• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDIDIKAN AKHLAK PADA KELUARGA BURUH BATIK. pengertian dari pendidikan dan akhlak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENDIDIKAN AKHLAK PADA KELUARGA BURUH BATIK. pengertian dari pendidikan dan akhlak."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

22

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Untuk memahami pendidikan akhlak, maka peneliti akan menjelaskan pengertian pendidikan akhlak. Sebelum menjelaskan pengertian pendidikan akhlak, maka terlebih dahulu mengetahui pengertian dari pendidikan dan akhlak.

Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berasal dari awal kata didik, yang artinya pelihara dan latihan. Mendapat kata awalan pen dan akhiran an, menjadi pen-didik-an yang artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.39 Kata

pendidikan dalam bahasa Arab adalah tarbiyah yang mengandung arti pembinaan, pemeliharaan, perbaikan, bimbingan, penjagaan, dan

pengembangan.40

Secara istilah, para ahli mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:

39 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi

IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 326

40 Imam Suraji, Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits,

(2)

a. Menurut M. „Atiyah al-Abrasy mendefinisikan pendidikan adalah usaha untuk mempersiapkan individu agar ia dapat hidup dengan

kehidupan yang sempurna.41

b. Menurut Ibnu Faris, Pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan di dalam jiwanya, sehingga ia menjadi

matang dan mencapai tingkat sempurna sesuai dengan

kemampuannya.42

c. Menurut Anwar Jundi mendefinisikan pendidikan sebagai usaha menumbuhkan manusia dengan pertumbuhan yang terus menerus

sejak lahir sampai meninggal.43

Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.44

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk

41 Ibid., hlm. 125.

42 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm.23 43 Imam Suraji., Op.cit, hlm 126.

(3)

mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang di milikinya kepada orang lain dalam masyarakat.

Sedang kata akhlaq berasal dari bahasa Arab, yang diartikan sebagai tingkah laku, perangai dan kesopanan. Kata akhlaq merupakan jama‟ taksir dari kata khuluq, yang sering juga diartikan dengan sifat

bawaan atau tabiat, adat kebiasaan dan agama.45

Secara istilah, para ahli mendefinisikan akhlak sebagai berikut: 1) Menurut Al-Ghazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam

dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpuji menurut ketentuan rasio dan norma agama, dinamakan akhlak baik. Tetapi jika melahirkan tindakan buruk, maka

dinamakan akhlak buruk.46

2) Menurut Ibnu Maskawih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian

dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.47

45 Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm.1 46 Imam Suraji., Op.cit, 175

(4)

3) Menurut Farid Ma‟ruf, akhlak sebagai kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan,

tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.48

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu kekuatan yang ada dalam jiwa seseorang. Kekuatan tersebut berfungsi untuk mendorong atau mencegah seseorang melakukan suatu perbuatan. Mendorong kalau perbuatan tersebut sesuai dengan suara hatinya dan mencegah kalau perbuatan itu bertentangan dengan suara

hatinya.49

Dari kedua pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir yang baik yang bersifat formal maupun nonformal yang

didasarkan pada ajaran-ajaran Islam.50

2. Dasar Pendidikan Akhlak

Dalam Islam, dasar pendidikan akhlak adalah Al-Qur‟an dan Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-Qur‟an mengajarkan umatnya untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan yang buruk. Sedangkan hadits merupakan cerminan akhlak Rasulullah baik berupa perbuatan, ucapan dan

48

Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 4

49 Imam Suraji, Op.cit., hlm. 176 50 Yatimin Abdullah, Op.cit., hlm. 4

(5)

penetapan yang harus diikuti dan diteladani. Segala sesuatu yang baik menurut Al-Qur‟an dan Hadits, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut Al-Qur‟an dan Hadits, berarti tidak baik dan harus

dijauhi.51 Atas dasar itulah keduanya menjadi dasar ajaran Islam secara

keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana hal yang baik

dan mana hal yang tidak baik.52

Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Israa‟ ayat 9:

ِه ىِتَّلِل ىِدْهَي َناَء ْرُقْلااَذَه َّنِا

َى

َا

ْق

َو

ُم

َو

ُي َب

ش

ُر

ْلا

ُم

ْؤ

ِم

ِن ْي

َن

َّلا

ِذ

ْي

َن

َي

ْع

َم

ُل

ْو

َن

َّصلا

ِلا

َح

ِتا

َا

َّن

َل

ُه

ْم

َا

ْج

ر

َكا

ِب ْي

ر

ا

:ءارسلاا(

۹

)

“Sesungguhnya Al-Qur‟an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu‟min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (Al-Israa‟: 9)

Maksud ayat di atas bahwa al-qur‟an membimbing dan memberikan petunjuk kepada manusia menuju jalan yang lebih lurus dan lebih selamat yang membuat mereka memperoleh keberuntungan hakiki di dunia dan akhirat. Jalan yang lebih lurus dan lebih benar adalah yang datang dari Allah dan merupakan pilihan-Nya. Jika Al-Qur‟an adalah kitabullah yang di dalamnya tidak ada kesalahan sama sekali dan ia dapat menunjukan kepada jalan yang lebih lurus, maka

51 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm. 20 52 Yatimin Abdullah., Op.cit, hlm. 198

(6)

keberuntungan hakiki manusia di dunia dan akhiratnya tidak akan

diperoleh, kecuali dengan mengikuti petunjuknya.53

Petunjuk Al-Qur‟an menuju jalan yang lurus dapat membuahkan hasil bagi manusia jika mereka berpegang teguh kepada ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan karena di dalamnya dijelaskan tentang nilai-nilai akhlak mulia yang harus

dimiliki manusia dan perilaku-perilaku tercela yang harus di jauhi.54

Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 21

ْدَقَل

َناَك ْنَمِل ٌةَنَس َحٌة َو ْسُا ِالله ِل ْوُسَر ْيِف ْمُكَل َناَك

َي

ْر

ُج

َاللهاو

َم ْوَيْلا َو

َاللهَرَكَذ َوَرِخَ ْلاا

َك

ِث ْي

ر

ا

:بازحلاا(

۱۲

)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan

dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)55

Ayat ini dinilai sebagai pengangkatan Nabi Muhammad sebagai Rasul sekaligus bukti penegasan Allah terhadap beliau, karena dalam jiwanya telah tertanam nilai-nilai akhlak mulia yang dijadikan sebagai panutan bagi manusia dalam menempuh jalan yang lurus. Karena perilaku beliau senantiasa dijaga oleh Allah. Sehingga kepribadiannya merupakan cerminan atau implementasi dari sifat-sifat yang agung.

Dalam hadits disebutkan sebagai berikut:

53

Ali Abdul Halim Mahmud., Op.cit, hlm. 178

54 Ibid., hlm. 179

55 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: PT. Sugma Examedia

(7)

ُالله ي ِضَر َةَرْيَرُه ىِبَا ْنَع ٍكِلاَم ْنَع

َع

ْن

ُه

َا

َّن

َر

ُس

ْو

َل

ِالله

َص

َّل

ُالله ى

َع

َل ْي

ِه

َو

َس

َّل

َم

َق

َل

ُب

ِع

ْث

ُت

ُِلا

َت

ُم

َم

َم

َك

ِرا

َم

ْا

َلا

ْخ

َل

ِق

)دمحا هاور(

56

“Dari Malik dari Abu Hurairah RA. Bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Aku diutus tiada lain untuk

menyempurnakan akhlak”. (H.R. Ahmad).57

Hadis diatas adalah sebagai pengajaran bagi bangsa Arab Jahiliyah pada masa pra Islam, maka dalam hal ini Beliau tidak hanya berucap tetapi juga melaksanakan melalui tindakan dan perbuatan yang mencerminkan akhlak mulia sebagai suri tauladan bagi umatnya.

Telah jelas bahwa Al-Qur‟an dan hadits Rasul adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlakul karimah dalam ajaran Islam. Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan (akidah) Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengarahan Al-Qur‟an dan hadits. Dari pedoman itulah diketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan mana

yang buruk.58

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

56 Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Jilid I, (Beirut: Maktabah Islami,

1978), hlm. 132

57

Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Penerjemah Moh Zuhri Dipl, dkk, Jilid V, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 2003), hlm. 94

(8)

Menurut Mansur Ali Rajab, tujuan mempelajari ilmu akhlak adalah:

a. Untuk memberikan pengetahuan kepada manusia tentang kriteria baik dan buruk, lalu memberikan tuntunan tentang cara yang terbaik untuk melakukan perbuatan baik, serta cara yang terbaik untuk menjauhi perbuatan buruk.

b. Untuk menanamkan sikap pada diri manusia, bahwa perbuatan baik dapat memperoleh kebaikan hidup, sedangkan perbuatan buruk dapat menyengsarakannya.

c. Bersedia berbuat kebaikan, kapan dan dimana saja bila dibutuhkan. Dan bersedia menghindari perbuatan buruk, kapan dan dimana saja, untuk menjaga dan memelihara agamanya,

masyarakatnya dan dirinya.59

Menurut Ali Abdul Halim Mahmud, tujuan utama pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia

dan di akhirat.60

Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Hal-hal yang termasuk akhlak terpuji atau mulia:

1) Mencintai semua orang. Ini tercermin lewat perkataan dan perbuatan.

2) Toleran dan memberi kemudahan kepada sesama dalam semua urusan dan transaksi, seperti jual beli.

59Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm.10

(9)

3) Menunaikan hak-hak keluarga, kerabat, dan tetangga tanpa harus diminta terlebih dahulu.

4) Menghindarkan diri dari sifat tamak, pelit, pemarah, dan semua sifat tercela.

5) Tidak memutuskan hubungan silaturahmi dengan sesama.

6) Tidak kaku dan bersikap keras dalam berinteraksi dengan orang lain.

7) Berusaha menghias diri dengan sifat-sifat terpuji.61

Menurut Ali Abdul Halim Mahmud, pendidikan akhlak juga mempunyai tujuan-tujuan lain di antaranya:

a) Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal saleh. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai amal saleh dalam mencerminkan akhlak mulia ini. Tidak ada pula yang menyamai akhlak mulia dalam mencerminkan keimanan seseorang kepada Allah.

b) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam; melaksanakan apa yang diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan; menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela dan mungkar. c) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi

secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun nonmuslim. Mampu bergaul dengan orang-orang yang ada disekelilingnya dengan mencari ridha Allah, yaitu dengan mengikuti ajaran-Nya dan petunjuk-petunjuk Nabi-Nya. Dengan

semua ini dapat tercipta kestabilan masyarakat dan

kesinambungan hidup umat manusia.

d) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan berjuang di jalan Allah demi tegaknnya agama

Islam.62

e) Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau merasa bangga dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu

61 Ibid., hlm. 159

(10)

memberikan hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya karena Allah, dan sedikit pun tidak kecut oleh celaan orang hasad selama dia berada di jalan yang benar.

f) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia adalah bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia mampu.

g) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi. Atau insan yang rela mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan jiwanya demi tegaknya syariat Allah.

Secara garis besar, pendidikan akhlak ingin mewujudkan masyarakat beriman yang senantiasa berjalan di atas kebenaran. Masyarakat yang konsisten dengan nilai-nilai keadilan, kebaikan dan musyawarah. Di samping itu, pendidikan akhlak juga bertujuan menciptakan masyarakat yang berwawasan, demi tercapainya kehidupan manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai humanisme

yang mulia.63

4. Materi Pendidikan Akhlak

Materi pendidikan akhlak yang diberikan kepada anak pada fase awal masa kanak, sebaiknya berupa tuntunan tingkah laku yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti cara makan, minum, berbicara, bergaul dan berpakaian serta dilatih untuk hormat dan patuh kepada kedua orang tua. Pada fase ini anak juga harus dilatih cara-cara menghormati orang lain, dibiasakan berkata benar dan jujur,

(11)

menolong orang lain, memaafkan kesalahan temannya dan bertanggung jawab terhadap kewajiban yang dimilikinya.

Disamping membiasakan perilaku yang baik, anak harus dibiasakan untuk menghindari sifat-sifat tercela, seperti berbohong, menipu, iri hati, dengki, sombong, dendam, kikir, menyakiti hati teman-temannya. Sedang materi pendidikan akhlak pada fase terakhir masa kanak-kanak prinsipnya masih sama dengan fase awal masa kanak-kanak hanya penyampaiannya lebih diperkaya dan menekankan

kepada pelaksanaan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya.64

Materi pendidikan akhlak terus bertambah sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan psikis anak. Pada saat anak memasuki usia sekolah anak harus sudah mengetahui masalah yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang dimilikinya dan hak-hak orang lain yang harus dipenuhinya. Dengan demikian pendidikan akhlak harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus, sehingga dapat mengantarkan anak menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan mampu menunaikan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Baik kewajiban yang berkaitan dengan dirinya sendiri maupun kewajiban yang berkaitan dengan orang lain dalam kehidupan

bermasyarakat.65

Kewajiban yang berkaitan dengan hukum selalu dikaitkan dengan kedewasaan sebagai salah satu syaratnya. Sedang anak adalah

64 Imam Suraji, Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits,

(Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011) hlm. 178

(12)

pribadi yang belum dewasa. Oleh karena itu, dilihat dari sisi hukum anak belum memiliki suatu kewajiban tertentu. Akan tetapi karena anak adalah pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang menuju dewasa, maka sejak dini anak harus sudah mulai dikenalkan dan dibiasakan dengan bermacam-macam kewajiban yang harus mereka ketahui dan kerjakan serta mempertanggung jawabkan pada saat

dewasa.66

Menunaikan kewajiban terhadap diri sendiri, yang dengan itu kemuliaan dan hak-hak seseorang dapat terpelihara merupakan sebuah keutamaan. Demikian juga sebaliknya, meninggalkan kewajiban terhadap diri sendiri merupakan tindakan yang tidak terpuji. Mengenai kebenaran akan hal ini tidak ada seorang pun yang berakal sehat yang tidak menerimanya, atau dengan kata lain hal ini merupakan

kesepakatan bersama yang tidak bisa diperdebatkan lagi.67

Kewajiban terhadap diri harus dikenalkan dan dibiasakan kepada anak sejak dini, yaitu makan dan minum dengan cara yang baik. Makan dan minum merupakan kebutuhan dasar manusia. Tanpa makan dan minum manusia akan menjadi lemah atau bahkan sakit sehingga tidak mampu melaksanakan kewajiban lain yang dibebankan diatas pundaknya, seperti belajar, bekerja, beribadah dan lain sebagainya. Oleh karena itu, anak harus sudah dilatih dan dibiasakan makan dan minum dengan cara yang baik, tidak

66 Imam Suraji, Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits,

(Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011) hlm. 103

(13)

berlebihan, dan hanya makan atau minum makanan serta minuman yang halal sejak usia dini. Anak juga harus dibiasakan makan dan minum dengan cara yang baik. Dalam hal tata cara atau sopan

santun makan dan minum.68

5. Faktor Yang Memengaruhi Pendidikan Akhlak

Setiap perilaku manusia berdasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun panca indera kesulitan melihat pada dasar kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari kejiwaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak seseorang adalah:

Pembentukan akhlak manusia, sangat ditentukan oleh

lingkungan alam dan lingkungan sosial (lingkungan pergaulan). 69

Lingkungan alam ialah seluruh ciptaan Tuhan baik di langit dan di bumi selain Allah. Alam dapat menjadi aspek yang memengaruhi dan menentukan tingkah laku manusia. Lingkungan alam dapat menghalangi bakat seseorang, namun alam juga dapat mendukung untuk meraih segudang prestasi.

Sebagai contoh, masyarakat yang tinggal di gunung dan hutan, mereka akan hidup sebagai seorang pemburu dan petani yang berpindah-pindah. Masyarakat yang hidup di pantai, kehidupan mereka akan menjadi nelayan dan tingkah laku mereka

68 Imam Suraji., Op.cit, hlm. 104 69 Mahjuddin., Op.cit, hlm. 33

(14)

cenderung berafiliasi ke laut. Masyarakat yang tinggal di daerah kutub yang dingin, mereka berpakaian tebal dan memiliki cara yang khas. Itulah lingkungan alam. Alam dapat membentuk kepribadian manusia sesuai lingkungan alamnya. Sedangkan lingkungan sosial (lingkungan pergaulan) adalah mengandung susunan pergaulan yang meliputi manusia seperti di rumah, di sekolah, di tempat kerja, dan kantor pemerintahan. Lingkungan pergaulan dapat mengubah keyakinan, akal pikiran, adat istiadat, pengetahuan dan akhlak.

Pendeknya dapat dikatakan bahwa lingkungan pergaulan dapat membuahkan kemajuan dan kemunduran manusia. Dalam masa kemundurannya, manusia lebih banyak terpengaruh dengan lingkungan alam. Lingkungan pergaulanlah yang banyak membentuk kemajuan pikiran dan kemajuan teknologi, namun juga

dapat menjadikan perilaku baik dan buruk.70 Pertumbuhan dan

perkembangan manusia, ditentukan juga oleh faktor dari luar dirinya, yaitu faktor pengalaman yang disengaja, termasuk pendidikan dan pelatihan, sedangkan yang tidak disengaja, termasuk lingkungan alam dan lingkungan sosial.

Pendapat J.J. Rosseau mengatakan bahwa faktor dalam diri manusia, termasuk pembawaannya, selalu membentuk akhlak baik manusia, sedangkan faktor dari luar, termasuk lingkungan alam dan

(15)

lingkungan sosialnya, ada kalanya berpengaruh baik, dan ada kalanya berpengaruh buruk. Ketika manusia lahir di lingkungan yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan akhlaknya baik juga dan ketika ia lahir di lingkungan yang kurang baik, maka pengaruhnya juga menjadi tidak baik. Maka disinilah pendidikan dan bimbingan akhlak sangat diperlukan, untuk membentuk dan mengembangkan akhlak manusia. Ini diakui oleh Imam Al-Ghazali yang mengatakan: Seandainya akhlak manusia tidak bisa diubah, maka tidak ada gunanya memberikan pesan-pesan, nasehat-nasehat

dan pendidikan kepada manusia.71

Kepribadian muslim adalah terwujudnya akhlak mulia, namun akhlak mulia tersebut tidak akan terbentuk tanpa faktor-faktor yang memengaruhinya. Menurut Zakiyah Darajat bahwa

perkembangan agama yang ada di dalamnya termasuk

pembentukan akhlak terjadi melalui pengalaman hidup sejak masih anak-anak, yaitu terhadap pada lingkungan keluarga, lembaga

pendidikan dan lingkungan masyarakat.72

a. Lingkungan Keluarga

Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrosyi, peranan Ibu dan Bapak dalam membina anaknya mempunyai pengaruh, terutama dalam bahasa dan gaya bahasa, dimana anak akan senantiasa mengikuti dan menirukan gaya Ibunya. Jika dalam bertutur kata Ibu

71 Mahjuddin, Op.cit, hlm. 33 72

Zakiyah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. (Jakarta: Gunung agung, 1980), hlm. 65

(16)

dan Bapak baik, maka secara otomatis anaknya juga akan bertutur kata baik pula. Dalam tingkah laku, sopan santun juga sangat berpengaruh bagi anak, tingkah laku yang baik akan lahir dalam keluarga yang baik (dengan contoh dari kedua orang tua). Suasana yang tercipta (dalam keluarga) yang melingkupi anak adalah

merupakan faktor terpenting dalam pembentukan akhlaknya. 73

Melalui keluargalah, pendidikan akhlak diterima oleh anak-anak kita, dan dengan keluarga tersebut dapat dijadikan bekal bagi perkembangan psikologinya di masadepan. Bapak ibunya adalah orang yang pertama mewariskan kebudayaan dan mengajarkan

pendidikan agama bagi anaknya.74

b. Lingkungan Sekolah

Pembinaan akhlak dapat pula dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal. Sikap pengalaman yang dilalui oleh anak baik melalui penglihatan dan perilaku yang diterima akan ikut menentukan dalam pembentukan dan pembinaan akhlaknya kelak dikemudian hari.

Sikap anak terhadap guru, ustadz dan pendidik agama yang diberikan di lembaga pendidikan sangat dipengaruhi oleh sikap guru, jika guru mampu membina sikap positif terhadap agama dan berhasil dalam membentuk pribadi dan akhlak anak, maka anak

73

Muhammad Athiya Abrosyi, Ruh At-Tarbiyah wa al-Talim, (Kairo: Paru Ihya Al-Kutubi Al-Arobiyah, 2000), hlm 88.

74

Baron Abu Bakar Ikhsan, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 2000), hlm 11.

(17)

telah mempunyai pegangan dalam menghadapi kegoncangan yang terjadi.

c. Lingkungan Masyarakat

Dalam pembentukan dan pembinaan akhlak anak, masyarakatlah yang sangat berpengaruh dalam menghiasi kepribadian dan akhlak anak. Hal ini dikarenakan bahwa sebagian masyarakat adalah kelompok sosial yang majemuk yang akan

selalu bersinggungan dengan anak.75

Lingkungan pergaulan adalah mengandung susunan pergaulan yang meliputi manusia seperti di rumah, di sekolah, di tempat kerja, dan kantor pemerintahan. Lingkungan pergaulan dapat mengubah keyakinan, akal pikiran, adat istiadat, pengetahuan dan akhlak.

Singkat kata, bahwa lingkungan pergaulan dapat

membuahkan kemajuan dan kemunduran manusia. Dalam masa kemundurannya, manusia lebih banyak terpengaruh dengan lingkungan alam. Lingkungan pergaulanlah yang banyak membentuk kemajuan pikiran dan kemajuan teknologi, namun juga

dapat menjadikan perilaku baik dan buruk.76

Ketika manusia lahir di lingkungan yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan akhlaknya baik juga dan ketika ia lahir di lingkungan yang kurang baik, maka pengaruhnya juga

75

Bakir Yusuf Barnawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak, Semarang: Bina Utama,1993), hlm40.

(18)

menjadi tidak baik. Maka disinilah pendidikan dan bimbingan akhlak sangat diperlukan, untuk membentuk dan mengembangkan akhlak manusia. Ini diakui oleh Imam Al-Ghazali yang mengatakan: Seandainya akhlak manusia tidak bisa diubah, maka tidak ada gunanya memberikan pesan-pesan, nasehat-nasehat dan

pendidikan kepada manusia.77 Lingkungan merupakan salah satu

faktor pendidikan yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa berhubungan, dimana beradaptasi, akal harus dapat membedakan dan menempatkannya

sesuai fitrah manusia.78

Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak. lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1) Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.

2) Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi agama,

3) Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.

Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa berhubungan, dimana beradaptasi, akal harus dapat membedakan dan menempatkannya

sesuai fitrah manusia.79

77 Mahjuddin, Op.cit, hlm. 33 78 Yatimin Abdullah, Op.cit, hlm. 91 79 Yatimin Abdullah, Op.cit, hlm. 91

(19)

B. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut Hartomo mengatakan bawha keluarga adalah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami isteri dan anak-anak. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang

sama, di mana saja dalam satuan masyarakat manusia.80

Menurut Nur Uhbiyati mengatakan bahwa keluarga adalah suatu ikatan laki-laki dengan perempuan berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah. Dalam keluarga inilah akan terjadi interaksi pendidikan pertama dan utama bagi anak yang akan

menjadi pondasi dalam pendidikan selanjutnya.81

2. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga. Fungsi di sini mengacu pada kegunaan individu dalam sebuah keluarga yang pada akhirnya

mewujudkan hak dan kewajiban.82 Soelaeman berpendapat bahwa

80

Hartomo, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 79

81 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 237

82 Mahmud, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga, (Jakarta: Akademia Permata, 2013),

(20)

fungsi-fungsi itu serta pelaksanaannya dipengaruhi oleh kebudayaan sekitar dan intensitas keluarga dalam turut sertanya dengan kebudayaan serta lingkungan. Juga tidak lepas dari keyakinan, pandangan hidup dan sistem nilai yang menggariskan tujuan hidup serta kebijaksanaan keluarga dalam rangka melaksanakan tata laksana

(manajemen) keluarga.83

Keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok yang meliputi: pemenuhan kebutuhan biologis dan emosional atau perasaan, pendidikan sosialisasi, ekonomi dan pengawasan sosial. Fungsi keluarga meliputi: hubungan seks, ekonomi, reproduksi dan edukasi. a. Keluarga mempunyai fungsi seksual

Di dalam keluarga dapat dikemukakan, bahwa privelege seksual yang diberikan kepada dua orang suami isteri itu memperkokoh hubungan mereka di dalam keluarga, tiap-tiap masyarakat menyusun tata tertib, berdasarkan atas sistem nilai-nilai sosial

budaya dan faktor kebutuhan biologis.84

b. Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi

Artinya bagi kelangsungan hidupnya, keluarga harus

mengusahakan penghidupannya. Di dalam masyarakat yang sederhana pembagian kerja dalam rangka kerjasama ekonomi dilakukan antara anggota-anggota keluarga. Tugas-tugas yang dilakukan oleh anggota keluarga dan kerjasama ekonomi itu pada

83 Soelaeman, Pendidikan dalam Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 1994), hlm. 82 84 Hartomo, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 86

(21)

umumnya saling melengkapi. Dan pembagian tugas serta pekerjaan yang dilakukan oleh anggota-anggota keluarga seperti suami atau isteri, khususnya oleh para wanita pada umumnya lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor kebudayaan daripada oleh kondisi

fisik maupun psikologi.85

c. Fungsi keluarga yang ke tiga adalah reproduksi

Dorongan dasar manusia untuk melangsungkan kehidupan jenisnya menimbulkan basic needs untuk menimbulkan daya tarik seks, percintaan, pengorbanan menimbulkan kebutuhan dasar biologis untuk memenuhi kebutuhan seksual yang kemudian dapat menghasilkan keturunan itu. Dan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak merupakan pranata sosial yang paling memadai untuk memelihara anak-anak yang kemudian dilahirkan di dalam keluarga itu.

d. Fungsi keluarga inti yang ke empat adalah fungsi edukasi.

Fungsi ini merupakan konsekuensi yang logis daripada pemeliharaan anak-anak yang dilahirkan di dalam keluarga. Proses sosialisasi dari seseorang anak dimulai di dalam lingkungan keluarga. Dari lingkungan keluarga itulah anak belajar berbahasa, mengumpulkan pengertian-pengertian dan menggunakan nilai-nilai kebudayaan yang berlaku. Keluarga dalam hubungan ini mempunyai fungsi meneruskan kebudayaan. Didikan yang

85

(22)

diberikan di dalam keluarga pada masa kanak-kanak disesuaikan

dengan daya tangkap dan sifat-sifat emosionalnya.86

3. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Akhlak

Penekanan terhadap tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak-anaknya, dilatar belakangi oleh suatu pandangan bahwa orang tua (ayah dan ibu) adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sedangkan anak adalah amanat Allah yang harus dijaga dan dipertanggung jawabkan oleh orang tuanya. Pemberian tanggung jawab karena secara fisik dan psikis orang tua adalah pribadi yang paling dekat dengan anak. Sedang secara sosial orang tua mempunyai kepentingan langsung dengan keberhasilan anak-anaknya. Dilihat dari sisi anak, secara psikologis, jiwa anak kecil masih polos, belum tahu apa-apa dan memiliki kecenderungan yang kuat untuk meniru apa-apa yang ada disekitarnya. Oleh karena itulah, orang tua sebagai orang yang paling dekat dengan anak merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam mengarahkan pendidikan anak-anaknya.

Al-Ghazali berpendapat bahwa dibebankannya tanggungjawab utama pendidikan anak kecil pada kedua orang tuanya, karena jiwa anak kecil masih bersih. Kebersihan itu di ibaratkan bagaikan intan atau cermin yang selalu siap merefleksikan apa yang ada disekitarnya. Untuk itu, orang tua harus membiasakan anak-anak sejak kecil dengan

(23)

kebaikan agar mereka tumbuh dengan baik, sehingga dapat meraih kebahagiaan. Sebaliknya apabila anak dibiasakan kepada keburukan

dan dilupakan, maka keburukan akan melekat pada hidupnya.87

Tanggung jawab orang tua di dalam memberikan pendidikan akhlak, bukan hanya mengajarkan satu dari beberapa akhlak yang ada di dalam ajaran agama. Lebih dari itu, kewajiban dan tanggung jawabnya untuk memberikan pendidikan akhlak pada anak mencakup keseluruhan akhlak, sikap dan perilaku yang mampu memperbaiki dirinya sendiri dan ketika ada kesalahan maupun dosa yang diperbuatnya, ia mampu menanganinya denga baik. Juga, akhlak atau perilaku yang mampu membuat anak mengangkat kehormatan agama, dan mengajarkan bagaimana ia dapat bersikap baik dalam berinteraksi dengan masyarakay sekitar.

Apa saja yang menjadi tanggung jawab orang tua dalam hal akhlak? Di antaranya sejak masih kecil dididik untuk berkata jujur, amanah, istikamah, tidak mudah mengeluh. Juga menanamkan pada anak sikap untuk mampu memberikan manfaat kepada orang lain, menghormati yang lebih tua, memuliakan tamu yang datang kerumah, berbuat baik kepada tetangga, tidak boleh menyakiti dengan cara apa pun, dan mencintai orang lain. Juga, orang tua bertanggung jawab untuk mengajarkan anak perihal menjaga lisan dan perkataan-perkataan yang kotor dan keji, seperti: menghardik, mencaci, memaki

(24)

dan kata-kata buruk anaknya jangan sampai dengan perkataannya membuat orang lain tersinggung.

Termasuk juga yang menjadi tanggung jawab orang tua dalam pendidikan akhlak pada anak adalah mengajarkan kepada anak agar melakukan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan norma agama dan mencegah sesuatu yang akan merendahkan kehormatan dan harga dirinya, menanamkan perasaan kasih sayang, dan lemah lembut, berbuat baik kepada anak yatim, fakir miskin dan orang-orang yang terkena musibah, apakah karena ditimpa duka, banjir, gempa,

kebakaran, longsor.88

88 Mahmud, Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga, (Jakarta: akademia, 2013), hlm.

Referensi

Dokumen terkait

Dosis optimum pupuk majemuk NPK pada variabel bobot biji kering per petak (g) yaitu pada tanpa aplikasi pupuk Plant Catalyst sebesar 307,58 kg/ha menghasilkan bobot biji kering

Analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa faktor rasio molar dan interaksi faktor rasio molar dengan durasi reaksi tidak berpengaruh signifikan (pada taraf á 0,05) terhadap

Penelitian ini difokuskan pada Pengaruh Sikap dan Kepribadian terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Dinas Sosial Kabupaten Ciamis). Dilatar belakangi karena Sikap pegawai masih

Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue.. Ada yang menalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada

Menurut Tongat, apabila seseorang mengambil suatu barang milik orang lain secara melawan hukum, tidak secara otomatis hak kepemilikan dari barang tersebut beralih

Rancangan penelitian merupakan rencana menyeluruh dari penelitian mencakup hal-hal yang akan dilakukan peneliti dari membuat hipotesis dan implikasi secara

b) kebanyakan remaja mengalami masa masa dimana mereka mencari jati diri dari mereka yang berubah panampilan, gaya hidup, dan pola fikir, disinilah remaja mulai

 Hukum  Hukum #isnis #isnis untuk untuk Perusahaan$ Perusahaan$ %e %eori ori dan dan &ontoh Kasus.