BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi profil subjek, hasil, analisis, dan data tambahan penelitian.
4.1 Profil Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Bina Nusantara yang sedang mengikuti semester pendek. Berikut data tabel berisi profil subjek secara detail:
4.1.1 Profil Subjek Berdasarkan Usia
Tabel 4.1 Profil Subjek Berdasarkan Usia Usia Frekuensi Persen
18 30 21.3 19 53 37.6 20 40 28.4 21 10 7.1 22 5 3.5 23 1 0.7 24 2 1.4 Total 141 100
Dari tabel 4.1. diperoleh informasi bahwa subjek terbanyak berusia 19 tahun, yaitu sebanyak 53 subjek. Subjek paling sedikit berusia 23 tahun, yaitu sebanyak 1 subjek.
4.1.2 Profil Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Profil Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis
Kelamin Frekuensi Persen
Laki‐Laki 70 49
Wanita 71 51
Total 141 100
Berdasarkan tabel 4.2, dapat terlihat bahwa subjek yang lebih banyak adalah wanita, sebanyak 71 orang atau 50.4%. Sedangkan subjek Pria sebanyak 70 orang atau 49%.
4.1.3 Profil Subjek Berdasarkan Kekerapan Beribadah
Tabel 4.3. Profil Subjek Berdasarkan Kekerapan Beribadah
Kekerapan beribadah Frekuensi Persen
Tidak pernah 5 3.5
Jarang 44 31.2
Sering 59 41.8
Selalu 33 23.4
Total 141 100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diperopleh informasi, kekerapan menjalankan ritual agama paling banyak adalah sering, yaitu sebanyak 59 subjek atau sebanyak 41% , sedangkan yang paling sedikit adalah jarang, yaitu sebanyak 5 subjek atau 3.5%.
4.1.4 Profil Subjek Berdasarkan IPK
Tabel 4.4. Profil Subjek Berdasarkan IPK
IPK Frekuensi Persen
< 1.9 43 30.5
2.0 - 2.9 49 34.8
3.0 - 3.4 34 24.1
3.5 ‐ 4.0 15 10.6
Total 141 100
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diperoleh informasi bahwa paling banyak subjek yang memiliki IPK 2.0 sampai 2.9, yaitu sebanyak 49 subjek atau 34%, sedangkan subjek yang paling sedikit adalah dengan nilai IPK 3.5 sampai 4.0, yaitu sebanyak 15 subjek atau 10.6%.
4.1.5 Profil Subjek Berdasarkan Uang Saku
Tabel 4.5 Profil Subjek Berdasarkan Uang Saku
Uang saku Frekuensi Persen
< Rp 500.000 17 12.1 Rp 600.000 ‐ Rp 900.000 44 31.2 Rp1.000.000 ‐ Rp 1.500.000 59 41.8 > Rp 1.500.000 21 14.9 Total 141 100
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diperoleh informasi bahwa subjek yang paling banyak adalah subjek dengan uang sakut Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000 per bulan, yaitu sebanyak 59 subjek atau 41.8%. Subjek paling sedikit adalah subjek dengan uang saku dibawah Rp. 500.000 perbulan, yaitu sebanyak 17 subjek atau 12%
4.1.6 Profil subjek Berdasarkan Semester
Tabel 4.6 Profil subjek Berdasarkan Semester
Semester Frekuensi Persen
3 42 29.9
5 51 36.2
7 39 27.7
9 9 6.4
Total 141 100
Dari tabel 4.6 diperoleh informasi bahwa paling banyak adalah subjek semester 5, yaitu sebanyak 51 subjek atau 36.2%. Subjek paling sedikit adalah subjek semester 9, yaitu sebanyak 9 subjek atau 6.4%.
4.1.7 Profil Subjek Berdasarkan Domisili
Tabel 4.7 Profil Subjek Berdasarkan Domisili
Domisili Frekuensi Persen
Rumah 98 69.5
Kos 39 27.7
Mengontrak
4 2.8
Total 141 100
Tabel 4.7 menunjukan bahwa subjek yang berdomisili di rumah merupakan subjek terbanyak dengan jumlah 98 subjek atau 69.5%. Subjek paling sedikit adalah yang berdomisili di kontrakan, sebanyak 4 subjek atau 2.8%.
4.1.8 Profil Subjek Berdasarkan Jurusan
Tabel 4.8 Profil Subjek Berdasarkan Jurusan
Jurusan Frekuensi Persen
Sistem Informasi 19 13.5
Tehnik Informasi 10 7.1
Tehnik Informasi &
Matematika 6 4.3 Komputer Akuntansi 6 4.3 Manajemen 13 8.5 Sastra inggris 6 4.3 Sastra jepang 8 5.7 sastra cina 6 4.3
Teknik informasi &
Sistem Informasi 3 2.1 akuntansi 6 4.3 Marketing komunikasi 16 11 Komunikasi 6 4.3 Hotel Manajemen 9 6.4 Tehnik Industri 6 4.3 Psikologi 6 4.3
Akuntansi & Sistem
Informasi 6 4.3
DKV 10 7.1
Total 141 100
Dalam tabel 4.8 diperoleh informasi bahwa subjek paling banyak berasal dari jurusan marketing komunikasi sebanyak 11 subjek 7.8%, sedangkan subjek paling sedikit berasal dari teknik informasi dan sistem informasi, sebanyak 3 subjek atau 2.1%.
4.2 Gambaran Statistik Subjek & Tingkatan EP
4.2.1 Tingkat Emosi Positif
Untuk mempermudah pembahasan dari hasil penghitungan alat ukur emosi positif, maka peneliti membuat norma pengukuran. Menurut Azwar (2005) norma pengukuran bisa dibuat dengan membagi tingkatan EP menjadi tiga, yaitu rendah, sedang, tinggi dengan cara seperti yang dijelaskan pada table:
Tabel 4.9 Tingkat EP Subjek Pada Masa Lalu
Tingkat Hasil
Tinggi > 34 Sedang 26‐34 Rendah < 26
Tabel 4.10 Tingkat EP Subjek Pada Masa Sekarang
Tingkat Hasil Tinggi >36 Sedang 28‐36 Rendah <28
Tabel 4.11 Tingkat EP Subjek Pada Masa Depan
Tingkat Hasil Tinggi >41 Sedang 31‐41 Rendah <31
Tabel 4.12 Penyebaran Nilai EP Pada Masa Lalu
Tingkat
EP Frekuensi Persen
Tinggi 21 14,8
Sedang 93 65,9
Rendah 27 19,1
Total 141 100
Tabel 4.13 Penyebaran Nilai EP Pada Masa Sekarang
Tingkat
EP Frekuensi Persen
Tinggi 23 16.3 Sedang 93 65.9 Rendah 25 18.4
Total 141 100
Tabel 4.14 Penyebaran Nilai EP Pada Masa Depan Tingkat
EP Frekuensi Persen
Tinggi 21 14,8
Sedang 90 63,8
Rendah 30 21,2
Total 141 100
Penyebaran Nilai EP
Dari perolehan skor berdasarkan alat ukur EP, diperoleh hasil tingkatan EP pada masa lalu seperti yang tertera pada tabel 4.11 Sebanyak 25 subjek atau 17.7% berada pada tingkatan rendah, 89 subjek atau 63% berada pada tingkatan menengah, dan 27 subjek atau 19.1% berada pada tingkatan tinggi.
Tabel 4.15 EP & Posisi Dengan rata-rata
Tingkat EP
Posisi
Diatas rata‐rata Dibawah rata‐rata total
Rendah 1 24 25
Sedang 43 46 89
Tinggi 1 27
Total 70 71 141
Tabel 4.12. merupakan penggambaran tingkatan EP dengan posisi nilai EP diatas rata-rata dan dibawah rata-rata. Diperoleh informasi bahwa subjek dengan tingkat EP rendah yang berada diatas nilai rata-rata adalah 1 subjek, sedangkan yang dibawah rata-rata sebanyak 24 subjek. Subjek dengan tingkat EP sedang yang berada diatas nilai rata 43, sedangkan yang dibawah rata-rata 46. Subjek dengan tingkat EP tinggi yang berada diatas nilai rata-rata-rata-rata sebanyak 26 subjek, sedangkan yang dibawah rata-rata sebanyak 1 subjek.
4.4 Pembahasan
1. Pembahasan EP pada masa lalu menandakan apakah seseorang memiliki EP bersyukur dan memaafkan. Sebanyak 65.9% subjek berada pada tingkat sedang yang menandakan bahwa kekerapan EP bersyukur dan memaafkan dirasakan oleh subjek berada pada tingkat menengah. Ada hal yang bisa dijadikan bahan diskusi mengapa hal ini bisa terjadi, yaitu walaupun subjek mengalami kegagalan pada mata kuliah tertentu ( mengambil SP ), kemungkinan hal tersebut hanya akan mempengaruhi subjek sementara waktu saja, sehingga tidak berdampak permanen pada EP pada masa lalu. Hal ini senada dengan Seligman (2002) yang menyatakan hal-hal menyenangkan dan sukses besar hanya bisa mendongkrak kebahagiaan untuk sementara waktu., yaitu dalam waktu
kurang dari tiga bulan, peristiwa-peristiwa baik maupun buruk tidak lagi berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan (hal. 63).
2. EP pada masa sekarang menandakan apakah subjek dapat menikmati masa sekarang dan memiliki gratifikasi atau tidak. Sebanyak 65.9 subjek berada pada tingkat sedang yang menandakan bahwa subjek masih dapat menikmati kehidupannya dimasa sekarang juga masih mampu untuk memiliki kegiatan-kegiatan yang bermakna. Ada hal yang bisa dijadikan bahan diskusi mengapa hal ini bisa terjadi, yaitu subjek yang gagal dalam mata kuliah tertentu tidak mempengaruhi EP-nya secara signifikan. Seligman (2002) menyatakan EP merupakan salah satu faktor penting yang memunculkan kebahagiaan, subjek tetap bisa memiliki EP dengan tingkat diatas rata-rata, walaupun prestasi akademisnya tidak bagus. Pendidikan bukan sarana menuju kebahagiaan yang lebih besar dan kecerdasan tidak mempengaruhi kebahagiaan (hal.75). Dengan demikian kemungkinan prestasi akademis tidak berdampak signifikan terhadap EP pada masa sekarang.
3. EP pada masa depan menandakan apakah subjek memiliki EP optimis dan harapan terhadap masa depan. Sebanyak 63.8% subjek berada pada tingkat sedang yang menandakan bahwa subjek masih bisa memiliki pandangan positif terhadap masa depan. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan bahan diskusi mengapa hal ini bisa terjadi, yaitu fakta berdasarkan survey dengan schedule menunjukan bahwa memiliki prestasi akademis yang buruk dapat menimbulkan EN, tapi walaupun
seseorang memiliki EN, kemungkinan bukan berarti bahwa seseorang tidak bisa memiliki EP. Hal ini ditunjukan dari hasil penelitian mengindikasikan bahwa subjek memiliki EP, bahkan rata-rata pada tingkat EP sedang. Seligman (2002) memaparkan bahwa hanya sedikit bukti yang menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik antara EP dan EN. Hanya terdapat sedikit korelasi negatif antara EP dan EN. Ini berarti, jika memiliki banyak EN, kemungkinan seseorang memiliki lebih sedikit EP dibandingkan dengan rata-rata. Tapi bukan berarti seseorang tidak bisa memiliki EP. Namun alasan secara pastinya belum bisa diketahui (hal. 73-74). Hal kedua yang bisa menjadi bahan diskusi adalah subjek memiliki kecenderungan untuk sering melakukan ritual keagamaan, hal inilah yang menjadi faktor pemicu tingkat EP menjadi diatas rata-rata. Seligman (2002) memaparkan bahwa orang yang kerap melakukan ritual keagamaan lebih bahagia dan memiliki kepuasan hidup lebih tinggi dari pada orang yang lebih jarang melakukan ritual keagamaan. Agama mengisi manusia dengan harapan akan masa depan dan menciptakan makna hidup. Semakin fundamentalis aliran agama, semakin optimis pengikutnya. Peningkatan optimisme yang ditimbulkan oleh peningkatan religiusitas yang termanifestasikan melalui kekerapan melakukan ritual keagamaan sepenuhnya disebabkan oleh munculnya harpan yang lebih besar. Keyakiinan beragama merupakan landasan efektif melawan keputusasaan (hal. 77-78).
Tingkatan EP pada ketiga masa waktu tersebut menggambarkan apakah kadar EP subjek tinggi, sedang atau rendah. Semakin tinggi tingkat EP subjek, menggambarkan semakin melekat EP tersebut terhadap emosi subjek.