• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi

a. Definisi Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat - zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif (Supariasa, 2002).

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi di mana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan

(2)

commit to user

kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2005).

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut

undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang di mana jumlah

energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).

Status gizi gemuk atau obesitas (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang di mana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005). b. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKUI, 2007).

Penilaian status gizi bertujuan untuk :

1) Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi.

2) Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari masing-masing metode yang ada.

3) Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan dan implementasi untuk penilaian status gizi.

(3)

commit to user

Metode dalam penilaian status gizi dibagi dalam dua kelompok, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung terdiri dari penilaian dengan melihat tanda klinis, tes laboratorium, metode biofisik dan antropometri. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung berupa survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

c. Metode Antropometri

Kata antropometri berasal dari Bahasa Latin antropos yang berarti manusia. Sehingga antropometri dapat diartikan sebagai pengukuran pada tubuh manusia (Soekirman, 2000). Pengukuran antropometri, khususnya bermanfaat bila ada ketidakseimbangan antara protein dan energi. Dalam beberapa kasus, pengukuran antropometri dapat mendeteksi malnutrisi tingkat sedang maupun parah, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi status kekurangan (defisiensi) gizi tertentu (Gibson, 2005).

Beberapa keunggulan antropometri, antara lain : (Supariasa, 2002).

1) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.

2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih.

(4)

commit to user

4) Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan

5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas. 6) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi

pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.

7) Metode antropometri dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan gizi.

Kelemahan antropometri, antara lain : (Supariasa, 2002). 1) Tidak sensitif : metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam

waktu singkat, di samping itu tidak dapat membedakan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.

2) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri.

3) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran, dapat memengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi.

d. Pemantauan Status Gizi

Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun secara antropometri. Namun, pemeriksaan antropometri adalah salah satu pemeriksaan pemantauan status gizi yang paling mudah dan paling murah.

(5)

commit to user

Rumus perhitungan Indeks Masa Tubuh : Berat Badan (Kg) IMT =

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Pengelompokan status gizi anak umur 5-18 tahun menurut kurva IMT/U sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 :

1) Sangat kurus bila < - 3 SD

2) Kurus bila di antara -3 SD dan < - 2 SD 3) Normal bila di antara - 2 SD dan 1 SD 4) Gemuk bila di antara > 1 SD dan 2 SD 5) Obesitas bila > 2 SD

2. Dismenore

a. Definisi Dismenore

Dismenore adalah nyeri haid yang biasanya bersifat kram dan berpusat pada perut bagian bawah (Fritz dan Speroff, 2010). Dismenore adalah nyeri kram yang terasa sebelum atau selama menstruasi, terkadang sampai parah sehingga mengganggu aktivitas (Rogers, 2010).

b. Klasifikasi Dismenore

Menurut Wiknjosastro (2005), dismenore dibagi menjadi 2 yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :

(6)

commit to user 1) Dismenore Primer

Dismenore primer merupakan merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat - alat genital yang nyata (Winkjosastro, 2005). Umumnya timbul 2-5 tahun setelah

menarche, yaitu saat siklus mulai bersifat ovulatorik dan jarang

pada tahun-tahun pertama setelah menarche (Folin, 2004). Biasanya terjadi pada wanita usia muda dengan nyeri yang terasa sebagai kejang uterus dan spastik, sering pada nullipara timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur dan memberikan respons terhadap pengobatan medikamentosa (Mansjoer et al., 2005), Sedangkan pada wanita multipara, nyeri yang dirasakan berkurang/mengalami perbaikan (Juang et al., 2006).

Nyeri dirasakan pada panggul atau perut bagian bawah yang dapat menjalar ke punggung dan sepanjang paha. Nyeri tidak disertai peningkatan jumlah darah haid dan puncak rasa nyeri sering kali terjadi pada saat perdarahan masih sedikit. Selain itu, dapat disertai sakit kepala, diare, mual, muntah. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan organik (Widjonarko, 2006).

2) Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disebabkan oleh kelainan ginekologik (salpingitis kronika, endometriosis, adenomiosis uteri, stenosis servisitis uteri dan lain-lain)

(7)

commit to user

(Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008). Proverawati dan Misaroh (2009), menyebutkan bahwa dismenore sekunder atau yang sering disebut juga dismenore ekstrinsik terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore.

c. Etiologi Dismenore

Sudah banyak yang dikemukakan untuk menerangkan penyebab dari dismenore, namun sampai saat ini patofisiologinya masih belum jelas untuk dimengerti . Ada beberapa faktor yang mempunyai peranan penting sebagai pencetus timbulnya dismenore, yaitu :

1) Faktor kejiwaan

Dismenore mudah terjadi pada seseorang yang emosionalnya tidak stabil, serta tidak mengerti betul tentang proses haid.

2) Faktor konstitusi

Anemia, penyakit menahun, dan lainnya dapat menyebabkan timbulnya dismenore, namun hal tersebut tidak terlepas dari faktor kejiwaan.

3) Faktor obstruksi kanalis servikalis

Penyakit seperti mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan terjadinya dismenore dikarenakan otot – otot uterus yang berkontraksi keras dalam usahanya untuk mengeluarkan darah haid.

(8)

commit to user 4) Faktor endokrin

Clitheroe dan Pickles menyatakan bahwa endometrium saat fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 yang dapat menyebabkan kontraksi otot – otot polos. Apabila jumlah dari prostaglandin berlebihan diedarkan ke dalam darah maka selain akan terjadi dismenore akan terjadi juga diare, mual, muntah,

flushing.

5) Faktor alergi

Teori ini ada setelah adanya asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migrain, atau asma bronkhiale. Smith menduga bahwa sebab dari alergi adalah toksin haid. Dalam penyelidikan ke depan, ternyata etiologi dismenore primer yang paling berperan adalah adanya peningkatan kadar prostaglandin (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008).

d. Faktor Risiko Dismenore Primer

Faktor risiko terjadinya dismenore primer adalah : 1) Siklus mentruasi ovulasi

Dismenore primer hanya dapat terjadi pada siklus menstruasi ovulatorik (Ehrenthal et al., 2006). Karena setelah terjadinya ovulasi, maka sel-sel folikel tua setelah ovulasi akan membentuk korpus luteum, sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi pembuahan dan implantasi, maka kadar estrogen dan progesteron di sirkulasi akan menurun drastis.

(9)

commit to user

Penarikan kembali kedua hormon steroid tersebut menyebabkan lapisan endometrium yang kaya akan nutrisi dan pembuluh darah itu tidak lagi ada yang mendukung secara hormonal. Penurunan kadar hormon ovarium itu juga merangsang pengeluaran prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh endometrium, serta menyebabkan kontraksi uterus. Bila kadar prostaglandin berlebih maka akan memicu dismenore (Sherwood, 2001).

2) Riwayat ibu atau saudara perempuan kandung yang mengalami dismenore primer

Adanya riwayat keluarga dan genetik berkaitan dengan terjadinya dismenore primer yang berat (Ehrenthal et al., 2006). 3) Usia menarche kurang dari 12 tahun

Menurut Widjonarko (2006), terdapatnya hubungan antara usia menarche terhadap kejadian dismenore primer dikarenakan saat menarche terjadi lebih awal dari normal maka alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit saat menstruasi (Ehrenthal et al., 2006; Novia dan Puspitasari, 2008). 4) Adanya depresi atau anxietas

Risiko untuk mengalami dismenore meningkat pada wanita yang mempunyai riwayat dismenore dan stres tinggi sebelumya

(10)

commit to user

dibandingkan dengan wanita yang tidak mempunyai riwayat stress sebelumnya (Ehrenthal et al., 2006).

5) Merokok dan minum alkohol

Pengaruh rokok terhadap dismenore primer masih dalam perdebatan, dan pengaruh alkohol meningkatkan keparahan dari dismenore primer (Ehrenthal et al., 2006).

6) Seseorang dengan gemuk, obesitas ataupun kurus

Terdapat hubungan antara obesitas terhadap kejadian dismenore. Menurut Utami (2013). orang dengan Indeks Massa Tubuh yang lebih dari normal menunjukkan terdapat peningkatan kadar prostaglandin (PG) yang berlebih, sehingga memicu terjadinya spasme miometrium yang dipicu oleh zat dalam darah haid, mirip lemak alamiah yang dapat ditemukan di dalam otot uterus.

Kelebihan berat badan dapat mengakibatkan dismenore primer, karena di dalam tubuh orang yang mempunyai kelebihan berat badan terdapat jaringan lemak yang berlebihan yang dapat mengakibatkan hiperplasi pembuluh darah (terdesaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak) pada organ reproduksi wanita sehingga darah yang seharusnya mengalir pada proses menstruasi terganggu dan timbul dismenore primer (Widjonarko 2006 ; Novia dan Puspitasari, 2008).

(11)

commit to user

Status gizi kurang dapat diakibatkan karena asupan makanan yang kurang, menderita suatu penyakit, adanya perilaku yang salah, ataupun karena ketergantungan obat dan alkohol. Kerena asupan makanan yang kurang, dikhawatirkan asupan dari zat besi juga akan kurang, maka dapat terjadi anemia (Gragnolati dan Bank, 2006). Anemia merupakan salah satu faktor konstitusi yang dapat menyebabkan dismenore (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008).

7) Olahraga

Dengan berolahraga maka akan menurunkan gejala dismenore primer (Ehrenthal et al., 2006). Dengan berolahraga akan menurunkan kadar prostaglandin, serta melepaskan endorfin yang dapat memberikan efek penurunan rasa sakit (Sinclair, 2010). e. Gejala Dismenore Primer

Pada perempuan yang mengalami dismenore primer akan merasakan :

1) Nyeri pada perut yang timbul tidak lama sebelumnya atau bersamaan dengan awal haid, dapat berlangsung beberapa jam, 24 jam atau bahkan sampai beberapa hari.

2) Rasa nyeri kejang berjangkit-jangkit yang dirasakan di area perut bawah dan dapat menyebar ke pinggang dan paha.

3) Rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008; Morgan dan Hamilton, 2009).

(12)

commit to user f. Derajat Nyeri Dismenore

Nyeri yang dirasakan pada dismenore dapat diderajatkan menjadi :

0 : Tidak dismenore

1 : Nyeri dirasa ringan, aktivitas sedikit terganggu, jarang membutuhkan obat namun jika obat dikonsumsi maka dapat efektif untuk mengurangi nyeri

2 : Nyeri dirasa sedang, aktivitas terganggu, membutuhkan obat dan obat tersebut sering efektif dalam mengurangi nyeri jika dikonsumsi

3 : Nyeri dirasa hebat, mengganggu sebagian besar aktivitas, membutuhkan obat namun obat tersebut jarang efektif dalam mengurangi nyeri (Reece dan Barbieri, 2009).

Sedangkan menurut Arulkumaran dan Khan (2006) dan Manuaba (2008), derajat rasa nyeri pada dismenore bervariasi mencakup ringan yang berlangsung beberapa saat dan masih dapat meneruskan aktivitas sehari-hari, sedang yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa sakit tetapi masih dapat meneruskan pekerjaannya, dan berat yang memerlukan istirahat dan pengobatan untuk menghilangkan nyerinya.

(13)

commit to user g. Patofisiologi Dismenore Primer

Saat fase luteal, korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi pembuahan dan implantasi, maka kadar estrogen dan progesteron di sirkulasi akan menurun drastis.

Penurunan kadar progesteron mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase. Fosfolipase akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium dan menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat akan disiklasi menjadi prostaglandin endoperoksida siklik dalam bentuk prostaglandin G2 (PGG2) yang merupakan awal pembentukan semua senyawa prostaglandin dengan bantuan enzim siklooksigenase. Prostaglandin G2 (PGG2) kemudian akan diubah menjadi prostaglandin H2 (PGH2) dengan bantuan enzim endoperoksida isomerase dan peroksidase. Selanjutnya prostaglandin H2 (PGH2) akan diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2) dibantu oleh enzim PGE2 isomerase. Prostaglandin H2 (PGH2) diubah menjadi prostaglandin F2α (PGF2α) dibantu oleh enzim PGF2α reduktase dan peroksidase. Prostaglandin yang dihasilkan tersebut akan menginduksi terjadinya kontraksi uterus. Kontraksi uterus selama menstruasi mulai dari tekanan basal > 10 mmHg, sehingga menghasilkan tekanan intrauterin yang lebih tinggi sampai sering mencapai 150 - 180 mmHg dan juga bisa melebihi 400 mmHg, frekuensi lebih sering yaitu > 4-5 setiap 10 menit, dan tidak berirama

(14)

commit to user

ataupun berkoordinasi. Karena kontraksi dari uterus yang berkepanjangan menyebabkan aliran darah ke uterus akan menurun, sehingga uterus akan mengalami iskemia. Selama uterus iskemia maka akan terjadi metabolisme anaerobik, di mana hasilnya akan merangsang saraf nyeri kecil tipe-C yang akan memberikan kontribusi untuk terjadinya dismenore. Nyeri tersebut dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha dikarenakan, pada uterus dipersarafi oleh toraks 12, lumbal 1, lumbal 2, lumbal 3, sakral 2, sakral 3, dan sakral 4 yang memberikan penyebaran nyeri ke pinggang dan paha (Rasjidi, 2008). Selain itu prostaglandin F2α (PGF2α) dan prostaglandin E2 (PGE2) juga dapat menyebabkan timbulnya keluhan seperti diare, mual, muntah, dan lain-lain (Fritz dan Speroff, 2010; Reece dan Barbieri, 2009). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 2.1. Patofisiologi Dismenore Primer ( Dawood, 2008 )

(15)

commit to user h. Diagnosis Dismenore Primer

Anamnesa yang diperlukan untuk mengetahui adanya dismenore primer adalah dengan menanyakan riwayat penderita seperti :

1) Usia menarche

2) Jarak antara 2 siklus menstruasi

3) Hubungan antara onset terjadinya keluhan dengan saat terjadinya keluhan

4) Lokasi dan beratnya rasa nyeri

5) Volume dan durasi aliran darah menstruasi

6) Adanya keluhan lain seperti mual, muntah, diare, sakit kepala, nyeri di pinggang atau paha

7) Adanya keterbatasan aktivitas sehari-hari

8) Penggunaan obat untuk mengurangi nyeri dan keefektifitasannya (Fritz dan Speroff, 2010; Reece dan Barbieri, 2009)

Diagnosis dismenore primer adalah diagnosis klinis, di mana didasarkan terutama dari riwayat karakteristik gejalanya, serta tidak ada hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan bukti atau adanya suatu kecurigaan patologis seperti endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, serta penyakit radang panggul kronik (Fritz dan Speroff, 2010).

(16)

commit to user i. Penatalaksanaan Dismenore

Untuk penatalaksanaan, terapi yang dapat diberikan untuk penderita dismenore primer adalah sebagai berikut (Wiknjosastro, 2005):

1) Psikoterapi

2) Pemberian obat analgesik 3) Terapi hormonal

4) Terapi dengan obat nonsteriod anti prostaglandin 5) Dilatasi canalis cervicalis.

3. Hubungan antara Status Gizi dengan Derajat Dismenore

Status gizi dapat berpengaruh dengan kejadian dismenore, karena orang dengan status gizi yang lebih dari normal menunjukkan peningkatan kadar prostaglandin yang berlebih (Utami et al., 2013). Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul pula diare, mual, dan muntah (Okparasta, 2003).

(17)

commit to user

Status gizi kurang yaitu terjadinya ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh sehingga simpanan zat gizi akan berkurang karena cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu. Gizi kurang akan memengaruhi pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan haid. Keluhan yang sering dirasakan antara lain nyeri saat haid dan rasa tidak nyaman pada perut. Terdapat hubungan antara gizi kurang dengan kejadian dismenore, karena gizi kurang dapat mengakibatkan kondisi fisik yang lemah sehingga ketahanan terhadap nyeri berkurang (Dyah dan Tinah, 2009 ; Fancin, 2004 ; Supariasa, 2002).

Pada beberapa remaja keluhan dismenore saat haid tidak dirasakan, hal ini dipengaruhi oleh gizi yang baik dan kebiasaan olahraga secara teratur (Fancin, 2004 ).

(18)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Hal yang diteliti

Korpus luteum berdegenerasi Progesteron \ Fosfolipid \ Asam Arakidonat PGG2 PGH2 PGF2α Kontraksi Uterus Uterus Iskemik Dismenore Enzim fosfolipase Enzim Siklooksigenase Enzim endoperoksida isomerase dan peroksidase Enzim PGF2α reduktase dan peroksidase pperoksidase PGE2 Enzim PGE2 isomerase 1. Menstruasi yang berovulasi 2. Genetik 3. 4. Usia Menarche < 12 tahun 5. Stres 6. Olahraga

7. Merokok dan minum alkohol Status Gizi Dismenore Ringan Dismenore Sedang Dismenore Berat

(19)

commit to user C. Hipotesis

Ada hubungan antara status gizi dengan derajat dismenore pada Siswi SMA Negeri 1 Surakarta

Gambar

Gambar 2.1. Patofisiologi Dismenore Primer  ( Dawood, 2008 )

Referensi

Dokumen terkait

Faktor kekerabatan (suami, orang tua, nenek) masih memberikan peran yang penting dalam tindakan-tindakan si ibu berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan pasca

Di hampir semua kota menunjukkan bahwa persepsi siswa yang baik terhadap metode mengajar yang di terapkan gurunya, dan guru yang seri ng memberikan latihan soal (PR)

Berdasarkan hasil analisa dan estimasi, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan volume ekspor produk rotan Indonesia ke 5 (lima) negara

fisikokimia, dan komponen fungsional sorgum setiap varietas merupakan langkah awal dalam pemanfaatannya Tabel 5.. sebagai bahan diversifikasi pangan maupun industri. Rasio

Faktor Lingkungan, ada dua unsur yang sangat penting dalam mempengaruhi perkembangan intelek anak yaitu keluarga dan sekolah..

Skripsi berjudul “Studi Kepustakaan Penerapan Kegiatan Meronce Dalam Mengembangkan Motorik Halus Anak Usia 4-5 Tahun” yang ditulis oleh “Maria Rufina Febriany

Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa sanya kinerja perbankan umum syariah dengan menggunakan metode maqashid syariah lebih unggul di Singapura dibandingkan dengan di

Judul Skripsi : ANALISIS EFEKTIVITAS PAJAK HOTEL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURABAYA.. Menyatakan bahwa tugas akhir skripsi ini adalah