• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK PT. PUPUK ISKANDAR MUDA KEPADA MASYARAKAT KORBAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK PT. PUPUK ISKANDAR MUDA KEPADA MASYARAKAT KORBAN PENCEMARAN LINGKUNGAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK PT. PUPUK ISKANDAR MUDA KEPADA MASYARAKAT KORBAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

THE IMPLEMENTATION OF ABSOLUTE RESPONSIBILITY OF PUPUK ISKANDAR MUDA LTD. COMPANY ON ENVIRONMENTAL POLLUTION VICTIMS

Oleh: Marlia Sastro *) ABSTRACT

Article 88 of Law Number 32 Year 1997 on the Protection and Environmental Management governing strict liability. PT PIM is a company that produces urea, in addition, it also produces waste that can pollute the environment. Environmental pollution has been detrimental to the public around the plant, thus PT. PIM must be responsible directly and immediately. Form of strict liability conducted by PT. PIM to the victims of pollution in the form of compensation and treatment. While the efforts undertaken by public law in the settlement of pollution disputes through out of court settlement involving Muspika Dewantara district, while the settlement is done through the courts.

Keywords: Absolute Responsibility, Environmental Victim.

A. PENDAHULUAN

Kegiatan pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh individu ataupun sekelompok individu harus didukung dengan adanya sumber daya alam dalam jumlah besar, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat. Perusahaan sebagai agen ekonomi yang virtual mempunyai peran penting dalam perekonomian, proses produksi, distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat melalui pengelolaan faktor -faktor produksi seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan kapital yang terdapat dalam masyarakat. Proses produksi yang tidak sesuai dapat menimbulkan dampak bagi lingkungan dan masyarakat seperti tercemarnya lingkungan akibat penggunaan bahan

berbahaya dan beracun1.

Berdasarkan Pasal 1 butir 14 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut dengan UUPPLH) dinyatakan bahwa:

*)

Marlia Sastro, Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh.

1

Marlia Sastro, 2009, Pertanggungjawaban Perdata Perseroan Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup, Unimal Pres, Lhokseumawe, hlm 2.

(2)

“Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaaanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup”.

Selanjutnya, pertanggungjawaban (responsibility) terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat dibebankan kepada pelaku baik secara individu maupun badan hukum. Tanggung jawab (liability) yang dilakukan dapat berupa ganti kerugian terhadap kerusakan yang ditimbulkan maupun upaya perbaikan terhadap lingkungan ( compensation for pollution

damage)2.

Selanjutnya, dalam Pasal 88 UUPPLH dinyatakan bahwa:

“setiap orang yang tindakannya, usahanya dan/atau kegiatannya mengunakan B3, menghasilkan dan/atau mengolah limbah B3 dan/atau menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, setiap orang dan badan hukum yang melakukan kegiatan menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3) harus bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu melakukan pembuktian.

Keberadaan zona industri di Lhokseumawe merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan karena industri-industri tersebut di samping mempunyai limbah-limbah yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, namun disisi lain juga merupakan asset pemerintah dalam meningkatkan devisa negara. PT. Pupuk Iskandar Muda adalah salah satu industri yang berlokasi di Lhokseumawe, industri yang menggunakan bahan kimia untuk dijadikan pupuk. Di dalam proses produksi juga menghasilkan tiga macam limbah yang terdiri dari limbah padat, cair dan gas yang dapat mencemarkan lingkungan.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan sejak bulan Januari sampai dengan April tahun 2010 telah terjadi beberapa kasus yang disebabkan kebocoran amoniak dan 970 jiwa korban

(3)

yang berada disekitar pabrik. Pihak PT. PIM telah berupaya memberikan ganti rugi berupa uang pengganti dan pengobatan bagi masyarakat yang menjadi korban, walaupun uang pengganti yang diberikan oleh PT. PIM masih belum maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan oleg masyarakat korban pencemaran lingkungan. Penerapan tanggung jawab mutlak yang dilakukan PT PIM merupakan tanggung jawab langsung dan seketika kepada korban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, peneliti ingin menganalisis tentang penerapan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) yang telah dilaksanakan oleh PT. PIM ditinjau dari UUPPLH. Adapun yang menjadi menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan tanggung jawab mutlak yang dilakukan oleh PT. Pupuk Iskand ar Muda kepada masyarakat korban pencemaran?

2. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT. Pupuk Iskandar Muda?

B. PEMBAHASAN

1. Penerapan Tanggung Jawab Mutlak yang dilakukan PT. PIM kepada Masyarakat Korban Pencemaran.

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) merupakan prinsip pertanggungjawaban hukum (liability) yang diterapkan dalam kasus-kasus lingkungan hidup. Prinsip tanggung jawab mutlak diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa “setiap orang yang tindakannya, usahanya dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilakan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”. Berdasarkan ketentuan tersebut jelas bahwa setiap tindakan dan kegiatan yang menggunakan dan/atau menghasilkan B3 yang dapat

(4)

menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup wajib bertanggungjawab apabila terjadi kerugian bagi masyarakat tanpa harus membuktikannya.

Penerapan tanggung jawab mutlak (strict liability) sangatlah penting dalam memberikan ganti kerugian kepada masyarakat yang menjadi korban pencemaran yang dilakukan oleh suatu kegiatan yang berdampak lingkungan. Perusahaan yang melakukan pencemaran akan memberikan ganti kerugian seketika atau langsung atas kerugian yang diderita masyarakat tanpa adanya pembuktian.

Selanjutnya, penerapan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dalam kasus lingkungan terkait dengan salah satu asas yang terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 yaitu asas “pencemar membayar” yang bermakna setiap kegiatan yang berdampak lingkungan yang merugikan masyarakat diwajibkan memberikan ganti kerugian langsung tanpa harus membuktikannya. Hal ini berbeda pula dengan kesalahan yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu adanya unsur “perbuatan melawan hukum (onrechtsmatigedaad)” yang meliputi

pertama, perbuatan itu harus bersifat melawan hukum; kedua, terdapat kesalahan pada pelaku;, ketiga, timbul kerugian; keempat, terdapat hubungan kausalitas antara perbuatan dengan kerugian.

Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, jelas bahwa setiap tuntutan ganti rugi dalam kasus lingkungan harus dilakukan pembuktian terlebih dahulu sebelum memberikan ganti kerugian kepada korban.

PT. Pupuk Iskandar Muda merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi pupuk urea dan menghasilkan limbah berupa gas amoniak. Dalam melakukan kegiatannya PT. PIM telah melakukan pencemaran lingkungan pada tahun 1986 berupa kebocoran gas amoniak yang diakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan yang merugikan masyarakat sekitar perusahaan. Akibat gas beracun yang dikeluarkan maka gas tersebut menyebar ke lokasi pemukiman penduduk yang mengakibatkan masyarakat menghirup langsung sehingga mengakibatkan jatuh pingsan,

mual-mual, muntah, mabuk, pening dan mata terasa pedih.3

(5)

Selanjutnya pada tahun 2010, PT. PIM beberapa kali melakukan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sekitar perusahaan. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka PT. PIM harus bertanggungjawab langsung dan seketika (Strict Liability), artinya PT. PIM tidak harus melakukan pembuktian terlebih dahulu.

Bentuk tanggung jawab mutlak yang dilakukan oleh PT. PIM kepada masyarakat sebagai korban pencemaran berupa uang pengganti dan penggobatan langsung kepada korban di beberapa desa antara lain Desa Blang Naleung Mameh, Desa Tambon Baroh, Desa Tambon Tunong, Desa

Paloh Gadeng dan Desa Krueng Geukueh4. Namun pemberian ganti kerugian yang dilakukan oleh

PT. PIM terhadap masyarakat korban pencemaran berupa uang pengganti dan pengobatan langsung pada saat itu tidak sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh masyarakat, sehingga masyarakat melakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Upaya hukum masyarakat terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT. Pupuk Iskandar Muda

Pemberian ganti kerugian yang telah diberikan oleh PT. PIM kepada korban pencemaran secara langsung tidak berdasarkan kesepakatan bersama sehingga korban mengajukan tuntutan sesuai dengan kerugian yang diderita. Salah satu upaya hukum untuk mendapatkan ganti kerugian atas pencemaran lingkungan dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan, hal ini diatur dalam Pasal 85 (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa:

“ penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:

a. Bentuk dan besar ganti rugi;

b. Tindakan pemuliahan akibat pencemaran dan/atu perusakan;

4

(6)

c. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau;

d. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negative terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan ketentuan tersebut jelas apabila korban keberatan atas ganti kerugian yang telah diberikan oleh PT. PIM dapat melakukan tuntutan melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa

lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak memihak5.

Selanjutnya penyelesaian di luar pengadilan dimaksudkan untuk mencari kesepakatan antara PT. PIM dengan korban pencemaran untuk menentukan besar kecilnya ganti kerugian yang akan diberikan, untuk dilakukannya kesepakatan tersebut dibantu oleh jasa pihak ketiga. Adapun proses penyelesaian di luar pengadilan adalah sebagai berikut:

1) Negosiasi

Pada kasus pencemaran, pihak yang tercemar mengajukan tuntutan kepada pihak pencemar untuk meminta pertanggungjawaban kepada pihak pencemar. Dalam hal ini negosiasi dilakukan untuk membicarakan berapa besar ganti kerugian yang harus dibayar oleh pihak PT PIM kepada masyarakat yang mengalami kerugian atas pencemaran yang dilakukan. Negosiasi dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa pencemaran lingkungan agar cepat terlaksana sehingga tidak merugikan kedua belah pihak dan memakan waktu yang sangat lama.

2) Mediasi (mediation)

Penyelesaian yang dilakukan antara pihak tercemar dengan pihak pencemar dapat menggunakan sistem mediasi sehingga tidak menimbulkan ketidakpuasan bagi para pihak. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ganti kerugian bagi pihak tercemar dalam waktu singkat. Keterlibatan mediator sangat diperlukan untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan, yang bertindak sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa pencemaran ini adalah Muspika Kecamatan Dewantara (Rizwan R, 2011:47).

(7)

3) Arbitrase (Arbiration)

Penyelesaian perkara pencemaran PT PIM dan masyarakat dapat menggunakan arbitrase, hal ini dilakukan karena proses arbitrase sangat singkat dan keputusannya juga bersifat final. Dengan demikian tidak akan merugikan kedua belah pihak, namun belum dapat dilaksanakan mengingat di daerah Nanggroe Aceh Darussalam sendiri belum ada badan arbitrase yang terbentuk. Hal ini sangat menghambat proses penyelesaian sengketa pencemaran yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya di Kabupaten Aceh Utara. Pada saat ini arbitrase merupakan penyelesaian sengketa alternatif yang paling banyak digunakan dibanding dengan penyelesaian sengketa

alternatif yang lainnya6.

Selanjutnya, apabila penyelesaian di luar pengadilan belum mendapatkan putusan yang final maka penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat dilakukan dilakukan melalui pengadilan, hal ini sesuai dengan Pasal 87 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Gugatan atas sengketa pencemaran dapat dilakukan oleh setiap individu, masyarakat, atau organisasi lingkungan terhadap pihak pencemar, hal ini terkait dengan hak setiap orang yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan kewajiban setiap orang memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Gugatan sengketa lingkungan dapat dilakukan bersama-sama (class action) atau gugatan perwakilan ke pengadilan. Gugatan ini dilakukan oleh sekelompok korban pencemaran mewakili sejumlah korban pencemaran lainnya untuk bertindak mengajukan gugatan ke pengadilan

atas kerugian yang diderita, yang memiliki sifat kesamaan masalah, fakta hukum dan tuntutan.7

Lebih lanjut, dalam hal pembuktian sengketa lingkungan di pengadilan, pembuktian dibebankan kepada pihak tergugat dalam hal ini pihak pencemar. Dengan demikian PT PIM sebagai tergugat harus dapat membuktikan apakah PT PIM telah melakukan kesalahan atau tidak yang menyebabkan pencemaran lingkungan hidup sehingga merugikan orang lain.

6

Loc Cit, hlm. 131

7

(8)

Berdasarkan kedua penyelesaian sengketa lingkungan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian apapun yang nantinya diambil oleh kedua belah pihak, PT PIM sebagai pihak pencemar yang telah merugikan masyarakat (lingkungan), maka PT PIM harus bertangungjawab

langsung dan seketika kepada pihak tercemar baik secara materiil maupun immateriil.8 (Marlia

Sastro, 2009: 133).

C. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan tersebut di atas adalah:

1. Prinsip Tanggung jawab mutlak (strict liability) merupakan prinsip yang harus diterapkan dalam sengketa lingkungan, PT PIM sebagai pihak pencemar telah memberikan ganti kerugian secara langsung dan seketika kepada masyarakat korban pencemaran.

2. Upaya hukum masyarakat dalam menyelesaikan sengketa pencemaran adalah melalui penyelesaian di luar pengadilan dengan melibatkan mediator sebagai penengah antara korban pencemaran dengan PT. PIM. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan cara yakni: negosiasi, mediasi. Sedangkan penyelesaian melalui pengadilan tidak dilakukan oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Alvin Syahrin, 2003, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan

Permukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa

Logam, UI Press, Jakarta.

Koesnadi Koesnadi, 1999, Hukum Tata Lingkungan, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Marlia Sastro, 1999, Pertanggungjawaban Perseroan Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup, Unimal Press, Lhokseumawe.

(9)

Munir Fuady, 2000, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Aditya, Bandung.

N.H.T Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Joko P Subagyo, 1999, Hukum Lingkungan Masalah dan Panggulangannya, Rineka Cipta, Jakarta. Otto Soemarwoto, 1997, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan,

Bandung.

PT.PIM, 2003, PT.PIM 21 Tahun, Perjalanan, Tantangan dan Masa Depan, Jakarta: Lourney

Challenge and Future.

Rahmadi Usman, 2003, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung. Syamsul Arifin, 1993, Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, USU Press, Medan. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mendapatkan konsep tapak, dengan perletakan, zoning, orientasi bangunan, sirkulasi serta penempatan vegetasi yang baik, langkah selanjutnya menganalisis konsep

susunon nomq don molo kulioh seperli terconlum podo rompiron berikut: Lornpiron I Progrom Studi Moghter Teknik Sipil.. lompircn 2 Progrom Studi Sl Teknik Sipil Kelos

business-to-business-to-consumer (B2B2C): model EC dimana suatu perusahaan menjual produk atau jasa kepada perusahaan lain yang memiliki konsumennya sendiri.

Berdasarkan gambar 3 menunjukkan nilai posttest kelas kontrol lebih rendah dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di kelas

Bahagian ini terbahagi kepada dua untuk memudahkan pengkaji menganalisis secara khusus akan bentuk pengamalan wanita hamil di Bandar Baru Bangi iaitu pengamalan spiritual

Dengan kondisi kebutuhan akan energi terbarukan pada masa energi fosil mulai menipis saat ini menjadikan penggunaan energi surya untuk memenuhi kebutuhan manusia

Sebagai kemungkinan lain, atau jika larut dalam air, menyerap dengan memakai bahan kering yang tidak giat dan masukkan ke wadah bahan buangan yang tepat.. Buang melalui kontraktor

Praktik Pengalaman Lapangan meliputi semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sabagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh