• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. sadari. Pedophilia merupakan jenis pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. sadari. Pedophilia merupakan jenis pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BENTUK - BENTUK TINDAK PIDANA PEDOPHILIA DAN

KETENTUAN HUKUMNYA DALAM UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO. UU NO. 35 TAHUN 2014 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UU PERLINDUNGAN ANAK A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pedophilia

Pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak seringkali hadir tanpa kita sadari. Pedophilia merupakan jenis pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual itu, dapat dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu:

1. Bentuk pelecehan seksual yang tergolong ringan, yang bagi pelaku tidak dikenai sanksi (seductive behaviour) ataupun perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan. Perbuatan-perbuata tersebut dapat berupa:59

a. lelucon seks, menggoda secara terus menerus dengan kata-kata tentang hal-hal yang berkaitan dengan seks.

b. memegang ataupun menyentuh anggota tubuh, terutama organ reproduksi orang lain dengan tujuan seksual.

c. secara berulang berdiri dengan dekat sekali atau hingga bersentuhan badan antar orang.

d. membuat atau mengirimkan gambar-gambar, kartun, atau hal lainnya yang terkait dengan seks.

59

BKKBN, Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi : Pelecehan

(2)

e. menunjukkan gerak-gerik tubuh, tatapan mata, atau ekspresi lain yang memiliki maksud atau tujuan seksual.

f. melakukan tindakan yang mengarah ke perilaku seksual dengan unsur pemaksaan, misalkan mencium atau mengajak berhubungan seksual.

2. Bentuk pelecehan seksual yang tergolong berat dan bagi si pelaku dikenakan sanksi atau ancaman hukuman (sexual coercion). Perbuatan itu berupa pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual (pemerkosaan) dan melakukan kekerasan, termasuk memukuli atau menendangi, untuk memaksa agar orang lain menuruti keinginan seksual sang pelaku kekerasan.

Selain dua kategori pelecehan seksual diatas, terdapat tiga golongan bentuk tindak pidana pedophilia yaitu:

1. Bentuk Visual : tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam dan gerak-gerik yang bersifat seksual.

2. Bentuk Verbal : siulan, gosip, guraua seks dan pernyataan yang bersifat mengancam.

3. Bentuk Fisik : sentuhan, cubitan, menepuk menyenggol dengan sengaja, meremas dan mendekatkan diri tanpa diinginkan.

Bentuk-bentuk tindak pidana pedophilia memiliki cakupan yang sangat luas, antara lain:60

1. perkosaan

60

(3)

Perkosaan adalah perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan seksual dengan cara memaksa anak sebagai korban untuk melakukan hubungan seksual.

2. sodomi

Sodomi merupakan perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan seksual saat menyetubuhi anak dengan cara melakukan penetrasi alat kelamin ke dalam lubang dubur.

3. oral seks

Oral seks merupakan perilaku seksual menyimpang dengan memaksa korban memasukkan alat kelamin pelaku ke dalam mulut korban secara berulang-ulang.

4. sexual gesture

Sexual gesture merupakan pelecehan seksual dengan bahasa tubuh yang dirasakan melecehkan, merendahkan dan menghina.

5. sexual remark

Sexual remark adalah pelecehan seksual dengan mengungkapkan gurauan-gurauan bernada porno (humor porno) atau lelucon-lelucon cabul pada anak dibawah umur.

6. pelecehan seksual

pelecehan seksual bisa dalam bentuk tindakan, ucapan, tulisan, gambar atau gerakan tubuh yang dinilai memiliki tujuan seksual seperti :

(4)

b. colekan, cubitan atau tepukan di bagian tubuh tertentu;

c. memegang tubuh, atau bagian tubuh lain dan dirasakan sangat tidak nyaman bagi korban;

d. Berusaha mencium atau mengajak berhubungan seksual;

e. Pemaksaan berhubugan seksual dengan iming-iming atau ancaman kekerasan atau ancaman lainnya agar korban bersedia melakukan hubungan seksual dan sebagainya.

B. Ketentuan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pedophilia Menurut UU No.23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pedophilia

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan objektif.61 Tetapi ada juga yang merinci unsur-unsur tindak pidana yang diambil berdasarkan rumusan undang-undang.62

Pengertian unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya. Sedangkan unsur-unsur objektif adalah unsur-usur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu

61

P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 193.

62

(5)

di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari pelaku itu harus di lakukan.63

a. Van Apeldoorn

Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai unsur-unsur tindak pidana:

Menurut Apeldoorn, bahwa elemen delik itu terdiri dari:

1) Elemen objektif, yang berupa adanya suatu kelakuan atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum (orechtmatig/wederrechtelijk)

2) Elemen subjektif, berupa adanya seorang pembuat (dader) mampu bertanggung jawab atau dapat dipersalahkan (toreke-ningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu.64

b. E. Utrech

E. Utrech menyebutkan apakah seseorang mendapat hukuman bergantung pada dua hal, yaitu:

1) Harus ada suatu kelakuan yang bertentang dengan hukum – anasir objektif.

2) Seorang pembuat (dader) yang bertanggungjawab atas kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu – anasir subjektif.65

63

P.A.F. Lamintang, Op.cit., hlm. 193.

64

Mohammad Ekaputra, Op.cit., hlm. 103-104.

65

E. Utrech, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, Universitas, Bandung, 1960, hlm. 77.

(6)

c. Moeljatno

Menurut Moeljatno unsur-unsur atau elemen-elemen yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana adalah:

1) Kelakuan dan akibat (perbuatan)

2) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan pidana 3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

4) Unsur melawan hukum yang objektif 5) Unsur melawan hukum yang subjektif.

Tetapi, secara umum unsur-unsur tindak pidana terdiri dari :66 a. Unsur-unsur subjektif, yaitu:

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;

3) Macam-macam maksud atau oggmerk seperti yang terdapat misalnya dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dll;

4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbeddacte raad seperti yang misalnya terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

5) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan dan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP. b. Unsur-unsur objektif, yaitu:

66

(7)

1) Sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid)

2) Kualitas dari si pelaku, misalnya jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan Pasal 398 KUHP. 3) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai

penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Keseluruhan unsur delik atau tindak pidana tersebut merupakan satu kesatuan dalam satu tindak pidana yang menyebabkan tersangka atau terdakwa dapat dihukum atas perbuatan atau kesalahannya.

Tindak Pidana pedophilia sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling sedikit 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah)”

Adapun unsur-unsur dari tindak pidana pedophilia adalah sebagai berikut:

a. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari : 1) Unsur barang siapa:

Yang dimaksud dengan unsur barang siapa adalah setiap orang yang merupakan subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas segala perbuatan yang dilakukan serta dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

(8)

Pengertian barang siapa menunjukkan adanya subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban) yaitu orang atau badan hukum. Unsur barang siapa membuktikan adanya orang sebagai pelaku tindak pidana pedophilia.

2) Unsur dengan sengaja (dolus atau culpa)

Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah kehendak atau niat yang terkandung secara sadar atas perbuatan yang dilakukannya.Menurut KUHP, kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.

Pada umumnya unsur kesengajaan dibedakan ke dalam tiga bentuk sikap batin yang menunjukkan tingkatan dari kesengajaan, yaitu:67

a) kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) untuk mencapai suatu tujuan (dolus directus)

Kesengajaan sebagai maksud adalah perbuatan yang dilakukah oleh pelaku atau terjadinya suatu akibat dari perbuatan tersebut adalah memang menjadi tujuan pelaku. Tujuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan tidak ada yang dapat menyangkal bahwa pelaku pantas dikenai hukuman pidana. Dengan kata lain, pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat dari perbuatannya yang

67

(9)

menjadi pokok alasan dirinya dijatuhi ancaman hukuman pidana.

b) kesengajaandengan sadar kepastian(opzet met zekerheidsbewustzijn atau noodzakkelijkheidbewustzijn)

Kesengajaan dengan sadar kepastian adalah apabila pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari perbuatan pidana. Tetapi pelaku tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan tersebut. Maka dari itu, sebelum sungguh-sungguh terjadi akibat dari perbuatannya, pelaku hanya dapat mengerti atau dapat mendugabagaimana akibat dari perbuatannya nanti atau apa yang turut mempengaruhi terjadinya akibat perbuatan itu.

c) kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis atau voorwaardelijk-opzet)

Kesengajaan dengan kemungkinan berarti apabila dengan dilakukannya perbuatan atau terjadinya suatu akibat yang dituju itu maka disadari bahwa adanya kemungkinan akan timbul akibat lain. Dalam hal ini, ada keadaan tertentu yang semula mungkin terjadi kemudian ternyata benar-benar terjadi.

Unsur dengan sengaja dalam tindak pidana pedophiliadilakukan oleh orang dewasa sebagai pelaku tindak pidana tersebut adalah

(10)

termasuk ke dalam kesengajaan sebagai maksud. Terdapat unsur kesengajaan sebagai maksud adalah bahwa pelaku dengan sengaja menghendaki melakukan perbuatan menyimpang tersebut dengan maksud untuk mewujudkan kepuasan seksual yang abnormal, atas kehendak sendiri secara sadar tanpa adanya paksaan dari orang lain dan mengetahui bahwa perbuatan itu dapat menimbulkan akibat pada korban tindak pidana pedophilia.

b. Unsur-unsur objektif, terdiri dari:

1) Unsur memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak

Bahwa yang dimaksud anak disini adalah seorang yang belum berusia18 tahun atau belum pernah kawin. Yang mana dalam usia yang dini tersebutseorang anak belum dapat mengerti tetang tindakan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pedophilia tersebut dan dianggap belum mampu menanggung resiko yang akan menimpa dirinya nanti, seperti cidera fisik atau bahkan trauma psikis yang jelas-jelas hal itu akan berimbas pada psikologis anak tersebut.

2) Unsur untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul

Bahwa yang dimaksud melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul adalah telah terjadinya tindak pidana pedophilia

(11)

yang dilakukan oleh seorang pedofil terhadap korban. Baik itu diri pelaku itu sendiri yang melakukan ataupun orang lain yang melakukannya.

2. Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pedophilia

Penggunaan istilah sanksi sendiri diartikan sebagai penjatuhan pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana daan hukuman pidana.

Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pelaku delik itu.68

Penentuan jenis ancaman pidana, penjatuhan dan pelaksanaan pidana berhubungan erat dengan tujuan pemidanaan. Tujuan pemidanaan harus menjadi patokan.69 Setelah tujuan pemidanaan ditetapkan, barulah ditetapkan jenis dan bentuk apa yang paling tepat bagi pelaku kejahatan. Dalam hal perumusan sanksi juga harus melalui tahapan perencanaan yang strategis. Perumusan jenis sanksi dalam peraturan perundang-undangan pidana yang kurang tepat dapat menjadi faktor berkembangnya kriminalitas.70

68

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 186.

69

Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 85.

70

(12)

Berdasarkan tujuannya, sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa (bijzonder lead) kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Selain ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap pelaku, sanksi pidana juga merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku.71

a. Pidana pokok

Hukum pidana Indonesia mengenal dua jenis pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, yakni:

1) Pidana mati 2) Pidana penjara 3) Pidana kurungan 4) Pidana denda b. Pidana tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu 2) Perampasan barang-barang tertentu 3) Pengumuman putusan hakim

Penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pedophilia telah diatur secara khusus dalam UU Perlindungan Anak, yang mengutamakan perlindungan terhadap anak sebagai korban atas penyimpangan seksual tersebut. Selain UU Perlindungan Anak, KUHP dan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga telah mengatur sebelum mengenai tindak pidana pedophilia. Namun dalam KUHP tidak memperhatikan bahwa yang menjadi korban dari

71

(13)

tindak pidana pedophilia adalah seorang anak, dimana seharusnya sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana pedophilia lebih berat bilamana dibandingkan korbannya adalah orang dewasa. Dalam upaya kebijakan penangulangan tindak pidana pedophilia melalui sara penal, setidaknya dalam UU Perlindungan Anakterdapat 2 jenis sanksi, yaitu :

1. Sanksi Pidana Penjara

Ancaman hukuman pidana bagi pelaku penyimpangan seksual dalam tindak pidana pedophilia dalam UU Perlindungan Anak ialah dengan hukuman penjara maksimal 15(lima belas) tahun, sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan pasal 82 UU Perlindungan Anak.

Apabila dibandingkan dengan penyimpangan seksual yang diatur dalam KUHP yang ancaman pidananya adalah tujuh tahun penjara, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 290 ayat 2 KUHP yang berbunyi :

“Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui, atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu di kawin”

Penjatuhan sanksi pidana terhadap tindak pidana pencabulan dalam Pasal 290 ayat 2 KUHP lebih ringan dibandingkan dengan yang diatur dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak, karena pada pasal pencabulan tersebut tidak terdapat unsur yang memberatkan yaitu tidak adanya unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. Adapun alasan yang

(14)

menyebabkan lebih beratnya ancaman pidana yang dijatuhkan pada tindak pidana pedophilia dalam pasal 82 UU Perlindungan Anak adalah bahwa keadaan sadar dan sengaja tanpa adanya unsur paksaan dari pihak lain, melakukan pencabulan terhadap anak dengan diiringi melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan kepada korbannya. Adanya unsur kekerasan inilah yang dirasakan sangat merugikan orang lain khususnya korban, sehingga dapat menambah kesalahan yang dilakukan si pelaku atas perbuatan pencabulannya.

Adanya niat yang terkandung dalam hati pelaku dandikehendaki secara sadar atas apa yang dilakukannya, dengan segala macam bujukan, rayuan hingga sampai pada ancaman kekerasan yang mengakibatkan cideranya anak korban tersebut merupakan alasan pemberat penjatuhan pidana dalam tindak pidana pedophilia sebagaimana yang diatur dalam UU Perlindungan Anak. Sebagai ketentuan waktu pemuasan seksualnya yaitu pada saat anak tersebut lengah dengan segala macam bujuk dan rayuan akan diberi sesuatu untuk menggoda anak tersebut dan merasa ketakutan karena adanya ancaman paksaan untuk melayani nafsunya, dengan ancaman-ancaman ringa hingga pada ancaman-ancaman kekerasan, bahkan sampai tega akan membunuhnya jika nafsunya tidak dilayani dan mengancam agar perbuatan pelaku tersebut tidak diadukan atau diceritakan kepada orang tua korban,teman ataupun orang lain.

(15)

Pidana denda itu merupakan jenis pidana pokok yang ketiga di dalam hukum pidana Indonesia yang pada dasarnya hanya dapat dijatuhkan bagi orang-orang dewasa.72

Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu undang-undang yang bersifat nasional yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan terhadap anak, yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.Namun UU Perlindungan Anak (khususnya tentangpenyimpangan seksual terhadap anak) dirasa masih kurang keberadaannya. Dimana kurang adanya ketegasan terhadap sanksi yang dikenakan kepada pelakubilamana korbannya adalah seorang anak-anak. Dimana bagi anak itu sendiri,setiap kejadian (kejahatan) yang dialami dapat

Pidana denda dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak “.... dan denda paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah)” dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana pedophilia berdasarkan putusan hakim adalah bermaksud untuk biaya pengobatan korban yang terciderai kehormatannya. Tidak hanya cidera fisik yang akan dialami oleh korban, termasuk juga psikologisnya yang sangat berpengaruh bagi masa depan korban karena dapat menyebabkan trauma yang mendalam bagi korban.

C. Ketentuan Hukum Baru Terhadap Perlindungan Anak Pasca Lahirnya UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Anak

72

(16)

mempengaruhi keadaan jiwa serta perilaku anak disaat anak tumbuh menjadi dewasa.

Kejahatan seksual terhadap anak merupakan salah satu kejahatan terhadap anak yang menjadi perhatian publik yang akhir-akhir ini banyak terjadi di sekeliling kita, bahkan terkadang dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan sang anak yang selama ini kita tidak pernah sangka-sangka, seperti kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya (baik ayah kandung maupun ayah angkat), bahkan pada tahun 2014 ada kasus yang menggemparkan dunia pendidikan yakni adanya kejahatan seksual yang terjadi disalah satu sekolah yang konon kabarnya "bertaraf internasional" yang "diduga" dilakukan oleh oknum pendidik, serta masih banyak kasus kejahatan seksual lainnya yang terjadi diberbagai pelosok nusantara.73

Pelaku kejahatan seksual pada tahun 1996 yang terjadi di Jakarta yang dilakukan oleh Robot Gedek yang menyodomi 8 (delapan) orang anak dan selanjutnya membunuh anak-anak tersebut dan dari pengakuannya Robot Gedek mengaku puas dan merasa tak bersalah dan tidak takut masuk penjara apalagi Tindak pidana pedophilia awalnya dianggap tabu dan menjadi aib yang luar biasa, namun seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi,pedophilia sudah dianggap sesuatu hal yang tidak tabu lagi. Bahkan pelaku tindak pidana pedophilia, adalah pelaku-pelaku yang mempunyai trauma masa lalu.

73

PN Palopo, “Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak” Op.cit., (diakses 5 Maret 2016, pukul 2:43 WIB)

(17)

dosa. Semua itu dilakukan demi kepuasaan seksnya dan pelaku mengaku pusing kepala apabila dalam sebulan tidak melakukan perbuatan tersebut.74

“Robot telah hidup di jalanan semenjak dia umur empat tahun. Selama hidup di jalanan itulah dia berhadapan dengan kekerasan. Sewaktu usianya masih belia Robot Gedek seringkali menerima cacian, penghinaan, pukulan, tendangan dari orang tuanya dan dari orang dewasa lain yang berada di sekitarnya. Selain sering mendapat serangan fisik, pada masa kecilnya, Robot Gedek juga sering mendapat serangan seksual dari orang dewasa, diperkosa dan disodomi secara brutal.”75

Kasus lain yang tidak kalah hebohnya terjadi pada tahun 2014 dimana jumlah korban pedophiliadengan pelaku Andri Sobari alias Emon (24 tahun), telah mencapai 110 anak. Robot Gedek dan Emon mempunyai trauma masa lalu dalam hal pelecehan seksual. Keduanya menjadi korban tindak pidana pedophilia pada masa lalunya, yang mengakibatkan terbentuk dalam alam bawah sadar suatu sindrom libido yang menempatkan orang dewasa selain pemilik cinta dan kasih sayang, juga sebagai pemilik kekuasaan. Kekuasaan itulah yang dipahami oleh Emon dan Robot Gedek sebagai representasi kasih sayang seksual terhadap anak.76

Maraknya kasus-kasus kejahatan seksual tersebut menjadi perhatian publik, sehingga publik pun mendesak agar hukuman bagi pelaku kejahatan seksual khususnya tindak pidana pedophilia lebih diperberat dan ketentuan minimalnya dinaikkan.

74

Anonim, “Kasus Sodomi Robot Gedek.” Diterbitkan pada tahun 2009:

http://www.museum.polri.go.id/lantai2_gakkum?robotgedek.html(diakses 5 Maret 2016, pukul

7:48 WIB)

75

Abdi Husairi Nasution, “Seks Yang Aneh.” Diterbitkan pada tahun 2010:

http://id.shvoong.com/society-and-news/culture/2006554-seks-yang-aneh/ (diakses 5 Maret 2016,

pukul 9:35 WIB)

76

(18)

Undang-undang Perlindungan Anak yang lama (UU No. 23 Tahun 2002) menetapkan ancaman pelaku tindak pidana pedophilia hanya diancam dengan pidana maksimal 15 (lima belas) tahun, minimal 3 (tiga) tahun dan denda maksimal Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan minimal Rp60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Perlindungan Anak diubah dengan ancaman pidana maksimal 15 (lima belas) tahun, minimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal sebanyak Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Yang lebih khusus dalam undang undang ini adalah jika pelaku pemerkosaan atau pencabulan dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga pendidik maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Perlindungan Anak, yaitu:

“(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014, yang berbunyi sebagai berikut:

“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”

(19)

Pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak khususnya tindak pidana pedophilia dalam UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Perlindungan Anak bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak.

Referensi

Dokumen terkait

Sebab lain yang menyebabkan perlakuan panjang entris ini berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan panjang entris adalah cepatnya pembentukan kalus dan graft

Jika kondisi benar maka i sama dengan 0 lalu memasuki kondisi i lebih kecil dari blocks , jika kondisi benar maka akan di buat inisialisasi yaitu block sort

Untuk melakukan Edit data pada modul ABK Faskes Rumah Sakit, tujuannya untuk memperbaiki data hasil entry atau menambah SDMK lainnya. langkah-langkah edit data hasil

Pendahuluan - Mengucapkan Mengucapkan salam salam -- Berdo¶a Berdo¶a -- Absensi Absensi -- Apresiasi Apresiasi -- Memotivasi Memotivasi Siswa Siswa -- Menyampaikan Menyampaikan

Adapun hasil penelitiannya: (1) Standar pencapaian perkembangan anak sudah baik tetapi hasil capaian perkembangan baru hasil observasi dan penilaian kegiatan pagi sampai

Hasil penelitian terdiri dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa terdiri pendapatan desa, yang masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat yaitu

1. Bahasa Leukon adalah salah satu bahasa dari 3 bahasa asli yang ada di pulau Simeulue,bahasa Sigulai atau Sibigo. Masyarakat tuturnya meliputi 2 desa yaitu

Kajian hubungan pemerintahan dapat diuraikan ke dalam tiga bagian penting yaitu kajian tentang pemerintah sebagai yang memerintah, masyarakat yang diperintah serta hubungan antara