33
Hasil dan Pembahasan
4.1 Implementasi Sistem
Implementasi sistem adalah tahap penerapan sistem yang akan dilakukan jika sistem disetujui termasuk program yang telah dibuat pada tahap perancangan sistem agar siap untuk dioperasikan (Roesadi, 2012). Sistem dibangun dengan menggunakan R Language.
Gambar 4.1 Choropleth Kasus Penyakit Jiwa dan Syaraf Tahun 2010
Gambar 4.1 merupakan tampilan choropleth kasus penyakit jiwa dan syaraf di Kota Surakarta berdasarkan data pasien rawat inap Rumah Sakit Khusus Jiwa dan Syaraf Puri Waluyo Surakarta tahun 2010. Warna biru laut, krem, ungu muda serta merah merupakan warna untuk menentukan interval kasus. Kecamatan Laweyan,
1 library(DBI); 2 library(RSQLite); 3 library(SpatialEpi); 4 library(DCluster); 5 library(RColorBrewer); 6 library(sp); 7 library(shapefiles); 8 library(class); 9 library(e1071); 10 library(classInt); 11 library(spdep); 12 library(maptools); 13 library(foreign); 14 library(maps);
Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Serengan dan Kecamatan Pasar Kliwon pada tahun 2010 terjadi 1 hingga 3.25 kasus penyakit jiwa dan syaraf. Warna krem pada gambar menunjukkan interval kasus 3.25 hingga 5.5. Warna ungu muda pada gambar menunjukkan interval kasus 5.5 hingga 7.75. Warna merah pada gambar menunjukkan interval kasus 7.75 hingga 10. Hal ini berarti bahwa pada Kecamatan Jebres pada tahun 2010 terjadi 7.75 hingga 10 kasus penyakit jiwa dan syaraf.
Kode Program 4.1 Perintah untuk Memanggil Library
Kode Program 4.1 merupakan perintah yang digunakan untuk memanggil library yang dibutuhkan dalam pembuatan sistem.
Library DBI dan RSQLite digunakan dalam koneksi dengan database
SQLite. Library SpatialEpi dan DCluster digunakan untuk mendeteksi cluster dan memetakan penyakit, serta merencanakan metode menggunakan library sp. Library sp, spdep, maptools,
RColorBrewer digunakan untuk menampilkan peta dan memberi
warna pada peta sesuai dengan nilai interval. Library Class, e1071,
classInt digunakan dalam pembuatan interval pada peta yang akan
1 setwd('c:\\sqlite');
2 shell('sqlite3 skripsi.db'); 3 driver<-dbDriver("SQLite");
4 connect<-dbConnect(driver,dbname="skripsi.db"); 5 dbListTables(connect)
library shapefiles untuk membuat dan membaca file shapefile yang
dibutuhkan dalam pemetaan.
Kode Program 4.2 Perintah untuk Koneksi Database
Kode Program 4.2 merupakan perintah untuk koneksi database SQLite. Baris pertama pada Kode Program 4.2 adalah memanggil alamat database kemudian pada baris kedua dilakukan pemanggilan nama database yang akan digunakan. Pada baris ketiga digunakan untuk konfigurasi database SQLite. Koneksi database ditunjukkan pada baris empat yaitu dengan memanggil driver dan nama database yang digunakan yaitu skripsi. Perintah pada baris kelima digunakan menampilkan semua tabel yang diambil dari database.
Kode Program 4.3 Perintah untuk Menentukan Most Likely Cluster
1 ## mendapatkan data agregat populasi dan kasus untuk setiap kecamatan
2 population<-tapply(data2010$populasi,data2010$KECAMATAN,sum) 3 population
4 cases<-tapply(data2010$kasus,data2010$id_kecamatan,sum) 5 cases
6 ## berdasarkan strata 10 level,menghitung jumlah harapan kasus penyakit
7 n.strata<-10 8 expected.cases<
expected(data2010$populasi,data2010$kasus,n.strata) 9 expected.cases
10 #set parameter in Kulldorff 11 pop.upper.bound<-0.5
12 n.simulations<-999 13 alpha.level<-0.05 14 plot<-TRUE
15 ## Kulldorff using Binomial likelihoods 16 binomial<-kulldorff(geo,cases,population,NULL,pop.upper.bound,n.simulations,alph a.level,plot) 17 binomial 18 cluster<binomial$most.likely.cluster$location.IDs.included 19 cluster 20 #plot Kulldorff 21 plot(surakarta,axes=TRUE) 22plot(surakarta[surakarta$POLY_ID==cluster,],add=TRUE,col="blue") 23 text(coordinates(surakarta), label = surakarta$KECAMATAN, cex = 1.0)
24 title("Most Likely Cluster")
25 ## Kulldorff using Poisson likelihoods
26 poisson <- kulldorff(geo,cases,population,expected.cases, 27 pop.upper.bound, n.simulations, alpha.level, plot)
28 poisson
29 cluster <- poisson$most.likely.cluster$location.IDs.included 30 cluster
31 text(coordinates(surakarta), label = surakarta$KECAMATAN, cex = 1.0)
32 #plot Kulldorff
33 plot(surakarta,axes=TRUE) 34
plot(surakarta[surakarta$POLY_ID==cluster,],add=TRUE,col="red") 35 text(coordinates(surakarta), label = surakarta$KECAMATAN, cex = 1.0)
36 title("Most Likely Cluster Controlling for Strata")
Kode Program 4.3 merupakan perintah untuk menentukan Most
Likely Cluster. Baris pertama pada Kode Program 4.3 adalah
keterangan. Baris kedua adalah mendeklarasikan variabel population dengan mengambil data populasi dan kecamatan dari tabel data2010.
Baris ketiga menampilkan hasil pengambilan data populasi dan kecamatan pada variabel population. Baris keempat adalah mendeklarasikan variabel cases yang dengan mengambil data kasus dan id_kecamatan dari tabel data2010, dan ditampilkan pada baris kelima. Baris keenam hingga baris kesembilan menghitung jumlah harapan kasus penyakit berdasarkan strata 10 level. Strata 10 level didapatkan dari jumlah penduduk berdasarkan usia dan gender. Harapan kasus penyakit menggunakan data populasi, kasus, dan
n.strata. baris kesepuluh hingga baris keempatbelas mendeklarasikan
parameter di Kulldorff. Batas atas 0.5, simulasi sebanyak 999 kali, level alpha 0.05 dan plot true. Level alpha menyatakan signifikansi. Alpha adalah probabilitas melakukan kesalahan Tipe I (menolak hipotesis nol ketika hipotesis nol benar). Baris kelimabelas hingga baris keduapuluhempat adalah perhitungan metode Kulldorff’s spatial
scan statistic menggunakan kemungkinan binomial (Binomial Likelihoods). Perhitungan ini menggunakan variabel geo yaitu
koordinat xy peta Kota Surakarta, variabel cases dan population yang telah dideklarasikan sebelumnya, batas atas, banyaknya simulasi, level alpha. Hasil dari perhitungan binomial ditampilkan dalam sebuah grafik dan kemudian hasil grafik dikeluarkan dalam bentuk peta. Daerah yang menjadi Most Likely Cluster dengan perhitungan sebaran binomial ditandai dengan warna biru. Baris keduapuluhlima hingga baris ketigapuluhenam adalah perhitungan metode Kulldorff’s
spatial scan statistic menggunakan sebaran poisson (Poisson Likelihoods). Perhitungan ini menggunakan variabel geo yaitu
koordinat xy peta Kota Surakarta, variabel cases dan population yang telah dideklarasikan sebelumnya, batas atas, banyaknya simulasi, level alpha. Hasil dari perhitungan Poisson ditampilkan dalam sebuah
grafik dan kemudian hasil grafik dikeluarkan dalam bentuk peta. Daerah yang menjadi Most Likely Cluster Controlling for Strata dengan perhitungan sebaran Poisson ditandai dengan warna merah.
4.2 Hasil Pemodelan
Pada tahap ini telah terbentuk sebuah model cluster pada penyakit jiwa dan syaraf, yaitu :
1. Lamda dengan Model Binomial pada distribusi Monte Carlo
Setelah mendapatkan data agregat populasi dan kasus untuk setiap kecamatan, menentukan variabel – variabel yang akan dipergunakan dalam perhitungan di Kulldorff spatial scan statistic. Setelah itu menghitung jumlah harapan kasus, membuat parameter – parameter yang akan dipergunakan dalam perhitungan. Selanjutnya melakukan perhitungan Kulldorff spatial scan statistic dengan menggunakan model Binomial. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai
lamda bernilai 5.628 didapatkan dari perhitungan pada Persamaan (2)
dan p-value 0.003 didapatkan dari perhitungan pada Persamaan (1).
Lamda menunjukkan rata-rata jumlah kasus yang diharapkan.Cara
menghitung nilai lamda adalah dengan menghitung rata-rata kasus harapan penyakit dikalikan dengan populasi yang beresiko. P-value merupakan nilai probabilitas dalam distribusi binomial pada monte
carlo sampling. Lamda dengan model binomial pada distribusi monte carlo disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Lamda dengan Model Binomial pada distribusi Monte Carlo
Kemudian nilai lamda dan p-value tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik. Gambar 4.3 menunjukkan hasil plot perhitungan
Kulldorff’s spatial scan statistic menggunakan model binomial.
Daerah yang menjadi cluster penyakit jiwa syaraf ditunjukkan dengan warna biru. Daerah yang berwarna biru pada peta adalah Kecamatan Banjarsari. Hal ini sesuai dengan jumlah kasus yang terjadi pada tahun 2010 yaitu bahwa Kecamatan Banjarsari memiliki kasus penyakit jiwa dan syaraf terbanyak yaitu 10 kasus. Kecamatan Jebres terjadi 6 kasus penyakit jiwa dan syaraf pada tahun 2010, Kecamatan Pasar Kliwon terjadi kasus penyakit jiwa dan syaraf sebanyak 1 kasus, Kecamatan Serengan terjadi kasus penyakit jiwa dan syaraf sebanyak 3 kasus, Kecamatan Laweyan terjadi kasus penyakit jiwa dan syaraf sebanyak 9 kasus.
Gambar 4.3 Most Likely Cluster Tahun 2010 dengan Model Binomial
2. Lamda dengan model poisson pada distribusi monte carlo
Setelah mendapatkan data agregat populasi dan kasus untuk setiap kecamatan, menentukan variabel – variabel yang akan dipergunakan dalam perhitungan di Kulldorff spatial scan statistic. Setelah itu menghitung jumlah harapan kasus, membuat parameter – parameter yang akan dipergunakan dalam perhitungan. Selanjutnya melakukan perhitungan Kulldorff spatial scan statistic dengan menggunakan model Poisson. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai lamda bernilai 5.628 didapatkan dari perhitungan pada Persamaan (4) dan p-value 0.003 didapatkan dari perhitungan pada Persamaan (3). Lamda menunjukkan rata-rata jumlah kasus yang diharapkan. Cara menghitung nilai lamda adalah dengan menghitung rata -rata kasus
harapan penyakit dikalikan dengan populasi yang beresiko. P-value merupakan nilai probabilitas dalam distribusi Poisson pada monte
carlo sampling. Lamda dengan model Poisson pada distribusi monte carlo disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Lamda dengan Model Poisson pada distribusi Monte Carlo
Kemudian nilai lamda dan p-value tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik. Gambar 4.5 menunjukkan hasil plot perhitungan
Kulldorff’s spatial scan statistic menggunakan model poisson.
Daerah yang menjadi secondary cluster penyakit jiwa syaraf ditunjukkan dengan warna merah. Secondary cluster akan berlaku jika hipotesis Tipe I ditolak (menolak hipotesis nol ketika hipotesis nol benar) Daerah yang berwarna merah pada peta adalah Kecamatan Laweyan. Hal ini sesuai dengan jumlah kasus yang terjadi pada tahun 2010 yaitu bahwa Kecamatan Laweyan memiliki kasus penyakit jiwa dan syaraf terbanyak nomor dua setelah Kecamatan Banjarsari yaitu
9 kasus. Kecamatan Jebres terjadi 6 kasus penyakit jiwa dan syaraf pada tahun 2010, Kecamatan Pasar Kliwon terjadi kasus penyakit jiwa dan syaraf sebanyak 1 kasus, Kecamatan Serengan terjadi kasus penyakit jiwa dan syaraf sebanyak 3 kasus, Kecamatan Banjarsari terjadi kasus penyakit jiwa dan syaraf sebanyak 10 kasus.
Gambar 4.5 Most Likely Cluster Controlling for Strata
4.3 Pengujian Sistem
Pada pengujian sistem dilakukan dengan membandingkan data penduduk lima kecamatan di Kota Surakarta yang terdiri dari Kecamatan Jebres, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan, Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Banjarsari kurun waktu 2005 hingga 2010 yang diperoleh dari hasil penelitian data sekunder dari Badan Pusat Statistik ( BPS ) dan data kasus nyata tingkat penyakit
jiwa dan syaraf kurun waktu 2005 hingga 2010 yang diperoleh dari Rumah Sakit Khusus Jiwa dan Syaraf Puri Waluyo Surakarta yang telah di olah mengunakan fungsi Kulldorff’s spatial scan statistic dengan hasil keluaran identifikasi persebaran penderita penyakit jiwa dan syaraf. Data kasus nyata yang telah dipetakan dengan Choropleth dibandingkan dengan hasil identifikasi persebaran penyakit jiwa dan syaraf mempunyai hubungan atau tidak. Jika mempunyai hubungan bisa dikatakan bahwa adanya kesesuaian antara identifikasi dengan metode Kulldorff’s spatial scan statistic dengan data kasus nyata.
4.3.1 Choropleth Data Kasus Nyata Tahun 2005 dengan Hasil Identifikasi Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.6 Perbandingan Choropleth Kasus Tahun 2005 dengan Identifikasi
Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.6 menunjukkan perbandingan antara choropleth data kasus nyata penyakit jiwa dan syaraf tahun 2005 dengan Most
Likely Cluster tahun 2005. Pada peta choropleth, kasus penyakit jiwa
dan syaraf terbanyak adalah Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 10 kasus. Kecamatan Jebres sebanyak 4 kasus, Kecamatan Pasar Kliwon
sebanyak 6 kasus, Kecamatan Serengan sebanyak 3 kasus dan Kecamatan Laweyan sebanyak 6 kasus. Peta hasil identifikasi dengan menggunakan metode Kulldorff’s spatial scan statistic menunjukkan
cluster penyakit jiwa adalah Kecamatan Banjarsari. Hal ini
membuktikkan bahwa data kasus nyata tahun 2005 sesuai dengan hasil identifikasi persebaran penyakit jiwa dan syaraf pada tahun 2005 yaitu jumlah kasus penyakit jiwa syaraf terbanyak pada Kecamatan Banjarsari.
4.3.2 Choropleth Data Kasus Nyata Tahun 2006 dengan Hasil Identifikasi Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.7 Perbandingan Choropleth Kasus Tahun 2006 dengan Identifikasi
Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.7 menunjukkan perbandingan antara choropleth data kasus nyata penyakit jiwa dan syaraf tahun 2006 dengan Most Likely
Cluster tahun 2006. Pada peta choropleth, kasus penyakit jiwa dan
syaraf terbanyak adalah Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 13 kasus. Kecamatan Jebres sebanyak 6 kasus, Kecamatan Pasar Kliwon sebanyak 6 kasus, Kecamatan Serengan sebanyak 6 kasus dan Kecamatan Laweyan sebanyak 7 kasus. Peta hasil identifikasi dengan
menggunakan metode Kulldorff’s spatial scan statistic menunjukkan
cluster penyakit jiwa adalah Kecamatan Banjarsari. Hal ini
membuktikkan bahwa data kasus nyata tahun 2006 sesuai dengan hasil identifikasi persebaran penyakit jiwa dan syaraf pada tahun 2006 yaitu jumlah kasus penyakit jiwa syaraf terbanyak pada Kecamatan Banjarsari.
4.3.3 Choropleth Data Kasus Nyata Tahun 2007 dengan Hasil Identifikasi Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.8 Perbandingan Choropleth Kasus Tahun 2007 dengan Identifikasi
Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.8 menunjukkan perbandingan antara choropleth data kasus nyata penyakit jiwa dan syaraf tahun 2007 dengan Most Likely
Cluster tahun 2007. Pada peta choropleth, kasus penyakit jiwa dan
syaraf terbanyak adalah Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 12 kasus. Kecamatan Jebres sebanyak 1 kasus, Kecamatan Pasar Kliwon sebanyak 3 kasus, Kecamatan Serengan sebanyak 4 kasus dan Kecamatan Laweyan sebanyak 8 kasus. Peta hasil identifikasi dengan menggunakan metode Kulldorff’s spatial scan statistic menunjukkan
membuktikkan bahwa data kasus nyata tahun 2007 sesuai dengan hasil identifikasi persebaran penyakit jiwa dan syaraf pada tahun 2007 yaitu jumlah kasus penyakit jiwa syaraf terbanyak pada Kecamatan Banjarsari.
4.3.4 Choropleth Data Kasus Nyata Tahun 2008 dengan Hasil Identifikasi Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.9 Perbandingan Choropleth Kasus Tahun 2008 dengan Identifikasi
Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.9 menunjukkan perbandingan antara choropleth data kasus nyata penyakit jiwa dan syaraf tahun 2008 dengan Most Likely
Cluster tahun 2008. Pada peta choropleth, kasus penyakit jiwa dan
syaraf terbanyak adalah Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 12 kasus. Kecamatan Jebres sebanyak 10 kasus, Kecamatan Pasar Kliwon sebanyak 1 kasus, Kecamatan Serengan sebanyak 4 kasus dan Kecamatan Laweyan sebanyak 10 kasus. Peta hasil identifikasi dengan menggunakan metode Kulldorff’s spatial scan statistic menunjukkan cluster penyakit jiwa adalah Kecamatan Banjarsari. Hal ini membuktikkan bahwa data kasus nyata tahun 2008 sesuai dengan hasil identifikasi persebaran penyakit jiwa dan syaraf pada tahun
2008 yaitu jumlah kasus penyakit jiwa syaraf terbanyak pada Kecamatan Banjarsari.
4.3.5 Choropleth Data Kasus Nyata Tahun 2009 dengan Hasil Identifikasi Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.10 Perbandingan Choropleth Kasus Tahun 2009 dengan Identifikasi
Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.10 menunjukkan perbandingan antara choropleth data kasus nyata penyakit jiwa dan syaraf tahun 2009 dengan Most
Likely Cluster tahun 2009. Pada peta choropleth, kasus penyakit jiwa
dan syaraf terbanyak adalah Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 12 kasus. Kecamatan Jebres sebanyak 10 kasus, Kecamatan Pasar Kliwon sebanyak 1 kasus, Kecamatan Serengan sebanyak 4 kasus dan Kecamatan Laweyan sebanyak 10 kasus. Peta hasil identifikasi dengan menggunakan metode Kulldorff’s spatial scan statistic menunjukkan cluster penyakit jiwa adalah Kecamatan Banjarsari. Hal ini membuktikkan bahwa data kasus nyata tahun 2009 sesuai dengan hasil identifikasi persebaran penyakit jiwa dan syaraf pada tahun 2009 yaitu jumlah kasus penyakit jiwa syaraf terbanyak pada Kecamatan Banjarsari.
4.3.6 Choropleth Data Kasus Nyata Tahun 2010 dengan Hasil Identifikasi Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.11 Perbandingan Choropleth Kasus Tahun 2010 dengan Identifikasi
Persebaran Penyakit dengan Kulldorff’s Spatial Scan Statistic
Gambar 4.11 menunjukkan perbandingan antara choropleth data kasus nyata penyakit jiwa dan syaraf tahun 2010 dengan Most
Likely Cluster tahun 2010. Pada peta choropleth, kasus penyakit jiwa
dan syaraf terbanyak adalah Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 10 kasus. Kecamatan Jebres sebanyak 6 kasus, Kecamatan Pasar Kliwon sebanyak 1 kasus, Kecamatan Serengan sebanyak 3 kasus dan Kecamatan Laweyan sebanyak 9 kasus. Peta hasil identifikasi dengan menggunakan metode Kulldorff’s spatial scan statistic menunjukkan
cluster penyakit jiwa adalah Kecamatan Banjarsari. Hal ini
membuktikkan bahwa data kasus nyata tahun 2010 sesuai dengan hasil identifikasi persebaran penyakit jiwa dan syaraf pada tahun 2010 yaitu jumlah kasus penyakit jiwa syaraf terbanyak pada Kecamatan Banjarsari.
Gambar 4.12 Grafik Kasus – kasus dalam Kurun Waktu 2005 – 2010 Berdasarkan grafik pada Gambar 4.12, diperoleh Banjarsari sebagai kecamatan dengan kasus penyakit jiwa dan syaraf tertinggi. Grafik yang cenderung berosilasi yang terjadi di Jebres, Serengan dan Laweyan menunjukkan bahwa kasus cenderung naik dan turun dan juga sebaliknya, kasus cenderung turun dan juga naik. Kasus menurun terjadi di Kecamatan Pasar Kliwon.
Seperti yang dijelaskan pada bagian awal, bahwa berdasarkan penelitian dari Riskesdas pada tahun 2007 bahwa data penduduk Indonesia sekitar 14,1 % mengalami ganguan jiwa. Dalam penelitian ini untuk lima kecamatan di Kota Surakarta diperoleh untuk tahun 2007 hanya 0.043%. Hasil penelitian menggambarkan bahwa apa yang dikemukakan oleh Reskesdas tidak berlaku di kota Surakarta. Bila dilihat lebih dalam lagi, terkait dengan perbedaan persentase dapat dianalisis bahwa data Indonesia dilihat untuk semua kota di Indonesia dengan banyak kasus yang berbeda, sehingga untuk kota atau daerah tertentu kasusnya lebih banyak yang mengakibatkan besarnya nilai persentase secara keseluruhan di Indonesia.
0 2 4 6 8 10 12 14 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jebres Pasar_Kliwon Serengan Laweyan Banjarsari