• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan. OIC (Orangutan Information Centre) menambahkan bahwa kawasan restorasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan. OIC (Orangutan Information Centre) menambahkan bahwa kawasan restorasi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Kondisi Lokasi Penelitian

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia dengan luas 1.094.692 hektar yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua provinsi, yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang. Sedangkan provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo dan Langkat. Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan 8laut di Aceh. Taman Nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Anonim, 2010).

Luas areal resort Sei Betung saat ini adalah 9.734 ha, dengan areal yang rusak mencapai 1.114 ha yakni sekitar 11,4% dari luas resort Sei Betung. Luas areal yang telah direstorasi saat ini adalah 300ha (Anonim, 2011). Tim survei OIC (Orangutan Information Centre) menambahkan bahwa kawasan restorasi Sei Betung terbagi dalam beberapa kawasan yang direstorasi secara bertahap. Untuk saat ini, kegiatan restorasi difokuskan di daerah Desa Halaban dengan luas kawasan yang direstorasi ± 5 ha. Cara restorasi di kawasan ini dilakukan dengan memanfaatkan burung sebagai pemencar biji pohon menggunakan standing bird (hinggapan burung/ tenggeran burung).

(2)

Gambar 1. Peta kawasan resort sei betung TNGL

Definisi Burung

Burung Adalah vertebrata yang aktif di siang hari dan unik dalam memiliki bulu sebagai penutup tubuh. Dengan bulu itu tubuh dapat mengatur suhu tubuh dan terbang. Dengan kemampuan terbang itu burung dapat mendiami semua habitat (Peterson, 1980).

Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk ke

dalam Phylum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua (Welty, 1982). Burung dibagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158 famili,

merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang belakang. Burung berdarah panas dan berkembangbiak melalui telur. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam adaptasi untuk terbang. Burung memiliki pertukaran zat yang cepat kerena terbang memerlukan banyak energi. Suhu tubuhnya tinggi dan tetap sehingga kebutuhan makanannya banyak (Anonim, 1992).

(3)

Tubuh burung dapat dibedakan menjadi bagian-bagian kepala, leher, badan dan anggota. Alat-alat yang terdapat pada kepala ialah paruh, lubang hidung, mata dan lubang telinga luar.Pada pangkal paruh sebelah atas terdapat tonjolan kulit yang lemah yang disebut dengan sora. Mata dikelilingi oleh kulit yang berbulu. Mempunyai pelupuk mata atas dan bawah yang bersifat lunak, dibawahnya terdapat pelupuk mata yang ketiga berupa selaput transparan yang dapat menutupi mata. Di bagian dalam lubang telinga luar, terdapat membrane timpani (selaput pendengaran) yang berguna untuk menangkap getaran suara. Sedanngkan paruh burung berfungsi sekaligus sebagai tangan dan mulut, yaitu membantu untuk mendapatkan dan memegang atau memangsanya, menyelisik bulu-bulunya, mengumpulkan dan menyusun sarangnya dan untuk mempertahankan diri (Brotowidjoyo, 1994).

Burung atau aves adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang

(vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap.Di-perkirakan terdapat sekitar 8.800-10.200 spesies burung di seluruh dunia dan sekitar 1.500 jenis di antaranya

ditemukan di Indonesia serta 465 jenis terdapat di Pulau Sumatera (Primark et al., 1998). IUCN (2004) dalam Wanda (2010) menyatakan bahwa

habitat burung meliputi hutan tropis, rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai, tengah lautan, gua-gua batu, perumahan, bahkan di wilayah perkotaan. Burung telah memberikan banyak manfaat dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber protein, peliharaan, perlombaan, maupun olahraga berburu. Namun, ancaman perburuan liar yang terus meningkat menyebabkan beragam jenis burung harus dilindungi karena populasinya sudah dalam kondisi hampir terancam punah

(4)

(near threatened) sampai terancam punah (endangered), seperti jenis dari famili Bucerotidae.

Keanekaragaman Burung

Keanekaragaman jenis burung dapat digambarkan sebagai kekayaan atau jumlah jenis burung yang ditemukan pada suatu kawasan, dimana secara morfologi dan biologi berbeda antara jenis yang satu dengan jenis lainnya. Dalam ekologi umumnya keanekaragaman hayati mengarah pada komposisi dari suatu profil habitat yang mendukung derajat kelimpahan satwa liar dengan tipe habitatnya. Keanekaragaman jenis burung mengandung beragam manfaat dan memerankan berbagai fungsi, sehingga pelestariannya menjadi sangat penting baik ditinjau dari sudut ekonomi, sosial dan budaya (Alikodra, 1990).

Keanekaragamana jenis burung pada berbagai tipe habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Waktu Aktifitas

Jika ditinjau dari waktu aktivitasnya, burung lebih aktif pada waktu pagi hari dan sore hari dibanding pada siang hari. Hal ini menunjukkan bahwa waktu aktivitas burung juga merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan keanekaragaman jenis burung (Rahmawaty, 2006). Hume (2003) menyatakan bahwa burung lebih aktif dipagi hari dan menjelang sore, disebabkan pada waktu inilah burung keluar untuk mencari makan dengan mengeluarkan suara-suara merdunya.

2. Ketersediaan Makanan Utama Bagi Burung

Perbedaan keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat sangat dipengaruhi oleh tingkat keterseediaan makanan bagi burung. Semakin tinggi

(5)

tingkat ketersediaan makanan maka semakin tinggi pula keanekaragaman jenis burungnya. Alikodra (1990) mengelompokkan burung dalam 6 golongan menurut jenis pakan yang dimakannya, yaitu:

1. Jenis burung pemakan serangga, contohnya srigunting hutan (Dicrurus hottentottus), walet sapi (Collocalla esculenta).

2. Jenis burung pemakan buah, contohnya punai ekor panjang (Treron oxyura), pergam hijau (Decula aenae).

3. Jenis burung pemakan biji-bijian, contohnya bondol hitam (Lonchura malacca), tekukur (Streptopella chinensis).

4. Jenis burung pemakan daging/ pemangsa, contohnya elang hitam (Ictinaetus malayensis), alap-alap kawah (Falcon pericrinus).

5. Jenis burung penghisap madu atau nektar tumbuhan, contohnya burung

madu kuning (Nectarinia jugularis), burung madu hitam (Nectarina calcostetha).

6. Jenis burung pemakan ikan, contohnya pecuk ular (Anhingga melanosgaster).

Zakaria dan Nurdin (1998) menyatakan bahwa burung yang hidup di hutan berekosistem tropika/ tropis umumnya merupakan pemakan serangga (insektivora) dan pemakan buah (frugivora). Banyak jenis burung yang mengkombinasikan kedua jenis makanan tersebut, hanya sebagian kecil saja jenis burung yang memakan daging (karnivora) dan memakan nektar (nektivora). Meskipun demikian, burung karnivora dan insektivora juga umumnya menyertakan buah dan serangga sebagai makanannya (Priatna, 2002).

(6)

3. Tipe Habitat

Hutan yang luas dan relatif jauh dari gangguan aktivitas manusia merupakan habitat yang sesuai bagi burung. Sehingga keanekaragam jenis burungnya lebih tinggi (Widodo, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), didapatkan hasil keanekaragaman jenis burung di jalur restorasi hutan, seperti Tabel 1.

Tabel 1. Keanekaragaman jenis burung berdasarkan Indeks Shannon-Wiener di jalur restorasi hutan

No Famili Nama Latin Nama Indonesia Jlh PiInPi 1 Accipitridae 1. Spilornis cheela Elang-ular bido 11 -0.063 2 Apodidae 2. Collocalia maxima Wallet sarang-hitam 97 -0.269 3 Alcedinidae 3. Halcyon smyrnensis Cekakak belukar 3 -0.023 4 Bucerotidae 4. Aceros undulatus Julang emas 5 -0.034 5 Campephgidae 5. Lalagae nigra Kapasan kemiri 6 -0.040 6 Chloropseidae 6. Aegithina tiphia Cipoh kacat 17 -0.088 7 Columbidae 7. Chalcophaps indica

8. Theron vernans 9. Treron olax 10. Streptopelia bitorquata 11. Geopelia striata Delimukan zamrud Punai gading Punai kecil Tekukur biasa Perkutut jawa 32 72 5 8 23 -0.138 -0.229 -0.034 -0.050 -0.109 8 Corvidae 12. Platysmurus leucopterus Tangkar kambing 10 -0.059 9 Cuculidae 13. Centropus rectunguis

14. Centropus sinensis 15. Centropus bengalensis 16. Cacomantis soneratii 17. Cacomantis merulinus Bubut teragop Bubut besar Bubut alang-alang Wiwik lurik Wiwik kelabu 6 15 6 1 1 -0.040 -0.080 -0.040 -0.009 -0.009 10 Dicaedae 18. Dicaeum trigonostigma 19. Dicaeum cruentatum

Cabai bunga api Cabai merah

27 1

-0.122 -0.009 11 Meropidae 20. Merops viridis Kirik-kirik biru 23 -0.109 12 Muscicapidae 21. Rhipidura perlata Kipasan mutiara 4 -0.029 13 Nectariniidae 22. Arachnothera flavigaster 23. Arachnothera robusa Pijantung kecil Pijantung besar 14 1 -0.076 -0.009 14 Oriolidae 24. Oriolus chinensis

25. Oriolus xanthonotus Kepudang kuduk-hitam Kepudang hutan 6 1 -0.040 -0.009 15 Picidae 26. Celeus brachyurus

27. Dinopium javanense 28. Meiglyptes tristis 29. Hemicirus concretus Pelatuk kijang Pelatuk besi Caladi batu Caladi tikotok 8 1 7 5 -0.050 -0.009 -0.045 -0.034

(7)

16 Pycnonotidae 30. Phycnonotus goiavier 31. Phycnonotus simplex 32. Phycnonotus brunneus 33. Phycnonotus atriceps 34. Phycnonotus cyaniventris 35. Phycnonotus jocosus Merbah cerukcuk Merbah corok-corok Merbah mata-merah Cucak kuricang Cucak kelabu Cucak cambang-merah 104 29 4 30 1 3 -0.278 -0.129 -0.029 -0.132 -0.009 -0.023

17 Ploceidae 36. Lonchura maja Bondol haji 9 -0.054 18 Psittacidae 37. Psittinus cyanurus

38. Psittacula alexandri Nuri-tanau Betet biasa 1 2 -0.009 -0.016 19 Silviidae 39. Orthotomus sericeus

40. Orthotomus ruficeps 41. Prinia flaviventris 42. Prinia inornata Cinenen merah Cinenen kelabu Perenjak rawa Perenjak padi 36 8 55 15 -0.149 -0.050 -0.195 -0.080 20 Sturnidae 43. Aplonis panayensis Perling kumbang 9 -0.054 21 Turdidae 44. Copsychus saularis Kucica kampung 2 -0.016 22 Turnicidae 45. Turnix suscitator Gemak loreng 2 -0.016

Total 726 -3,095

Keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya. Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Indeks keanekaragaman merupakan tinggi rendahnya suatu nilai yang menunjukkan tinggi rendahnya keanekaragaman dan kemantapan komunitas. Komunitas yang memiliki nilai keanekaragaman semakin tinggi maka hubungan antar komponen dalam komunitas akan semakin kompleks (Dewi, 2005).

Kelimpahan Burung

Hernowo (1985) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyebaran jenis burung dengan tingkat dominasi burung, dimana jenis yang memiliki penyebaran dan dominasi yang tinggi maka jenis tersebut lebih survival terhadap perubahan lingkungan yang akan terjadi dan akan lebih sering dijumpai. Penyebaran burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung,

(8)

meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi alam (Welty, 1982). Penyebaran burung sangat erat kaitannya denganketersediaan pakan, sehingga habitat burung berbeda antara jenis satu dengan yang lainnya, dikarenakan jenis makanan yang berbeda pula (Peterson, 1980). Banyak spesies burung yang hanya menempati habitat tertentu atau tahapan tertentu dari suatu habitat (Primack et al, 1998).

Ada burung yang hidup di hutan lebat, hutan kurang lebat, semak-semak, dan rerumputan. Sebaliknya ada juga burung yang hidup di lapangan terbuka tanpa atau dengan sedikit tumbuhan. Kebanyakan burung-burung ini menemukan makanannya pada tumbuhan atau di tanah. Ada burung yang menangkap burung yang lebih kecil atau serangga sebagai makanannya (Ensiklopedi Indonesia,1992). Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya (Alikodra, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), di dapatkan hasil kelimpahan burung di kawasan restorasi, seperti Tabel 2.

Tabel 2. Kelimpahan burung di jalur restorasi hutan

No Famili Nama Latin Nama Indonesia Jlh Kelimpahan

(%)

1 Accipitridae 1. Spilornis cheela Elang-ular bido 11 1.52 2 Apodidae 2. Collocalia maxima Wallet sarang-hitam 97 13.36 3 Alcedinidae 3. Halcyon smyrnensis Cekakak belukar 3 0.41 4 Bucerotidae 4. Aceros undulatus Julang emas 5 0.69 5 Campephgidae 5. Lalagae nigra Kapasan kemiri 6 0.83 6 Chloropseidae 6. Aegithina tiphia Cipoh kacat 17 2.34 7 Columbidae 7. Chalcophaps indica

8. Theron vernans 9. Treron olax 10. Streptopelia bitorquata 11. Geopelia striata Delimukan zamrud Punai gading Punai kecil Tekukur biasa Perkutut jawa 32 72 5 8 23 4.41 9.92 0.69 1.10 3.17 8 Corvidae 12. Platysmurus leucopterus Tangkar kambing 10 1.38 9 Cuculidae 13. Centropus rectunguis

14. Centropus sinensis 15. Centropus bengalensis 16. Cacomantis soneratii Bubut teragop Bubut besar Bubut alang-alang Wiwik lurik 6 15 6 1 0.83 2.07 0.83 0.14

(9)

17. Cacomantis merulinus Wiwik kelabu 1 0.14 10 Dicaedae 18. Dicaeum

trigonostigma

19. Dicaeum cruentatum

Cabai bunga api Cabai merah

27 1

3.72 0.14 11 Meropidae 20. Merops viridis Kirik-kirik biru 23 3.17 12 Muscicapidae 21. Rhipidura perlata Kipasan mutiara 4 0.55 13 Nectariniidae 22. Arachnothera flavigaster 23. Arachnothera robusa Pijantung kecil Pijantung besar 14 1 1.93 0.14 14 Oriolidae 24. Oriolus chinensis

25. Oriolus xanthonotus Kepudang kuduk-hitam Kepudang hutan 6 1 0.83 0.14 15 Picidae 26. Celeus brachyurus

27. Dinopium javanense 28. Meiglyptes tristis 29. Hemicirus concretus Pelatuk kijang Pelatuk besi Caladi batu Caladi tikotok 8 1 7 5 1.10 0.14 0.96 0.69 16 Pycnonotidae 30. Phycnonotus goiavier

31. Phycnonotus simplex 32. Phycnonotus brunneus 33. Phycnonotus atriceps 34. Phycnonotus cyaniventris 35. Phycnonotus jocosus Merbah cerukcuk Merbah corok-corok Merbah mata-merah Cucak kuricang Cucak kelabu Cucak cambang-merah 104 29 4 30 1 3 14.33 3.99 0.55 4.13 0.14 0.41 17 Ploceidae 36. Lonchura maja Bondol haji 9 1.24 18 Psittacidae 37. Psittinus cyanurus

38. Psittacula alexandri Nuri-tanau Betet biasa 1 2 0.14 0.28 19 Silviidae 39. Orthotomus sericeus

40. Orthotomus ruficeps 41. Prinia flaviventris 42. Prinia inornata Cinenen merah Cinenen kelabu Perenjak rawa Perenjak padi 36 8 55 15 4.96 1.10 7.58 2.07 20 Sturnidae 43. Aplonis panayensis Perling kumbang 9 1.24 21 Turdidae 44. Copsychus saularis Kucica kampung 2 0.28 22 Turnicidae 45. Turnix suscitator Gemak loreng 2 0.28 Habitat Burung

Habitat merupakan kawasan yang terdiri dari beberapa bagian, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002).Sedangkan menurut Sozer (1999) habitat merupakan tempat mahluk hidup berada secara alami. Habitat memiliki peranan yang sangat penting bagi satwa yaitu sebagai tempat untuk hidup dan berkembangbiak. Salah satu satwa yang kerap kali memanfaatkan habitat adalah jenis burung

(10)

Bentuk tubuh burung telah terbukti sangat berhasil dalam penyebarannya diseluruh muka bumi. Mereka menempati setiap tipe habitat dari katulistiwa sampai daerah kutub, ada burung hutan, burung padang terbuka, burung gunung, burung air, ada burung yang menjelajahi samudera terbuka dan ada juga burung yang hidup dalam gua dan dapat menemukan arah dalam kegelapan. Dimana saja ditemukan pohon yang tumbuh atau terdapat ikan, serangga dan avertebrata lainnya, disitu ada burung yang mencari kehidupan; sebagai pemakan biji-bijian, buah atau nectar, disamping ada yang memakan serangga, ikan dan sebagai pemangsa atau pemakan bangkai.Perilaku sosial burung berubah sesuai dengan relung tempat mencari makan disamping tingkah laku berbiak dan kebiasaan umum lainnya.Luas pergerakan dan jarak tempuh burung juga berbeda pada setiap jenis.Beberapa jenis menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat berpencar untuk menempati daerah baru. Jenis lain mempunyai ruang llingkup pergerakan yang lebih luas (Mackinnon, 1995).

Lingkungan hewan pada dasarnya merupakan totalitas dari beraneka faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik misalnya: tanah, udara, ruang, medium atau subtstart/ tempat menempel hewan, cuaca dan iklim. Sedangkan faktor biotik misalnya hewan lain baik sesama species maupun berlainan spesies, tumbuhan dan mikroba yang terdapat diseputar hewan itu. Suatu faktor baik itu faktor abiotik maupun faktor biotik, sangat diperlukan oleh hewan dan merupakan suatu kuantitas yang besarnya dapat menjadi berkurang ketersediaannya akibat aktivitas atau konsumsi hewan. Menurut Welty dan Baptista (1988), penyebaran dan populasi burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/ lingkungan seperti

(11)

tanah, air, temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya.

Keseimbangan suatu komunitas satwa liar di suatu habitat termasuk burung akan dapat di pertahankan eksistensinya, bila komponen-komponen pembentuk habitat baik kualitas maupun kuantitasnya dapat memenuhi kebutuhan hidup satwa liar tersebut. Sebaliknya apabila keadaan habitat tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan satwa maka satwa tersebut akan bermigrasi atau melakukan adaptasi (Buhanuddin, 1989).

Suhu

Antara hewan dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Bukan hanya lingkungan saja yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan hewan untuk hidup, dan berkembangbiak, namun sebaliknya, lingkungan pun dapat berubah oleh karena kehadiran serta dampak aktivitas hidup hewan.Salah satu faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi kehidupan hewan adalah suhu. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada individu hewan.Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang ditimbulkannya mempunyai peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. oleh sebab itu, suhu akan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan (Sukarsono, 1995). Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.

(12)

Suhu merupakan salah satu faktor pembatas peneyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktivitas hewan. Rentang suhu lingkungan di bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran aktivitas hidup. Suhu udara di bumi terentang dari -700- +850C. Secara umum aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 00 – 400 C. Kebanyakan hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit.Beberapa hewan dapat bertahan hidup tetapi tidak aktif di bawah 00 C, dan beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin.Tidak ada hewan yang dapat hidup di atas suhu 500 C, dan sedikit bacteria dan alga aktif dalam sumber air panas dengan suhu 700 C (Soewolo, 2000).

Kelembaban

Dalam kehidupan di bumi ini kelembaban udara merupakan salah satu unsur penting bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Kelembaban udara juga menentukan bagaimana makhluk tersebut dapat beradaptasi dengan kelembaban yang ada di lingkungan (Lakitan, 1994).

Untuk mahluk-mahluk hidup darat, kandungan uap air harus dianggap sebagai kelembaban dalam astmosfir, air tanah untuk tanaman dan air minum untuk hewan-hewan. Banyak hewan-hewan darat seperti moluska, amfibia, isopoda, nematoda, sejumlah serangga dan antropoda lainnya di temukan hanya pada habitat-habitat atmosfernya jenuh dengan uap air (Michael, 1994).

Curah hujan

Hujan lebih banyak memiliki efek buruk pada kehidupan burung. Meskipun burung memiliki struktur dan fisiologi yang mungkin untuk bertahan dari hujan. Lebih banyak hujan lebat dapat menyebabkan kematian pada burung

(13)

karena kedinginan. Namun pencegahan dapat segera dilakukan dengan melarikan diri dari kondisi dingin dengan terbang menggunakan sayapnya. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan rendahnya suhu sehingga udara menjadi lebih dingin (Pettingill,1955: 229).

Gambar

Gambar 1. Peta kawasan resort sei betung TNGL

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran kooperatif adalah jenis kerja kelompok termasuk bentuk- bentuk kegiatan yang dibimbing dan diarahkan oleh Guru. Pembelajaran kooperatif mengutamakan

Selanjutnya Acceptance Sampling digunakan dengan berbagai alasan, misalnya karena pengujian yang dapat merusakkan produk, karena biaya inspeksi sangat tinggi, karena

Dalam kaitannya dengan tindak tutur, Searle, (1969) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat lima tipe dasar tindakan yang dapat terjadi dalam sebuah tuturan ilokusi

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang

Kelompok-kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol umbi bawang putih dengan berbagai dosis menunjukan adanya penurunan jumlah koloni bakteri dibandingkan

Pada Gambar 2 dijelaskan bahwa bounding box adalah proses terakhir dari alur pendeteksian objek yang bergerak pada image sequence.Berfungsi untuk menandai objek

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Rudi Hartoyo pada tahun 2013, berjudul “Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Menetukan Status Karyawan Kontrak Sales Promotion Girl

Hasil nilai rata-rata untuk unsur keindahan sumber daya alam merupakan unsure yang memiliki nilai tertinggi dari nilai unsur lainnya dengan nilai sebesar 24,82