medan, Mei 2006

Penulis

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(3)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN... 1

BAHAN DAN METODE... ... 2

• Tempat dan Waktu Penelitian... 3

• Alat dan Bahan... 3

• Pengumpulan Data... 3

• Analisis Data... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN... 4

KESIMPULAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAMPIRAN ... 10

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(4)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Tertutup di Pos Pemantauan Sikundur.

10

2. Keanekaragaman Burung Jenis Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur.

11

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(5)

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT

TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN

NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh :

Rahmawaty1*, Dolly Priyatna2, Taufiq Siddiq Azvy1

1Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, 20155

2 Unit Manajemen Leuser, Medan

Abstrak

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu taman nasional yang terletak di antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan luas kawasan 1.094.692 ha (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2003). Taman nasional tersebut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang sangat tinggi, salah satunya adalah jenis burung. Habitat utama burung adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang saat ini mengalami ancaman dari penebangan dan konversi hutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka dan tertutup di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara dan untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Dusun Arasnapal, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, pada bulan Februari 2004 sampai bulan April 2004, dengan menggunakan metode titik hitung dan line transek. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 325 individu burung yang terdiri atas 28 famili dan 92 spesies. Keanekaragaman jenis di habitat tertutup lebih tinggi (3,730) daripada di habitat terbuka (3.414). Keanekaragaman jenis di habitat tertutup termasuk kategori tinggi, sedangkan di habitat terbuka termasuk kategori sedang. Adanya perbedaan keanekaragaman pada kedua habitat tersebut di sebabkan oleh faktor ketersediaan makanan, waktu aktifitas burung, stratifikasi Hutan, dan tipe habitat.

Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Leuser, Keanekaragaman, jenis burung,.

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(6)

PENDAHULUAN

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu taman nasional yang terletak di antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan luas kawasan 1.094.692 ha (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi, 2003). Taman nasional tersebut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang sangat tinggi, salah satunya adalah keanekaragaman jenis burung. Habitat utama burung adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang saat ini mengalami ancaman dari penebangan dan konversi hutan. Burung-burung penghuni hutan hujan tropis adalah burung yang sudah terbiasa tinggal dan berinteraksi dengan lingkungan hutan, sehingga akan sulit untuk hidup di kawasan yang telah dibudidayakan.

Penelitian mengenai keanekaragaman jenis burung masih sedikit dilakukan, terutama di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Mengingat pentingnya peranan jenis-jenis burung dan dalam menjaga keseimbangan ekosistem, maka penelitian ini perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka dan tertutup di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara

2. Mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat tersebut.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Sikundur, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Februari 2004 sampai dengan bulan April 2004.

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(7)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : binokular, alat tulis, kamera, kompas, jam digital, kalkulator, meteran gulung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : paku, martel, tali raffia, kertas label, peta topografi/lokasi.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Line Transek dan metode Titik Hitung. Line transek adalah metode pengamatan dengan cara berjalan perlahan terus menerus dan mencatat semua kontak di sepanjang kedua sisi jalur perjalanannya. Metode titik hitung dilakukan dengan berjalan ke suatu tempat tertentu, memberi tanda, dan selanjutnya mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit), sebelum bergerak ke titik selanjutnya.

Metode yang menggabungkan antara line transek dan titik hitung artinya bahwa penelitian ini memiliki jalur perjalanan yang telah ditentukan dan line transek digunakan untuk mengamati burung pada waktu perjalanan. Titik hitung pada penelitian ini dengan menggunakan plot-plot penelitian yang di letakkan di sepanjang transek tadi. Lamanya waktu selama berada di setiap plot adalah 10 menit dengan jarak antar plot sepanjang 250 meter.

Penelitian ini tidak berdasarkan pada panjang transek, tetapi akan berdasarkan pada waktu. Artinya, penelitian ini dilaksanakan dari pukul 06.30 – 18.30 setiap harinya, dan apabila waktu telah selesai maka penelitian akan dilanjutkan pada hari berikutnya dengan batas waktu yang sama sampai pada akhirnya seluruh lokasi telah teramati.

Analisis Data

Keanekaragaman Jenis Burung

Untuk menghitung Indeks keanekaragaman burung digunakan indeks Shannon (Magurran, 1988): H’ =

= − s i Pi Pi 1 ) ln ( Keterangan : Pi : ni / N

ni : jumlah individu suku ke-i

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(8)

N : total jumlah individu

S : total jumlah suku dalam sampel

Menurut Magurran (1988), nilai indeks keanekaragaman burung berkisar antara 1,5 – 3,5. Nilai < 1,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah, selanjutnya nilai yang berkisar antara 1,5 – 3,5 menunjukkan indeks keanekaragaman sedang dan nilai > 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi.

Perbandingan Keanekaragaman Jenis Burung

Untuk membandingkan keanekaragaman burung antara berbagai habitat digunakan uji Hutcheson dengan menghitung varian dari kedua habitat, mencari t hitung dan menghitung deferinsialnya (Magurran,1988) :

Var H’ (tertutup/tertutup) =

(

)

(

)

2 2 2 1 ln ln N S N pi pi pi pi − −

Keterangan :

Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung Pi : ni / N

N : total jumlah individu

S : total jumlah suku dalam sample

(

)

12 2 ' 1 ' 2 ' 1 ' VarH VarH H H t + − = Keterangan : t : t hitung

H’ : keanekaragaman jenis burung Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung

(

)

(

)

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + = 2 2 2 ' 1 2 2 ' 2 2 ' 1 ' N VarH N VarH VarH VarH df Keterangan : Df : derajat bebas

Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung N : total jumlah individu

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Terbuka

Inventarisasi burung yang dilakukan dengan total perjalanan sepanjang 75,750 km (6 jalur transek dan 3 kali pengulangan) pada hutan sekunder Sikundur diperoleh hasil sebanyak 92 jenis, 28 famili burung, dengan jumlah total individu 325 (Tabel 1).

Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup di kawasan hutan Sikundur adalah 3,730 sedangkan pada habitat terbuka sebesar 3,414. Untuk melihat perbedaan indeks keanekaragaman jenis burung antara habitat tertutup dan terbuka dilakukan uji Hutcheson (Magurran, 1988). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman burung di habitat terbuka lebih rendah daripada habitat tertutup. Apabila dilihat dari hasil yang didapat, diketahui bahwa keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi dengan nilai 3,730 (kategori tinggi), dibandingkan dengan keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka yang bernilai 3,414 (kategori sedang). Ewusie (1990) menyatakan bahwa pada daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi akan memiliki keanekaragaman jenis hewan yang tinggi, karena setiap jenis hewan hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.

Pada saat pengamatan dapat teridentifikasi burung-burung migran sebanyak 5 jenis, yaitu Cekakak merah (Halcyon coromanda), Srigunting gagak (Dicrurus annectans), Sikatan bubik (Muscicapa dauurica), Cikrak kutub (Phylloscopus borealis) dan Cabai bunga api (Dicaeum trigonostigma). Burung-burung tersebut merupakan pendatang tetap pada hutan Sumatera saat musim dingin (Mackinnon dkk. 1992). Menurut Marle and Karel (1988) secara umum tidak ada kejesalan berapa jumlah burung yang migran/datang ke Sumatera, Jawa, dan pulau-pulau lainnya pada musim dingin.

Hasil pengamatan lapangan juga menunjukkan bahwa di kawasan hutan Sikundur ditemukan beberapa jenis burung yang penyebarannya terbatas (endemik), yaitu Batrachostomus poliolophus (Podargidae), Caprimulgus pulchellus (Caprimulgidae), Pycnonotus tympanistragus (Pycnonotidae), dan Pycnonotus nieuwenhuisii (Pycnonotidae). Menurut Mackinnon, dkk (1992), jenis-jenis burung tersebut penyebarannya sangat terbatas dan hanya terdapat di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci-Seblat dan Taman Nasional Gede

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(10)

Pangarango. Wulijarni dan Soetjipto (2002) manyatakan bahwa hutan hujan tropika juga mempunyai banyak jenis satwa yang endemik. Di kawasan hutan Sikundur, Langkat, juga masih dapat ditemukan jenis burung terestrial yaitu burung Argusianus argus (Kuau raja). Menurut Mackinnon, dkk (1992), burung Kuau raja sudah mulai jarang ditemukan di kawasan hutan akibat semakin tingginya aktifitas pengrusakan hutan yang menjadi habitat burung Kuau raja.

Pengamatan ini dilakukan pada dua tipe habitat yaitu habitat tertutup dan habitat terbuka, pada habitat tertutup didapat 63 jenis, 27 famili burung, dengan jumlah total individu 197, famili terbesar adalah Timaliidae, diwakili oleh 11 jenis dan 62 individu. Pada habitat terbuka didapat 47 jenis, 19 famili burung, dengan jumlah total individu 128, famili terbesar adalah Pycnonotidae, diwakili oleh 9 jenis dan 32 individu. Kebanyakan burung di pos pemantauan Sikundur adalah burung-burung yang umum terdapat di Sumatera tetapi ada juga yang merupakan burung-burung migran, seperti Cekakak merah (Halcyon coromanda), Srigunting gagak (Dicrurus annectans), Sikatan bubik (Muscicapa dauurica), Cikrak kutub (Phylloscopus borealis) dan Cabai bunga api (Dicaeum trigonostigma).

Perbedaan Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Habitat Terbuka

Keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi daripada keanekargaman burung pada habitat terbuka (Tabel 1).

Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur, Taman Nasional Gunung Leuser. Habitat Tertutup Terbuka Jumlah individu 197 128 Jumlah jenis 63 47 Jumlah famili 27 19 Indeks Shannon 3.730 3.414

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(11)

Perbedaan Keanekaragaman Jenis burung pada kedua habitat dapat dijelaskan berdasarkan faktor-faktor, seperti : ketersedian makanan utama bagi burung, waktu aktifitas, stratifikasi hutan, dan tipe habitat.

ketersedian makanan utama bagi burung

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada habitat tertutup di hutan Sikundur lebih banyak tersedia pohon-pohon buah yang menjadi makanan bagi burung. Pada habitat tertutup terdapat 27 jenis burung frugivora, sedangkan pada habitat terbuka hanya 16 jenis burung frugivora. Menurut Priatna (2002), bahwa perbedaaan keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat sangat di pengaruhi dari kesediaan makanan bagi burung.

Pada habitat tertutup burung frugivora didominasi oleh famili Timaliidae (10 jenis) dan famili pycnonotidae (7 jenis), sedangkan burung yang menjadi indikator keutuhan hutan, yaitu famili Bucerotidae (Koop dalam Priatna, 2002), diwakili oleh 2 jenis, yaitu Aceros undulates (Julang emas) dan Buceros rhinoceros (Rangkong badak). Pada habitat terbuka burung frugivora didominasi oleh famili pycnonotidae (9 jenis), sedangkan sebagai burung indikator keutuhan hutan (famili Bucerotidae) hanya diwakili oleh 1 jenis, yaitu Aceros undulatus (Julang emas).

Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa jumlah jenis burung insektivora lebih banyak daripada jenis burung frugivora yaitu masing-masing 29 jenis dan 27 jenis. Hal ini disebabkan kawasan hutan pada pos pemantauan Sikundur yang merupakan hutan bekas tebangan (sekunder), lebih banyak menyediakan serangga daripada buah. Menurut Zakaria dalam Priatna (2002), diperkirakan 50% pohon non-dipterokarp yang merupakan pohon buah-buahan sebagai makanan bagi satwa, telah hilang atau rusak selama adanya aktivitas tebang pilih. Berdasarkan dari hasil penelitian penelitian Priatna (2002), menunjukkan bahwa di hutan bekas tebangan terdapat lebih banyak jenis burung insektivora daripada frugivora.

Waktu Aktifitas

Jika ditinjau dari waktu aktifitasnya, terlihat bahwa burung lebih aktif pada waktu pagi hari dan sore hari dibanding pada siang hari. Beberapa jenis burung yang aktif pada pagi dan sore hari lebih banyak ditemukan pada habitat tertutup daripada di habitat terbuka, hal ini menunjukkan bahwa waktu aktifitas burung juga merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat.

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(12)

Stratifikasi Hutan.

Distribusi jenis burung sangat erat kaitannya dengan tipe vegetasi dari suatu area (McNaughtos dan Wolf, 1990). Keanekaragaman jenis burung dapat dilihat dari strata penggunaan hutan. Menurut Whitemore (1984) bahwa burung dan mamalia dapat dibedakan dari tempat hidupnya di dalam hutan hujan tropis kedalam beberapa bagian atas, tengah, bawah dan tanah. Dari hasil pengamatan di kawasan hutan Sikundur diperoleh hasil yang sangat berbeda bagi setiap strata hutan, sebanyak 70 jenis burung memanfaatkan strata tengah kanopi hutan (11-20 meter), selanjutnya strata bawah (0-10 meter) digunakan oleh 21 jenis burung, sedangkan strata atas (>21 meter) dan lantai hutan digunakan masing-masing oleh 17 jenis dan 5 jenis burung. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa strata tengah pada kanopi hutan (11-20 m) merupakan tempat yang paling disenangi oleh jenis-jenis burung. Hal ini kemungkinan strata tengah merupakan tempat yang sangat ideal bagi banyak jenis burung untuk mancari makan, bermain dan beristirahat.

McNaughton dan Wolf (1990) menyatakan bahwa jenis-jenis hewan yang berbeda dalam suatu hutan umumnya berkaitan dengan tingkatan kanopi yang berbeda pula. Hewan bergerak secara horizontal untuk menghasilkan pola tiga dimensi yang kompleks. Menurut MacArthur dan MacArthur dalam McNaughton dan Wolf (1990), kanopi vegetasi dibagi dalam tiga tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut nyata bagi tingkah laku pencarian makan oleh burung dan mereka mendapatkan bahwa keanekaragaman komunitas burung berhubungan keanekaragaman struktural dari vegetasi.

Tipe Habitat

Hasil perhitungan dengan menggunakan uji Hutcheson menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam keanekaragaman jenis burung antara habitat tertutup dan habitat terbuka di kawasan hutan Sikundur (t hitung = 2,977 ; df = 259 ; α = 0,05 ; jadi t hitung > t tabel 1,960), dimana keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi daripada habitat terbuka.

Perbedaan keanekaragaman jenis burung ini disebabkan tingkat ketersediaan makanan bagi burung seperti yang dikemukakan Odum (1994), bahwa keanekaragaman spesies hewan termasuk burung dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan makanan. Kerusakan hutan akan mempengaruhi kehidupan burung liar

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(13)

atau bahkan akan memaksa mereka keluar dari relungnya untuk mencari cadangan makanan atau untuk bertelur (Seng and Dana, 1997).

Pada umumnya habitat dapat mengalami perubahan kondisi musiman dalam struktur dan ketersediaan pakan. Konsep suksesi dapat menjelaskan respon satwa terhadap perubahan lingkungan, yaitu setiap tingkatan suksesi berkaitam erat dengan komposisi satwa liar yang menempatinya (Alikodra, 1990). Baral and Ramji (2002) mengatakan bahwa kerusakan habitat atau perubahannya mungkin merupakan faktor utama perpindahan burung ke habitat yang lain.

Pembagian atau distribusi burung sangat diatur oleh kesesuaian habitatnya, setiap famili dan jenis harus beradaptasi dengan masing-masing tipe habitatnya yang sesuai untuk makan dan bertelur. Begitu juga perilaku sosial dan kebiasaan mereka sangat bergantung dengan habitatnya (Strange and Allen, 1996)

KESIMPULAN

1. Terdapat 325 individu burung (92 spesies dan 28 famili) pada pos pemantauan Sikundur.

2. Indeks Keanekaragaman di habitat tertutup lebih tinggi daripada di habitat terbuka dengan nilai masing-masing 3,730 (tinggi) dan 3,414 (sedang).

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogar. Hal : 253.

Anwar, J., Sengli J. Damanik, Nazaruddin Hisyam, Anthony J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Hal : 343-344

Arninova, 2004. Inventarisasi Jenis Burung di Pos Penelitian Sikundur Ekosistem Leuser. Skripsi. Universitas Syah Kuala. Banda Aceh. Hal : 29-31

Baral, N. and Ramji Gautam. 2002. Status of White-rumped Vulture Gyps Bengalensi, in Rampur Valley, Nepal. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(14)

Barano. 2000. Burung dalam Sangkar. < http//www.Kompas.com/Kompas-cetak/0006/02/iptek/wwf to.htm > (20 Juni 2000).

Bibby, C., Martin Jones dan Stuart Marsden. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. SMKG Mardi Yuana. Bogor. Hal : 10.

Departeman Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departeman Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Potensi Wisata Alam Indonesia dan Upaya Peningkatan Peran serta Masyarakat. Bogor. Hal:1.

Ewusie, J. Y. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hal : 303, 311-312.

Forest Watch Indonesia, 2003. Kondisi Hutan. < www.fwi.or.id/kodisi hutan > (26 Agustus 2004).

Holmes, D. dan Stephen Nash. 1999. Burung-burung di Sumatera dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI. Prima Centra. Jakarta. Hal : 2-3

Hume, R. 2003. Belajar dan Bersahabatlah dengan Burung. Warta Teropong. Edisi 01 Januari-Februari 2003. Birdlife Indonesia. Bogor.

Irfan. 2002. Stasiun Penelitian dan Pos Pemantauan di Kawasan Ekosistem Leuser. Unit Manajemen Leuser. Hal : 20.

Irwan, Z. D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta. Hal : 146 dan 194.

Jepson, P. 1997. Birding Indonesia, A Bird Watcher’s Guide to the World’s Largest Archipelango. Periplus Edition. Singapore. 17 pp.

King, B., Martin Woodcock, E. C. Dickinson, 1995. Bird of South-East Asia. Harper Collins. Hongkong. 18 pp.

Mackinnon, J. 1995. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 2-4.

Mackinnon, J., Karen Phillips, Basvan Balen. 1992. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor. Hal : 26, 32.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement, Croom Helm Limited. London. 35, 36, 39 pp.

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(15)

Marle, J. G. V. and Karel, H. Voour. 1988. The Bird of Sumatera. British Ornithologist. c/o Zoological Museum, Tring. Herts HP23GAP. UK. 37 pp.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisis ketiga. Gadjah mada press. Yogyakarta.

Priatna, D. 2002. Pemulihan Hutan Tropika Pamah Bekas Tebangan serta Dampak Penebangan Terhadap Populasi Primata dan Keanekaragaman Burung. Thesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal : 42-43.

Raman, T. R. S. 1999. Effect of Fragmentation and Plantations on Tropical Rain Forest Bird in the Soethern, Westren Bhats India. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.

Schaik, C. P. dan Jatna Supriatna. 1996. Leuser A Sumatran Sanctuary. Yayasan Bina Sains Hayati Indonesia. Jakarta. 4-5 pp.

Seng, L. K. and Dana Gardner. 1997. An Illustration Field Guide to the Bird of Singapore. Sun Tree. Singapore. 21 p

Shannaz, J., P. Jepson dan Rudyanto. 1995. Burung-burung Terancam Punah di Indonesia. P.T. Karya Sukses Sejahtera. Jakarta. Hal : 6.

Strange, M. and Allen Jeyatajasingan. 1996. A Photographic Guide to the Bird of Peninsular Malaysia and Singapore. Sun Tree Publishing Limited. Singapore. 4 and 29 pp.

Swinnerton, K. 2000. Consevation of the Punk Pigeon in Mauritis. Re-introduction News. Abu Dhabi. UA. E.

Tebb, G. and Andreas Ranner, 2002. Buryatia-Siberia’s Southern Most Extremity. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.

Wulijarni, N. dan Soetjipto, 2002. Interaksi Unsur-unsur Lingkungan. <www. Ut.ac.id/of-supp/FKIP/PABI4422/pabi4422-html> (6-September-2003). Whitemore, T. C. 1984. Tripical Rain Forest of the Far East. Second Edition. Oxford

University Press. Walton street. Oxford.

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(16)

Lampiran 1. Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Tertutup di Pos Pemantauan Sikundur.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 No Famili Nama Latin Nama Indonesia Areal tertutup Pi ln Pi Pi ln Pi Pi (ln Pi )2 1 Alcedinidae 1. Ceyx rufidorsa Udang punggung merah 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 2 Bucerotidae 2. Aceros undulatus Julang emas 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 3. Buceros rhinoceros Rangkong badak 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 3 Campephagidae 4. Coracina striata Kepudang-sungu Sumatera 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 4 Capitonidae 5. Megalaima crysopogon Takur gedang 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 5 Caprimulgidae 6. Caprimulgus pulchellus Cabak gunung 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 6 Chloropseidae 7. Aeghitina viridissima Cipoh jantung 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 8. Chloropsis cochinchinensis Cica-daun sayap-biru 15 0,076 -2,575 -0,196 0,505 9. Chloropsis cyanopogon Cica-daun kecil 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 7 Columbidae 10. Chalcophaps indica Delimukan zamrud 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 8 Corvidae 11. Platysmurus leucopterus Tangkar kambing 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 9 Cuculidae 12.Phaenicophaeus curvirostris Kadalan birah 4 0,020 -3,897 -0,079 0,308 13. Phaenicophaeus javanicus Kadalan kembang 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214

14.Phaenicophaeus sumatranus Kadalan saweh 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214

15. Surniculus lugubris Kedasi hitam 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 10 Dicaeidae 16. Prionochilus maculatus Pentis raja 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 17. Prionochilus percussus Pentis pelangi 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 11 Dicruridae 18. Dicrurus aeneus Srigunting keladi 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267 19. Dicrurus sumatranus Srigunting Sumatera 7 0,036 -3,337 -0,119 0,396 12 Eurylaimidae 20. Calyptomena viridis Madi-hijau kecil 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 21. Eurylaimus javanicus Sempur-hujan rimba 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267 13 Hemiprocnidae 22. Hemiprocne comata Tepekong rangkang 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 14 Meropidae 23. Nyctyornis amictus Cirik-cirik kumbang 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 15 Muscicapidae 24. Hypothymis azurea Kehicap ranting 11 0,056 -2,885 -0,161 0,465 25. Philentoma pyrhopterum Philentoma sayap-merah 7 0,036 -3,337 -0,119 0,396

26. Rhipidura perlata Kipasan mutiara 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214

27. Tersiphone paradisi Seriwang asia 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 16 Nectariniidae 28. Anthreptes singalensis Burung-madu belukar 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 29. Arachnothera flavigaster Pijantung tasmak 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 30. Arachnothera longirostri Pijantung kecil 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 31. Hypogramma hypogrammicum Burung-madu rimba 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267 17 Oriolidae 32. Irena puella Kacembang gadung 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267 18 Phasianidae 33. Argusianus argus Kuau raja 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267 34. Rollulus rouloul puyuh sengayan 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 19 Picidae 35. Blythipicus rubiginosus Pelatuk pangkas 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 36. Celeus brachyurus Tukik tikus 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 37. Meiglyptes tritis Caladi batu 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214

1 2 3 4 5 6 7 8 9

38. Picus miniaceus Pelatuk merah 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 20 Podargidae 39. Batrachostomus poliolophus Paruh-kodok kepala-pucat 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 21 Psittacidae 40. Psittinus cyanurus Nuri tanau 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(17)

22 Pycnonotidae 41. Alophoixus bres Empuloh janggut 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 42. Ixos malaccensis Berinji bergaris 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 43. Pycnonotus Brunneus Merbah mata-merah 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 44. Pycnonotus erythropthalmos Merbah kacamata 5 0,025 -3,674 -0,093 0,343 45. Pycnonotus nieuwenhuisi Cucak gelambir-biru 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142

46. Pycnonotus simplex Merbah corok-corok 5 0,025 -3,674 -0,093 0,343

47. Tricholestes criniger Brinji rambut-tunggir 6 0,030 -3,491 -0,106 0,371 23 Silviidae 48. Orthotomus atrogularis Cinenen belukar 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 49. Phylloscopus borealis Cikrak kutub 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 24 Sittidae 50. Sitta frontalis Munguk beledu 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267 25 Timaliidae 51. Eupetes macrocerus Sipinjur melayu 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 52. Macronous ptilosus Ciung-air pongpong 5 0,025 -3,674 -0,093 0,343 53. Malacocinla malaccenses Pelanduk ekor-pendek 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 54. Malacopteron affine Asi topi-jelaga 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 55. Malacopteron cinereum Asi topi-sisik 20 0,102 -2,287 -0,232 0,531 56. Malacopteron magnirostre Asi kumis 11 0,056 -2,885 -0,161 0,465 57. Malacopteron magnum Asi besar 4 0,020 -3,897 -0,079 0,308 58. Pellorneum capistratum Pelanduk topi-hitam 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 59. Stachyris erythroptera Tepus merbah-sampah 9 0,046 -3,086 -0,141 0,435 60. Stachyris maculata Tepus tunggir-merah 6 0,030 -3,491 -0,106 0,371 61. Stachyris nigricollis Tepus kaban 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 26 Trogonidae 62. Harpactes diardii Luntur diard 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 27 Turdidae 63. Copsychus stricklandi Kucica ekor-kuning 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142

Total : 197 1 -283,921 -3,730 14,788

Lampiran 2. Keanekaragaman Burung Jenis Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

No Famili Nama Latin Nama Indonesia terbuka Areal Pi(n/N) ln Pi Pi lnPi (lnPi)Pi 2

1 Alcedinidae 1. Ceyx erithacus

Udang api 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 2. Halcyon coromanda Cekakak merah 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

2 Bucerotidae 3. Aceros undulatus Julang emas 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

3 Campephagidae 4. Hemipus hirundinae Jingjing batu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

5. Pericrocotus igneus Sepah tulin 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330 6. Pericrocotus flammeus Sepah hutan 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

4 Capitonidae 7. Megalaima crysopogon Takur gedang 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

8. Calorhamphus fuliginosus Takur apis 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

5 Chloropseidae 9. Chloropsis cochinchinensis Cica-daun sayap-biru 11 0,086 -2,454 -0,211 0,518

1 2 3 4 5 6 7 8 9

6 Columbidae 10. Treron olax Punai kecil 20 0,156 -1,856 -0,290 0,538

7 Cuculidae 11. Centropus bengalensis Bubut alang-alang 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

12. Phaenicophaeus chlorophaeus Kadalan selaya 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 13. Phaenicophaeus curvirostris Kadalan birah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 14. Phaenicophaeus javanicus Kadalan kembang 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330 15. Phaenicophaeus sumatranus Kadalan saweh 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

(18)

8 Dicaeidae 16. Dicaeum chrysorrheum Cabai rimba 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 17. Dicaeum cruentatum Cabai merah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 18. Dicaeum trigonostigma Cabai bunga-api 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330 19. Prionochilus maculatus Pentis raja 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

9 Dicruridae 20. Dicrurus annectans Srigunting gagak 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

21. Dicrurus paradiseus Srigunting batu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

10 Eurylaimidae 22. Cymbirhynchus macrorhynchos Sempur-hujan sungai 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

11 Laniidae 23. Lanius cristatus Bentet coklat 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

24. Lanius tigrinus Bentet loreng 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

12 Muscicapidae 25. Muscicapa dauurica Sikatan bubik 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

26. Philentoma pyrhopterum Philentoma sayap-merah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 27. Rhinomyias umbratilis Sikatan-rimba dada-kelabu 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

13 Nectariniidae 28. Anthreptes singalensis Burung-madu belukar 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

29. Arachnothera flavigaster Pijantung kecil 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270 30. Hypogramma hypogrammicum Burung-madu rimba 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

14 Oriolidae 31. Irena puella Kacembang gadung 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

15 Picidae 32. Dryocorpusjavensis Pelatuk ayam 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

33. Hemicircus concretus Caladi tikotok 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270 34. Picus mentalis Pelatuk kumis-kelabu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

16 Pycnonotidae 35. Alophoixus phaeocephalus Empuloh irang 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

36. Pycnonotus Brunneus Merbah mata-merah 8 0,063 -2,773 -0,173 0,480 37. Pycnonotus cyaniventris Cucak kelabu 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330 38. Pycnonotus erythropthalmos Merbah kacamata 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 39. Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk 4 0,031 -3,466 -0,108 0,375 40. Pycnonotus simplex Merbah corok-corok 8 0,063 -2,773 -0,173 0,480 41. Pycnonotus tympanis Cucak mutiara 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 42. Setornis criniger Empuloh paruk-kait 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 43. Tricholestes criniger Brinji rambut-tunggir 4 0,031 -3,466 -0,108 0,375

17 Silviidae 44. Orthotomus atrogularis Cinenen belukar 5 0,039 -3,243 -0,127 0,411

18 Timaliidae 45. Macronous gularis Ciung-air coreng 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

46. Malacopteron cinereum Asi topi-sisik 6 0,047 -3,060 -0,143 0,439

19 Turdidae 47. Copsychus saularis Kucica kampung 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

Total : 128 1,000 -197,527 -3,419 12,670

Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006 USU Repository © 2006

Gambar

Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Habitat  Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur, Taman Nasional Gunung  Leuser

Referensi

Dokumen terkait

atau orang yang ditugaskan oleh direktur/pimpinan perusahaan dengan membawa surat tugas dari direktur/pimpinan perusahaan dan kartu pengenal. Demikian disampaikan, atas

Hasil observasi tindakan siklus 1 ditemukan data tentang ketuntasan individual dan klasikal siswa di Kelas IV SDN 6 Bangkir dalam menulis paragraf pada tabel di bawah

Dengan adanya keadaan keharmonisan keluarga yang berbeda-beda, ada yang harmonis dan ada yang kurang/tidak harmonis dan keadaan itu menjadi faktor ekstern yang akan

Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir

The Embassy of the United States of America avails itself of this opportunity to renew to the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia

Pengaruh Aplikasi Media Komputer Coreldraw Terhadap Peningkatan Belajar Menggambar Tabung Untuk Anak Tunarungu Kelas X SMALB.. Universitas Pendidikan Indonesia |

From the classroom observation, it can be concluded that the active teachers’ use of English gave most of the students positive influence on their activeness in the class, strong

dapat diakses secara luas oleh masyarakat, dan juga untuk menghindari plagiarisme. Berdasarkan surat edaran dari Kemenristek Dikti dan untuk meningkatkan kualitas