• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dorong Peran Entitas dengan Sinergi Kinerja Audit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dorong Peran Entitas dengan Sinergi Kinerja Audit"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Dorong Peran Entitas dengan

Sinergi Kinerja Audit

UNAIR NEWS – Melalui sidang terbuka Universitas Airlangga yang digelar di Aula Garuda Mukti (24/5), Kantor Manajemen Kampus C, Rektor mengukuhkan guru besar baru. Salah satunya yakni Prof. Dr. H. Widi Hidayat, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., yang merupakan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Akuntansi.

Widi menjadi Guru Besar ke-457 sejak UNAIR berdiri dan Guru Besar ke-165 sejak UNAIR PTN-Berbadan Hukum. Bersama dua guru besar baru lainya, Widi menyampaikan orasi yang berjudul “Optimalisasi Kinerja Entitas Melalui Sinergi Internal dan Eksternal Audit”. Di awal paparannya, Widi menjelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara internal audit dengan eksternal audit dari beberapa aspek.

“Beberapa aspek tersebut seperti aspek konsumen, fokus, orientasi, pengadilan, kecurangan, kebebasan, dan kegiatan,” jelasnya.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR ke-21 tersebut juga beberapa peranan dari auditor internal. Selain sebagai pemecah masalah dari beberapa temuan yang ada, audit juga dapat mengontrol konflik, menjadi pewawancara, negosiator, dan komunikator.

“Dengan demikian peran tersebut perlu dipahami, karena bisa jadi auditor membutuhkan langkah-langkah khusus ketika berhadapan dengan manajemen. Selain itu, auditor harus mengembangkan hubungan antarmanusia yang baik,” terangnya. Selanjutnya, laki-laki kelahiran Karanganyar tersebut menekankan pentingnya sebuah peran audit untuk membangun sinergi antara internal dan eksternal audit. Widi pun selalu fokus dalam hal-hal tersebut. Baginya sinergi tersebut dapat dilakukan dalam beberapa forum yang telah dibentuk sebagai

(2)

wujud kepedulian dari sinergisitas audit internal dan eksternal.

“Tujuan dari sistem informasi dan komunikasi akuntansi suatu entitas adalah untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu entitas dan untuk menjaga akuntabilitas aset-aset yang terkait,” tegasnya.

Di penghujung orasinya, Widi menegaskan pentingnya sebuah Sistem Pengawas Internal Pemerintah (SPIP). Baginya, SPIP memiliki urgensi mendesak untuk memperkuat peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta meningkatkan sinergitas antara internal audit dan eksternal audit.

“Hal tersebut dikarenakan permasalahan pengawasan terhadap keuangan dan kinerja pemerintah masih belum berjalan dengan optimal,” imbuhnya.

Widi juga menambahkan bahwa dalam Undang-Undang SPIP ditegaskan peran dan fungsi pengawas internal secara jelas. Seorang pengawas internal, menurut Widi harus mampu melaporkan program auditnya terkait dengan masalah keuangan dan mengungkapkannya serta mendorong tindaklanjutnya.

“Seorang auditor internal akan disebut independen kalau memiliki keahlian untuk meghasilkan temuan auditnya, kemudian melaporkan sebagai laporan hasil audit,” pungkasnya.

Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S

(3)

Prof

Sukardiman

dan

Kecintaannya

pada

Farmakognosi

UNAIR NEWS – Ada dua unsur dalam pembuatan obat-obatan, yaitu sintesis dan bahan alami. Untuk ilmu yang mempelajarai obat-obatan yang berasal dari alam, biasa disebut dengan ilmu Farmakognosi. Prof. Dr. Sukardiman, Apt., MS, merupakan Guru Besar Fakultas Farmasi UNAIR di bidang Farmakognosi tersebut. Dari tiga bahan alam yang dipelajari dibidang ilmu Farmakognosi (Tumbuhan, Hewan, dan Mineral), Sukardiman fokus pada bidang kajian obat yang berasal dari tumbuhan.

Sebagai peneliti, Ketua Lembaga Pengembangan Produk Akademik dan Hak Kekayaan Intelektual (LPPA-HKI) UNAIR tersebut telah menghasilkan beberapa produk riset. Diantaranya yaitu, “Komposisi Ekstrak Samiloto dengan Kunyit” yang sudah diuji aktifitas sebagai suplemen untuk kanker payudara pada pasien, dan “Pengembangan Obat Herbal Fraksi Kencur” yang digunakan untuk kanker lambung ataupun usus besar.

Beberapa jurnalnya yang telah di-publish nasional maupun internasional, diantaranya yaitu “Immunohistochemical Study of Curcuma xanthorrhiza Roxband Morindacitrifolia L Ethanolic Extract Granules Combination in High fat Diet Induced Hyperlipidemic Rats” pada tahun 2014, dan “The Role of Ethyl Acetate Fraction of Andrographis paniculata and Doxorubicine Combination To Ward The Increase Apotosis and Decrease of VEGF Protein Expression of Mice Fibrosarcoma Cells” pada tahun 2015.

Selain karya ilmiah, Sukardiman juga mengikuti berbagai konferensi internasional, diantaranya yakni, “The International Seminar on Chemopreventive for Health Promotion and Beauty” di Denpasar pada tahun 2010, dan “Seminar

(4)

international Conference and Exbition on Pharmaceutical Nutraceutical and Cosmetical technology : Formulation and Applications” di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2010.

Sukardiman juga mendapatkan beragam penghargaan atas pengabdiannya dibidang penelitian. Diantaranya, Sukardiman diberikan penghargaan “Young Investigator Award” oleh Perhimpunan Dokter Ahli Mikrosirkulasi Asia pada tahun 1999. Selain itu, ia juga ditetapkan sebagai Penyaji Terbaik Hasil Penelitian Ilmu Penelitian Dasar (IPD) oleh DIKTI pada tahun 2004.

Selain berprofesi sebagai Ketua LPPA-HKI UNAIR dan dosen, Guru Besar Termuda Farmasi pada tahun 2008 tersebut juga menjadi anggota reviewer penelitian DIKTI sejak 2010 dan Penelitian Binfarkes Kemenkes RI sejak 2013. Selain itu, ia juga menjadi Anggota Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) sejak tahun 2010 dan Anggota Bidang Obat Bahan Alam dari Koligeum Ilmu Farmasi Indonesia (KIFI) pada tahun 2016. Disela kesibukannya tersebut, ia juga sempat menghasilkan sebuah karya buku di bidang keilmuannya yang berjudul “Farmakognosi Jilid I” pada tahun 2014.

“Obat itu bagaikan racun dan madu. Kalau terlalu banyak dosisnya, maka obatnya jadi racun. Tentunya, ilmu farmasi yang mampu mengelolanya dari berbagai macam aspek. Termasuk, melakukan pengembangan keilmuan untuk bisa menyiapkan bahan-bahan obat paling mutakhir,” kata dia.

Sementara itu, bidang kajian farmasi bukan hanya obat-obatan itu sendiri, makanan dan minuman pun juga bisa menjadi fokusnya. Tanggung jawab farmasi sangat besar. Karena, kaitannya dengan nyawa orang. (*)

Penulis: Dilan Salsabila Editor: Rio F. Rachman

(5)

Angka Prevalensi Penyakit

Gusi di Surabaya Cukup Tinggi

UNAIR NEWS – Angka kejadian penyakit periodontitis seperti gusi beradang tercatat masih tinggi di Surabaya. Hal itu disampaikan oleh Guru Besar bidang Ilmu Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga Prof. Dr. Muhammad Rubianto, drg., M.S., Sp.Perio (K), Rabu (11/1). Prof. Rubi menyampaikan hal tersebut ketika ditanya tentang kondisi kesehatan gigi dan gusi.

“Kejadian penyakit yang terbesar dan selalu tinggi itu ada dua yaitu karies pada gigi dan gusi yang beradang. Gigi itu prevalensinya tinggi terus, dan yang parah itu juga gusi beradang. Misal 10 orang Indonesia, ada 11 yang bisa kena gusi beradang,” tutur Prof. Rubi seraya bercanda.

“Katakanlah ada seratus orang yang masuk puskesmas, yang kena ada 90 orang sakit. Kadang-kadang 95 atau semua sakit,” tegas Prof. Rubi.

Menurut Prof. Rubi, penyakit pada gusi itu tak disadari masyarakat. Sebagian besar kondisi gusi orang-orang di Indonesia berwarna merah sehingga bila gusi disikat pasti mengeluarkan darah. Kondisi itu biasa disebut sebagai gusi beradang. Selain gusi beradang, ada pula kondisi yang menunjukkan posisi gusi agak naik. Artinya, orang tersebut mengidap penyakit degeneratif. Ada pula kondisi seluruh gusi membengkak, maka ditengarai adanya tumor.

“Saya baru saja membuatkan suatu kegiatan mahasiswa untuk mengukur prevalensi penyakit gusi di puskesmas-puskesmas di Surabaya. Pertama, yang didapatkan (data menunjukkan) penyakit gusi itu tinggi. Kedua, apesnya, di puskesmas itu dokternya

(6)

tidak punya alat untuk mengukur kesehatan gusi itu,” imbuhnya. Lantas, apa penyebab angka prevalensi penyakit gusi tinggi di Indonesia? Ia menyebut ada dua faktor. Pertama, rendahnya produk nasional bruto. Kedua, tak ada struktur organisasi di Kementerian Kesehatan yang secara khusus menangani persoalan kesehatan gigi dan mulut.

Terkait dengan pencegahan, profesor yang juga musisi itu juga menyarankan agar seseorang menjaga kesehatan tubuh secara holistik dan komprehensif. Karena gusi merupakan etalase kesehatan sistem organ yang ada di dalam tubuh.

“Jadi, kalau gusi melorot ada penyakit degeneratif, metabolisme protein dan lemak terganggu, atau kena metabolic

syndrome. Sekarang kan orang-orang banyak kena metabolic syndrome jadi kena penyakit itu borongan. Hipertensi, gula,

lemak. Itu yang harus dihilangkan, maka penyakit periodontitis yang kena akibat sistem itu turun,” pungkasnya.

Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan

Pentingnya Pendidikan Tata

Kelola Pemilu di Indonesia

UNAIR NEWS – Pendidikan formal mengenai Tata Kelola Pemilu sebaiknya pernah dijalani oleh setiap personel maupun pimpinan badan penyelenggara pemilihan umum, atau di Indonesia adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, dalam menjalankan proses pemilu, diperlukan persiapan yang sangat matang agar setiap orang yang memiliki hak pilih bisa menyampaikan kedaulatannya melalui pesta demokrasi.

(7)

Guru Besar bidang Ilmu Perbandingan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Prof. Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D., mengatakan, staf dan pimpinan KPU membutuhkan pendidikan formal Tata Kelola Pemilu. Tujuannya, agar dalam penyelenggaraan pemilu, eksekutor menjalankan proses berdasarkan keahlian, bukan semata-mata berbasis pengalaman terdahulu.

“Ilmu pengetahuan itu kan tujuannya untuk menjelaskan. Kalau ini tidak, supaya KPU dalam menjalankan pemilu itu berdasarkan keahlian. Semua personel dan sekretariat jenderal di KPU menjalankan tahapan-tahapan pemilu bukan karena tradisi “oh dulu begitu”, tapi berdasarkan keahlian. Dan, dari 5.000 lebih pegawai KPU, belum ada satupun pegawai yang terdidik dalam Tata Kelola Pemilu,” terang Prof. Ramlan.

Selama ini, kajian pemilu sudah ada dan banyak dilakukan. Di antaranya perilaku memilih (voting behavior), dan political

marketing. Sedangkan tata kelola pemilu masih belum ada. Di

Indonesia, kajian tentang tata kelola pemilu masih belum banyak dilakukan. Bahkan, pendidikan formal di bidang tersebut baru dimulai pada tahun 2015.

Pendidikan tata kelola pemilu merupakan salah satu subkajian dalam program studi Magister (S-2) Ilmu Politik. Di Indonesia, ada sepuluh universitas yang menyelenggarakan pendidikan Tata Kelola Pemilu. Kesepuluh universitas itu adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Negeri Lampung, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Nusa Cendana, Universitas Cendrawasih, dan tentu saja UNAIR.

Prof. Ramlan menuturkan, hal-hal teknis dalam proses pemilu tidak bisa disepelekan. Sebab, penyelenggaraan pesta demokrasi itu mewadahi pilihan-pilihan yang telah ditentukan para pemilih. Oleh karena itu, para pembelajar tata kelola pemilu patut memahami strategi perencanaan pemilu hingga hal-hal teknis, seperti distribusi logistik terkait pemilu,

(8)

aturan-aturan, dan sebagainya.

“Itu bukan sembarang orang bisa, ini mungkin kelihatan teknis tapi ini bermakna. Namanya pemilu itu kan mengubah suara pemilih dan mengkonversi menjadi kursi. Tahap pertama itu kan ketika pemilih memberikan suara. Nah, memberikan suara itu kan alatnya logistik tadi, seperti surat suara, kalau desainnya

nggak cocok atau sukar dipahami oleh pemilih, malah gagal

dalam konversi tadi, bagaimana pemilih menyampaikan kedaulatannya,” tutur anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia itu. (*)

Penulis: Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh

Teknik Rekayasa Jaringan,

Teori

Baru

Pengembangan

Perawatan Gigi

UNAIR NEWS – Guna menangani berbagai permasalahan dalam kesehatan gigi, dunia kedokteran terus berbenah dan berinovasi. Salah satu permasalahan yang masih banyak ditemui di masyarakat adalah trauma pasca-pencabutan gigi. Akibat trauma ini umumnya menimbulkan terjadinya inflamasi yang menyebabkan terjadinya resorpsi tulang alveolar.

Padahal, tulang alveolar ini berguna sebagai penyangga gigi tiruan, sehingga dengan berkurangnya dimensi tulang alveolar, baik vertikal maupun horisontal, akan mempengaruhi retensi stabilitas dan kenyamanan gigi tiruan tersebut. Sedang pada perawatan gigi dengan pemasangan implan, dimensi tulang alveol

(9)

yang berkurang tersebut mengakibatkan resiko kegagalan gigi tiruan implant.

Demikian disampaikan Prof. Dr. Utari Kresnoadi, M.S., drg., Sp.Pros(K), dalam orasi ilmiah ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Sabtu (10/12). Guru Besar ke-455 Universitas Airlangga ini menyampaikan orasi bertajuk “Rekayasa Jaringan di Bidang Prosthetic Dentistry.”

”Pada kasus pencabutan gigi, inflamasi dapat terjadi karena trauma pencabutan, dan tindakan pencabutan gigi dapat mengakibatkan adanya sisa ridge (tulang penyangga) yang sempit dan memendek serta menyebabkan atropi tulang rahang. Apabila kondisi ini tidak diatasi maka akan berpengaruh pada pembuatan gigi tiruan yang tidak optimal,” tambahnya.

Dihadapan para undangan di Aula Garuda Mukti, Prof. Utari menyatakan keberhasilan pembuatan gigi tiruan ialah dengan gigi tiruan yang retentif, tidak mudah lepas, dan stabil ketika digunakan mengunyah makanan. Intinya enak dipakai. Dengan demikian, gigi tiruan tersebut memerlukan keadaan anatomis rongga mulut yang mendukung supaya pembuatan gigi tiruan bisa berhasil, dan salah satu keadaan anatomis itu berupa ridge yang prominent. Kemudian untuk mencapai keadaan

ridge yang baik harus dimulai dari pencegahan setelah

pencabutan gigi. Preservasi soket pencabutan gigi adalah tindakan pencegahan terjadinya resorpsi tulang alveol yang terjadi karena pencabutan.

“Jadi meskipun luka pencabutan sudah menutup, tetapi penurunan tinggi tulang tersebut akan terus berlanjut,” jelasnya.

Dikatakan juga, peran teknologi dalam pengembangan dunia kedokteran gigi, utamanya bidang prostodonsia, sangat dibutuhkan. Baginya, kemajuan teknologi sangat erat dan berpengaruh untuk keperluan estetik serta pengunyahan dan pengucapan. Berbagai perawatan gigi seperti gigi tiruan cekat,

(10)

mahkota venner, gigi tiruan implan, dsb. banyak bergantung pada kemajuan teknologi.

Beberapa inovasi preservasi soket pencabutan gigi telah banyak dilakukan oleh Departemen Prostodonsia FKG UNAIR dengan melakukan riset menggunakan bahan herbal dengan berbagai macam material graft yang dapat menstimulasi jaringan. Penelitian-penelitian yang dilakukan dengan kombinasi menggunakan Aloe

vera dan Xenograft, kulit manggis, dan kitosan.

Penelitian-penelitian tyersebut untuk mendapatkan model pengembangan teknik rekayasa jaringan untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya resorpsi tulang penyangga gigi melalui jalur pencegahan keradangan akibat trauma pencabutan gigi dan aktivasi proses pembentukan tulang alveol.

“Penelitian juga dapat meningkatkan efektivitas pendayagunaan bahan herbal tersebut dan bahan graft atau kitosan sebagai bio produk yang ekselen sebagai alterbnatif untuk menurunkan resorpsi ridge tulang alveolar. Rekayasa jaringan ini juga memberikan teori baru untuk pengembangan produk senyawa aktif,” pungkasnya. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor : Bambang Bes

Fermentasi Jerami Padi Dukung

Swasembada

Daging

di

Indonesia

UNAIR NEWS – Kebutuhan konsumsi protein hewani bagi masyarakat Indonesia semakin hari terus meningkat. Sayangnya, untuk

(11)

memenuhi konsumsi tersebut hingga saat ini pemerintah masih “menambalnya” dengan impor daging karena jumlah populasi sapi di Indonesia belum sebanding dengan jumlah pertambahan penduduk setiap tahunnya. Untuk itu diperlukan upaya penambahan jumlah ternak, khususnya sapi, untuk mencapai swasembada daging di Indonesia.

Demikian disampaikan Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., MP, dalam orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar, hari Sabtu (10/12), di Aula Garuda Mukti, Rektorat UNAIR. Dalam mengiringi jumlah populasi ternak, khususnya sapi, dipandang penting adanya inovasi bioteknologi pakan. Untuk itu, Guru Besar FKH UNAIR ini menyampaikan orasinya dengan tema “Peran

Bioteknologi Pakan Ternak terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi sebagai Upaya Pemenuhan Konsumsi Daging nasional”.

Menurut Mirni, untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia, kendala yang dihadapi peternak umumnya masalah kualitas pakan, dimana di Indonesia sangat bergantung pada musim. Ketika musim penghujan, kebutuhan pakan tidak menjadi kendala, sebab rumput banyak tersedia. Namun muncul masalah ketika musim kemarau, sedangkan rumput merupakan makanan pokok sapi, disamping konsentrat sebagai makanan pelengkap.

Ia sukses mengembangkan enzim dalam penelitiannya untuk menghasilkan kualitas pakan yang mampu menambah berat badan sapi. Kelompok enzim lignoselulase atau fibrolase itu merupakan produk riset Mirni dan timnya yang diberi nama

Excelzyme 2. Keunggulan Excelzyme 2 ini dapat menurunkan

kandungan serat kasar, sehingga meningkatkan nilai nutrisi limbah pertanian dan agroindustri.

Hasil riset Mirni dan tim yang dilakukan sejak 2008 hingga sekarang, penggunaan probiotik ML-08 (Bacillus pumilus sp dan

Actinobacillus sp) mempunyai kemampuan untuk mendegradasi

bahan pakan berserat tinggi. Fermentasi jerami padi menggunakan probiotik ML-08 mampu meningkatkan 3 protein kasar sebesar 3.5% dengan penurunan serat kasar sebesar 4%. Hal ini

(12)

membuktikan bahwa fermentasi jerami padi dapat digunakan untuk pakan penggemukan sapi potong.

”Terobosan enzim ini sudah pernah dilakukan sejak tahun 2010. Kami mengembangkan apa yang disebut integrated farming, dimana pemanfaatan limbah nanti merupakan suatu siklus yang akan bergulir dan menjadi suatu produk pangan lagi,” ucapnya.

Prof. Mirni menggunakan complete feed atau paket lengkap. Keunggulannya, lengkap ini bisa tersedia sepanjang waktu, terutama pada musim kemarau dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di daerah. Ini membuka peluang bagi peternak yang umumnya berada di desa. Selain itu, penggunaan produk ini akan mampu meningkatkan pertambahan berat badan sapi, sehingga pendapatan peternak juga akan meningkat.

“Ini membuktikan bahwa seandainya peternak mau mengelola ternak sapinya, maka tidak kalah penghasilannya dengan yang diperoleh ketika ia bekerja di kota. Ini memberi peluang, bukan saja pendapatan peternak meningkat tetapi juga dalam rangka membantu upaya swasembada pemerintah dalam rangka konsumsi daging di Indonesia,” katanya. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Bambang Bes

Teknologi Medis dan Industri

Berbahan Sensor Serat Optik

UNAIR NEWS – Sidang Terbuka Universitas Airlangga yang dipimpin Rektor Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak., CMA., Sabtu (10/12) kemarin mengukuhkan tiga Guru Besar (Gubes) baru UNAIR. Prosesi pengukuhan kemarin berlangsung di Aula Garuda

(13)

Mukti, Gedung Pusat Manajemen Universitas Airlangga, Kampus C Jl. Dr. Ir. Soekarno, Mulyorejo, Surabaya.

Salah satu Gubes yang dikukuhkan tersebut adalah Prof. Dr. Moh. Yasin, M.Si., Guru Besar dalam bidang Ilmu Fisika Optik pada Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR. Dalam orasi ilmiah pada sidang pengukuhannya tersebut, Prof. Moh Yasin menyampaikan orasi berjudul ”Pengembangan Teknologi Sensor Serat Optik dalam Menuju Kemandirian Bangsa”.

Disampaikan oleh Prof. Moh Yasin, Fisika Optik merupakan cabang Ilmu Fisika yang mempelajari tentang pembangkitan radiasi elektromagnetik, sifat radiasi, dan interaksi cahaya dengan bahan. Interaksi cahaya dengan bahan ini dapat terjadi berdasarkan atas fenomena optis seperti pantulan, pembiasan, transmisi, dan hamburan. Sensor Serat Optik (SSO) yang merupakan bagian dari sensor optik adalah sensor yang menggunakan serat optik sebagai unsur pengindera perubahan fisis yang akan terjadi.

“Jadi intinya, ada cahaya laser ditembakkan ke suatu media dan dipantulkan. Nah, pantulan itulah yang dimodifikasi,” kata Guru Besar FST UNAIR ini dalam jumpa pers.

Kendati metode yang diungkapkan Prof. Yasin terbilang sederhana, namun banyak peralatan yang menggunakan metode serupa namun dengan harga yang mahal.

”Sebenarnya metodenya sangat sederhana, tapi ada sebuah produk yang harganya kalau nggak salah Rp 5 miliar, padahal metodenya juga sama,” jelas Gubes yang pernah meraih penghargaan sebagai sivitas dengan Publikasi Terbanyak di UNAIR tahun 2015 ini. Terkait metode yang telah dijelaskan, Prof. Yasin akan membuat sebuah prototype dengan piranti SSO. Prototype ini diharapkan dapat membantu bidang medis dan industri. Bahkan, ia berharap pada tahun 2020 nanti sudah berhasil membuat sistem SSO sebagai fundamental yang kuat dalam penguasaan teknologi SSO untuk aplikasi di bidang medis dan industri.

(14)

Menurut Prof. Yasin, teknologi SSO ini memiliki beragam keunggulan, baik bidang medis maupun industri. Dalam bidang industri, SSO dapat dimanfaatkan untuk banyak aplikasi seperti suhu, getaran, tekanan, regangan, arus listrik dan lainnya. “Salah satu keunggulan di bidang medis adalah bisa sebagai aplikasi deteksi dini kanker payudara. Bisa juga digunakan sebagai pengukur detak jantung,” jelasnya.

Catatan bidang Direktorat Sumber Daya UNAIR, Prof. Moh Yasin ini tercatat sebagai Guru Besar Universitas Airlangga yang ke-453 sejak UNAIR berdiri tahun 1954. Sedangkan dihitung sejak UNAIr menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), Prof. Yasin merupakan Guru Besar UNAIR ke-161. (*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Bambang Bes

Rektor UNAIR Berharap Guru

Besar Juga Sebagai Agen

Pengembangan Peradaban

UNAIR NEWS – Rektor Universitas Airlangga Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak., CMA., mengatakan bahwa guru besar (gubes) bukan guru biasa, tetapi orang-orang terpilih karena tidak semua guru/dosen bisa menjadi gubes. Karena itu diharapkan tidak hanya berhenti sampai menjadi Guru Besar, untuk itu ada tambahan konsekuensi-konsekuensi tugas dan pekerjaan yang harus dilaksanakan.

”Sebagai guru besar ada tambahan untuk bisa melangkah lebih lanjut untuk tidak hanya sebagai agen pendidikan, tetapi juga

(15)

mendorong untuk menjadi agen riset dan pengembangan ilmu pengetahuan, agen pengembangan peradaban, dan agen pertumbuhan dan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan manusia,” kata Prof. Moh Nasih.

Hal itu disampaikan Rektor UNAIR dalam sambutannya ketika memimpin Sidang Terbuka Universitas Airlangga dalam pengukuhan tiga guru besar baru UNAIR, di Aula Garuda Mukti, Gedung Manajemen UNAIR, Sabtu (10/12). Ketiga guru besar baru tersebut adalah Prof. Dr. Moh. Yasin, M.Si., Guru Besar Ilmu Fisika Optik Fakultas Sains dan Teknologi (FST); Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., MP., Guru Besar Ilmu Makanan Ternak Fakultas Kedokteran Hewan (FKH); dan Prof. Dr. Utari Kresnoadi, drg., MS., Sp.Pros (K) Guru Besar Ilmu Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UNAIR.

Dalam daftar Guru Besar sejak UNAIR didirikan tahun 1954, Prof. Moh. Yasin merupakan gubes ke-453, atau gubes ke-161 sejak UNAIR berstatus PTN-BH. Ia menyampaikan orasi bertajuk “Pengembangan Teknologi Sensor Serat Optik untuk Menuju

Kemandirian Bangsa”.

Sedang Prof. Mirni Lamid gubes UNAIR ke-454 dan gubes UNAIR PTN-BH ke-162. Orasi ilmiahnya bertajuk “Peran Bioteknologi

Pakan Ternak Terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi sebagai Upaya Pemenuhan Konsumsi Daging Nasional”. Sedangkan Prof.

Utari Kresnoadi, gubes UNAIR ke-545 dan ke-163 sejak UNAIR PTN-BH. Kemarin menyampaikan orasi “Rekayasa Jaringan di

(16)

TIGA guru besar baru UNAIR yang dikukuhkan, Sabtu (10/12), bersama suami/isteri masing-masing bersama Rektor UNAIR Prof. Moh Nasih (paling kiri) dan isteri. (Foto: Bambang Bes)

Menanggapi banyaknya ide yang disampaikan dalam setiap pengukuhan guru besar, Prof. Moh Nasih mengkhawatirkan ide-ide brilian itu ”dicuri” orang. Karena itu, ide-ide itu hendaknya tidak hanya berhenti sampai di meja penelitian. Diluar sana, katanya, banyak sekali orang punya duit yang bisa saja “mencuri” ide-ide brilian orang kampus itu.

”Jangan sampai yang berfikir keras dan pusing kita, yang meneliti dan menemukan ide kita, tetapi yang menikmati dan bisa menjual justru orang lain. Ini merugikan luar biasa. Ide-ide brilian itu harus kita dorong untuk menjadi produk akademik yang bisa kita jual sendiri. Kalau toh ada peribahasa ’Belajarlah sampai ke Negeri Cina’, tetapi dalam mencari investor hendaknya tak usah jauh-jauh tetapi di sekitaran sini saja,” kata Rektor.

(17)

di lab, artinya ilmu kita bermanfaat untuk orang lain. Untuk itu dihimbau melanjutkan riset-riset yang berkualitas dengan teknologi yang lebih tinggi lagi dan bisa kita jual di masyarakat. Hal ini diakui sebagai “PR” (pekerjaan rumah) untuk bagaimana meningkatkan produk akademik untuk kemanfaatan almamater dan masyarakat.

” D a r i m i m b a r i n i a y o k i t a s a m a - s a m a m e n d o r o n g d a n mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk terus menghasilkan sesuatu dari ilmu yang kita miliki untuk kesejahteraan umat manusia. Produk-produk yang amsih di laci, di laboratorium, ayo kita keluarkan untuk kemanfaatan dan kepentingan secara bersama,” tambah Guru Besar Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR ini. (*)

Penulis: Bambang Bes

Lagi, UNAIR Akan Kukuhkan

Tiga Guru Besar Baru

UNAIR NEWS – Sidang Terbuka Universitas Airlangga kembali mengukuhkan tiga putera-puteri terbaiknya untuk menyandang status sebagai Guru Besar di bidang ilmu yang berbeda, Sabtu (10/12) besok. Ketiga guru besar tersebut adalah Prof. Dr. Moh. Yasin, M.Si., Guru Besar Bidang Ilmu Fisika Optik Fakultas Sains dan Teknologi (FST); Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., MP., Guru Besar dalam bidang Ilmu Makanan Ternak Fakulats Kedokteran Hewan (FKH); dan Prof. Dr. Utari Kresnoadi, drg., MS.Sp.Pros (K) Guru Besar bidang Ilmu Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UNAIR.

Prof. Moh. Yasin akan dikukuhkan sebagai Guru Besar UNAIR ke-453 (dihitung sejak UNAIR berdiri tahun 1954). Tetapi sejak

(18)

UNAIR berstatus PTN-BH ia sebagai Guru Besar yang ke-161. Prof. Yasin, Gubes aktif ke-8 FST UNAIR ini akan menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Pengembangan Teknologi Sensor Serat

Optik untuk Menuju Kemandirian Bangsa”.

Sedangkan Prof. Mirni Lamid tercatat sebagai Guru Besar aktif FKH ke-25, Gubes UNAIR ke-454 dan sebagai Gubes pasca UNAIR PTN-BH yang ke-162. Gubes FKH yang kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FKP) UNAIR ini akan menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Peran Bioteknologi Pakan

Ternak Terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi sebagai Upaya Pemenuhan Konsumsi Daging Nasional”.

Kemudian Prof. Dr. Utari Kresnoadi, M.S., drg., Sp.Pros (K)., sebagai Guru Besar UNAIR ke-545 dan ke-163 sejak UNAIR berstatus PTN-BH. Guru Besar FKG ini akan menyampaikan pidato ilmiah berjudul “Rekayasa Jaringan di Bidang Prosthethic

Dentistry”. Ia juga tercatat sebagai Guru Besar FKG ke-16.

Pengukuhan ketiga Guru Besar baru UNAIR ini akan dilaksanakan di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR. Sejumlah tamu undangan penting dijadwalkan juga akan datang. Diantaranya adalah Walikota Mojokerto Drs. KH. Mas’ud Yunus, serta ratusan undangan yang lain. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Bambang Bes

Tiga Profesor UNAIR Serukan

Eksplorasi Tanaman Herbal

UNAIR NEWS – Gelar Inovasi Guru Besar UNAIR Seri ke-IV telah digelar, Kamis (27/10). Acara yang berlangsung di Ruang

(19)

Kahuripan 300, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR tersebut mengusung tajuk “Back to Nature: Pengobatan Herbal sebagai Alternatif Sehat Tanpa Efek Samping”. Acara yang diinisiasi oleh Pusat Informasi dan Humas (PIH) UNAIR ini diikuti oleh kurang lebih 150 peserta dari berbagai kalangan.

Acara yang dimoderatori oleh Prof. Dr. Sukardiman, Apt., M.S tersebut menghadirkan tiga Guru Besar UNAIR. Ketiganya yaitu, Guru Besar Fakultas Farmasi UNAIR Prof. Mangestuti Agil, Apt., M.S., Guru Besar Fakultas Kedokteran UNAIR Prof. Dr. Suhartati, dr., M.S., dan Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR Prof. Hery Purnobasuki., Drs., M.Si., Ph.D. Selaku pembicara pertama, Prof. Hery menyampaikan materi terkait interaksi manusia dengan tumbuhan. Sebagai negara dengan biodiversity terkaya kedua di dunia setelah Brasil, sudah selayaknya Indonesia dapat memanfaatkan tanaman sebagai alternatif untuk kesehatan. Namun nyatanya, masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan bahan tanaman sebagaimana mestinya.

“Daun sejenis Ganja itu bisa dijadikan bahan kesehatan kalau digunakan sesuai kebutuhan dan takarannya, sehingga tidak memiliki ketergantungan,” terang Prof. Hery. “Indonesia itu butuh tobat, bukan hanya obat,” ujarnya sembari disambut tawa para hadirin.

Prof. Hery mengungkapkan bahwa Ethnobotany (kajian tumbuhan) merupakan sumber energi dan juga kehidupan. Selain itu, tumbuhan juga dapat menghasilkan bahan kimia untuk aktivitas pangan, pertahanan, perlindungan, dan penyebaran biji. Bahkan, tumbuh-tumbuhan juga memiliki nilai budaya.

“Orang mantenan (acara pernikahan, –Red) itu biasanya pakai kalung melati, orang mati dikubur juga ditaburi kembang-kembang. Itu semua sudah menjadi budaya dan punya filosofi,” jelas Prof. Hery.

(20)

Indonesia memiliki kurang lebih 1700 bahan resep obat herbal yang kaya akan antioxidant. Namun kurangnya eksplorasi menyebabkan obat-obatan herbal belum dimanfaatkan secara maksimal.

“Indonesia itu punya 1700 resep, lho. Lalu orang Jepang bilang kalau Indonesia harusnya gak ada yang sakit ya,” jelas Prof. Mangestuti.

Menurut Prof. Mangestuti, banyak masyarakat yang meragukan obat herbal. Pasalnya, respons tubuh terhadap obat alam terjadi lebih lambat dibanding obat yang bersifat supresif, sehingga membuat sikap pasien yang sering kali tidak sabar. “Respon terhadap obat-obatan alam untuk kesehatan terjadi secara perlahan apabila disertai perubahan gaya hidup untuk mengendalikan penyakit, seperti puasa,” jelas Prof. Mangestuti.

Prof. Mangestuti mengungkapkan, motto back to nature dapat terlaksana jika ada dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan dukungan ilmiah berupa evidence-based Research.

“Kajian filosofi obat herbal begitu lengkap. Tentunya dengan

support agen dari para konsumen obat herbal,” pungkas Prof.

Mangestuti.

Dari aspek klinis, Prof. Suhartati mengungkapkan, obat herbal bisa memberikan terapi bagi konsumennya, khususnya obat herbal yang memiliki kandungan flavonoid, yakni senyawa yang dapat mencegah beragam penyakit.

“Hal tersebut terjadi karena falvonoid memiliki gugus-gugus reaktif yang bisa meningkatkan enzim,” jelasnya.

Prof. Suhartati juga mengungkapkan, banyak dokter yang menganjurkan untuk tidak banyak mengonsumsi serbuk. Sehingga, hal itu memengaruhi jumlah konsumen produk herbal atau obat tradisional.

(21)

“Kita harusnya mengkaji dulu, apa kandungan yang ada di serbuk yang dimaksud itu, lalu bagaimana dengan kualitasnya, takarannya, semua harus diperhitungkan,” pungkas Prof. Suhartati. (*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Binti Q. Masruroh

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ” Pengaruh Berbagai Konsentrasi Filtrat Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Mortalitas Ulat Daun

>erasa diperlakukan tak adil atas pengabdiannya selama ini di 1lobodyne Corporation, +ick pun berniat untuk membalas atas semua kekacauan dalam hidupnya dengan meniru

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi

Karakteristik responden pada penelitian dengan judul gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan sendiri pada masyarakat di Desa Jimus Polanharjo Klaten dapat dilihat

(1) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan mengajukan permintaan penyediaan dana untuk pos Belanja Pensiun,

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara status gizi ibu hamil dengan kejadian bayi berat lahir rendah di rumah sakit

Menurut Prawirosentono dalam Dulbert (2007) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi

Kursus ini bersesuaian untuk peserta yang telah bekerja dengan persekitaran atau tugasan penjaga jentera elektrik di industri. Dan juga sesuai bagi mereka yang ingin membuat