• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MAKANAN IKAN TAWES (Puntius javanicus) DI SUNGAI LINGGAHARA KABUPATEN LABUHANBATU, SUMATERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN MAKANAN IKAN TAWES (Puntius javanicus) DI SUNGAI LINGGAHARA KABUPATEN LABUHANBATU, SUMATERA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MAKANAN IKAN TAWES (Puntius javanicus) DI SUNGAI

LINGGAHARA KABUPATEN LABUHANBATU, SUMATERA

Erni Dian Fisesa

Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan dan Perikanan Surel: [email protected]

ABSTRAK

Kajian makanan ikan tawes dilakukan di Sungai Linggahara. Pada kawasan Sungai Linggahara terdapat kawasan wisata. Kegiatan wisata ini meyebabkan terjadinya kerusakan habitat karena pengelolaan lingkungan atau kawasan wisata tidak berbasis tentang keberadaan spesies. Hal ini berpengaruh terhadap pola kebiasaaan makanan. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2017 sampai Juli 2017. Pengambilan contoh ikan menggunakan alat tangkap berupa jala berukuran panjang tiga meter, jaring insang dengan tiga mata jaring ( ¾ , 1 ½ dan 2 inchi) berukuran panjang 20 m dan lebar 2 meter. Pengambilan sampel ikan dilakukan padatiga titik sampling yaitu bagian hulu, tengah dan hilir yang terdiri atas 3 stasiun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji komposisi makanan ikan keterkatikan antara komposisi kimiawi dan kandungan energi makanan dengan tingkat kematangan gonad, mengkaji pengaruh wisata terhadap komposisi makanan. Hasil tangkapan ikan tawes selama penelitian berjumlah 215 ekor. Jumlah tangkapan tertinggi berada di stasiun hulu dengan rata-rata ukuran panjang ikan disemua stasiun 75-315 mm. Ikan tawestermasuk ikan omnivore cenderung herbivore dengan jenis makanannya berupa fitoplankton, tumbuhan air, detritus, insekta, ikan, gastropoda dan krustase. Kata kunci :Puntius javanicus, kebiasaan makanan, Sungai Linggahara

PENDAHULUAN

Penelitian dilakukan selama 4 bulan mulai Maret hingga Juli 2017 di Sungai Linggahara yang masih termasuk kawasan hulu; secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan contoh ikan menggunakan alat tangkap berupa jala berukuran panjang tiga meter, jaring insang dengan tiga mata jaring ( ¾ , 1 ½ dan 2 inchi) berukuran panjang 20 m dan lebar 2 meter, dan electrofishing. Penelitian mencakup kegiatan di lapangan (pengambilan sampel ikan) yang dilanjutkan dengan pengamatan kebiasaan makanan ikan tawes. Analisanya makanan dilakukan di Laboratorium umum Budidaya Perairan.

Di laboratorium setiap ikan contoh diukur panjang totalnya sampai milimeter terdekat. Ikan dibedah dan saluran pencernaan dikeluarkan dari rongga perut. Analisis kimia makanan ikan tawesdilakukan berdasarkan Sungai Linggahara merupakan kawasan hulu sungai yang mengaliri beberapa sungai di Labuhanbatu. Potensi sumber daya ikan di Sungai Linggahara belum banyak diketahui, Salah satu jenis ikan yang terdapat di Sungai Linggahara dan merupakan ikan konsumsi bernilai ekonomis penting adalah ikan tawes Nama ilmiah ikan tawes telah mengalami penurunan dan jumlah popolasi. Ikan tawes memiliki tinggi badan 2,4 – 2,6 kali panjang standar. Moncong ikan tawes runcing, mulutnya terletak di ujung terminal (tengah), dan mempunyai dua pasang sungut yang sangat kecil. Permulaan sirip punggung berhadapan dengan sisik garis rusuk yang ke 10. Ikan tawes berwarna keperak-perakan, warna sisik di bagian

(2)

punggung lebih gelap, sedangkan warna sisik di bagian perut putih. Dasar sisik berwarna kelabu dengan sirip gelap (Susanto, 2000).

Ikan tawes merupakan ikan asli Indonesia dengan nama “Putuhan atau Bander Putihan“. Ikan tawes dapat dibudidayakan dengan baik mulai dari tepi pantai (di tambak air payau) sampai ketinggian 800 m di atas permukaan air laut, dengan suhu air optimum antara 25 –30C. Ikan tawes merupakan penghuni sungai dengan arus deras. Tubuhnya yang langsing dan tinggi disiapkan untuk menghadapi kondisi alam perairan yang berarus deras. Ikan tawes dapat juga menerima makanan tambahan seperti sisasisa dapur, dedak dan bungkil. Tawes tergolong sebagai ikan pemakan tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa nelayan, bahwa ada indikasi penurunan populasi ikan tawes. Hal ini ditunjukkan dengan hasil tangkapan yang mulai menurun. Sementara itu, informasi mengenai aspek biologi dan ekologi ikan tawes masih terbatas terlebih lagi untuk populasi yang terdapat pada kawasan hulu Sungai Linggahara. Dalam rangka merumuskan strategi pengelolaan sumber daya ikan tawesyang tepat agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan diperlukan ketersediaan data dasar yang cukup diantaranya aspek biologi dan ekologi di habitat alaminya. Salah satu aspek kajian bioekologi ikan yang penting diketahui untuk pengelolaan adalah kebiasaan makanan ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kebiasaan makanan ikan tawesdi Sungai Linggahara.

METODE PENELITIAN

Tingkat kematangan gonad (TKG) I hingga IV. Masing-masing sampel dilakukan analisis proksimat: kadar air, lemak/lipida, protein dan abu sedangkan kadar karbohidrat ditentukan berdasarkan hasil analisis (AOAC, 1984). Makanan dari saluran pencernaan dikeluarkan dan jenisnya diidentifikasi menggunakan buku Davis (1955) dan Needham dan Needham (1962), kemudian diukur volume masing-masing organisme yang teridentifikasi. Analisis kebiasaan makanan dengan menggunakan indeks bagian terbesar (Natarajan dan Jhingran 1961) dalam (Effendie 1979) mengikuti persamaan:

dimana Vi = Persentasi volume satu macam makanan (%),Oi= Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%),Σ= frekuensi kejadian seluruh macam makanan (%), IPi=

Index of Preponderence (%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi Hasil Tangkapan Ikan tawes

Ikan tawes merupakan ikan hasil tangkapan utama di perairan Sungai Linggahara. Alat tangkap yang umumnya digunakan oleh nelayan adalah jaring insang. Selama pengambilan contoh ikan, penulis melibatkan nelayan yang biasanya menangkap ikan didaerah Sungai Linggahara. Adanya kawasan wisata didaerah hulu menyebabkan adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan pada masing-masing stasiun. Jumlah ikan tawes yang tertangkap selama empat bulan penelitian adalah 215 ekor. Jumlah ikan paling banyak tertangkap selama penelitian terdapat pada stasiun hulu (54 ekor), selanjutnya stasiun hilir (70 ekor) dan stasiun tengah (91 ekor). Perbandingan ikan jantan dan betina pada stasiun hilir, tengah dan hulu adalah berturut-turut 0.26:0.74; 0.30:0.70 dan 0.43:0.57.

(3)

Makanan Ikan tawes

Hasil analisis isi lambung seluruh ikan contoh ikan yang diperoleh pada tiga stasiun penelitian (n= 215 ekor) menunjukkan bahwa sebagian besar dalam kondisi berisi makanan, kecuali 3 lambung yang ditemukan dalam kondisi kosong. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh bahwa isi lambung terdiri dari fitoplankton,tumbuhan air, insekta, gastropoda, krustase, ikan dan detritus serta lumut. Komposisi makanan yang terdapat pada ikan tawesselengkapnya disajikan pada Tabel 1. Jenis makanan ikan tawes yang ditemukan di stasiun hilir lebih beragam dibandingkan jenis makanan ikan tawes dari stasiun tengah dan hulu.

Tabel 1. Jenis-jenis makanan yang ditemukan pada usus Ikan tawes Komposisi Jenis Makanan

Stasiun hilir Stasiun tengah

(Waduk) Stasiun hulu Bacillariophyceae Diatoma,Amphipora, Campylodiscus, Cocconeis, Coscinodiscus,Cyclot ella, Melosira,Navicula, ,Pinnularia, Rhizosolenia, Surirella,Synedra, Gyrosigma dan Frustulia. Bacillaria,Diatom, Navicula,Nitzschia, Pinnularia,Rhizosolen ia,Surirella,Synedra, Gyrosigma dan Frustulia. Diatoma,Navicul a Nitzschi, Tabellaria, Pinnularia, Rhizosolenia, Surirella,Coccon eis dan Synedra.

Chlorophyceae Pediastrum,Characiu m, Chlorobotrys, Cladophora,Crucigen ia, Phacus,Protococcus, Scenedesmus dan Microspora. Zygnemopsis, Pediastrum, Closterium,Microspor a, Scenedesmus,Polycisti sdan Oedogonium Ankistrodesmus, Botryococcus, Characium, Chlorobotrys, , Closteriopsis, Crucigenia, Phacus, Protococcus, dan Scenedesmus Cyanophyceae Oscillatoria,Rivularia , Pleurosigma, Gleoetrichi. Oscillatoria, Rivularia, Pleurosigma, Gleoetrichia, Spirulina. Oscillatoria, Rivularia, Pleurosigma,

(4)

Potongan ikan,

Gastropoda, Potongan insekta, Tumbuhan air, dan detritus. Potongan ikan, Gastropoda, Potongan insekta Tumbuhan air, Potongan krustase dan detritus. Gastropoda, Potongan insekta Tumbuhan air, Potongan krustase dan detritus.

Tabel 2. Komposisi makanan ikan tawesberdasarkan ukuran Makanan Kelas Ukuran (mm) 64-77 78-91 92-105 10 6-119 12 0-133 13 4-147 14 8-161 16 2-175 17 6-189 19 0-203 20 4-217 21 8-231 23 2-245 Bacillarioph yceae 0,07 4,12 7,02 5,29 2,43 2,43 4,14 19,50 41,21 22,86 9,67 6,49 24,12 Clorophycea e 62, 29 87, 00 65, 11 63, 28 62, 93 62, 93 36, 70 33, 51 27, 54 43, 52 44, 65 32, 70 49, 90 Cyanophyce ae 14, 43 2,4 0 2,8 4 0,6 2 5,6 6 5,6 6 10, 14 0,6 1 0,0 9 0,0 5 1,9 4 8,7 9 0,0 0 Tumbuhan Air 0,04 0,48 0,00 0,00 0,33 0,00 1,78 0,04 0,64 0,02 0,45 3,06 0,00 Insekta 21, 39 4,0 0 24, 00 29, 69 24, 68 24, 68 47, 03 28, 82 21, 02 20, 71 39, 92 40, 78 15, 67 Gastropoda 0,56 0,00 0,11 0,84 0,95 0,95 0,00 17,40 9,33 8,97 1,13 0,81 0,00 Ikan 1,0 0 0,0 0 0,5 3 0,0 0 0,0 0 0,3 3 0,0 0 0,0 2 0,1 8 3,2 7 1,7 0 6,5 6 6,1 9 Crustacea 0,0 0 2,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,5 4 0,0 0 0,0 0 4,1 2 Detritus 0,22 0,00 0,40 0,29 3,02 3,02 0,22 0,08 0,00 0,06 0,54 0,80 0,00

Hubungan antara komposisi jenis makanan dengan ukuran panjang ikan tawes disajikan pada Tabel 2. Ikan dikelompokkan dalam 11 kelompok dengan selang 16 mm. Pembagian dalam 11 kelompok terkait erat dengan ukuran ikan yang lambungnya berisi organisme makanan.

(5)

Fenomena perubahan makanan seiring dengan bertambahnya ukuran tubuh terjadi pada ikan tawes Makanan utama ikan tawesyang berukuran kecil (64-80 mm hingga 98-114 mm) adalah fitoplankton dan insekta. Makanan utama kelompok ikan ukuran besar (115-131 mm hingga 234-250 mm) adalah fitoplankton, tumbuhan air, insekta, gastropoda, ikan dan krustase. Sejalan perubahan ukuran tubuh ikan, juga diikuti dengan semangkin bervariasinya jenis makanan yang dimakan ikan tawes.

Perubahan makanan ikan tawes di Sungai Linggahara sejalan dengan perubahan ukuran tubuh. Komposisi makanan yang dikonsumsi ikan sering mengalami variasi dengan berubahnya ukuran ikan (Platell et al. 1997; Hajisamae 2009; Lecchini dan Poignonec 2009). Hal ini terutama berlaku pada ikan karnivora dan omnivora, sedangkan pada ikan planktivora tidak (Rahardjo et al. 2006). Pola konsumsi yang berubah seiring dengan bertambahnya ukuran ikan juga ditemukan pada ikan Maccullochella peelii peelii dan Macquaria ambigua (Tonkin et al. 2006); Otolithes ruber (Rahardjo 2007); Leiognathus equulus (Simanjuntak dan Rahardjo 2008) dan Saurida tumbil (Rahardjo et al. 2009). Perubahan makanan sejalan dengan perubahan pertambahan ukuran tubuh juga terjadi pada ikan keperas (Cyclocheilichthys apogon) di Sungai Musi (Hedianto et al. 2010)

Berdasarkan analisis isi lambung, ikan tawes di Sungai Linggahara tergolong ikan omnivore. Hal ini dikarenakan ditemukan organisme hewani dan nabati. Selanjutnya ikan ini juga memiliki panjang usus yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang tubuhnya. Berdasarkan hasil penelitian Ridwan (1977), ikan yang memakan 72.62% organisme nabati, dan 15.52% organisme hewani dan detritus 11.79%, ikan tawesdigolongkan ikan herbivore, meskipun bukan herbivore 100%.

Kebiasaan Makanan Berdasarkan TKG pada setiap Stasiun

Hasil analisis isi lambung yang dilakukan berdasarkan TKG pada setiap stasiun, menunjukkan bahwa ikan tawes selama dalam pematangan gonadnya melakukan pemilihan jenis makanan yang dikomsumsinya pada tiap tingkatan TKG. Ikan tawespada TKG I di setiap stasiun memakan, makanan yang sama yaitu fitoplankton dan insekta, namun semakin meningkatnya TKG makanan ikan mulai bervariasi dan setiap stasiun memiliki komposisi makanan yang berbeda, terlihat pada Tabel 3, pada stasiun hilir untuk TKG II hingga IV komposisi makanan yang dimakan untuk komposisi nabati masih sama seperti TKG I yaitu fitoplankton, namun untuk komposisi hewani berbeda bukan hanya insekta. Ikan tawespada TKG II hingga IV mulai meningkatkan komposisi hewani yaitu gastropoda dan ikan.

(6)

Hilir Tengah Hulu Komposisi

Makanan I II III IV I II III IV I II III IV Bacillariophy ceae 8,05 6,01 45,5 0,86 7,16 11,0 1 40,0 3 17,8 8 2,31 4,87 31,3 4 35,2 7 Clorophyceae 73,8 9 65,3 7 36,9 1 27,8 3 67,5 0 46,7 2 24,1 6 5,28 64,69 54,1 3 33,5 7 33,4 8 Cyanophycea e 0,99 7,42 0,37 7,22 3,94 3,06 0,53 1,69 1,63 4,98 0,58 0,00 Insekta 20,9 2 0,36 0,19 23,2 0 20,9 8 36,3 1 22,1 6 0,00 30,50 27,9 0 19,4 8 6,02 Detritus 0,15 0,16 1,22 0,00 0,40 0,89 0,00 0,00 0,68 6,95 0,00 0,00 Tumbuhan Air 0,00 4,29 0,62 0,39 0,20 0,67 0,00 0,00 0,20 0,58 1,72 4,94 Potongan Ikan 0,00 0,00 13,4 4 0,46 0,00 1,22 0,82 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lumut 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,07 12,1 1 15,1 7 0,00 0,00 0,00 0,00 Komposisi makanan ikan tawes berdasarkan TKG pada setiap stasiun mengalami perubahan dengan adanya kenaikan kematangan gonad. Hal ini terlihat dengan adanya perubahan komposisi hewan yang terus meningkat hingga TKG IV pada setiap stasiun, serta dengan adanya konsumsi gastropoda yang meningkat dari TKG II hingga TKG IV. Berdasarkan hal tersebut ikan ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi gastropoda untuk memenuhi kebutuhannya. Perubahan komposisi makanan ikan tawesmenggambarkan adanya kebutuhan protein yang tinggi dalam menyokong keberlangsungan reproduksinya. Hal ini erat kaitannya dengan kebutuhan material energi untuk metabolisme maupun untuk perkembangan gonad.

Komposisi Kimia Makanan Ikan tawes TKG III Pada masing-masing Stasiun Pengamatan

Hasil analisis kimia makanan ikan tawes TKG III pada tiap stasiun ternyata menghasilkan jumlah kalori yang berbeda, hal ini disajikan pada Tabel 4. Perbedaan kandungan kalori berkaitan erat dengan komposisi makanan yang dimakan ikan pada setiap stasiun pengamatan, mendapatkan sampel isi lambung guna dianilisis kandungan kimianya pada semua stasiun pengamatan membutuhkan sampel sebanyak 80 ekor ikan tawes

(7)

Tabel 4 Komposisi kimia makanan ikan tawes yang ber TKG III di setiap stasiun pengamatan

Stasiun

Komposisi

Lemak (%) Protein (%) Karbohidrat (%) Jumlah Kalori (kkal/gr) Hilir 7,11 47.68 20.05 5,98 Tengah 11.31 29.66 50.81 6,06

Hulu 14.74 20.11 3,89 4,78

Kandungan energi (kalori) makanan ikan tawespada TKG III di setiap stasiun berbeda hal ini terlihat jelas pada Tabel 4 di atas. Perbedaan jenis makanan dan persentase komposisi makanan yang dikonsumsi ikan sangat mempengaruhi jumlah kalori yang dikandung oleh makanan tersebut. Kandungan energi makanan yang tertinggi yaitu pada stasiun tengah, ikan memakan nabati sebanyak 59% dan hewani 41%, dengan komposisi makanan yang dimakan berupa fitoplankton, insekta, krustase, ikan dan detritus serta lumut. Stasiun hilir menghasilkan kalori makanan yang lebih besar dibandingkan stasiun hulu. Hal ini berkaitan dengan komposisi makanan ikan yang dimakan. Ikan pada stasiun hilir memakan nabati sebanyak 85% dan hewani sebanyak 15%, dengan komposisi berupa fitoplankton, ikan, insekta, gastropoda, tumbuhan air, dan detritus. Pada stasiun hulu jumlah kalori yang dihasilkan dari makanan ikan berTKG III paling kecil dibandingkan jumlah kalori stasiun tengah dan stasiun hilir. Ikan tawespada stasiun hulu memakan nabati 69% dan hewani 31% dengan komposisi makanan berupa fitoplankton, gastropoda, insekta, tumbuhan air ,dan detritus. Ada dugaan bahwa di stasiun hulu terdapat persaingan dalam memanfaatkan makanan hewani sehingga komponen hewani yang dimakan oleh tiap individu ikan menjadi rendah (sedikit).

Komposisi Kimia Makanan Ikan tawes berdasarkan TKG di Stasiun Hulu

Tabel 5 Komposisi kimia dan kandungan energi makanan ikan tawesberdasarkan TKG di stasiun hulu Komposisi TKG Lemak (%) Protein (%) Karbohidrat (%) Jumlah Kalori (Kkal/gr) I 25.38 17.82 47.61 5.6 II 30.67 37.0 29.66 6.18 III 14.74 20.11 33.50 5.90 IV 21.31 19.06 57.81 5.65

(8)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jumlah kandungan energi makanan pada TKG I dan II lebih tinggi dibandingkan III dan IV. Kandungan energi makanan yang lebih besar ditemukan pada ikan ber TKG I dan II. Jumlah kalori yang ada selain digunakan dalam persiapan vitelogenesis, kandungan energi makanan juga akan disimpan sebagai material energi tubuh. Material energi tersebut akan disimpan pada hati dan otot yang akan digunakan pada proses metabolisme untuk menyokong proses reproduksi. Penurunan kandungan kalori pada ikan ber TKG III dan IV diduga berkaitan dengan telah dicukupinya kandungan energi yang disimpan di tubuh kelebihan berada pada TKG I dan II. Kamler (1992) menyatakan bahwa nilai kalori pada tubuh ikan yang sedang bertelur memasuki TKG yang lebih tinggi menyebabkan jumlah kalori didalam tubuh berkurang karena sebagian kalori digunakan untuk pematangan gonad. Dridi et al. (2007) menyatakan bahwa pada Oyster terjadi penurunan berat otot dan faktor kondisi pada saat proses pematangan gonad. Penurunan material energi tubuh berkaitan dengan tidak tercukupinya asupan energi dari makanan untuk metabolisme tubuh serta perkembangan gonad. Hal ini sejalan dengan pendapat Bransden et al. (2007) yang menyatakan bahwa penurunan kandungan material energi pada tubuh pada induk ikan Latris lineata mengindikasikan ikan ini tidak mendapatkan asupan energi total yang dibutuhkan dari makanannya. Selanjutnya jumlah kalori makanan pada TKG IV akan kembali mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi karena selama proses reproduksi biasanya ikan membutuhkan lebih banyak energi yang bukan saja diperuntukkan untuk produksi gamet (Miller diacu dalam Wootton 1985). Wootton (1985) menyatakan bahwa kebutuhan energi kemungkinan juga termasuk untuk perkembangan karakter seksual sekunder seperti warna dan bentuk morfologis tubuh menjelang pemijahan.

KESIMPULAN

1. Ikan tawes termasuk ikan omnivora yang cenderung herbivora dengan makanan utamanya adalah fitoplankton.

2. Kandungan energi makanan pada tiap TKG berbeda.

3. Kawasan wisata berpengaruh terhadap komposisi dan kandungan energi makanan. Komposisi makanan pada stasiun tengah lebih bervariasi dan kandungan energi per gram makanan lebih tinggi, serta menghasilkan faktor kondisi yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984 . Official Methods of Analysis. Inc . Virginia. USA.

Afrianto E. dan Liviawaty E. 2005 . Pakan Ikan: pembuatan, penyimpanan, pengujian, pengembangan, Penerbit Kanisius. 148 hal.

(9)

Bransden MP, Battaglene SC, Goldsmid RM, Dunstan GA, Nichols PD. 2007. Broodstck condition, egg morphology and lipid content and composition during the spawning season of captive striped trumpeter, Latris lineata. J.Aquaculture. 268 : 2-12.

Chookajorn T, Duangsawadi S, Chansawang B, Leenanond Y, Sricharoendham. 1999. The fish population in Rajjaprabha reservoir Thailand. In Van Densen MLT dan Morris MJ (Eds.).

Fish and fisheries of lakes and reservoirs in Southeast Asia and Africa. Otley: Westbury

Academic dan Scientific Publishing. 95-102.

Dridi S, Romdhane MS, Elcafsi M. 2007. Seasonal variation in weight and biochemical composition of the Pasific oyster (Crassostrea gigas) in relation to the gametogenic cycle and environment condition of the Bizert lagoon, Tunisia. J Aguaculture 263: 238-248.

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.112 hal.

Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. Chapman and Hall, New York,p.155-158.

Hadisusanto S, Tussanti I, Trijoko. 2000. Komunitas ikan di Sungai Linggahara Hulu Wonosobo Jawa Tengah dalam Sjafei DS et al. (eds.). Prosiding Seminar Nasional

Keanekaragaman Hayati Ikan I: 35-36.

Helfman GS. 2007. Fish conservation a guide to understanding and restorating global aquatic

biodiversity and fishery resources. Washington: Island Press. 570 pp.

Hajisamae S. 2009. Trophic ecology of bottom fishes assemblage along coastal areas of Thailand. Estuarine, Coastal and Shelf Science 82:503-514.

Hedianto DA, Affandi R, Aida SN. 2010. Komposisi dan luas relung makanan ikan keperas (Cyclocheilichthys apogon Valenciennes, 1842) di Sungai Musi. Jurnal Iktiologi

Indonesia 10(1):73-81.

Kamler E. 1992. Early life history of fish and energetic approach. London. Chapman and Hall (Fish and Fisheries Series 4).

Kottelat M. 1999. Nomenclature of the genera Barbodes, Cyclochelichthys, Rasbora, and

Chonerhinos (Teleostei: Cyprinidae and Tetraodontidae), with comment on the definition

of the first reviser. The Raffles Bulletin of Zoology 47(2): 591-600.

King HR, Pankhurst NW. 2004. Ovarium growth and plasma sex steroid an vitellogenin profiles during vitellogenesis in Tasmania female Atlantic Salmo salar. Aquaculture 219: 797– 813.

Kartamihardja ES. 2008. Perubahan komposisi komunitas ikan dan faktor-faktor penting yang memengaruhi selama empat puluh tahun umur Waduk Ir. Djuanda. Jurnal Iktiologi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kebisingan di Jalan Raya Ciomas serta menentukan jenis pagar vegetasi dan dinding tembok yang paling efektif sebagai

Wilayah Kota Tarakan merupakan salah satu dari 3 (tiga) Cekungan Tersier utama yang terdapat di bagian timur continental margin Kalimantan (dari utara ke selatan : Cekungan

(i) pengawasan terhadap pelaksanaan pembinaan disiplin dan tata tertib, termasuk pelaksanaan pengamanan dan pengawalan serta sidang disiplin dan hukuman disiplin di

Oleh karena itu, dikembangkan Risk Based Inspection method kedalam bentuk perangkat lunak yang user friendly dan mudah dipergunakan serta sesuai dengan data

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dibicarakan di bab V di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca puisi siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri

Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan risiko yang dapat terjadi selama melakukan transfer pada pasien dengan sakit berat / kritis via menggunakan

Hasil dari penelitian ini yang menggunakan Return on Equity (ROE) untuk mengukur profitabilitas adalah Hasil pengujian variabel DER, PL pada taraf signifikansi α = 0,05

Sedangkan untuk sisi petugas aplikasi monitoring jentik nyamuk memerlukan PC yang dapat digunakan untuk menjalankan aplikasi desktop, dari berbagai macam kebutuhan