• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Naskah Drama merupakan genre sastra yang disejajarkan dengan puisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Naskah Drama merupakan genre sastra yang disejajarkan dengan puisi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Naskah Drama merupakan genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Naskah drama terdapat perbincangan antar pemeran. Melalui perbincangan tersebut digunakanlah bahasa untuk memahami suatu percakapan. Naskah drama memberikan percakapan-percakapan yang nantinya bakal diterapkan dalam pementasan. Setiap penutur memiliki berbagai cara penyampaian. Setiap penutur mempunyai cara penyampaian atau pengungkapan maksud yang berbeda-beda. Pengungkapan maksud tuturan ada yang secara langsung dan ada pula yang tidak langsung. Maksud tuturan yang disampaikan secara langsung mudah dipahami. Sementara maksud tuturan yang disampaikan secara tidak langsung relatif lebih sulit dipahami karena dapat menimbulkan berbagai interpretasi bagi pendengar.

Maksud tuturan yang disampaikan secara tidak langsung dinamakan implikatur. Implikatur merupakan bagian dari kajian Pragmatik. Dalam suatu komunikasi, didalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu percakapan. Percakapan yang terjadi antar penutur sering kali mengandung maksud-maksud tertentu yang berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan lain yang diungkapkan secara tidak langsung oleh penutur dari tuturannya. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Grice (dalam Mulyana, 2005: 11), implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan apa

(2)

yang sebenarnya diucapkan. Implikatur akan dapat dipahami tergantung konteks yang membangunnya. Hal ini sama dengan apa yang digagaskan oleh Sepora (2017), penafsiran ucapan ironis sangat bergantung pada konteks dan juga berbagai asumsi yang dimiliki oleh pembicara dan penerima. Implikatur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu implikatur percakapan dan implikatur konvensional. Implikatur percakapan adalah tuturan yang tidak mencerminkan maksud sebenarnya dari suatu tuturan. Berbeda dengan implikatur konvensional, implikatur konvensional lebih bersifat umum dan konvensional. Semua orang tahu maksud berdasarkan konvensi yang ada.

Kajian tentang implikatur sebenarnya sudah lama menarik perhatian penulis. Wijana (2001) dalam artikelnya tentang Implikatur dalam Wacana Pojok. Dalam penelitian ini, penulis menemukan adanya fakta tuturan dengan maksud mengkritik, mengecam, memberikan saran dengan cara-cara yang sopan dalam Wacana Pojok. Kemudian Susylowati (2014) dalam artikelnya meneliti tentang Makna Implikatur dalam Percakapan Bahasa Jawa di Kraton Surakarta Hadiningrat. Dalam penelitian ini, penulis menemukan tuturan yang mengandung implikatur baik berupa kritikan, sindiran, nasihat yang dapat disampaikan secara tersirat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kraton Surakarta Hadiningrat. Selanjutnya Wati (2017) dalam artikelnya tentang Implikatur dalam Percakapan Sinetron para Pencari Tuhan. Dalam penelitian ini, penulis menemukan adanya pengambangan dalam prinsip kerjasama, diantaranya maksim kualitas, maksim cara, dan maksim relevansi.

(3)

Pada naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang adegan pertama, penulis menemukan tuturan dari pemeran Petruk sebagai berikut:

Konteks: tuturan disampaikan oleh tokoh Petruk yang mengeluh dengan keadaannya saat itu.

(1) Sejauh mata memandang, sawah luas terbentang, tapi tidak sebidang tanah pun milikku. Padi aku yang tanam, juga aku yang ketam. Tapi tidak segenggam milikku. Bebek tiga puluh ekor, semuanya tukang bertelor. Tapi tidak juga sebutir adalah milikku. Badan hanya sebatang, hampir-hampir telanjang. Hanya itu saja milikku. (ND/WW/P/IK/1)

Tuturan (1) “Badan hanya sebatang, hampir-hampir telanjang. Hanya itu

saja miikku.” yang dituturkan pemeran Petruk dapat ditafsirkan menjadi

bermacam-macam kemungkinan makna oleh pendengar. Tuturan tersebut memiliki makna bahwa penutur merupakan orang yang miskin. “Hampir-hampir telanjang” menggambarkan bahwa orang tersebut tidak memiliki harta benda apa pun. Hanya celana yang mungkin ia kenakan. Disisi lain, dari tuturan tersebut penutur hendak menyampaikan bahwa orang kecil atau orang miskin tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menjadi kuli. Selama ini, gambaran dari orang miskin itu selalu dalam strata terendah dalam kelompok masyarakat.

Namun tidak di mata Tuhan (Allah) bahwa setiap manusia itu memiliki drajat yang sama, hanya perbuatan merekalah yang dapat membedakan drajat setiap manusia. Orang miskin tidak ada bedanya, mereka termasuk makhluk Tuhan. Implikasi yang muncul adalah orang miskin dengan ciptaan Tuhan, dimana orang miskin juga merupakan ciptaan Tuhan. Jadi, sebagai manusia ciptaan Tuhan kita tidak boleh saling menghina, tidak boleh mengeluh

(4)

terhadap apa yang telah diberikan tuhan. Oleh karena itu pemaknaan orang miskin dan ciptaan Tuhan bersifat umum. Dengan demikian, dapat dikatakan tuturan dari pemeran Petruk dalam naskah Drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang mengandung implikatur konvensional menginformasikan.

Naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang ini merupakan saduran dari karya Anton Chekov. Naskah drama ini sudah sering dipentaskan pada berbagai acara teater, salah satunya yaitu teater Pelangi, Karawang. Naskah drama ini menceritakan tipu menipu menjadi suatu hal yang lumrah. Tuturan dalam naskah drama ini mengandung maksud lain dari tuturan sebenarnya. Seperti halnya pada fenomena di atas, tuturan tersebut penulis temukan pada saat membaca naskah drama tersebut. Hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis. Berawal dari ketertarikan tersebut kemudian penulis mencoba menganalisis tuturan dari tokoh dalam naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang.

Pada kesempatan lain, pada adegan kedua dalam naskah drama

Wek-Wek karya Iwan Simatupang, penulis menemukan tuturan dari tokoh

Bagong, tuturan tersebut sebagai berikut:

Konteks: Bagong sedang menyombongkan diri.

(2) Aku orang berada, apa-apa ada. Juga buah dada, itulah beta. Sawah berhektar-hektar, pohon berakar-akar, rumah berkamar-kamar, itulah nyatanya. Kambing berekor-ekor, bebek bertelor-telor, celana berkolor-kolor, film berteknik kolor. Perut buncit ada, mata melotot ada, pelayan ada, pokoknya serba ada. (ND/WW/B/IK/2)

Tuturan (2) yang disampaikan pemeran Bagong mengisyaratkan bahwa ada maksud lain di balik tuturan yang sebenarnya dan dapat mewakili beberapa maksud sesuai konteksnya. Apabila konteks yang digunakan seperti di atas menggambarkan bahwa tokoh Bagong sedang menyombongkan diri, tuturan

(5)

(2) dapat mengimplikasikan bahwa tokoh Bagong merupakan sosok yang kaya dan serba kecukupan. Bagong memiliki segala sesuatu yang orang lain belum tentu punya, Bagong ingin memamerkan kekayaannya tersebut. Kata “perut buncit ada” menjelaskan bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia yang melihat orang dengan perut buncit merupakan orang yang dianggap makmur. “mata melotot ada” menjelaskan bahwa ia memiliki pengawal, seorang pengawal secara umum merupakan seseorang yang selalu menjaga majikannya dan pengawal tersebut seringkali melotot ketika melihat majikannya sedang dipandangi orang lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tuturan dari tokoh Bagong mengandung implikatur konvensional menginformasikan.

Penelitian yang membahas implikatur juga pernah dilakukan oleh Ayesa Pia Sadhora dengan penelitian berjudul Implikatur dalam Tuturan

Acara Sentilan Sentilun di Metro TV yang dilakukan pada tahun 2015,

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dalam penelitian tersebut mendeskripsikan jenis-jenis implikatur yang terdapat pada tuturan tokoh dalam acara Sentilan Sentilun. Sumber data pada penelitian tersebut adalah tuturan dalam acara Sentilan Sentilun. Data dianalisis dengan teori implikatur yang dikaitkan dengan prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan. Dalam pembahasannya konteks dikaitakan dengan fenomena yang terjadi saat itu. Sedangkan pada penelitian ini, penulis menggunakan sumber data berupa naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang dan dalam pembahasannya penulis tidak mengkaitkan konteks dengan fenomena yang terjadi saat itu, melainkan hanya mengacu pada konteks yang terjadi pada naskah drama. Berikut contoh analisis implikatur dalam naskah drama

(6)

Contoh tuturan penulis temukan pada adegan keenam dalam naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang. Tuturan disampaikan oleh tokoh Gareng yang sedang menginformasikan bahwa ia sedang membutuhkan pekerjaan. Tuturan tersebut sebagai berikut.

Konteks: tuturan disampikan ketika Gareng yang berperan sebagai pokrol bambu menemui Petruk yang terkena masalah.

(3) Gareng : Aku sedih melihat orang susah. Aku murka melihat orang marah. Aku membantu orang kejepit, kena urusan berbelit-belit.

Petruk : Ikan dicita, ulampun tiba. Janda dicinta sebab kaya raya. Bapak mau menolong saya yang lagi bingung kena perkara? (ND/WW/G/IP/8)

Tuturan (3) disampaikan oleh tokoh Gareng. Tuturan “Aku sedih melihat

orang susah. Aku murka melihat orang marah. Aku membantu orang kejepit, kena urusan berbelit-belit.”, termasuk implikatur percakapan dengan maksud

menginformasikan. Tuturan tersebut dapat mengisyaratkan maksud tuturan yang bermacam-macam oleh pendengar. Apabila konteks tuturan seperti yang ada di atas maka maksud yang ingin disampaikan adalah untuk memperoleh pekerjaan atau uang, tentu hal itu menjadi sebuah kebalikan dari apa yang dituturkan. Hal itu dapat menunjukan implikasi dari percakapan tersebut yaitu

senang dan pekerjaan. Kata senang memiliki makna perasaan hati yang

sedang berbahagia. Sedangkan pekerjaan memiliki makna sesuatu yang dikerjakan dan menghasilkan uang. Hal tersebut menggambarkan ketika seseorang melihat ada seseuatu yang menghasilkan uang tentu akan merasa senang. Bila melihat konteks di atas ketika Gareng yang bekerja sebagai pokrol bambu tentu tuturan “aku sedih melihat orang susah” akan memiliki maksud lain berupa Gareng sebenarnya senang karena Gareng melihat ada

(7)

pekerjaan yang menghasilkan uang. Sementara ketika konteks tersebut diubah

menjadi tuturan disampikan ketika Gareng yang berperan sebagai teman Petruk yang terkena masalah. Tuturan tersebut akan mengandung implikatur Gareng tenggang rasa ketika melihat temannya sedang mengalami masalah. Dengan demikian tuturan di atas dapat dikategorikan memiliki implikatur percakapan menginformasikan.

Tuturan tersebut dianggap mematuhi maksim relevansi karena dalam percakapan tersebut terjalin kerja sama antara penutur dan mitra tutur. Penutur dan mitra tutur memberikan kontribusi yang relevan terhadap suatu yang sedang dipertuturkan. Dikatakan demikian, karena apabila dicermati secara lebih mendalam, tuturan yang disampaikan tokoh Petruk yakni, “Ikan

dicita, ulampun tiba. Janda dicinta sebab kaya raya. Bapak mau menolong saya yang lagi bingung kena perkara?” merupakan tanggapan atas tuturan

Gareng “Aku sedih melihat orang susah. Aku murka melihat orang marah.

Aku membantu orang kejepit, kena urusan berbelit-belit.” dengan demikian

tuturuan tersebut memiliki relevansi dengan apa yang dipertuturkan tokoh Gareng. Selin itu, tuturan terebut juga memetuhi prinsip kesantunan berupa maksim kesimpatisan. Hal ini ditunjukan dengan tuturan “Aku sedih melihat

orang susah. Aku murka melihat orang marah. Aku membantu orang kejepit, kena urusan berbelit-belit.” yang sudah memaksimalkan sikap simpati.

Contoh lain lagi penulis temukan dalam adegan ketujuh. Tuturan disampaikan oleh tokoh Gareng kepada Bagong pada saat mereka sedang berdebat. Tuturan tersebut sebagai berikut.

(8)

Konteks: tuturan disampaikan gareng kepada bagong ketika mereka sedang berdebat terkait masalah petruk dengan bagong.

(4) Bagong : Maksudnya, kalau kalah perkara saudara masuk penjara?

Gareng : Saya kira, yang akan kalah itu saudara. (ND/WW/B/IP/47)

Berdasarkan percakapan tersebut termasuk dalam jenis implikatur percakapan dengan maksud menegaskan. Apabila konteks tuturan seperti di atas tuturan “Saya kira, yang akan kalah itu saudara.” mengimplikasikan bahwa gareng bermaksud menegaskan bahwa dirinya yakin tidak akan kalah oleh Bagong dan yakin akan memenangkan persidangan. Kata “kira” memiliki makna pendapat yang hanya berdasarkan perasaan. Segala sesuatu yang berdasarkan dengan perasaan pastilah ada keyakinan. Dengan demikian kata “kira” menunjukan adanya keyakinan.

Tuturan (4) apabila dikaitkan dengan prinsip kerjasama termasuk dalam maksim relevansi. Maksim relevansi mengharuskan terjalin kerjasama antara penutur dan mitra tutur dalam bertutur. Penutur dan mitra tutur dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan. Tuturan tersebut termasuk mematuhi maksim relevansi. Dikatakan demikian, karena apabila dicermati lebih mendalam, tuturan yang disampaikan gereng merupakan sebuah tanggapan atas pertanyaan bagong.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, penulis berasumsi bahwa tuturan yang disampaikan dalam naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang memiliki maksud yang berbeda di balik tuturan sebenarnya. Hal tersebut banyak ditemukan pada tuturan tokoh pemeran dalam naskah drama

Wek-Wek karya Iwan Simatupang. Pemelihan adegan, pertama, kedua,

keenam dan ketujuh sebagai fenomena karena penulis menemukan fenomena tersebut pada saat membaca naskah drama. Data pada adegan, pertama,

(9)

kedua, keenam dan ketujuh tersebut diharapkan dapat mewakili implikatur-implikatur yang penulis asumsikan di atas. Untuk mengetahui benar atau tidaknya asumsi penulis tersebut, perlu dilakukan kajian secara empirik. Selain berdasar pada fenomena di atas, penulis juga menganggap penelitian implikatur pada naskah drama belum pernah dilakukan. Oleh kerena itu, penelitian dengan judul “Implikatur dalam Naskah Drama

Wek-Wek Karya Iwan Simatupang” penting untuk diterapkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dapat dirumuskan masalah yaitu:

1. Jenis Implikatur apa saja yang terdapat dalam naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang?

2. Bagaimanakah implikatur percakapan apabila dihubungkan dengan prinsip kerjasama?

3. Bagaimanakah implikatur percakapan apabila dihubungkan dengan prinsip kesantunan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu:

1. Mendeskripsikan jenis implikatur dalam naskah drama Wek-Wek karya Iwan Simatupang

2. Mendeskripsikan implikatur percakapan apabila dihubungkan dengan prinsip kerjasama.

3. Mendeskripsikan implikatur percakapan apabila dihubungkan dengan prinsip kesantunan.

(10)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan di bidang kajian pragmatik khususnya implikatur.

b. Penelitian ini mengkaji implikatur dalam naskah drama, tuturan pemeran. Dengan demikian penelitian ini dapat menambah khazanah mengenai kajian Pragmatik.

c. Penelitian ini memberikan koreksi yang berguna untuk pengembangan bahasa Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa yang membaca, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan tambahan dalam menganalisis sebuah tuturan secara Pragmatik sehingga penelitian selanjutnya diharapkan akan menjadi lebih baik. b. Bagi pengajar bahasa Indonesia, diharpakan penelitian ini bermanfaat

untuk mengembangkan bahan ajar bahasa Indonesia, khususnya dalam memahami maksud yang disampaikan dalam sebuah tuturan. c. Penelitian ini dapat memberi peluang bagi penulis lainnya untuk

meneliti dan mengkaji lebih dalam masalah implikatur pada suatu tuturan serta dapat menginspirasi penulis lain untuk lebih mengembangkannya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah, (1) mendeskripsikan struktur yang membangun naskah Petang di Taman karya Iwan Simatupang dan Satu Bangku Dua Laki-laki karya Triyono; (2)

Petang di Taman karya Iwan Simatupang dan Satu Bangku Dua Laki-laki karya Triyono; (2) mendeskripsikan konflik sosial yang terdapat dalam naskah Petang di Taman

Selain itu, terdapat juga analisis struktural naskah drama monolog Surat Kepada Setan karya Putu Wijaya, bentuk kritik sosial yang ditemukan dalam naskah drama monolog tersebut,

Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1) bagaimana struktur yang membangun naskah drama RT 0 RW 0 Karya

Mendeskripsikan kritik sosial yang dikemukakan oleh Ratna Sarumpaet dalam. naskah drama Pelacur dan Sang Presiden karya

Selain beberapa pemaparan tersebut, yang menjadi alasan dikajinya kedua karya antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM, dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer,

Berdasarkan fenomena – fenomena tersebut, peneliti berasumsi bahwa ada nilai- nilai karakter tertentu yang terdapat dalam kalimat imperatif pada lagu anak-anak. tahun

Dari fenomena-fenomena yang telah ditemukan peneliti, peneliti berasumsi bahwa guru dan siswa di kelas B1 TK Pertiwi I Sumampir banyak menggunakan tuturan yang