• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTERISTIK ARUS PERMUKAAN LAUT DAN ANOMALI TERHADAP AKTIVITAS MJO DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KARAKTERISTIK ARUS PERMUKAAN LAUT DAN ANOMALI TERHADAP AKTIVITAS MJO DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTERISTIK ARUS PERMUKAAN LAUT DAN

ANOMALI TERHADAP AKTIVITAS MJO DI WILAYAH PERAIRAN

INDONESIA

Nur Fadilah Safaruddin(1), Bayu Edo Pratama(2)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) (1), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (2)

Email : dzinnur20@gmail.com

Abstrak

Wilayah perairan Indonesia yang termasuk dalam daerah propagasi MJO memiliki potensi untuk dikaji hubungannya dengan fenomena MJO. Analisis dilakukan terhadap pergerakan massa air pada lapisan horizontal di atas permukaan laut yang salah satu faktor pembangkitnya adalah angin di permukaan laut di wilayah perairan Indonesia untuk mengetahui karakteristik arus permukaan laut pada setiap periode DJF, MAM, JJA, dan SON serta hubungannya dengan aktivitas MJO. Data yang digunakan meliputi data diagram RMM1 dan RMM2, anomali OLR, data arus permukaan laut dari hycom NCODA yang terdiri dari data analysis dan reanalysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik arus permukaan laut mengikuti angin monsun, baik pada arah maupun kecepatannya yang cukup signifikan pada bulan DJF dan JJA (saat Asia dan Australia), kecuali di wilayah Selat Makassar yang di dominasi oleh Indonesia through flow dari Samudera Pasifik menuju ke Samudera Hindia, begitu juga di perairan utara Papua yang dipengaruhi oleh Equatorial countercurrent. Hubungan antara arus permukaan laut dan aktivitas MJO menunjukkan adanya anomali negatif yang signifikan di Laut Flores pada periode DJF dan SON, sedangkan anomali positif pada umumnya terlihat pada Laut Jawa dan Selat Karimata.

Kata kunci : Arus permukaan laut, MJO, Indonesian Through flow, Equatorial countercurrent.

Abstract

The relation between Indonesian sea included in the propagation area of MJO and the MJO phenomenon itself needs to be researched. Analysis is done by observing the movement of water mass in horizontal layers above sea level in which one of the factors is the wind that blows on the sea surface in Indonesian sea to determine the characteristics of the sea surface current in each periods of DJF, MAM, JJA, and SON as well as its relationship with the MJO activity. The data used includes RMM1 and RMM2 diagrams, OLR anomalies and sea surface current data from hycom NCODA that consists of analysis and reanalysis data. The results of The research, it can be concluded that the characteristics of the sea level current follows the monsoons, both in direction and velocity are significant in DJF and JJA (in Asian and Australian monsoon occurences), except on Makassar Strait because it is dominated by Indonesia Throughflow from the Pacific Ocean to the Indian Ocean, as well as in the northern waters of Papua which is influenced by Equatorial countercurrent. The relationship between sea surface currents and MJO activity showed a significant negative anomalies over the Flores Sea in the period DJF and SON, while positive anomalies are generally observed over the Java Sea and Karimata Strait.

(2)

I.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan. Salah satu fenomena meteorologi yang mempengaruhi cuaca di Indonesia adalah Madden Julian Oscillation (MJO) yang merupakan osilasi/gelombang tekanan dengan periode 30-40 hari menjalar dari Barat ke Timur (Madden dan Julian, 1994).

Wilayah Indonesia termasuk dalam daerah propagasi MJO sehingga lautan di wilayah ini memiliki potensi untuk diteliti keterkaitannya

dengan fenomena MJO.Kajian MJO di wilayah

Indonesia umumnya dihubungkan dengan

adanya peningkatan curah hujan sebagai akibat adanya gangguan pada sirkulasi angin, yang disebabkan oleh adanya peningkatan konveksi awan hujan. Terdapat korelasi positif antara kejadian MJO dengan kenaikan intensitas gelombang di sekitar perairan tropis (Stopa dkk.,2013) (dalam Ramdhani, 2015). Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa MJO berpotensi meningkatkan kecepatan angin yang diakibatkan oleh aktivitas konvektif.

Arus yang merupakan gerakan sebagian massa air yang sangat luas yang dibangkitkan terutama oleh angin yang berhembus di permukaan laut dikaji untuk mengetahui karakteristik arus permukaan laut pada periode

DJF (Desember-Januari-Februari), MAM

(Maret-April-Mei), JJA (Juni-Juli-Agustus), dan

SON (September-Oktober-November) di

wilayah perairan Indonesia dan hubungannya dengan aktivitas MJO ketika penjalarannya berada di Maritime continent, yang akan difokuskan pada fase 4 dan 5.

II.

DATA DAN METODE

Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi :

1. Data harian Real Time Multivariate MJO seri 1 dan 2 (RMM1 dan RMM2) periode adalah Desember 2012 hingga November 2015 (3 tahun) diperoleh dari website Bureau of Meteorology (BOM) 2. Anomali Outgoing Longwave Radiation

(OLR) yang diperoleh melalui website http://www.bom.gov.au

3. Data arus permukaan (uvel dan vvel)

dari Hycom+ NCODA global

merupakan data global analisis yang

dikonversi ke netCDF dan diinterpolasi ke 33 lapisan z terdiri dari data analysis dan data reanalysis.

Tabel 1. Deskripsi data Hycom+NCODA

Metode penelitian yang digunakan yaitu interpretasi dan analisis spasial. Interpretasi dilakukan dengan mengkaji hasil dari model untuk mengetahui karakteristik arus permukaan laut. Selanjutnya melakukan analisis spasial terhadap karakteristik arus, anomali OLR dan anomali arus permukaan laut saat kejadian MJO pada fase 4 dan 5.

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kejadian MJO dengan menggunakan diagram RMM1 dan RMM2 serta anomali OLR untuk menentukan waktu kejadian, fase, indeks MJO, serta daerah propagasi MJO.

2. Pengolahan data uvel dan vvel dari Hycom NCODA dengan metode komposit untuk

Judul : HYCOM GLBu0.08

Resolusi : 1/12° (~0.08)

Instirusi : Naval Research Laboratory

(NRL) Range data (percobaan) : May-2012 to Aug-2013 (90.9), Aug-2013 to Apr-2014 (91.0), Apr-04-2014 to Present (91.1),

Topografi : NRL menginterpolasi arsip data dari GLBa0.08 ke GLBu0.08 menggunakan sub regional ke grid 0.08 derajat lintang/bujur yang sama antara 80.48S dan 80.48N. Perhitungan grid : Seragam (resolusi 1/12°) grid antara 80.48°S da 80.48°N

(3)

mengetahui karakteristik arus permukaan di wilayah perairan Indonesia (komposit data arus selama 10 tahun) dan anomali arus permukaan laut terhadap aktivitas MJO (komposit 3 tahun) pada lokasi penjalarannya yang mengacu pada anomali OLR. Komposit anomali yang diperoleh merupakan hasil dari selisih normal arus permukaan terhadap arus saat kejadian MJO aktif di Maritime continent.

3. Analisis lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan diagram hovmoller untuk mengetahui hubungan MJO dan arus permukaan laut berdasarkan fase, durasi dan indeks MJO.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Waktu kejadian Madden Julian

Oscillation (MJO)

Hasil dari diagram RMM1 dan RMM2 menunjukkan jumlah hari terbanyak ketika MJO aktif (fase 4) yaitu pada periode SON tahun 2013 dan jumlah hari yang terendah pada periode yang sama terdapat pada tahun 2015. Periode DJF menunjukkan nilai yang tidak terlalu signifikan, namun untuk jumlah hari MJO aktif pada fase 4 ini menunjukkan adanya pola peningkatan jumlah hari dari tahun 2013 hingga tahun 2015 mencapai 15 hari. Selanjutnya dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 di periode MAM MJO tidak aktif. Pada tahun 2014 ada peningkatan frekuensi kejadian MJO sekitar 7 hari untuk periode MAM namun kembali menurun pada tahun 2015. Untuk periode JJA, tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan.

Gambar 2. Diagram RMM1 dan RMM2 (sumber : http://www.bom.gov.au)

Jumlah hari kejadian ketika fase MJO aktif yang berada di fase 5 paling banyak saat periode DJF pada tahun 2013, pada tahun 2014 dan 2015 jumlahnya sama yaitu 5 hari. Periode. Jumlah hari maksimum yang ditunjukkan oleh grafik pada periode MAM hanya 4 hari, jumlah ini merupakan jumlah paling rendah dibanding periode yang lain. Pada periode JJA, grafik menunjukkan jumlah hari terbanyak yaitu pada tahun 2014, untuk tahun 2013 dan 2015 menunjukkan jumlah hari yang sama. Selanjutnya, periode SON menunjukkan jumlah dengan hari terbanyak dengan jumlah 12 hari pada tahun

MULAI

11. DIAGRAM RMM1 dan RMM2

2. ANOMALI OLR 3. DATA HYCOM NCODA

OLAH DIAGRAM RMM1 dan RMM2 OLAH DATA HYCOM NCODA (uvel dan vvel) ARUS PERMUKA AN LAUT FASE dan WAKTU KEJADIAN MJO AKTIF ANOMALI OLR KOMPOSIT ARUS PERMUKAAN LAUT DAN ANOMALINYA SAAT MJO SAMPEL HARIAN ARUS PERMUKAAN LAUT TERHADAP MJO (HOVMOLLER) ANALISIS KARAKTERISTIK ARUS DAN ANOMALINYA TERHADAP MJO SELESAI

(4)

2015 dan terendah pada tahun 2013 dengan jumlah 3 hari.

Secara umum diketahui bahwa jumlah hari pada setiap periode berbeda tiap tahunnya, hal ini menunjukkan adanya fluktuasi waktu kejadian MJO yang aktif di fase 4 maupun fase 5. Jumlah waktu kejadian MJO paling banyak terdapat pada periode SON dan terendah pada periode MAM. MJO

sering berhubungan dengan mulainya

monsun Asia dan Australia (Lorenc 1984; Hendon and Liebmann 1990) (dalam Wheeler dan Hendon, 2004). Fenomena MJO

sendiri sebenarnya tidak berpengaruh

mendatangkan hujan lebat (adanya awan konvektif) ketika posisi matahari tidak berada di sebelah selatan khatulistiwa. Menurut Evana dkk. (2008), pada awal bulan Maret MJO berada pada fase lemah yang

terlihat dari aktivitas awan-awan

Cumulonimbus berdasarkan data Outgoing Long Radiation (OLR).

b. Anomali Outgoing Long Radiation (OLR) Pengamatan pergerakan MJO di Maritime Continent dilakukan berdasarkan analisis nilai radiasi gelombang panjang (OLR) yang negatif. Semakin kecil nilai dalam skala

negatif (warna biru hingga ungu)

menunjukkan semakin tinggi awan yang menghambat keluarnya radiasi gelombang panjang bumi yang biasanya identik dengan awan konvektif, sehingga anomali OLR dengan nilai negatif menggambarkan awan-awan konvektif yang dapat mengindikasikan pergerakan MJO dari arah barat menuju timur.

Berdasarkan hasil analisis dari anomali OLR, dapat diketahui bahwa periode MJO aktif dengan nilai negatif terbesar dari anomali OLR terdapat pada periode DJF fase 4 dan 5 yang mengindikasikan bahwa pada periode tersebut fase MJO aktif yang dapat dikaitkan dengan adanya aktivitas konveksi yang cukup tinggi di sekitar Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda, sedangkan pada saat periode JJA, anomali OLR cenderung tidak menyebar di sekitar wilayah Indonesia, adapun sebaran dengan nilai negatif yang sangat rendah di sebagian kecil wilayah perairan Indonesia bagian Timur. Hal ini

terkait dengan posisi matahari pada periode bersangkutan, di mana saat matahari berada di belahan bumi selatan (BBS) yaitu pada periode DJF menunjukkan bahwa MJO sangat aktif di wilayah Indonesia dan saat matahari berada di belahan bumi utara sekitar periode JJA menunjukkan penjalaran MJO yang sangat lemah atau bahkan tidak aktif di sekitar wilayah Indonesia karena anomali OLR yang sangat negatif yang menunjukkan adanya awan-awan konvektif terpusat di sebelah Utara wilayah Indonesia

c. Normal Arus Permukaan Laut

Gambar 3. Normal arus permukaan laut periode DJF dan JJA

Analisis klimatologi arus permukaan laut

untuk mengetahui pola umum arah

pergerakan dan kecepatan arus permukaan laut berdasarkan hasil komposit (rata-rata) arus permukaan laut pada setiap periode selama 10 tahun (2002-2012).

Sirkulasi pada lapisan permukaan laut sangat di pengaruhi oleh angin monsun, sehingga pola sirkulasi mengalami perubahan sesuai dengan pola angin. Selama monsun barat arus permukaan di Indonesia bergerak dengan arah utama dari barat ke timur dan pada monsun timur terjadi sebaliknya (Wyrtki, 1961). Dari hasil analisis kondisi normal arus pada setiap periode di atas, dapat

(5)

diketahui bahwa pada saat arah angin cenderung sama yaitu ketika angin monsun Australia dan Asia (periode DJF dan JJA maka akan berpengaruh pada penguatan arah arus sehingga pola kecepatan arus cenderung signifikan dengan cakupan yang lebih luas, meliputi Selat Karimata dan Laut Jawa dengan kecepatan arus permukaan sekitar 30 cm/s. Kecepatan arus permukaan yang mencapai 70 cm/s terdapat di Laut Flores, perairan Kepulauan Maluku, Laut Banda dan Laut Arafuru. Berbeda halnya dengan saat musim peralihan yang menyebabkan adanya variasi angin yang tidak teratur dan berdampak pada arah dan kecepatan arus, oleh karena itu, pada periode MAM dan SON , arah arus permukaan sangat bervariasi dan kecepatannya relatif rendah.

Adanya pola khusus yang terjadi di sekitar Samudera Pasifik (di sebelah utara wilayah Papua) teramati pada normal arus yang mempunyai kecepatan dan arah arus yang berbeda dengan pola yang ditunjukkan oleh arus permukaan laut di perairan Indonesia di semua periode. Arus di Samudera Pasifik cenderung mengikuti pola umum dari Samudera Atlantik yaitu bergerak ke arah barat dan membentuk sirkulasi searah jarum jam di sekitar wilayah timur laut dari khatulistiwa. Hal ini berkaitan dengan pengaruh dari Equatorial Countercurrent yang bergerak dari barat ke timur pada 3o-10o LU. Luas dan kekuatan dari Equatorial Countercurrent berubah dengan variasi musiman angin. Mencapai maksimum pada bulan Juli - Agustus (Bowditch, 2000).

Begitu juga dengan pola arus permukaan laut yang lebih dominan pada kecepatan dan arahnya yang tidak mengikuti pergerakan

monsun di Selat Makassar. Hal ini

disebabkan karena Selat Makassar

merupakan jalur utama lintasan masuk arus dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui perairan Indonesia. Kondisi geografis selat Makassar yang sempit menyebabkan arus yang melalui selat Makassar bergerak secara tetap menuju ke selatan dengan kecepatan yang cukup kuat. Begitu juga dengan daerah lain yang merupakan jalur Indonesian throughflow yang menunjukkan

kecepatan yang lebih tinggi daripada daerah lainnya.

d. Anomali Arus Permukaan Laut

Hasil analisis anomali arus permukaan laut pada saat MJO aktif di fase 4 menunjukkan bahwa periode DJF adalah periode dengan anomali arus yang signifikan teramati pada Laut Flores dan pada perairan Maluku untuk periode SON (gambar 4). Pada kedua periode ini, jumlah hari aktif MJO yang di komposit yaitu 20 hari untuk periode DJF dan 27 hari untuk periode SON, sedangkan pada periode MAM dan JJA di dominasi oleh anomali arus permukaan yang

positif pada wilayah perairan yang

diindikasikan terdapat MJO aktif oleh anomali OLR. Dapat diketahui berdasarkan

anomali positif bahwa tidak terdapat

pengaruh yang signifikan oleh MJO terhadap arus permukaan laut pada periode tersebut dengan jumlah hari kejadian MJO aktif yang di komposit <20 hari.

Gambar 4. Komposit anomali arus

permukaan laut periode DJF dan SON (fase 4)

Berdasarkan hasil analisis anomali arus permukaan laut pada fase 5 (gambar 5) ketika MJO aktif, teramati bahwa pada anomali yang signifikan terdapat pada periode DJF dan SON dengan jumlah hari MJO yang di

(6)

komposit yaitu mencapai 21 dan 25 hari, merupakan jumlah hari yang lebih banyak dari periode JJA dan MAM yang pada umumnya menunjukkan anomali positif yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kedua periode tersebut aktivitas MJO yang aktif di wilayah Indonesia tidak memiliki pengaruh pada arus permukaan laut di wilayah Maritime continent.

Gambar 5. Komposit anomali arus

permukaan laut periode DJF dan SON (fase 5)

Adanya perbedaan anomali positif dan negatif pada setiap periode ketika MJO aktif di fase 4 dan fase 5 menunjukkan bahwa durasi aktif MJO yang merupakan komposit dari kejadian MJO pada tahun 2013-2015 juga mempengaruhi aktivitas MJO terhadap kecepatan arus permukaan laut wilayah perairan Indonesia yang ditunjukkan oleh adanya anomali arus permukaan laut. Durasi MJO aktif ≥ 20 hari yang terlihat pada periode DJF dan SON di kedua fase menunjukkan adanya nilai anomali negatif yang tinggi hingga mencapai -150 cm/s. Namun nilai anomali yang signifikan pada periode SON dipengaruhi oleh jumlah hari kejadian MJO. Berdasarkan nilai indeks pada

periode tersebut menunjukkan bahwa

intensitas MJO di Maritime continent lemah yang terlihat pada indeks < 2. Pengaruh yang signifikan ketika matahari di Belahan Bumi Selatan (BBS) terutama saat Monsun Asia kuat yaitu pada periode Desember, Januari, Februari (DJF). Sesuai periode tersebut menyebabkan penguapan tinggi di wilayah selatan khatulistiwa dan menimbulkan curah hujan tinggi di wilayah tertentu di Indonesia yang mengindikasikan MJO aktif.

Gambar 6. Diagram hovmoller dan grafik

indeks MJO harian periode DJF 2015 pada fase 4 dan 5

Selain melihat pengaruh durasi harian MJO, juga untuk mengamati intensitas MJO yang aktif berdasarkan indeksnya terhadap arus permukaan laut untuk memperkuat hasil di atas, oleh karena itu, dilakukan analisis lebih lanjut terhadap sampel harian kejadian MJO aktif pada periode DJF tahun 2015 di Laut Flores yang termasuk dalam lokasi di mana terlihat dampak MJO secara signifikan pada fase 4 dan fase 5. Gambar 6 menunjukkan pada periode yang sama, yaitu DJF tahun 2015, terdapat perbedaan pola arus pada masing-masing fase. Pada fase 4

1.4 7 1.2 7 1.2 2 1.0 1 1.3 0 1 2 26 27 28 29 30 I N D E K S M J O D E S E M B E R 2 0 1 5 ( F A S E 4 ) 1.6 1.2 1.3 1.7 2.2 2.3 2.5 0 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 I N D E K S M J O J A N U A R I 2 0 1 5 ( F A S E 5 )

(7)

dengan indeks MJO >1 dan < 2, arus permukaan laut yang teramati pada diagram hovmoller menunjukkan pola yang relatif sama. Sementara pada fase 5, terdapat perbedaan pola dengan fase sebelumnya, di mana pada hari dengan indeks ≥ 2

menunjukkan adanya peningkatan arus

dengan rentang 70 s/d 90 cm/s.

Perbedaan anomali juga ditunjukkan pada fase 4 dan 5 baik pada analisis anomali arus permukaan laut maupun pada diagram hovmoller. Pada fase 4 ketika MJO aktif, nilai anomali tidak terlalu signifikan untuk lokasi yang diindikasikan terdapat penjalaran MJO oleh anomali OLR, sedangkan untuk fase 5, anomali arus dan lokasi yang terdapat MJO aktif lebih dominan terlihat. Hal ini disebabkan gelombang Rossby menghambat perkembangan konveksi ke timur dari pusat konveksi MJO, sehingga pusat konveksi MJO terpusat di wilayah Maritime continent pada fase 5.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Karakteristik arah maupun kecepatan yang signifikan terjadi pada saat periode DJF dan JJA yaitu arah arus cenderung dipengaruhi oleh angin monsun Asia – Australia dengan kecepatan rata-rata yaitu 30 s/d 70 cm/s. Namun pada saat musim peralihan yaitu periode MAM dan JJA arah arus permukaan laut bervariasi dengan kecepatan yang relatif rendah sekitar 10-40 cm/s. Kecepatan arus >70 cm/s juga terlihat pada normal arus di sekitar Selat Makassar dan jalur yang dilewati oleh Indonesian throughflow (ITF) dengan arah arus yang konstan sepanjang tahunnya karena dipengaruhi oleh ITF dan di perairan utara Papua dimana arah arus mempunyai pola yang berbeda dan searah jarum jam mengikuti pola Equatorial countercurrent.

2. Aktivitas MJO yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan arus permukaan laut di wilayah perairan Indonesia terdapat pada periode DJF dengan anomali

yang paling signifikan pada fase 4 dan 5 terlihat di sekitar Laut Flores yang mencapai hingga -150 cm/s, namun pola anomali arus permukaan laut pada fase 5 lebih dominan terlihat daripada pada fase 4. Pada wilayah lain seperti Laut jawa dan Selat karimata, pada umumnya menunjukkan anomali positif arus permukaan laut.. Beberapa faktor yang mempengaruhi anomali permukaan laut, yaitu:

a. Durasi kejadian MJO ≥20 hari

b. MJO pada fase 5 lebih berpengaruh terhadap arus permukaan laut

c. Indeks MJO ≥ 2 menunjukkan pola yang signifikan terhadap arus permukaan laut (berlaku untuk fase 5)

DAFTAR PUSTAKA

Bowditch, Nathaniel. 2000. The American

Practical Navigator-An Epitome of

Navigation, 2002 Bicentennial Edition (Chapter 31). Bethesda, MD: U.S.

Government National Imagery and

Mapping Agency.

Evana, L., Effendy, S. dan Hermawan, E., 2008, Pengembangan Model Prediksi Madden Julian Oscillation (MJO) Berbasis pada

Hasil Analisis Data Real Time

Multivariate MJO (RMM1 dan RMM2), J.Agromet 22 (2) : 144-159, 2008.

Madden, R.A. dan Julian, P.R., 1994,

Observation of the 40-50 Day tropical

oscillation : A review, Mon. Wea.

Rev., 112-814-837, 1993.

Ramdhani, A., 2015, Pengaruh Siklon Tropis dan Madden Julian Oscillation (MJO) Terhadap Kejadian Gelombang Tinggi di

Perairan Indonesia Bagian Dalam,

Disertasi, Program Pascasarjana Sains Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Wheeler, M.C. dan Hendon, H.H., 2004, An All-Season RealTime Multivariate MJO Index: Development of an index for monitoring and prediction. Bureau of

Meteorology Research Centre,

(8)

Wyrtki, K., 1961, PhysicalOcenography of the South East Asian Waters, Naga Report Vol.2 Scripps, Institute Oceanography, California.

Gambar

Tabel 1 . Deskripsi data Hycom+NCODA
Gambar 1 . Diagram Alir Penelitian
Gambar 3 . Normal arus permukaan laut  periode DJF dan JJA
Gambar  4.  Komposit  anomali  arus  permukaan  laut  periode  DJF  dan  SON  (fase  4)
+2

Referensi

Dokumen terkait

pada lokasi ditemukannya jejak harimau dengan menggunakan GPS. Pencatatan titik koordinat juga ditandai dengan frekuensi pertemuan jejak. Analisis data mengenai keberadaan

Kepada mahasiswa juga dibekali dengan pengetahuan dasar tentang fungsi umum manajemen publik seperti fungsi perencanaan, khususnya perencanaan strategis, fungsi

Manfaat yang terpenting disebutkan adalah dapat menjaga kondisi fisik maupun pikiran senantiasa dalam keadaan sehat dan bahagia serta meningkatkan daya tahan tubuh..

24 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa semua bidan melaksanakan pelayanan antenatal sesuai dengan standar, dari ke 10 kegiatan hanya satu kegiatan yang tidak

Perbedaan jumlah masing-masing sel leukosit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.Salah satu faktornya adalah faktor fisiologis, yaitu masa hidup dari masing-masing

Pramana (2012, p17) Aplikasi adalah satu unit perangkat lunak yang dibuat untuk melayani kebutuhan akan beberapa aktivitas seperti sistem perniagaan, game, pelayanan

Setelah melalui tahap validasi desain oleh guru dan dosen ahli telah buku pengyaan memp- roduksi teks negosiasi berbasis kesantunan berba- hasa untuk siswa SMA kelas X dinyatakan

pe errh hiittu un ng ga an n tte errs se eb bu ut t d di i jja ad diik ka an n pedoman dalam membuat penguat yang pedoman dalam membuat penguat yang di kehendaki