Jurnal Paedagogy
Volume 3 Nomor 2 Edisi Oktober 2016 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Halaman | ii
JURNAL PAEDAGOGY
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Dewan Redaksi
Pelindung dan Penasihat : Prof. Drs. Toho Cholik Mutohir, MA., Ph.D Penanggung Jawab : Dra. Ni Ketut Alit Suarti, M.Pd
Ketua Penyunting : Drs.Wayan Tamba, M.Pd. Sekertaris Penyunting : Hariadi Ahmad, M.Pd.
Keuangan : Junain Huri
Penyunting Ahli : 1. Prof. Dr. Azis Abdul Wahab, M.Pd. 2. Prof. Dr. Gede Sedamayasa, M.Pd. 3. Prof. Dr. Wayan Maba
4. Dr. Hj. Jumailiyah, M.M. 5. Dr. Gunawan, M.Pd.
Penyunting Pelaksana : 1. Muh. Husein Baysha, S.Pd., M.Pd. 2. Mujiburrahman, M.Pd.
3. M. Ary Irawan, M.Pd.
4. Endah Resnandari Puji Astuti, S.Pd.,M.Pd. 5. Restu Wibawa, M.Pd.
6. Wiwien Kurniawati, M.Pd. Pelaksana Ketatalaksanaan : 1. Hardiansyah, S.Pd., MM.Pd.
2. Jien Tirta Raharja, M.Pd.
Distribusi : Nuraeni, M.Si.
Desain Cover : Muh. Husein Basyha, S.Pd., M.Pd. Alamat Redaksi:
Redaksi Jurnal Paedagogy
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Gedung Dwitiya, Lt.3. Jalan Pemuda No.59 A Mataram Telp.(0370) 638991
Email: jurnal.fip.ikipmataram@gmail.com
Jurnal Paedagogy menerima naskah tulisan penulis yang original (belum pernah diterbitkan sebelumnya) dalam bentuk soft file, office word document (CD/ Flashdisk/ Email).
Jurnal Paedagogy
Volume 3 Nomor 2 Edisi Oktober 2016 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Halaman | iii
JURNAL PAEDAGOGY
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Daftar Isi
HalamanHARIADI AHMAD DAN ALUH HARTATI
Implementasi Buku Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP untuk
Konselor Sekolah ………....…...………..… 65 – 71
MUHAMMAD FAQIH DAN MUJIBURRAHMAN
Model Kepribadian Berkarakter dalam Quran dan Implikasinya bagi
Pendidikan Karakter Anak di Sekolah ……….... 72 – 78 AHMAD MUSLIM
Pengambilan Keputusan Partisipatif Kepala Sekolah di MTs NW Nurul
Ihsan Tilawah ………..………….. 79 – 83
NI KETUT ALIT SUARTI
Bermain Buah Anggur Sambil Belajar Berhitung pada Anak Usia 5-6
Tahun ……….…....…………. 84 – 94
HASTUTI DIAH IKAWATI DAN ZUL ANWAR
Model Diskusi dan Pengaruhnya terhadap Penguasaan Materi Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pendidikan ………...……
95 – 98 RESTU WIBAWA
Efektivitas Penggunaan Media Tiga Dimensi dalam Meningkatkan
Kemampuan Mengenal Benda pada Siswa Tuna Netra ……...………. 99 – 103 I MADE PERMADI UTAMA
The Effects of Three Step Interview Strategy Towards Students’ Speaking Ability ………...……….…..
104 – 109 ANI ENDRIANI
Hubungan Perhatian Orang Tua dengan Motivasi Belajar Siswa …..…..…... 110 – 117 WAYAN TAMBA DAN MOHNAN
Identifikasi Keberhasilan Program Pemberdayaan Perempuan Melalui
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ……….……….. 118 – 124 SUHARYANI, HERLINA, DAN M. KHAMSUL AZANI
Peran Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) dalam Mengembangkan
Kemampuan Membaca Al-Quran bagi Peserta Didik ……….………. 125 – 129
ISSN 2355-7761
Volume 3 Nomor 2 Edisi Oktober 2016
Halaman | 65
IMPLEMENTASI BUKU PANDUAN PELATIHAN SELF ADVOCACY SISWA SMP UNTUK KONSELOR SEKOLAH
Hariadi Ahmad dan Aluh Hartati
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram e-mail: hariadi_memed@yahoo.co.id
Abstrak: Rendahnya keterampilan sosial memicu terjadinya masalah pribadi sosial. Siswa sedang
mengalami perubahan fisik, psikis, dan mengalami fase transisi, kebimbangan jadi diri, dan identitas diri. Perubahan perkembangan bertujuan penyesuaian diri yang positif terhadap lingkungan sekitarnya, memerlukan aktualisasi diri. Keberhasilan siswa dalam penyesuaian diri dengan baik, secara pribadi maupun sosial harus mempunyai kesempatan mengungkapkan minat dan keinginannya. self advocacy merupakan keterampilan yang dimiliki individu dalam mengenali, mengetahui kekurangan, kelebihan, keinginan dan minat, dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung jawab atas segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat diri sendiri dan orang lain. Pengembangan yang bertujuan untuk (1) menghasilkan panduan pelatihan self advocacy yang dikembangkan dengan teknik
Structure Learning Approach yang memenuhi kriteria akseptabilitas (kegunaan, kelayakan, ketepatan
dan kepatutan), dan (2) menghasilkan panduan pelatihan self advocacy yang efektif meningkatkan self
advocacy siswa SMP. Model pengembangan produk menggunakan model Borg & Gall (1983) yang
kemudian dimodifikasi menjadi tiga tahapan pengembangan, yaitu prapengembangan, pengembangan, dan pascapengembangan. Berdasarkan hasil uji ahli yang terdiri dari tiga orang ahli Bimbingan Konseling dan hasil uji pengguna/konselor yang terdiri dari dua konselor terhadap pengembangan panduan pelatihan self advocacy, baik secara kuantitatif dan kualitatif telah memenuhi kriteria akseptabilitas. Oleh karena itu, produk pengembangan panduan pelatihan self advocacy ini dapat dijadikan sebagai panduan konselor untuk membantu siswa dalam aspek pribadi-sosial, khususnya dalam mencapai aspek kemandirian peserta didik. Buku panduan pelatihan self advocacy Siswa SMP untuk konselor yang dihasilkan dalam pengembangan ini terdiri dari: bagian I Pendahuluan, bagian II Petunjuk umum pelatihan, bagian III Prosedur pelatihan, daftar pustaka, dan Instrumen penlaksanaan pelatihan.
Kata kunci: Panduan Self Advocay, Konselor.
PENDAHULUAN
Pendidikan dasar dirancang oleh pemerintah untuk mendukung pemerataan pendidikan yang mencerdaskan bangsa (Ahmad, 2013). Pendidikan dasar merupakan masa depan yang sangat diperlukan individu untuk hidup, mampu memilih apa yang mereka lakukan, mengambil bagian dalam membagun masa depan secara kolektif, dan terus menerus belajar (Depdiknas, 2007). Bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen pendidikan disekolah mempunyai tujuan membantu pencapaian tugas perkembagan siswa, pengembagan potensi dan pengentasan masalah siswa melalui aspek pribadi-sosial, belajar (akademik) dan karir (ABKIN, 2007).
Konselor sebagai pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah dituntut harus mempunyai sosok
kompetensi konselor yang utuh yang mencakup kopetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan yang merupakan landasan ilmiah dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan (ABKIN, 2007). Salah satu program yang dapat dirancang adalah panduan pelatihan self Advocacy, dalam membantu konselor
Jurnal Paedagogy
Volume 3 Nomor 2 Edisi Oktober 2016 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Halaman | 66
dalam mengembangkan kompetensi profesional konselor.
Rancangan model yang digunakan dalam penyususnan buku panduan pelatihan self Advocacy ini adalah menggunakan model Borg & Gall (1983) yang kemudian dimodifikasi menjadi tiga tahapan
pengembangan, yaitu
prapengembangan, pengembangan, dan pascapengembangan. Pada Tahap pra-pengembangan, yaitu tahap mengkaji dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalah self advocacy pada siswa SMP; Tahap pengembangan yang dilakukan pada tahap ini adalah penyususnan produk; Tahap pasca pengembnagan/uji coba yaitu penyempurnaan produk akhir dan sosialisasi akhir kegiatan uji coba dan evaluasi produk yang meliputi: 1) penilaian oleh ahli, 2) penilaian oleh calon pengguna produk konselor dan siswa; dan Tahap terakhir adalah desiminasi yaitu publikasi panduan yang dihasilkan.
Dalam buku panduan pelatihan self advocacy siswa SMP, di kembangkan beberapa standar kompetensi kemandirian peserta didik antara lain: 1) kematangan emosi, 2) kematangan intelektual, dan 3) kesadaran tanggung jawab sosial. Pada kompetensi perkembangan kematangan emosi, di kembangkan melalui komponen kesadaran diri (self awareness). Kompetensi kematangan intelektual, di kembangkan melalui dua komponen yaitu; a) komponen pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, b) komponen keterampilan komunikasi. Sedangkan kompetensi kesadraan tanggung jawab sosial, dikembangkan melalui komponen kesadaran tanggung jawab (Ahmad, 2013).
Melalui buku panduan pelatihan self advocacy Siswa SMP ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain: (1) memudahkan siswa atau
remaja dalam bersosialisai dan menjalin hubungan dengan orang lain dan lingkungan seusianya maupun di luar lingkungannya secara efektif; (2) Dengan self advocacy siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkan secara jujur dan langsung, maka siswa menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman pada dirinya atau terhadap orang lain; (3) Siswa yang memiliki self advocacy dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atau permasalahan yang dihadapi secara efektif; (4) Dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasan tentang dirinya, lingkungan, meningkatkan kemauan untuk belajar dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya; (5) Membantu siswa atau remaja dalam memahami kelebihan, kekurangan dan bersedia memperbaiki segala kekurangannya, serta bertanggung jawab atas apa yang telah diputuskan (Brinckerhof, 1994, Van Reusen, 1996, Oregon Department of Education, 2001, Astramovich & Harris, 2009).
Berdasarkan need assessment yang dilakukan di Kota Mataram dan kabupaten Lombok Barat kepada 20 konselor sekolah, menghasilkan beberapa kesimpulan bahwa para konselor belum pernah melakukan pelatihan self advocacy dengan alasan-alasan yang relative sama, yaitu; (1) pembinaan yang berkaitan dengan life skills dan sosial skills sudah terintegrasi dengan mata pelajaran, (2) kurangnya alokasi waktu yang diberikan untuk masuk ruangan kelas bagi konselor dianggap sebagai kendala dalam membarikan layanan bimbingan konseling, (3) masih terbatasnya dalam pemahaman dan pentingnya life skills dan sosial skills, (4) belum ada panduan pelatihan self advocacy (Ahmad, 2013).
Halaman | 67
Berdasar pada kepentingan tersebut maka diperlukan buku panduan pelatihan self advocacy bagi siswa SMP yang merupakan langkah stategis dan dapat berfungsi preventif, kuratif maupun pengembangan dan optimalisasi pelaksanaan layanan bimbingan pribadi dan sosial oleh konselor bagi siswa SMP.
METODE PENELITIAN
Model pengembangan yang digunakan dalam pengembangan panduan pelatihan self advocacy ini adalah modifikasi dari model Borg dan Gall (1983). Menurut Borg dan Gall, prosedur penelitian pengembangan
atau Research and Development (R&D) terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan produk, dan (2) menguji keefektifan produk dalam mencapai tujuan. Tujuan pertama disebut sebagai fungsi pengembangan, sedangkan tujuan kedua di sebut sebagai fungsi validasi. Prosedur pengembangan panduan pelatihan self advocacy ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1) Tahap pra-pengembangan, 2) Tahap pengembangan 3) Tahap pasca pengembangan/uji coba. Secara lebih lengkap dapat di lihat pada gambar 1.1 dibawah ini:
Gambar 3.1: Prosedur Pengembangan Self Advocacy Siswa SMP
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Prosedur pengembangan produk yang dikembangkan menggunakan model pengembangan Borg & Gall (1983) dan pelatihannya menggunakan
teknik Structured Learning Approach. Setelah melalui prosedur pengembangan, selanjutnya dihasilkan dua jenis produk pengembangan, yaitu: Buku panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP untuk konselor.
TAHAP I PRAPENGEMBANGAN
Menganalisis panduan pelatihan self advocacy siswa SMP untuk konselor sekolah yang akan dikembangkan dengan mengkaji literatur dan melakukan need assessment.
TAHAP II PENGEMBANGAN
Panduan pelatihan self advocacy untuk konselor sekolah T bagian yang terdiri dari: bagian I pendahuluan, bagian II petunjuk umum pelatihan self advocacy, dan bagian III prosedur pelatihan self advocacy.
TAHAP III
PASCAPENGEMBANGAN (UJI COBA)
BUKU PANDUAN PELATIHAN SELF ADVOCACY SISWA SMP UNTUK KONSELOR SEKOLAH
Revisi
Uji Ahli
Desain : Deskriptif
Subyek : 3 Orang Ahli Bimbingan dan Konseling Instrumen : Angket Penilaian Panduan / Wawancara Analisis Data : Kuantitatif dan Deskriptif Verbal
Uji Kelompok Kecil
Desain : Deskriptif Subyek : 2 Orang Konselor
Instrumen : Angket Penilaian Panduan / Wawancara Analisis Data : Kuantitatif dan Deskriptif Verba
Uji Lapangan Terbatas
Desain : Pretest – posttest one group design Subyek : 8 Orang Siswa
Instrumen : Skala Self Advocacy
Analisis Data : Kuantitatif dan Deskriptif Verbal
Ya Revisi
Ya Tidak
Jurnal Paedagogy
Volume 3 Nomor 2 Edisi Oktober 2016 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Halaman | 68
Buku panduan pelatihan self advocacy Siswa SMP untuk konselor yang dihasilkan dalam pengembangan ini terdiri dari: bagian I Pendahuluan, bagian II Petunjuk umum pelatihan, bagian III Prosedur pelatihan, dan daftar pustaka. Bagian I pendahuluan terdiri atas (A) Pentingnya pelatihan, (B) Keterampilan self advocacy, (C) Manfaat self advocacy, (D) Kompetensi kemandirian peserta didik dalam pelatihan self advocacy, dan (E) Model pelatihan self advocacy. Bagian II petunjuk umum terdiri dari: (A) Menentukan siswa yang mendapatkan pelatihan, (B) Menentukan jenis ketarampilan self advocacy yang akan dilatihkan, (C) Menentukan tujuan pelatihan self advocacy, (D) Menentukan alat pengukuran pelatihan, (E) Menentukan teknik intervensi, dan, (F) Menentukan jadwal pelatihan. Bagian III prosedur pelatihan terdiri atas lima, yaitu: 1) Pembukaan, 2) Komponen I: Kesadaran diri (Self Awareness), 3) Komponen II: Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, 4) Komponen III: Keterampilan Komunikasi, dan 5) Komponen IV: kesadaran tanggung jawab. Pada masing-masing komponen terdiri dari; tujuan umum dan khusus, langkah-langkah pelatihan, materi pelatihan, instrumen pelatihan, dan skala pelatihan.
Uji coba pengembangan panduan pelatihan self advocacy bagi siswa SMP untuk Konselor Sekolah ini dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu: pertama, dilakukan uji ahli oleh tiga orang ahli bimbingan dan konseling. Hasil penilaian yang diperoleh dari uji ahli digunakan untuk melakukan revisi terhadap produk pengembangan serta mendapatkan masukan-masukan dari kekurangan yang ada dalam rancangan panduan sebelum dilaksanakan pada calon pengguna. Kedua uji lapangan kelompok kecil adalah seorang konselor. Ketiga uji kelompok terbatas,
yaitu 8 orang siswa SMP Negeri 16 Mataram. Teknik intervensi yang digunakan dalam pengembangan pelatihan self advocacy ini adalah Structured Learning Approach.
Data hasil penilaian tahap pertama (Uji Ahli Bimbingan konseling)
Uji ahli dilakukan oleh tiga orang ahli bimbingan konseling, uji ahli dilakukan untuk menguji keberterimaan panduan pelatihan self advocacy baik dari aspek keguaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan. Uji ahli dilakukan setelah penyusunan draf panduan pelatihan self advocacy selesai. Penilaian dilakukan melalui angket penilaian dan wawancara. Dengan demikian data yang diperoleh bersifat kuantitatif dan deskriptif verbal. Penilaian yang diperoleh dengan penyebaran angket penilaian kepada tiga orang ahli Bimbingan dan Konseling, untuk mendapatkan penilaian tentang akseptabilitas panduan dilihat dari empat aspek yaitu: keguanaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan panduan pelatihan self advocacy. Berikut ini uraian hasil analisis data tentang aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan oleh ahli dalam rangka uji ahli tersebut, berturut-turut disajikan sebagai berikut:
Aspek kegunaan pelatihan terdiri dari beberapa indikator yaitu: 1) identifikasi pengguna produk, rincian deskriptornya terdiri dari: manfaat panduan pelatihan bagi konselor, manfaat panduan pelatihan bagi siswa. Indikator 2) efek pelatihan, rincian deskriptornya terdiri dari: kesesuaian materi pelatihan dengan standar kemandirian siswa, panduan pelatihan self advocacy dapat membantu konselor meningkatkan self advocacy siswa dengan orang lain, dan panduan pelatihan self advocacy dapat membantu konselor meningkatkan keterampilan interpersonal siswa dengan orang lain. Dari penilaian oleh
Halaman | 69
ketiga ahli, dengen demikian dapat disimpulkan bahwa panduan pelatihan self advocacy membantu siswa dalam meningkatkan hubungan interpersonalnya dengan orang lain. Berdasarkan dengan kategori inter-rater yang telah ditetapkan, maka hasil inter-rater oleh ketiga ahli bimbingan dan konseling sebesar D. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria sangat berguna.
Aspek kelayakan panduan pelatihan terdiri dari indikator: 1) materi pelatihan yang terdiri dari: kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhan siswa, 2) kepraktisan prosedur pelatihan yang terdiri atas: kepraktisan panduan pelatihan dilihat dari teknik pelatihan, waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan pelatihan. Dari penilaian oleh ketiga ahli, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya yang dibutuhkan dalam melaksanakan pelatihan self advocacy, adalah kecil. Berdasarkan dengan kategori inter-rater yang telah ditetapkan, maka hasil inter-rater oleh ketiga ahli bimbingan dan konseling sebesar C. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria layak.
Aspek ketepatan panduan pelatihan terdiri dari indikator perumusan dan penjabaran tujuan analisa kontek yang terdiri atas: 1) ketepatan rumusan tujuan materi pelatihan, 2) ketepatan rumusan tujuan materi pelatihan dengan penjabaran tujuan pelatihan, 3) ketepatan media penunjang dalam pelaksanaan pelatihan, 4) ketepatan penggunaan alat ukur dalam mengungkap tingkat self advocacy siswa. Dari penilaian oleh ketiga ahli, disimpulkan bahwa format skala yang dirancang pada panduan ini tepat dalam membantu siswa menguraikan perkembangan atau kemajuan yang dialami setelah mengikuti pelatihan ini. Berdasarkan
dengan kategori inter-rater yang telah ditetapkan, maka hasil inter-rater oleh ketiga ahli bimbingan dan konseling sebesar C. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria tepat.
Aspek kepatutan panduan pelatihan terdiri dari indikator standar etika dan indikator pertanggungjawaban yang terdiri atas: 1) Penguasaan keterampilan yang terkait dengan pelatihan, 2) Permohonan izin penelitian dan pertanggungjawaban hasil penelitian. Berdasarkan dengan kategori inter-rater yang telah ditetapkan, maka hasil inter-rater oleh ketiga ahli bimbingan dan konseling sebesar C. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria patut.
Data Hasil penilaian tahap ke dua (uji kelompok terbatas/Konselor)
Penilaian tahap kedua (uji kelompok terbatas) diberikan kepada koselor sebagai calon pengguna panduan pelatihan yang dikembangkan. Tujuannya adalah menguji panduan pelatihan self advocacy dari aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan, dan kepatutan. Berdasarkan penilaian konselor dengan menggunakan skala penilaian, ada empat aspek yang dinilai konselor, yaitu kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan. Berikut ini berturut-turut penilaian konselor terhadap keempat aspek tersebut:
Kegunaan panduan pelatihan terdiri dari beberapa indikator yaitu: 1) identifikasi pengguna produk, rincian deskriptornya terdiri dari: manfaat panduan pelatihan bagi konselor, manfaat panduan pelatihan bagi siswa. Indikator 2) efek pelatihan, rincian deskriptornya terdiri dari: kesesuaian materi materi pelatihan dengan standar kemandirian siswa, panduan pelatihan self advocacy dapat membantu konselor meningkatkan self advocacy siswa dengan orang lain, dan panduan
Jurnal Paedagogy
Volume 3 Nomor 2 Edisi Oktober 2016 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Halaman | 70
pelatihan self advocacy dapat membantu konselor meningkatkan keterampilan interpersonal siswa dengan orang lain. Berdasarkan kategori inter-rater yang telah ditetapkan, hasil penilaian kegunaan oleh konselor sebesar C. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria berguna.
Kelayakan panduan pelatihan terdiri dari indikator: 1) materi pelatihan yang terdiri dari: kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhan siswa, 2) kepraktisan prosedur pelatihan yang terdiri atas: kepraktisan panduan pelatihan dilihat dari teknik pelatihan, waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan pelatihan. Berdasarkan dengan kategori inter-rater yang telah ditetapkan, maka hasil penilaian kelayakan oleh konselor sebesar C. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria layak.
Ketepatan panduan pelatihan terdiri dari indikator perumusan dan penjabaran tujuan analisa kontek yang terdiri atas: 1) ketepatan rumusan tujuan materi pelatihan, 2) ketepatan rumusan tujuan materi pelatihan dengan penjabaran tujuan pelatihan, 3) ketepatan media penunjang dalam pelaksanaan pelatihan, 4) ketepatan penggunaan alat ukur dalam mengungkap tingkat self advocacy siswa. Berdasarkan dengan kategori inter-rater yang telah ditetapkan, maka hasil inter-rater ketepatan oleh konselor sebesar C. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria tepat.
Kepatutan panduan pelatihan terdiri dari indikator standar etika dan indikator pertanggungjawaban yang terdiri atas: 1) Penguasaan keterampilan yang terkait dengan pelatihan, 2) Permohonan izin penelitian dan pertanggungjawaban hasil penelitian. Berdasarkan dengan kategori inter-rater
yang telah ditetapkan, maka hasil inter-rater kepatutan oleh konselor sebesar D. Hal ini menunjukkan bahwa panduan pelatihan self advocacy, termasuk kriteria sangat patut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil kajian produk pengembangan dalam penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: Menurut ketiga ahli bimbingan dan konseling dan dua konselor sekolah, secara umum panduan pelatihan yang dikembangkan telah memenuhi kriteria akseptabilitas ditinjau dari: Aspek kegunaan, aspek kelayakan, aspek ketepatan, dan aspek kepatutan.
Saran
a. Konselor sekolah perlu memiliki kompetensi teknis khususnya dalam memimpin sebuah kelompok.
b. Konselor sekolah perlu mempertimbangkan budaya tiap peserta karena bisa terjadi perbedaan budaya antara peserta yang satu dengan yang lainnya. c. Konselor sekolah perlu
memperhatikan kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa sebelum pelatihan berlangsung, agar pelaksanaan pelatihan self advocacy mendapatkan hasil optimal.
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. 2007. Rambu-Rambu Penyelengaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.
Adler, R. B. & Rodman, G. 2006. Understanding Human Communication, Ninth Edition. New York. Oxford University Press.
Halaman | 71
Ahmad, H. 2013. Pengembagan Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP. Malang. Program Studi Bimbingan dan Konseling, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. (Tesis, Tidak diterbitkan)
Astramovich R. L. and Harris K. R. 2007. Promoting Self-Advocacy Among Minority Students in School Counseling. Journal of Counseling & Development. Vol 85: 269-276.
Borg, W. R. and Gall, M. D. 1983. Educational Research an Introduction. Longman Inc., 1560 Broadway, New York, N.Y. 10036.
Brinckerhoff, L. C. 1994. Developing Effective Self-Advocacy Skills in College Bound Students with Learning Disablities. Jurnal Intervention in School and Clinic, Vol 29. No 4: 229-237. Cooper, R. K., dan Sawaf, A. 2002.
Executive EQ Kecerdasan
Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
DuBrin, A, J. 2009. Human Relations Interprersonal Job Oriented Skills. Tenth edition. New jersey. Pearson Prentice Hall.
DuBrin, A, J. 2011. Human Relations for Career and Personal Sucess, Consepts, Application, and Skill. Boston. Pearson Prentice Hall. Goleman, D. 1997. The groundbreaking
book that redefines what it means to be smart, Emotional Intelligence Why it can matter more than IQ. The 10th anniversary edition. New York. Bantam Books.
Goleman, D. 2001. Working Whit Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta. PT Garamedia.
Oregon Department of Education. 2001. Self-Determination Handbook: A Resurce Guide for Teaching and Facilitating Transition and Self-Advocacy Skills. Oregon.Public Service Building. Scheriner. M. B. 2007. Effective
Self-Advocacy: What Students and Special Educators Need to Know. Journal Intervention in School and Clinic. Vol. 42. No.5: 300 – 304.
Solso, R. L. 2008. Psikologi Kognitif (terjemahan). Jakarta. Erlangga. Steele, J M. 2008. Counselor Preparation. Preparing Counseling To Advocate For Social Justice: A Liberation Model. Journal Counselor Education & Supervision. Desember Vol 48: 74 – 85. Van Reusen, A. K. 1996. The
Self-Advocacy Strategy for Education and Transition Planning. Journal Intervention in School and Clinic. Vol. 32. No.1: 49 – 54.
Jurnal Paedagogy
Volume 3 Nomor 2 Edisi Oktober 2016 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Halaman | 130 INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MATARAM
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
Jurnal Paedagogy
Gedung Dwitiya Lt.3. Jln Pemuda 59A Mataram-NTB 83125 Tlp (0370) 638991. e-mail: jurnal.fip.ikipmataram@gmail.com
PEDOMAN PENULISAN
1. Naskah merupakan hasil penelitian atau kajian kepustakaan di bidang pendidikan, pengajaran dan pembelajaran,
2. Naskah merupakan tulisan asli penulis dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya dalam jurnal ilmiah lain,
3. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. 4. Penulisan naskah mengikuti ketentuan sebagai berikut:
Program MS Word
Font Times New Roman
Size 12 Spasi 1.0 Ukuran kertas A4 Margin kiri 3.17 cm Margin kanan 3.17 cm Margin atas 2.54 cm Margin bawah 2.54 cm Maksimum 20 halaman
5. Naskah ditulis dengan sistematika sebagai berikut: Judul (huruf biasa dan dicetak tebal), nama-nama penulis (tanpa gelar akademis), instansi penulis (program studi, jurusan, universitas), abstrak, kata kunci, pendahuluan (tanpa sub-judul), metode penelitian (tanpa sub-judul), hasil dan pembahasan, simpulan dan saran (tanpa sub-judul), dan daftar pustaka.
Judul secara ringkas dan jelas menggambarkan isi tulisan dan ditulis dalam huruf kapital. Keterangan tulisan berupa hasil penelitian dari sumber dana tertentu dapat dibuat dalam bentuk catatan kaki. Fotokopi halaman pengesahan laporan penelitian tersebut harus dilampirkan pada draf artikel.
Nama-nama penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis.
Alamat instansi penulis ditulis lengkap berupa nama sekolah atau program studi, nama jurusan dan nama perguruan tinggi. Penulis yang tidak berafiliasi pada sekolah atau perguruan tinggi dapat menyertakan alamat surat elektronik. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata.
Kata kunci (key words) dalam bahasa sesuai bahasa yang dipergunakan dalam naskah tulisan dan berisi 3-5 kata yang benar-benar dipergunakan dalam naskah tulisan.
Daftar Pustaka ditulis dengan berpedoman pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah IKIP Mataram.