• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jihad Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam dan Ansharuddin di Mali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jihad Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam dan Ansharuddin di Mali"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Itulah sumpah yang dilontarkan AS dan mulai dibuktikan lewat serangan ke Somalia pada awal tahun 2007. Tujuannya adalah memusnahkan benih jihad yang bersemi di sana. Mereka khawatir Somalia menjadi safe heaven baru bagi Al-Qaidah dan kelompok jihad lain yang nantinya akan mengancam Barat dan kepentingannya. Prediksi mereka, Al-Qaidah akan memindahkan jihadnya ke Afrika.

Kekhawatiran itu kini mulai terbukti. Tidak sekadar memindahkan, namun justru Foto: Abu Mush’ab Abdul Wadud, Pemimpin AQIM

“Kami akan terus mencegah teroris dari upaya mengeksploitasi wilayah bertuan

mau-pun tak bertuan sebagai tempat perlin-dungan—yaitu dengan mengamankan wila-yah yang membuat musuh kami mampu rencanakan, mengatur, melatih, dan me-nyiapkan operasi mereka. Pada akhirnya, ka-mi akan menghapus sama sekali tempat

per-lindungan tersebut.”

Strategi Kontra-Terorisme Nasional AS (2006)

Jihad Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam

dan Ansharuddin di Mali

A B OU T U S

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian

Syamina (LKS). LKS merupakan

sebuah lembaga kajian inde-penden yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh para pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat.

Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebena-ran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan meni-tikberatkan pada metode ana-lisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang da-lam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penu-lis.Untuk komentar atau per-tanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:

lk.syamina@gmail.com

Jihad Al-Qaidah

Maghrib Islam dan

Ansharuddin di Mali

Berjuang dengan

Bermartabat

Pasang Surut Diplomasi Emirat Islam Afghanistan Dari Arab Spring Menuju Islamic Spring Arahan Stratejik dari Abu Muhammad Al-Maqdisi

E D IS I 3 JU LI 2 0 1 3

(2)

melawan pasukan Salib. Banyak pihak merasa bahwa benua ini belum menemukan peran yang tepat sebagaimana yang diharapkan. Tahap berikutnya dari konflik ini akan menjadi-kan Afrika sebagai ladang pertempuran berikutnya…. Afrika adalah tanah yang subur bagi pertumbuhan jihad dan muja-hidin.”

Anshari menjelaskan beberapa faktor yang membuat Afrika begitu menarik bagi perjuangan Islam berikutnya, di antaranya:

(1) Meningkatnya kekuatan Islam di benua tersebut. (2) Mudahnya pergerakan antarnegara dan di dalam negara

yang pemerintahannya cenderung lemah.

(3) Lemahnya kekuatan militer dan pasukan keamanan lo-cal.

(4) Kemiskinan yang umum terjadi di sana yang memung-kinkan mujahidin untuk memberikan bantuan finansial dan kesejahteraan—satu hal yang nantinya akan memu-dahkan dalam menempatkan operator penting di sana. (5) Satu lagi—yang sangat penting—adalah jarak antara

Eropa dan Afrika Utara yang memudahkan untuk melancarkan serangan ke jantung Barat di Eropa. Selat Gibraltar, yang memisahkan Maroko dan Spanyol hanya membentang seluas 13 km.

(6) Yang tak kalah penting dari jarak geografis adalah akses ke Eropa yang disediakan oleh para simpatisan Islam yang berasal dari imigran Afrika Utara di Eropa Barat. Posisi yang lebih kuat di Afrika akan memberikan Al-Qaidah basis yang kuat untuk melakukan ekspansi lebih jauh lagi, termasuk ke Israel.

Mali: Medan Jihad Paling Bergolak di Afrika Hari Ini

Republik Mali—atau dalam bahasa Prancis disebut Re-publique du Mali—adalah sebuah negara yang terkurung daratan (land locked country) di Afrika Barat, yang sebe-lumnya merupakan jajahan Prancis terbesar kedua di Afrika Barat. Di sebelah utara berbatasan dengan Aljazair, dengan Nigeria sebelah timur, Burkina Faso dan Pantai Gading di sebelah selatan, Giunea di sebelah barat daya, serta Maurita-nia di sebelah barat. Perbatasannya di sebelah utara meman-melakukan ekspansi. Kawasan Af-Pak (Afghanistan-Pakistan)

belum tuntas, kini muncul ladang baru di Yaman, Suriah, dan yang paling aktual, Mali serta kawasan Afrika Utara lainnya. Boko Haram mendeklarasikan diri di Nigeria, Aljazair geger dengan peristiwa penyanderaan ekspatriat asing, dan Mali pun berpotensi menjadi Afghanistan Baru di kawasan Afri-ka—sebuah tempat perlindungan yang memungkinkan Al-Qaidah dan kelompok jihad lainnya untuk berlatih dan me-nyiapkan serangan.

Situasi di Mali seperti “tong mesiu” yang bisa men-imbulkan kegoncangan di wilayah sekitar dan membaha-yakan kepentingan Barat. Menanggapi pertempuran beri-kutnya di Afrika, Perdana Menteri Inggris David Cameron pun memberikan istilah baru dalam perang melawan Islam di Afrika: generational struggle atau “perjuangan generasi”.

“Bersama kawan kita di wilayah tersebut, kita kini berada di tengah sebuah ‘perjuangan generasi’ melawan ideologi Islam yang telah terdistorsi secara ekstrem…. Kita harus menghadang ideologi beracun ini di dalam dan luar negeri, serta menghambat usaha ideologi ini untuk memecah dunia ke dalam benturan peradaban.”

“Empat tahun lalu ancaman utama ekstremis Islam be-rasal dari kawasan Pakistan dan Afganistan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi skala ancaman tersebut. Namun, kini cabang Al-Qaidah telah tumbuh di Yaman, So-malia, dan wilayah Afrika Utara. Wilayah tersebut kini tidak lagi terancam oleh teroris, namun justru menjadi magnet yang akan menarik para jihadis dari berbagai negara untuk berbagi ideologi tersebut.”

Para pimpinan Al-Qaidah sendiri sudah lama merencana-kan untuk membuka ladang jihad di Afrika. Pada bulan Juni 2006, dalam majalah Shada Al-Jihad, seorang penulis yang menamakan dirinya Azzam Al-Anshari menulis sebuah artikel berjudul “Al-Qaidah Bergerak Menuju Afrika”. Dalam artikel tersebut, ia menegaskan nilai strategis Afrika sebagai “tambang emas” yang belum banyak dieksplorasi bagi jihad global.

“Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qaidah dan para mujahi-din mengapresiasi nilai penting Afrika bagi kampanye militer

(3)

HALAMAN 3

jang ke tengah Gurun Sahara.

Republik Mali terbagi menjadi 8 provinsi dan 1 distrik, yang meliputi Gao, Kayes, Kidal, Koulikoro, Mopti, Segou, Sakasso, Timbuktu, dan distrik Bamako (yang menjadi ibu kota Mali). Populasi penduduk Mali meliputi 15 juta jiwa dan mayoritas muslim. Sebagian besar penduduknya tinggal di wilayah selatan di mana terdapat Sungai Niger dan Senegal. Negara yang dulunya bernama Sudan Prancis ini mengambil namanya dari Kekaisaran Mali.

Pada Maret 2012 terjadi kudeta militer menggulingkan Presiden Mali Amadou Toumani Toure menjelang pemilu April 2012, di bawah pimpinan Kapten Amadou Sinogo, seorang perwira yang dilatih di AS. Kudeta dilakukan karena ketidakpuasan atas ketidakmampuan Toure dalam menahan pemberontak yang semakin meningkat perlawanannya di wilayah utara.

Peluang ini dijadikan kesempatan emas oleh para pem-berontak untuk mendeklarasikan kemerdekaannya pada 6 April 2012, yang mencakup 2/3 wilayah Negara; sedikit lebih besar dari Prancis. Pada 14 Januari 2013 kekuasaannya sudah semakin merengsek ke selatan sekitar 400 km dari ibukota negara, Bamako.

Pemberontakan ini bermula dari ketidakpuasan etnis Tua-reg yang menempati Mali bagian utara atas diskriminasi so-sial yang mereka dapatkan. Januari 2012 meletuslah pember-ontakan, meluncurkan lagi perang puluhan tahun lalu yang pernah terjadi sejak kemerdekaan dari pemerintah kolonial Prancis pada tahun 1960. Mereka menuntut kemerdekaan Tuareg di wilayah utara, yang mereka klaim sebagai negara mereka. Pemberontakan ini diperkuat oleh gerilyawan ber-senjata berat yang baru kembali dari Libia.

Etnis Tuareg merupakan etnis unik yang tinggal di ham-paran barat wilayah Sahel Sahara yang mencakup beberapa negara, termasuk Mali bagian utara, Aljazair, Libia, Niger, dan Burkina Faso. Para pemberotak terdiri dari kubu nasionalis sekuler dan Islam militan yang berasal dari tubuh etnis Tua-reg sendiri dan dari negara-negara tetangga dengan agenda masing-masing. Namun, pada akhirnya perjuangan diambil alih sepenuhnya oleh kelompok-kelompok jihadi.

(4)

ter Barat di Afrika dan Prancis bertemu bersama dengan rekan-rekannya di ECOWAS. Mereka membahas mengenai penyebaran pasukan di Mali. Para pemimpin ECOWAS ber-sumpah untuk menyebarkan pasukan segera. Sementara itu, Presiden Prancis Francois Hollande, Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius, dan Menteri Pertahanan Prancis Jean -Yves Le Drian menggebu-gebu menggalang dukungan Inggris, Amerika Serikat, dan Barat untuk segera mener-junkan pasukannya dalam rangka mendukung invasi militer tersebut.

Inggris dan Kanada menawarkan bantuan logistik untuk operasi Prancis, masing-masing mengirimkan pesawat kargo. Harper mengutarakan alasan mengapa Kanada terlibat da-lam konflik ”Pembentukan daerah teroris di tengah Afrika adalah keprihatinan yang mendalam bagi masyarakat inter-nasional yang lebih luas termasuk Kanada dan sekutu dekat kami.”

Dunia internasional mengikuti berita dan perkembangan invasi militer tersebut dengan penuh tanda tanya. Hakikat persoalan yang terjadi di Mali Utara dan invasi militer terse-but pada mulanya belum dipahami oleh banyak pihak. Dam-pak invasi militer tersebut terhadap aspek ekonomi, politik dan keamanan Negara Mali, negara-negara Afrika Barat dan Barat sendiri pun dipertanyakan. Para analis juga mem-peringatkan bahwa negara-negara Barat bisa terlibat dalam banyak konfik yang lebih rumit dari apa yang mereka alami di Afghanistan dan Irak. Intervensi mereka juga bisa dibaca se-bagai “serangan lain” terhadap kaum muslimin.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan bahwa Uni Eropa kini memobilisasi aksi yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. ”Aksi militer itu diper-lukan, dukungan logistik telah datang dari negara-negara anggota…bekerja sama untuk membawa dukungan yang komprehensif”, katanya. Misi memiliki mandat 15 bulan dengan biaya € 12,3 juta dan markas misi berada di ibukota Mali, Bamako. Para tentara Mali akan dilatih untuk menghadapi pertempuran sengit bersama Prancis menghadapi militan Islam. Sekitar 500 tentara akan pergi. Uni Eropa juga berencana menggulirkan bantuan sekitar € 60

Intervensi Negara Asing

Pascakudeta militer, negara-negara Barat dan Afrika— termasuk Kanada—memberikan sanksi terhadap Mali. Na-mun, sanksi tersebut dicabut setelah kekuasaan diserahkan kepada pemerintahan sipil sementara meskipun militer masih terus memegang kendali. Pada Desember 2012 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Otorisasi Intervensi Militer di Mali yang berkekuatan sekitar 3.300 tentara dari beberapa negara anggota yang bergabung dalam ECOWAS (Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat).

Prancis pun melancarkan intervensinya pada Jumat (11/1/2013) setelah pemerintahan sementara negara itu “mengundang” mereka guna menghentikan peningkatan serangan kelompok “pemberontak” yang memiliki jaringan dengan Al-Qaidah. Bombardir pesawat tempur dan helikop-ter tempur Prancis menyasar posisi mujahidin Ansharuddin dan Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam (AQIM) di kota Sevare dan Kona, Mali Utara. Saat itu ekspansi mujahidin menunjuk-kan perkembangan yang mengarah ke ibukota Bamako. Se-rangan udara sukses memukul mundur pejuang, dan kota-kota strategis pun berhasil direbut kembali.

Intervensi ini terutama dimotivasi oleh ketakutan jika para “pemberontak” (baca: Al-Qaidah) mendapatkan kontrol yang lebih besar di Mali, sehingga mereka memperoleh kebebasan yang lebih luas untuk melancarkan serangan ter-hadap kepentingan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Men-teri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian pun mem-peringatkan bahwa mengizinkan Mali jatuh ke pemberontak bisa mengakibatkan kondisi di mana teroris berada di depan pintu Prancis dan Eropa.

Intervensi Prancis ke Mali juga dilatarbelakangi adanya sekitar enam ribu warga negaranya di Mali; tujuh di an-taranya disandera oleh AQIM. Prancis menjadi negara per-tama yang memberikan dukungan militer kepada pasukan Mali dalam menghadapi mujahidin. Tercatat 750 tentara di ibukota dan meningkat terus hingga tak kurang 4.000 perso-nel, sejumlah jet, dan helikopter tempur dikirim ke sana.

Selanjutnya, pada 15 Januari 2013, seorang perwira Pran-cis mengadakan pertemuan di Bamako, di mana pejabat

(5)

mili-HALAMAN 5

Ban Ki Moon juga menambahkan, karena masih adanya ancaman di Mali, harus ada kekuatan pasukan yang sepadan untuk menghadapi pertempuran besar dan menjalankan tugas kontraterorisme. Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung sepenuhnya upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Aktivitas Perlawanan

AQIM telah meningkatkan keterlibatannya pada situasi yang terjadi di Mali pasca kerusuhan di Libia. Jaringan AQIM yang berjalan melalui gurun sahara telah berhasil menjalin hub-ungan dengan kelompok-kelompok jihad Islam lokal yang ada di Afrika. Pemberontakan Tuareg di Mali dan efek desta-bilisasi kudeta membuka pintu bagi para pejuang Ansharud-din dan Jamaah Tauhid dan Jihad di Afrika Barat (MUJWA/ MUJAO) untuk merebut wilayah di bagian utara Mali. Semen-tara itu, Gerakan Nasional Pembebasan Azawad (MNLA)— yang mayoritas didominasi oleh orang-orang sekuler—juga juta untuk pasukan internasional yang dipimpin oleh Afrika.

Belum lagi bantuan pembangunan (rekonstruksi) setelah kemenangan berhasil dicapai.

Prancis pun mendapatkan tawaran bilateral segar. Jer-man menawarkan 2 pesawat, Spanyol mengirimkan pesawat dan 50 tentara dalam misi pelatihan. Italia, Irlandia, dan Hun-garia telah merencanakan bantuan. Belgia, Inggris, Denmark, dan Belanda telah memberikan dukungan. Beberapa sekutu Prancis di Eropa disinyalir mengirimkan pasukan tempur. Jerman termasuk negara yang menghimbau hal tersebut meskipun hanya untuk sementara waktu.

Sekjen PBB Ban Ki Moon mengatakan, Mali akan memer-lukan dua pasukan penjaga perdamaian yang terpisah untuk memelihara ”perdamaian” wilayah tersebut. Bahkan, dalam salinan Laporan Sekjen PBB yang dikeluarkan terlebih dulu sebelum diajukan ke Dewan Keamanan, ia mengatakan, ”Pasukan penjaga perdamaian yang beranggotakan 11.000 tentara kelak akan mengambil alih misi pasukan awal yang dipimpin oleh Afrika.”

(6)

tuk segera meninggalkan negara itu.

Kelompok-kelompok terkait Al-Qaidah yang sebelumnya menguasai Mali Utara dan menjalankan pemerintahannya di sana sejak April 2012 terlihat berhasil dipukul mundur setelah intervensi Prancis sejak Januari 2013 lalu. Atas langkah yang diambil Prancis, negara ini kehilangan warga-negaranya yang disandera. Komandan penyandera yang me-mancung kepala Phillip Verdon pada 10 Maret 2013 menya-takan, ”Prancis harus bertanggung jawab atas intervensinya di Mali Utara”. Adapun total warga Prancis yang disandera terhitung sejak 2010 ada 14 orang.

Intervensi Prancis masih berkelanjutan; bekerja sama dengan militer Mali serta didukung oleh negara-negara Barat maupun Amerika Serikat. Sementar ini mereka berhasil menahan dan memukul mundur kelompok jihadi yang ber-tindak di bawah payung Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam (AQIM) dari wilayah Gao, Timbuktu, dan kota-kota lain di Mali Utara yang semula dikuasai oleh para pejuang Islam.

Kelompok jihadi ini dengan cepat menarik diri dari kota-kota utama di utara dan bergabung kembali di benteng ter-pencil mereka di gunung dekat perbatasan Aljazair. Perkem-bangan situasi yang berlangsung di Mali dan Afrika Barat terus menjadi perhatian, mengingat mujahidin terus be-rusaha untuk membuka daerah-daerah lain sebagai front baru dalam jihad.

Invasi Mali dalam Perspektif AQIM

Dalam surat pernyataannya yang dirilis pada Sabtu (11/5/2013), Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam (AQIM) mengungkapkan bahwa Prancis menguras kekayaan Benua Afrika, melakukan hegemoni politik di benua itu, dan menja-jahnya secara militer. Benua Afrika menjadi mangsa yang diolah oleh Prancis sesuai kehendaknya sendiri.

AQIM menyatakan bahwa Benua Muslim Afrika “secara militer dijajah, secara ekonomi mengekor, dan secara politik dilucuti kehendaknya,” laporan situs berita Sahara Media.

AQIM menambahkan, “Hampir tiada satu negara pun di Afrika Utara dan Afrika Barat yang lepas dari tiga hegemoni Prancis. Kedutaan Besar Prancis adalah penguasa politik mengadakan aliansi dengan Ansharuddin setelah terjadi

ku-deta.

Persenjataan dan pendanaan Ansharuddin cukup kuat sehingga mereka mampu mengatur dan menerapkan hukum syariah di wilayah yang dikuasainya. Ansharuddin merupakan kelompok jihadi Tuareg yang dikenal dengan ideologi salafi jihadi yang ingin menerapkan syariah di Mali Utara, yang dipimpin oleh Iyad Ag Ghaly, seorang tokoh karismatik. Ada-pun Jamaah Tauhid dan Jihad di Afrika Barat—kelompok ji-had kecil yang dianggap cabang dari AQIM—juga telah ber-juang bersama dengan Ansharuddin. Kehadiran kelompok-kelompok Islam jihadi seperti Boko Haram dari Nigeria juga telah dilaporkan berada di Mali sejak pertempuran dimulai.

Uang tebusan dari penculikan Barat diduga sebagai sum-ber pendanaan kelompok-kelompok Islam yang sum-beroperasi di wilayah Sahel, suatu daerah transisi yang membentang di seluruh Afrika Utara. Diperkirakan persenjataan mereka peroleh dari “pasar gelap” dan dari peralatan militer yang ditinggalkan pasukan Mali saat mundur.

UNHCR mengatakan, lebih dari 35 ribu orang dari total populasi 15 juta jiwa telah mengungsi akibat konflik ke be-berapa negara tetangga. Dalam hal ini belum terdata secara persis akumulasi jumlah korban jiwa yang jatuh akibat konflik yang berlangsung satu dekade. Konflik Mali tidak hanya terbatas pada teritorial mereka belaka, namun telah merambah ke negara tetangga, seperti Aljazair dan Niger, yang mana pejuang Islam di negara itu telah bersekutu dengan pejuang Mali. Ancaman ini memiliki konsekuensi lebih luas yang tidak hanya melampaui batas-batas wilayah, tetapi juga di luar Afrika.

Oumar Ould Hamaha, seorang komandan perlawanan Mali, memperingatkan kepada radio Prancis, ”Intervensi Prancis di Mali telah membuka gerbang neraka untuk semua, dan Prancis telah jatuh ke dalam perangkap yang lebih ber-bahaya daripada Iraq, Afghanistan, maupun Somalia.” Pem-impin perlawanan juga telah memperingatkan bahwa inter-vensi akan memiliki konsekuensi bagi tujuh warga Prancis yang di sandera AQIM. Hal ini memaksa Prancis untuk menghimbau sekitar 6000 warganya yang tinggal di Mali

(7)

un-HALAMAN 7

Mush’ab Abdul Wadud menyampaikan enam pesan.

Pesan pertama membongkar tujuan sebenarnya dari in-vasi militer yang digelar Prancis, Barat, dan ECOWAS di Mali Utara.

Pesan kedua menjelaskan tujuan mujahidin adalah melindungi agama, tanah air dan kepentingan kaum mus-limin dengan melawan penjajahan kekuatan zionis-salibis internasional dan menghentikan intervensi mereka atas uru-san dalam negeri kaum muslimin.

Pesan ketiga merupakan ucapan selamat kepada para pemuda Mali Utara yang bergabung dengan mujahidin untuk menegakkan proyek penerapan syariat Islam. Pesan itu juga menyerukan kepada rakyat muslim Mali, para ulama, juru dakwah, pemuda, orang tua, orang-orang cerdas dan cen-dekiawannya, serta seluruh sukunya untuk melindungi proyek penerapan syariat Islam dengan mendukung mujahi-din Ansharudmujahi-din.

Pesan keempat merupakan seruan kepada bangsa-bangsa Afrika untuk mendukung mujahidin dan menentang kezaliman penjajah salibis Barat.

Pesan kelima merupakan seruan kepada bangsa Prancis untuk melawan kebijakan invasi militer Presiden Prancis dan melengserkannya guna menghindarkan rakyat Prancis dari krisis ekonomi dan politik yang lebih parah.

Pesan keenam merupakan pernyataan sikap tegas kepa-da Presiden Prancis kepa-dan para pemimpin negara ECOWAS yang terlibat dalam invasi militer di Mali Utara. AQIM janjikan perang gerilya dalam jangka panjang yang akan men-guras habis kemampuan ekonomi dan militer para agresor. AQIM juga menjanjikan serangan terhadap kepentingan-kepentingan penjajah salibis Prancis di Afrika Barat.

Selanjutnya, pada bagian akhir pesannya, Amir AQIM menegaskan:

“Saya sampaikan kepada setiap orang yang memobilisasi dan nekat menggelar perang yang zalim ini, di mana pem-impinnya adalah Presiden Prancis dan sebagian pemimpin negara-negara pesisir barat Afrika yang berbaris di belakang Presiden Prancis.

Saya katakan kepada mereka… yang sesungguhnya di negara-negara tersebut, pangkalan

militer untuk melindungi kepentingan-kepentingan Prancis, serta para karyawan pencuri dan penghisap darah bersera-gam resmi.”

AQIM juga menjelaskan bahwa keberadaan Prancis di Benua Afrika dilandasi oleh kepentingan stratejik bagi eksis-tensi negara Prancis sendiri. Sebab, Prancis adalah negara debitor kapitalis asing terbesar di mana lebih dari 66 % utang negara-negara Afrika Barat dan Afrika Utara berasal darinya. Tumpukan gunung utang itu telah membuat negara-negara Afrika Barat dan Afrika Utara sebagai “negara yang diga-daikan” kepada pihak asing. Hal itu menjadi alasan tambahan bagi pihak asing untuk memonopoli kekayaan alam negara-negara Afrika Barat dan Afrika Utara.

AQIM menegaskan bahwa invasi militer Prancis di mem-buktikan sampai saat ini kekuasaan tertinggi di Benua Afrika masih berada di tangan Prancis. Para rezim di kawasan itu hanyalah barisan boneka yang diangkat oleh Paris untuk menjaga kekayaan besar bernama Afrika. Rakyat Afrika dijual oleh penguasa yang zalim tanpa proses musyawarah. AQIM menyebut para penguasa negara-negara Afrika sebagai para budak dan barbar yang harus diberi hukuman sebagaimana mestinya.

Seberapa jauh persiapan dan kemampuan mujahidin An-sharuddin dan Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam (AQIM) untuk melawan invasi militer “keroyokan” tersebut? Apa upaya kedua kelompok jihad Islam tersebut untuk menggalang dukungan dari rakyat Mali, negara-negara Afrika Barat dan dunia Islam pada umumnya? Bagaimana pandangan kedua kelompok jihad Islam itu terhadap rakyat negara-negara Afri-ka Barat dan Barat sendiri?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Amir Al-Qaidah Negeri Maghrib Islam (AQIM) Abu Mush’ab Abdul Wadud merilis video via Yayasan Al-Andalus, sayap media AQIM pa-da 3 Desember 2012 yang bertajuk Ghazwu Mali…Harbun Faransiyyatun bil Wakalah atau “Invasi Militer ke Mali: Perang Proxy Prancis”. Dalam video berdurasi 26 menit 11 detik, yang dipublikasikan sekitar lima pekan sebelum dimu-lainya invasi militer Prancis di Mali Utara tersebut, Abu

(8)

nangan dengan kekuatan dan pertolongan Allah semata, sebagaimana yang difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla dalam Kitab-Nya:

Orang-orang yang yakin bahwa mereka kelak akan menghadap Allah. Mereka itu mengatakan, “Betapa sering terjadi satu kelompok kecil mengalahkan satu kelompok be-sar atas izin Allah, dan Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 249)

(Sumber: Yayasan Media Al-Andalus, AQIM, Desember 2012, —Muhib Al-Majdi/AR)

Pernyataan Terkini dari AQIM dan Ansharuddin

Mujahidin Ansharuddin terbukti cukup mampu memberikan perlawanan. Bahkan, setelah dua bulan kesibukan perang, kelompok jihad ini sempat merilis kembali pernyataan sepu-tar apa yang sebenarnya terjadi di Mali (26/3). Berikut ring-kasan dari 13 poin pernyataan mereka—sebagaimana dikutip An-Najah.net:

1. Perang di Mali adalah Perang Salib, bukan seperti yang digambarkan oleh yang menyalakan api perang di sana, yang mengklaim bahwa tujuannya adalah perang melawan terorisme, perlindungan hak asasi manusia, dan menghenti-kan bahaya yang mengancam keamanan dan stabilitas kawa-san, dan di luarnya Eropa. Kenyataan sebenarnya bahwa kampanye ini memiliki dua tujuan utama:

Pertama, mencegah pembentukan setiap entitas yang berusaha untuk membebaskan bangsa dari perbudakan sekuler rezim tiran, dan seruan untuk hidup bebas di bawah Jika kalian menginginkan perdamaian dan keselamatan di

negara kalian dan negara-negara pesisir (Afrika Barat) serta negara-negara sekitarnya, maka kami menyambut baik keinginan tersebut…

Namun, jika kalian menginginkan peperangan maka kami pun akan melayani keinginan kalian… Padang Sahara yang luas akan menjadi kuburan bagi tentara-tentara kalian dan kehancuran bagi harta-harta kalian, dengan izin Allah…

Kami adalah putra-putra perang… Kami tumbuh dewasa dalam suasana perang dan kami memiliki pengalaman yang kaya dalam persoalan perang yang membuat kami akan me-menangkan peperangan seperti ini…

Kami sampaikan kabar gembira kepada kalian bahwa ka-mi meka-miliki nafas yang sangat panjang… Dahulu kaka-mi telah menerjuni peperangan yang memakan waktu dua puluh ta-hun dengan berbekal senapan berburu dan beberapa pucuk senapan mesin belaka.

Adapun sekarang Allah telah mengaruniakan kepada kami perbendaharaan yang besar berupa persenjataan, amunisi, dan para pemuda yang bersemangat baja. Maka kami mam-pu membalas segala bentuk serangan dan kami mammam-pu memberikan perlawanan untuk satu abad ke depan…

Kami akan antusias menjadikan perang ini sebagai perang jangka panjang yang menguras energi kalian dan memper-dalam krisis ekonomi dan politik kalian. Kami akan sangat antusias menjadikan pecahan-pecahan perang ini menghan-tam setiap rumah kaca lemah yang pemiliknya turut serta dalam menyerang kami.

Kami akan menerjuni peperangan suci demi Islam dan membela tanah air Islam, dengan meminta pertolongan kepada Rabb kami dan percaya sepenuhnya akan pertolon-gan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Sesungguhnya, Allah—Yang telah mengalahkan Amerika dan antek-anteknya di di Afghanistan dan Irak—akan mampu untuk mengalahkan Prancis dan antek-anteknya di gurun terluas, yang akan menenggelamkan mereka dalam lautan pasirnya yang panas membakar.

Jika kalian menginginkan perang, maka kami menyambut-nya dan akan menambahmenyambut-nya. Kami akan meraih

(9)

HALAMAN 9

politik Prancis.

9. Kami menyatakan kebohongan media yang mengabar-kan bahwa kami melakumengabar-kan pembakaran naskah kuno di Pusat Ahmed Baba di Timbuktu.

10. Kami tidak akan pernah lalai dari setiap kejahatan dan pelanggaran terhadap saudara-saudara kami di Mali yang didalangi oleh Prancis.

11. Kami memohon kepada para ahli ilmu dan pemikir yang berpengaruh untuk tidak berpangku tangan hanya kare-na hasutan dan tipuan. Sejatinya, Prancis ingin mem-benamkan kami dalam kebinasaan dan menanam kebencian dan permusuhan di antara kami, serta memicu perang saudara.

12. Kami berpesan kepada warga Mali di dalam maupun di luar negeri untuk mendukung saudara-saudara mereka, dan menunaikan kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah bagi orang-orang Islam, yaitu untuk berjihad melawan agresor yang menargetkan agama, tanah air, dan kehorma-tan. Terutama karena lawan kali ini adalah tentara salib.

13. Kami menyampaikan pesan kepada setiap individu dan kelompok yang berbeda dengan kami dan tidak setuju dengan visi kami. Kami menyampaikan bahwa perang kami melawan antek Prancis adalah jihad yang sah, sesuai syariat. Dalil-dalil syar’i menunjukkan kebenarannya dan disepakati oleh ulama umat ini.

Kemudian pada hari Sabtu (6/4/2013), secara resmi AQIM mengeluarkan pernyataan resmi yang membantah klaim Prancis tentang gugurnya Amir AQIM kawasan Sahara. Dalam pernyataannya, AQIM menegaskan bahwa pengangkatan Komandan Yahya Abu Hammam dilakukan oleh AQIM lima bulan sebelum Prancis melakukan invasi militer di Mali Utara. Menurut AQIM, kebohongan itu sengaja dihembuskan oleh Presiden Prancis untuk mengangkat popularitasnya yang anjlok di dalam negeri. AQIM juga menjanjikan jihad atas seluruh suku muslim di Afrika Barat dan Afrika Utara untuk mengusir penjajah salibis Prancis.

Selanjutnya, pada 25 April 2013, AQIM kembali merilis pesan audio berdurasi 19 menit 32 detik yang diberi judul Al-Harbu ‘ala Mali (Invasi terhadap Mali). Tampil dalam audio naungan aturan hukum Islam.

Kedua, upaya Prancis untuk melanggengkan para pengkhianat dan tirani yang bekerja untuk mereka.

2. Perang Salib di Mali menjelaskan sebesar apa keben-cian dan ketidaksukaan Prancis terhadap Islam dan muslimin. Hal ini tampak jelas dalam penargetan terhadap jamaah sha-lat di masjid. Bangunan masjid dihancurkan saat mereka se-dang tenang menunaikan shalat.

3. Permainan media Prancis yang menjijikkan untuk meni-pu mata muslimin dunia, di mana mereka menggambarkan Muslim Mali suka mabuk, merokok, dan menyanyi. Media juga menggambarkan muslimin Mali meminta Prancis me-masuki Mali. Ini hanyalah tipuan untuk membenarkan niat busuk Prancis.

4. Umat Islam bertanggung jawab untuk memahamkan kepada bangsa Mali; siapakah sejatinya anak-anak bangsa Mali dan siapakah pemimpin mereka yang ikhlas, yang beru-paya mengembalikan kehormatan dan kemuliaan bangsa Mali.

5. Kami memberitakan kepada saudara-saudara kami di Mali bahwa putra-putra kalian yang bergabung dengan An-sharuddin dalam keadaan baik. Kepemimpinan mereka di-pegang oleh Syekh Abu Fadhl Iyad Ag Ghali, dan dia pun da-lam keadaan sehat. Dialah yang memimpin perjuangan mela-wan tentara salib Prancis.

6. Media Prancis telah mengklaim angka fiktif terkait jumlah korban terbunuh dari pihak mujahidin. Itu mereka lakukan untuk mendongkrak semangat tentara mereka yang lemah.

7. Kami mengucapkan selamat kepada saudara-saudara kami yang ditempatkan di Quaoa dan Timbuktu, serta lainnya di setiap medan pertempuran. Mereka telah menun-jukkan pengorbanan dan perlawanan terbaik menghadapi tentara salib.

8. Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada umat Islam, yang ikut mendukung perlawanan terhadap agresi Prancis di tanah kami. Kami mengapresiasi kesadaran kalian tentang hakikat konflik ini. Kami juga berterima kasih kepada para ulama dan pemuka yang telah mengungkap kebusukan

(10)

dan berulang kali dari berbagai pihak di tubuh oposisi Suriah. Prancis kemudian mengklaim bahwa penduduk Azawad mengalami penindasan dan kekerasan dari mujahidin yang selamanya tidak bisa dibandingkan dengan penderitaan rakyat Suriah berupa pembantaian dan pengusiran yang sistematis selama dua tahun penuh, di mana selama waktu tersebut Prancis hanya berpangku tangan saja, memandang penderitaan umat Islam di Suriah dengan pandangan orang yang senang karena musuhnya menderita.

Sementara itu, Prancis bersegera mempertontonkan “ototnya yang kekar” di Mali dengan dalih-dalih yang keji dan palsu. Begitu tentara invasi Prancis memasuki kota Gao, Timbuktu, dan Kedal, mereka langsung melepaskan antek-anteknya, yaitu tentara Mali, milisi Mautur, dan beberapa milisi etnis lainnya yang sangat mendengki penduduk asli wilayah-wilayah tersebut. Tentara Mali dan milisi-milisi itu langsung melakukan pembantaian, perampokan, pemerkosaan, dan pengusiran terhadap penduduk asli di desa-desa dan kota-kota yang mereka masuki...

Mustahil pembantaian-pembantaian itu terjadi tanpa adanya kerelaan Prancis atau isyarat Prancis. Sebab, Prancis mengetahui persis tentara Mali memendam kebencian dan dendam membara terhadap penduduk Mali Utara.

Di antara hal yang membuktikan bahwa semuanya telah dirancang adalah adanya larangan terhadap liputan media massa yang netral. Prancis memaksakan invasi militer di Mali tanpa foto, tanpa video, tanpa saksi-saksi, sehingga dunia tidak mendengar berita kecuali berita yang dikatakan oleh Prancis, dan tidak melihat liputan kecuali liputan yang dipub-likasikan oleh Prancis...

Setelah jelas bagi kita bahwa alasan-alasan pembenaran yang diungkapkan secara terang-terangan bagi invasi militer Prancis ini adalah bukan alasan-alasan yang sebenarnya, kita hanya perlu mencari alasan-alasan tersembunyi di balik inva-si militer Prancis ini.

Orang yang mengikuti perkembangan peristiwa tidak me-merlukan usaha keras untuk bisa mengungkap keinginan-tersebut Ketua Dewan Penasihat AQIM Abu Ubaidah Yusuf Al

-Anabi. Dalam video tersebut, ia menguraikan empat motif utama invasi militer salibis Prancis di Mali Utara. Selain itu, ia juga menyerukan seruan jihad dan persatuan kepada umat Islam untuk menolong umat Islam di Mali Utara. Berikut ini sebagian terjemahannya:

Sesungguhnya, Perang Salib yang dilancarkan oleh Prancis terhadap kaum muslimin hari ini merupakan salah satu bagi-an dari hakikat ybagi-ang sbagi-angat terbagi-ang; hakikat ybagi-ang telah ditetapkan dan ditegaskan oleh Al-Qur’an Al-Karim, mes-kipun—seperti biasanya—Prancis selalu menyangkalnya. Jadi, tidak mengherankan manakala kita mendapati Prancis berada dalam kesembronoan setiap kali ia mencoba mencari alasan pembenaran bagi invasi militer yang dilancarkannya di Mali.

Pertama, Prancis memberikan alasan-alasan pembenaran yang satu sama lainnya saling bertentangan saat menyatakan ia terpaksa memenuhi permintaan tolong yang diajukan oleh Presiden Mali.

Kedua, Prancis memberikan alasan-alasan pembenaran yang satu sama lainnya saling bertentangan saat menyatakan ia terpaksa melakukan invasi militer guna melindungi para warga Prancis yang hidup di negara Mali.

Pada kali berikutnya (ketiga—pnj), Prancis memberikan alasan-alasan pembenaran yang satu sama lainnya saling bertentangan saat menyatakan bahwa alasan utama invasi militer tersebut adalah menyelamatkan penduduk Azawad dari cengkeraman para aktivis jihad.

Prancis berturut-turut mengungkapkan alasan-alasan pembenaran lainnya, namun semuanya adalah dalih-dalih yang sangat lemah, sampai-sampai tidak mampu meyakinkan warga negara Prancis sendiri. Hari ini seluruh dunia mulai mengetahui bahwa klaim-klaim Prancis tersebut adalah ke-bohongan tulen. Sebab, seandainya klaim-klaim Prancis itu benar, tentulah Prancis akan melakukan invasi militer di Suri-ah di mana warga Prancis di SuriSuri-ah lebih banyak dan lebih penting, selain karena Prancis mendapat seruan yang banyak

(11)

HALAMAN 1 1

Cina dan Rusia, bahkan Ameri-ka seAmeri-kalipun. Prancis mempo-sisikan dirinya dengan negara-negara bekas jajahannya terse-but seperti posisi wali pengasuh yang selalu melakukan campur tangan da-lam urusan-urusan negara-negara bekas jajahannya terse-but, baik urusan kecil maupun urusan besar, perkara dalam negeri maupun perkara luar negeri.

Motif ketiga, motif ekonomi Sudah diketahui bersama bahwa Prancis memiliki kepentingan-kepentingan ekonomi stratejik di Benua Afrika. Sumber-sumber penghasil uranium terpenting ada di Niger, di kawasan Azawad. Ladang minyak dan gas terpenting yang berada di Libia dan Aljazair—yang menyuplai Prancis dengan harga paling murah—berada di perbatasan Azawad. Prancis pasti membayangkan bahwa tegaknya pemerintahan Islam di wilayah-wilayah itu akan menghadapkan kepentingan-kepentingan Prancis ke dalam bahaya. Dalam logika Prancis yang terbalik, setiap ancaman terhadap kepentingan-kepentingan stratejik Prancis merupakan ancaman bagi kea-manan nasional Prancis dan pasti berakibat kepada pepe-rangan.

Motif keempat, motif pribadi Presiden Francois Hollande Hollande sangat bersemangat melancarkan peperangan ini, sampai-sampai ia menganggap invasi militer ini sebagai kebijakan terpenting yang pernah ia ambil dalam karir poli-tiknya. Karena kebodohan, kurang pengalaman, dan kelema-han ingatannya, Hollande menyangka bahwa ia bisa menarik perhatian penduduk Prancis dengan peperangan ini dan bisa melalaikan penduduk Prancis dari krisis-krisis dalam negeri mereka yang bertumpuk-tumpuk. Ini dari satu sisi. Di sisi lain, Hollande menyangka bahwa ia bisa meraih dukungan rakyatnya yang akan mengangkat popularitasnya, atau setid-aknya menghentikan kemerosotan popularitasnya dalam keinginan pemerintah Prancis di balik invasi militer ini, yang

bisa dibatasi pada empat motif utama. Motif pertama, motif agama

Sesungguhnya, permusuhan Prancis kepada agama Islam telah berlangsung sejak sangat lama. Sejak negara Prancis muncul sebagai kekuatan internasional dan memulai invasi-invasi kolonial salibisnya, serangan dan permusuhan Prancis kepada kaum muslimin terus berlangsung sampai hari ini. Sekalipun pada masa-masa terakhir ini, permusuhan Prancis kepada kaum muslimin dilakukan dengan cara-cara yang lebih memiliki nuansa kekejian, tipudaya, dan kelicikan.

Mereka juga membongkar “struktur bawah” peradaban dan identitas keislaman guna meruntuhkan dan menghapus rambu-rambunya; tidak lagi terburu-buru mempergunakan kekuatan militer. Jadi, invasi salibis terbaru Prancis ini hanya-lah bukti lain dari betapa sangat mengakarnya permusuhan terhadap kaum muslimin dalam hati para politikus Prancis masa sekarang dan masa dahulu, politikus liberalis dan poli-tikus sosialis, polipoli-tikus moderat dan fundamentalis; sama saja, tiada bedanya di antara mereka.

Motif kedua, motif sejarah

Sampai saat ini Prancis tetap ngotot menyatakan bahwa daerah-daerah jajahannya pada masa lalu, di antaranya Mali, sebagai wilayah-wilayah dominasi Prancis semata, tidak boleh didominasi oleh negara-negara adidaya lainnya seperti

(12)

dihapus, bangsa yang hendak dimusnahkan, dan identitas yang hendak dihancurkan.

Telah wajib atas kalian, wahai seluruh kaum muslimin, untuk melawan serangan ini dengan mengincar kepentingan-kepentingan Prancis di setiap tempat. Karena, sejak hari dim-ulainya invasi militer Prancis ini, kepentingan-kepentingan Prancis tersebut telah menjadi target-target yang disyari-atkan untuk kalian serang.

Presiden Prancis—yang membawa sial bagi dirinya sendiri dan bangsanya itu—menghendaki invasi salibis yang dilancarkannya berlangsung fokus, singkat, dan terbatas pa-da tempat pa-dan waktu yang sempit, agar ia bisa menghinpa-dar- menghindar-kan negaranya dari terperosok ke dalam rawa serupa yang telah membenamkan Amerika di Irak dan Afghanistan.

Jadi, wajib bagi kalian, wahai kaum muslimin, untuk merusak rencananya dan menyeretnya kepada peperangan terbuka dari aspek waktu dan tempat, perang yang akan menguras habis ekonomi negara Prancis dan menghabisi kemampuannya, sehingga kalian bisa mendorongnya mun-dur, mengerut, dan menyusut di sudut yang hina itu dari benua tua Afrika yang sudah tidak bisa lagi—akibat kezali-man dan arogansi Prancis—menjadi poros dunia sebagaima-na kondisinya dua abad sebelumnya, dan ia tidak akan men-jadi poros dunia lagi kecuali dengan izin Allah Ta’ala.

Wahai kaum muslimin…

Ada satu perkara lagi yang tidak boleh kita lalaikan dalam setiap waktu, yaitu keseriusan untuk menyatukan barisan dan pendapat serta saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan. Kebajikan apakah yang lebih utama daripada menolong sebuah bangsa mukminin yang tertindas, yang menghadapi serangan salibis terkeji dan terganas dari be-berapa negara arogan?

Lihatlah, bagaimana Prancis tidak berani menyerang dan memerangi mujahidin, sekalipun jumlah mujahidin sedikit dan persenjataan mereka sederhana, sampai Prancis meminta bantuan setiap negara Barat dan memobilisasi ten-tara negara-negara aliansi Afrika, bahkan menggerakkan DK PBB dan meminta dikeluarkan ketetapan-ketetapan DK PBB yang diinginkannya guna menjadi alasan pembenaran bagi berbagai jajak pendapat.

Motif-motif yang kami sebutkan ini adalah motif-motif sebenarnya di balik invasi salibis Prancis di Mali. Jika bukan karena motif-motif tersebut, lantas apa bahayanya bagi Prancis jika Prancis membiarkan kaum muslimin di Mali melaksanakan ajaran-ajaran agama mereka dan menegakkan syariat Rabb mereka di tengah mereka; saling memerinta-hkan perbuatan yang makruf dan saling melarang dari per-buatan mungkar di antara mereka sendiri?!

Bangsa Mali adalah bangsa muslim, negeri itu adalah negeri Islam, sementara jarak yang memisahkan antara Mali dan Prancis adalah ribuan kilometer. Apa gerangan yang membuat para politikus Prancis ketakutan dari penerapan syariat Islam di negara yang jauh tersebut?

Bukankah saudara-saudara kita, gerakan Ansharuddin, telah berusaha dan mengerahkan kemampuan mereka untuk menenangkan semua pihak bahwa mereka tidak akan men-jadi ancaman bagi pihak manapun, baik pihak lokal maupun pihak internasional?! Bukankah Ansharuddin telah menegas-kan bahwa tujuan mereka adalah melaksanamenegas-kan hak mereka untuk hidup secara mulai di atas landasan agama mereka yang lurus, namun agama Islam sebagaimana yang dipahami oleh para ulama Islam, bukan agama Islam sebagaimana yang diinginkan oleh para pemimpin kafir?!

Wahai umat Islam di penjuru timur dan barat Bumi! Di hadapan invasi salibis terbaru Prancis dan penjajahan Prancis terhadap salah satu negeri kaum muslimin ini, kami tidak memiliki pilihan selain menyerukan kepada kalian semua untuk melakukan mobilisasi secara menyeluruh dan pengerahan massa untuk berperang. Kami meminta perto-longan kalian untuk menolong saudara-saudara kalian dengan cara-cara pertolongan apapun yang kalian mampu.

Kami memperingatkan kalian bahwa jihad setelah adanya serangan Prancis ini menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang yang mampu di antara kalian. Sebab, persoalan saudara-saudara kalian di Mali bukanlah persoalan pertumbuhan ekonomi, keterbelakangan ekonomi, atau pengangguran dan kemiskinan semata. Namun, lebih penting dan lebih besar dari itu semua, ini adalah persoalan agama yang hendak

(13)

HALAMAN 1 3

Kita yakin sepenuhnya, dengan izin Allah, bahwa nasib Prancis hari ini di Timbuktu, Gao, dan Kedal akan lebih buruk dari nasib Prancis di Vietnam; bahwa Prancis akan merasakan derita di Pegunungan Efogas seperti derita yang dahulu Pran-cis rasakan di Pegunungan Wansyaris, Jurjura, dan Awras. Maka penilaiannya, wahai kaum muslimin, diambil dari manisnya kesudahan peperangan, bukan dari pahitnya awal peperangan.

(Sumber: Al-Fajr Media Center—Muhib Al-Majdi/AR)

Penutup

Sebagai penutup, terdapat analisis menarik dari Abdullah bin Muhammad dalam salah satu artikelnya yang berjudul “Imajinasi Kolonial Prancis”:

Ketika Paus Urbanus II ingin menggerakkan masyarakat Eropa ke Palestina dalam Perang Salib I tahun 1059 M, ia mengangkat slogan membebaskan orang-orang Kristen Ti-mur dari tekanan teroris Islam. Namun, kampanye tersebut, serbuan para raja Eropa untuk menjajah kota-kota dan ben-teng-benteng Islam, perselisihan yang terjadi di antara mere-ka, dan lupanya mereka terhadap tujuan utama, menunjuk-kan bahwa slogan yang digunamenunjuk-kan Paus Urbanus II untuk menggairahkan perasaan masyarakat Eropa tidak lain hanya kedok pelindung bagi para feodal senior untuk menguasai kekayaan negara-negara Islam!

Taktik yang digunakan pertama kali oleh Paus ini menjadi watak turun-temurun pada setiap Perang Salib setelah itu, baik yang dilakukan pada masa pemerintahan gereja maupun yang berlanjut setelah Revolusi Prancis. Napoleon di Mesir, Jenderal Giroud di Syam, De Gaulle di Aljazair; mereka semua menggunakan slogan kemanusiaan, pencerahan, dan bu-daya. Namun, budaya yang tidak lain hanya budaya ek-sploitasi dan pencurian yang mereka warisi secara turun-temurun hingga terakhir sampai ke Belanda!

Strategi Prancis di Mali

Di antara Perang Salib yang melanda bagian timur dan barat dunia Islam, Prancis yang paling banyak berimajinasi dalam meletakkan tujuan-tujuan penjajahan mereka. Imajinasi invasi militer salibisnya serta memberinya payung hukum.

Kita, umat Islam, lebih layak dari Prancis untuk saling membantu, menolong, dan menyatukan tangan kita. Cukuplah bahwa Kitab Allah dipenuhi dengan ayat-ayat yang mendorong dan menghasung kita untuk melakukan hal ini. Allah berfirman:

Dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaima-na mereka semuanya memerangi kalian. Dan ketahuilah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 36)

Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang ber-perang di jalan-Nya dalam satu barisan yang rapi seakan-akan mereka satu bangunan yang kokoh.” (Ash-Shaff: 4)

Wahai kaum muslimin, hendaklah kalian mengetahui bah-wa sebuah umat yang telah menceburkan dirinya dalam ra-wa-rawa kebejatan moral dan kekejian sampai tingkatan kefasikan, kegilaan, kesesatan, dan kebodohan seperti ini benar-benar layak untuk tidak menimbulkan kegentaran sedikit pun di hati kalian, meskipun persenjataan udaranya sangat canggih. Hendaknya Prancis mengetahui bahwa faktor yang akan memenangkan pertempuran dalam perang agama ini bukanlah pesawat tempur, melainkan—dengan izin Allah—adalah senjata akidah dan iman!

Adapun syariat Islam—yang karenanya Prancis memerangi kita—niscaya akan kembali—insyaallah—untuk memimpin negara Mali, karena bangsa kita di Mali memiliki perasaan dan keterikatan yang sangat mendalam dengan Islam, yang tidak mungkin bisa dicabut oleh kekuatan atau pasukan, khususnya saat pasukan tersebut terdiri dari orang-orang yang memiliki kelainan seksual seperti kondisi pasukan Prancis.

Janganlah cerita Prancis tentang kemenangan yang mere-ka raih dalam perang ini membuat mere-kalian takut. Sebab, itu hanyalah angan-angan kosong Prancis belaka. Sejak Prancis menjadi kekuatan agresor dan penjajah, Prancis belum pernah menerjuni sebuah peperangan kecuali ia mengalami kekalahan dan kerugian. Baik perang di Eropa sendiri, perang di Indocina, Afrika, dan Timur Tengah.

(14)

kota-kota besar Gao-Timbuktu-Kidal dengan mudah. Strategi ini bertujuan untuk menyeret tentara invasi kepada perang gerilya di pedalaman Gurun Alozoadah. Perang semacam ini adalah favorit bagi pejuang jihadi gurun.

Situasi ini akan memberikan kepada Prancis pembenaran yang diperlukan untuk kelangsungan keberadaannya di Mali hingga mendukung kemenangan yang telah dicapai seperti yang dilakukan Amerika Serikat setelah menginvasi Afghani-stan. Ini berarti mereka akan membangun serangkaian pangkalan militer untuk melanjutkan perang melawan terorisme. Pemusatan konsentrasi dan situasi ini akan memungkinkan Prancis untuk mengontrol proses politik di Mali untuk mengangkat “Karzai Afrika” supaya membantu mereka melakukan penjarahan kekayaan negaranya secara sistematis dan konstitusional!

Seiring berjalannya waktu, kehadiran militer Prancis— tepatnya di wilayah Azwad—akan membuat keadaan kacau akibat perang gerilya dan akibat perselisihan-perselisihan yang diciptakan oleh Prancis antara Tuareg dan rezim yang berkuasa di wilayah tersebut. Konflik-konflik yang diciptakan dalam kotak geografis yang dikenal dengan nama Bozoad ini, yang termasuk bagian dari Mali, Nigeria, Aljazair, dan Mauri-tania dan yang membantu Prancis serta mitra internasional-nya pada kasus Tuareg di PBB untuk memaksakan referen-dum guna menentukan nasib sendiri.

Ini merupakan mimpi dan permintaan lama Tuareg. Hal ini juga kunci untuk mengangkat Karzai lain supaya Prancis dapat menguasai tambang minyak selatan Aljazair, yang ter-letak di daerah-daerah Tuareg. Meski saat ini tujuan tersebut tampak jauh, namun imajinasi kolonial Prancis mampu men-dekatkan semua hal yang tampak jauh! (Ferry Irawan) inilah yang mendorong Napoleon membinasakan

pasukann-ya di labirin Rusia dengan harapan dapat mempersatukan Eropa menjadi satu kerajaan! Ia juga yang mendorong Jen-deral Peugeot untuk menggunakan kebijakan bumi hangus dan genosida dengan harapan mengubah demografi pulau-pulau Aljazair hingga menjadi kepanjangan dan permulaan bagi Prancis Afrika!

Saya percaya bahwa imajinasi ini tidak hilang pada invasi Prancis saat ini di bagian utara Mali. Slogan yang diangkat untuk memerangi teroris sejajar dengan ambisi ekonomi untuk menguasai kekayaan Mali yang mengandung emas. Karena Mali termasuk negara Afrika ketiga penghasil emas, sedangkan harga emas dunia sekarang meningkat berlipat ganda. Ditambah eksplorasi menjanjikan uranium, berlian, dan minyak bumi. Mali memiliki lebih dari 2 juta ton ca-dangan biji besi. H

Hanya saja, saya percaya bahwa dampak parah dari krisis ekonomi di Prancis dan tingginya tingkat pengangguran akan membuat para politisi Inggris lebih banyak berimajinasi un-tuk menyelamatkan Prancis dari ambang kebangkrutan. Lalu mau pergi ke mana imajinasi Prancis kali ini?

Prancis kini sangat pragmatis dalam menyikapi situasi di lapangan di Mali utara. Setelah menurunkan pasukan khu-susnya untuk menghentikan kemajuan gerakan Anshar Ad-Din ke arah selatan, mereka kembali dan menyerukan mi-tranya di NATO dan Afrika Utara untuk berkontribusi dalam serangannya ke utara. Hal ini tidak saja akan menghabiskan banyak biaya perang, tetapi juga akan membutuhkan kekuatan perang yang akan dimulai setelah berakhirnya operasi-operasi perang di Utara. Akidah militer berbagai pergerakan jihad menyebabkan penarikan-penarikan secara teratur di depan pasukan invasi yang menyebabkan jatuhnya

(15)

15

BERUNDING DENGAN

BERMARTABAT

PASANG SURUT DIPLOMASI

EMIRAT ISLAM AFGHANISTAN

Peresmian kantor politik Imarah Islam Afghanistan yang berkedudukan di Doha ibukota Qatar pada tanggal 18 Juni 2013 merupakan tonggak baru perjuangan Taliban khususnya pada aspek politik. Sebagaimana disampaikan dalam pernyataan resmi, pembukaan kantor politik tersebut didasarkan pada alasan-alasan berikut:1

1. Untuk berbicara dan memperbaiki hubungan dengan masyarakat internasional melalui saling pengertian. 2. Untuk mendukung solusi politik dan perdamaian yang

mengakhiri pendudukan Afganistan, membentuk sebuah pemerintahan Islam independen dan membawa keamanan sejati yang merupakan permintaan dan aspirasi asli dari seluruh bangsa. 3. Untuk melakukan pertemuan dengan warga

Afghanistan di waktu yang tepat.

4. Untuk menjalin kontak dengan PBB, organisasi internasional dan regional, dan NGO.

5. Untuk memberikan pernyataan politik kepada media pada situasi politik yang sedang berlangsung.

Pembukan kantor politik tersebut mendapat sambutan yang antusias dari masyarakat Afghanistan dan menjadikan Imarah Islam Afghanistan sebagai kekuatan politik yang diperhitungkan di tingkat internasional sebagaimana diklaim

1 Lihat Peryataan tentang peresmian kantor politik Imarah

Islam Afghanistan di Qatar yang dipublikasikan pada websitenya

http://shahamat- english.com/index.php/paighamoona/32948-statement- regarding-inauguration-of-political-office-of-islamic-emirate-in-qatar

oleh juru bicara kantor politik tersebut, Dr. Muhammad Naim.2

Sikap yang berbeda muncul dari Presiden Hamid Karzai pemimpin administrasi Kabul yang memberikan penentangan yang kuat khususnya tentang pencantuman nama Imarah Islam Afghanistan pada papan petunjuk dan pengibaran bendera putih bertuliskan kalimat syahadat di kantor politik tersebut. Nama tersebut adalah nama resmi Taliban pada saat memerintah Afghanistan pada tahun 1996 sampai 2001 ketika kekuasaannya digulingkan oleh invasi yang dipimpin AS.

Peperangan yang panjang di Afghanistan telah memperburuk perekonomian AS sehingga AS berencana untuk menarik mundur pasukannya pada tahun 2014. Pemerintah AS berkeinginan ada perjanjian yang melibatkan AS, pemerintah Afghanistan sekarang dan Taliban untuk menata dan mengatur Afghanistan sebelum penarikan pasukannya. Adanya kantor politik resmi Taliban diharapkan bisa menjadi sarana untuk pembicaraan awal menuju perjanjian tersebut. Namun, penutupan sementera kantor poltik Taliban di Qatar tampaknya akan semakin menyulitkan adanya pembicaraan perjanjian dengan Taliban sebagaimana yang diinginkan oleh AS dan pemerintah Afghanistan. Di sini terlihat Taliban berada di atas angin dan mempunyai posisi tawar yang tinggi.

2 Lihat Wawancara khusus website Alemara dengan juru

bicara Imarah Islam Afghanistan, Dr. Mohammad Naeem yang dimuat pada website

http://shahamat- english.com/index.php/interviwe/33336-special-interview- of-alemara-website-with-the-spokesman-of-the-islamic-emirate-in-qatar

(16)

Sejak kemunculannya pada tahun 1994, kemudian sempat memegang tampuk pemerintahan di Afghanistan, dan setelah digulingkan selanjutnya melakukan perjuangan pemberontakan sampai sekarang, Taliban telah mengalami pasang surut perjuangan. Tulisan ini akan menyajikan secara ringkas hal ihwal terkait perjalanan perjuangan Taliban sejak kemunculannya sampai sekarang yang disusun dari berbagai makalah atau laporan para peneliti.

Kemunculan dan Tujuan Berdirinya Taliban

Kapan munculnya Taliban secara tepat masih menjadi perdebatan, tetapi diantara para peneliti telah berbagi kesamaan penggambaran Taliban sebagai para santri yang terpaksa meninggalkan studi mereka untuk menjawab panggilan putus asa dari masyarakat sebangsanya. Perilaku anarki terjadi di Afghanistan pada awal 1990-an, karena mantan mujahidin terlibat perang saudara yang brutal setelah kepergian Soviet, sehingga pemerkosaan, penjarahan dan pemerasan menjadi hal yang biasa.3

Beberapa pemimpin lokal, khususnya di Kandahar, membentuk geng-geng bersenjata yang saling berperang. Setelah adanya insiden-insiden tersebut, sekelompok santri dari madrasah (sekolah agama) memutuskan untuk bangkit melawan pemimpin-pemimpin tersebut dalam rangka meringankan penderitaan penduduk Provinsi Kandahar.4

Dengan menggabungkan kesalehan ekstrim dan dorongan kemanusiaan, Taliban muncul, kemudian menjadi sebuah proyek moral.

Salah satu kisah yang melatarbelakangi pendirian Taliban adalah sebagai berikut:

Pada tanggal 20 September 1994, keluarga Heraty, ketika dalam perjalanan ke Kandahar dari Herat, dihentikan di titik pemeriksaan 90 kilometer sebelum Kandahar oleh bandit mujahidin lokal. Para pria dan wanita dipisahkan. Anak-anak

3 Alia Brahimi, The Taliban’s Evolving Ideology, (LSE Global

Governance, 2010), hal 2-3.

4 Kuitpan dalam Peter Marsden, The Taliban: War, Religion

and New Order in Afghanistan (London: Zed Books, 1998), hal 61.

laki-laki dibawa pergi dan dianiaya. Gadis-gadis diperkosa berulang kali sampai pingsan. Kemudian mereka semua dibunuh dan sebagian mayat mereka dibakar.

Mulla Umar (kadang-kadang disebut sebagai Mullah Mujahid) yang pertama tiba di tempat kejadian. Dia dilaporkan telah mengumpulkan beberapa talib (santri) yang membantunya dalam mengumpulkan mayat-mayat tersebut. Mayat-mayat tersebut dimandikan dan diberikan penguburan yang layak. Beliau kemudian mengumpulkan para santri dan berjanji memulai kampanye untuk menyingkirkan tindakan kriminal seperti itu... Gerakan Taliban telah dimulai.5

Apapun rincian kisah yang mirip Robin-Hood ini, penting bagi kemunculan Taliban adalah adanya dukungan Pakistan, yang sedang mencari jalur darat yang aman untuk perdagangan dengan Asia Tengah. Awalnya, menteri dalam negeri Pakistan Naseerullah Baber mendaftar orang-orang Omar untuk menyelamatkan sebuah konvoi truk yang dibajak oleh sekelompok bandit di luar Kandahar pada bulan November 2004. Setelah sukses besar dalam operasi tersebut, Pakistan secara cepat mengambil Taliban di bawah sayapnya.6 Dan dalam hitungan bulan, orang-orang Mullah

Omar telah menguasai sebagian besar negara tersebut.

Tujuan segera munculnya Taliban adalah untuk melucuti semua milisi rivalnya, melawan mereka yang menolak untuk dilucuti, menegakkan hukum Islam dan mempertahankan semua area yang dikuasai oleh Taliban7. Visi strategis

sederhana bagi Afghanistan, yaitu penegakan syariah, merupakan sumber kekuatan yang signifikan bagi Taliban, karena saingan-saingan mereka tidak menawarkan konsepsi kompetitif tentang apa yang akan terlihat di masa depan. Bahkan, konsepsi alternatif negara itu adalah fitur

5 Kamal Matinudin, The Taliban Phenomenon: Afghanistan

1994 – 1997 (Karachi: Oxford University Press, 1999), hal 25-6.

6 Amin Saikal, Modern Afghanistan: A History of Struggle

and Survival (Landon: I.B. Tauris, 2004), hal 221.

(17)

17

pemberdayaan bagi gerakan Islam di Afghanistan sepanjang abad ke-20.

Pembentukan lembaga keagamaan tradisional tidak berkaitan dengan negara, tetapi dengan masyarakat sipil: perannya tidak politis melainkan moral dan hukum. Para pemimpin agama tidak melibatkan diri dalam politik dan, ketika datang ke negara, "posisi mereka [adalah] pada dasarnya seorang yang negatif".8

Bahkan, selama jihad melawan Soviet, pimpinan Sufi tradisional dan nasionalis perkotaan lumpuh oleh "keengganan atau ketidakmampuan untuk menyatakan tujuan bagi Afghanistan yang bebas di masa depan selain daripada pemulihan kondisi seperti pada kondisi sebelum peristiwa-peristiwa yang mempercepat krisis".9 Akibatnya,

partai-partai islami menang.

Klarifikasi lebih lanjut tentang tujuan gerakan Taliban diberikan oleh Suara Taliban pada stasiun radio Syariah pada 5 November 1996: “Taliban yang telah muncul dari massa rakyat, telah memulai perjuangan mereka untuk memberikan perasaan saudara sebangsa mereka dari rasa sakit dan kesulitan, untuk menjamin perdamaian yang kompleks dan keamanan di seluruh negeri dengan mengumpulkan senjata, dengan menyingkirkan prinsip feodal di sana-sini di dalam negeri dan dengan menciptakan pemerintah Islam yang kuat di Afghanistan.”10

Mulla Amir Khan Motaqi, menteri informasi dan budaya Taliban menjelaskan dalam khotbah shalat Jumat pada 15 November 1996: ”Tidak ada lagi setiap kekejaman, penindasan, kebuasan, keegoisan dalam kerangka kerja pemerintahan Islam. Sebaliknya, ada legalitas dan pemenuhan Syariah suci Muhammad, saw, baik dalam

8 Oliver Roy, Islam and Resistance in Afghanistan

(Cambridge: Cambridge University Press, 1990), hal 50.

9 Eden Naby, ‘The Changing Role of Islam as a Unifiying

Force in Afghanistan’, dalam Ali Banuazizi and Myron Weiner (eds), The State, Religion and Ethnic Politics (Syracuse: Syracuse University Press, 1986), hal 149

10 Aneela Sultana, Taliban or Terrorist? Some Reflections on

Taliban’s Ideology (2009), hal 15.

kata maupun tindakan. Negara Islam Afghanistan, di bawah kepemimpinan gerakan Islam Taliban, telah mempraktekkan setiap hal yang telah diberitakan, menurut hukum Allah dan bimbingan Al-Qur'an. Setiap langkah yang diambil oleh negara Islam telah sesuai dengan Syariah dan apa pun yang telah dikatakan dalam kata-kata telah diterapkan dalam tindakan.” 11

Sejarah Taliban

Wilayah yang hari ini dihuni oleh bangsa Pashtun memiliki sejarah panjang penjajah yang mencoba, namun sebagian besar sia-sia, untuk mengalahkan mereka. Sejak munculnya Alexander di wilayah Pashtun pada 326 SM12, sejumlah besar

pasukan militer asing muncul di kancah Afghanistan, termasuk dari Kekaisaran Persia, Scythia, Kushan, Sakas, Hun, Arab, Turki, Mongol, Inggris, Rusia, dan yang paling baru adalah Amerika Serikat. Pashtun telah membela tanah air mereka melawan segala macam petualang namun tetap sangat independen.

Kebanyakan penakluk berakhir entah dikalahkan langsung atau diserap ke dalam struktur suku Pashtun selama berabad-abad. Meskipun terlihat mudah untuk menaklukkan wilayah-wilayah Pashtun, tidak ada kekuatan luar yang pernah dapat sepenuhnya menundukkannya.13

Suku-suku di wilayah tersebut mempelajari dan beradaptasi dengan strategi militer penjajah mereka dan memanfaatkan taktik dan peralatan baru yang ditemukan untuk berperang di antara mereka sendiri sampai adanya suatu ancaman eksternal. Orientasi militer telah membentuk budaya dan pandangan wilayah tersebut. Sebagaimana ditulis oleh Johnson, "Pashtun tidak pernah damai, kecuali ketika ia sedang berperang."14 Masyarakat di wilayah yang

11 Aneela Sultana, Taliban or Terrorist? Some Reflections on

Taliban’s Ideology (2009), hal 15.

12 Alison Behnke, The Conquests of Alexander the Great

(Breckenridge: Twenty-First Century Books, 2007), 99.

13 Louis Dupree, Afghanistan (Princeton, N. J: Princeton

University Press, 1978), hal 415.

14 Thomas H. Johnson, "On the Edge of the Big Muddy: The

Taliban Resurgence in Afghanistan," China and Eurasia Forum Quarterly 5, no. 2 (2007), hal 118.

(18)

demikian telah cenderung menolak segala bentuk otoritas yang ketat meskipun dibayar dengan adaya perselisihan dan ketidakamanan.15

"Permainan Besar" di abad ke-19 memainkan peran yang dominan dalam membentuk lanskap politik saat ini di wilayah tersebut.16 Hal ini juga memberi Pashtun pertemuan

pertama mereka dengan kekuatan militer modern melalui tiga Perang Anglo-Afghanistan pada tahun 1839, 1878, dan 1919. Setelah upaya yang gagal untuk mendapatkan kemajuan di Afghanistan, Rusia dan Inggris sepakat untuk membuat penyangga dalam bentuk Afghanistan di antara zona pengaruh mereka.

Batas internasional yang dikenal sebagai Garis Durand antara British India dan Afghanistan ditetapkan pada tahun 1893. Batas baru, bagaimanapun, tidak mempengaruhi kehidupan suku Pashtun di daerah perbatasan yang mempertahankan hubungan etnis dan keluarga yang kuat dengan saudara mereka di seluruh perbatasan melalui ketentuan hak kemudahan. Inggris juga memberikan pada suku-suku di sisi perbatasan mereka dengan status semi-otonom aneh yang dipertahankan setelah penciptaan Pakistan pada tahun 1947 dalam bentuk FATA.17

Dengan gangguan yang jarang, daerah Pashtun di kedua sisi perbatasan tidak aktif selama sebagian besar abad kedua puluh. Relatif stabilnya pemerintahan empat dekade Zahir Shah berakhir pada tahun 1973. Ketidakstabilan yang terjadi setelah kepergiannya memberikan katalis untuk Partai Demokrat Rakyat komunis Afghanistan untuk menggulingkan pemerintah yang lemah dan terpecah pada tahun 1978.

15 Stephen Tanner, Afghanistan : A Military History from

Alexander the Great to the Fall of the Taliban (New York: Da Capo Press, 2002), hal 134.

16 Untuk sejarah rinci “Permaian Besar” lihat Peter Hopkirk,

The Great Game : The Struggle for Empire in Central Asia (New York: Kodansha International, 1992).

17 Untuk rincian tentang pengaturan administrasi dalam

FATA, lihat The Constitution of the Islamic Republic of Pakistan (Karachi: Pakistan Publishing House, 1986), and

Unsur-unsur agama di Afghanistan, yang dipimpin oleh mujahidin, menolak paket reformasi radikal komunis, termasuk perubahan drastis dalam kepemilikan tanah, pajak baru, wajib belajar bagi perempuan, dan partisipasi perempuan dalam peran non-tradisional dalam masyarakat. Uni Soviet mengerahkan pasukan ke Afghanistan pada bulan Desember 1979 untuk membantu sekutu komunis mereka melawan milisi Islam dan melawan ancaman dari kekuatan Islam radikal di sepanjang wilayah republik Asia Tengah dengan mayoritas Muslim.

Keterlibatan Soviet memicu lebih lanjut munculnya perlawanan mujahidin dan panggilan untuk berjihad. Militer Soviet melancarkan sebuah kampanye kontra pemberontakan yang brutal dilakukan melalui perusakan menyeluruh pada kerangka sosial ekonomi suatu bangsa yang mundur. Dalam hampir sepuluh tahun pendudukannya, pasukan Soviet dan orang-orang Afghan komunis sekutu mereka diduga membunuh 1,3 juta orang Afghanistan, menghancurkan infrastruktur baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, dan menyebabkan sekitar 5,5 juta orang mengungsi ke negara tetangga Iran dan Pakistan, yang kebanyakan mereka menemukan jalan menuju sabuk suku Pakistan.18

Meskipun mengerahkan sejumlah besar personal dan material, Soviet tidak pernah bisa mendapatkan akses tak-terlawan ke pedesaan, terutama di daerah Pashtun. Setelah upaya kontra-pemberontakan yang panjang dan mahal, Uni Soviet sepenuhnya menarik pasukannya dari Afghanistan pada Februari 1989, meninggalkan pemerintah komunis Najibullah berjuang untuk dirinya sendiri. Sebuah perang sipil berikutnya, mengakibatkan penggulingan Najibullah pada April 1992.

Noor ul Haq, Rashid Ahmed Khan and Maqsood ul Hasan Nuri, "Federally Administered Tribal Areas of Pakistan," Islamabad Policy Research Institute Papers 10 (March, 2005).

18 The Russian General Staff, The Soviet-Afghan War: How a

Superpower Fought and Lost, eds. Lester W. Grau dan Michael A. Gress, trans. Lester W. Grau and Michael A. Gress (Lawrence: University Press of Kansas, 2002), hal 255-256.

(19)

19

Dalam enam bulan sebelum kepergian mereka, Soviet menyerahkan sejumlah besar senjata dan amunisi untuk pasukan Najibullah, mereka melanjutkan dukungan material selama dua tahun setelah kepergian mereka. Kekalahan pemerintah komunis yang cepat memunculkan perbedaan dalam aliansi pihak-pihak mujahidin yang retak. Setiap faksi memiliki pemimpin atau panglima perang di wilayah geografis negara tersebut dengan aspirasi untuk kekuasaan.

Pertempuran yang pecah antara para panglima perang menyebabkan penjarahan dan pencurian yang meluas. Perselisihan antara para panglima perang dan penduduk yang lelah dengan perang menyebabkan tahapan ide-ide radikal Taliban dengan begitu mudah mengambil alih Afghanistan.19 "Mitologi Taliban menyatakan bahwa

penciptaan mereka sebagai reaksi terhadap ketidakadilan yang dilakukan selama era mujahidin politik Afghanistan."20

Para kader Taliban muncul dari kamp pengungsi Pashtun. Di sanalah, di beberapa madrasah, salah satu versi Islam yang diinterpretasikan secara selektif, yaitu dakwah salafiyah, mempengaruhi santri (Talib) untuk mengadopsi pendekatan “orisinal” terhadap isu-isu sosial dan politik.21

Meskipun ada perbedaan dengan para fundamentalis agama yang didukung oleh Taliban, masyarakat berkumpul di belakang mereka karena janji untuk memberikan perdamaian dengan menghilangkan ancaman para panglima perang dan narkotika.22

Popularitas Taliban dengan cepat menyebar dan mereka mengalami kesuksesan dalam konsolidasi kekuasaan. Taliban menguasai Kandahar di Afghanistan selatan pada

19 Johnson and Mason, Understanding the Taliban and

Insurgency in Afghanistan.

20 “The Taliban” (Montery: NSP Program for Culture and

Conflict Studies, 2007)

21 Peter Marsden, The Taliban : War, Religion and the New

Order in Afghanistan (Karachi: Oxford University Press, 1998), hal. 73.

22 Ahmed Rashid, "The Taliban: Exporting Extremism,"

Foreign Affairs 78, no. 6 (November/December, 1999), hal 22-35.

23 Untuk rincian peristiwa ini lihat pada Norimitsu Onishi, "A

Tale of the Mullah and Muhammad's Amazing Cloak," New York Times,

bulan November 1994. Di sini mereka mendapatkan legitimasi de facto agama mereka di antara penduduk Pashtun pedesaan ketika pemimpin mereka, Mulla Umar, mengenakan jubah suci Nabi Muhammad saw dalam sebuah pertemuan publik,23 dan menyatakan dirinya sebagai

Amirul-Mukminin (Pemimpin Orang Beriman).24

Di mata Barat, peristiwa ini mungkin dianggap sebagai tonggak paling penting dalam sejarah Taliban karena ia memberikan pada gerakan tersebut seorang pemimpin karismatik yang kemudian mampu memanfaatkan mistisisme yang melekat dalam budaya Pashtun.25 "Hal ini

dilihat sebagai persaksian ilahi atas kekuasaan Mullah Umar."26

Taliban membuat kemajuan militer yang pesat setelah tahun 1994. Mereka menguasai 95 persen dari negara Afghanistan pada tahun 1997.27 Meskipun mengalami

keberhasilan yang cepat dan adanya euforia awal, rezim Taliban, yang dipimpin oleh Mulla Muhammad Umar, secara bertahap kehilangan dukungan dari masyarakat internasional dan rakyat Afghanistan karena penegakan yang sangat ketat terhadap hukum Islam menurut versi mereka. Taliban melarang televisi, musik, dan tarian, serta melarang wanita bersekolah dan bekerja di luar rumah. Mereka melakukan kekejaman besar-besaran terhadap penduduk non-Sunni Afghanistan dan diduga mendukung sektarian Sunni militan di Pakistan. Mulla Muhammad Umar juga berinteraksi dengan Usamah bin Ladin dan Taliban melindungi kamp pelatihan Al-Qaidah dan

http://query.nytimes.com/gst/fullpage.html?res=9F04EEDB 123EF93AA25751C1A9679C8B63 (Diakses pada 15 Juli 2013).

24 Johnson and Mason, Understanding the Taliban and

Insurgency in Afghanistan, hal 80.

25 Joseph A. Raelin, "The Myth of Charismatic Leaders," T + D

(March 1, 2003), hal 46. http://www.proquest.com/

26 Rashid, Taliban: Militant Islam, Oil, and Fundamentalism

in Central Asia.

27 Kenneth Katzman, Afghanistan: Post-War Governance,

Security, and U.S. Policy - CRS Report for

Congress (Washington, DC: Congressional Research Service, 2007).

Gambar

Gambar 1. Wilayah Fisik Afghanistan
Gambar 2. Sebuah contoh rute tanah yang menunjukkan kemungkinan serangan dadakan
Gambar 3. Struktur Organisasi Taliban
Gambar 4. Bentuk-bentuk interdependensi dalam Taliban
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu: Untuk mengetahui ekstrakurikuler marching band di MIN Bawu Jepara dapat membentuk karakter tanggung jawab dan kreativitas. Adapun

Tanggung Jawab MutlakSetiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan

Setelah implementasi dan pengujian maka sistem real-time untuk manajemen penjemputan penumpang mobil antarkota menggunakan Google Maps ini dapat memberikan solusi

224 DIMAS – Volume 19, Nomor 2, Nopember 2019 Selain bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan timbunan sampah juga disebabkan oleh peningkatan aktivitas serta belum

pemrosesan, informasi pada lembar data keamanan ini tidak diperlukan untuk material yang baru dibuat. BAGIAN 16:

BUTIR SOAL TIPE PILIHAN GANDA Terdiri dari: STEM ä Pernyataan ä Pertanyaan ä Pernyataan dan Pertanyaan OPTION ä Kunci Jawaban ä Kunci yang bukan Kunci Jawaban (Pengecoh/

orang Papua. Tawaran dialog per- lu segera disambut dengan lang- kah-langkah konkret, dibarengi dengan penegakkan hukum dan penanganan berkas-berkas kasus

Model latent class juga lebih fokus pada pertanyaan: “Mengapa peserta tes tidak menguasai suatu materi?.” Sementara itu pada teori tes klasik dan teori respon butir lebih fokus