• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Wirausahawan

Wirausahawan adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, dan mengatur permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausahawan (entrepreneur) didefinisikan sebagai orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam berproduksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkannya. Jadi seorang entrepreneur harus memiliki kemampuan untuk berfikir kreatif serta imajinatif ketika ada sebuah peluang usaha dan bisnis baru. Namun disamping itu seorang entrepreneur harus dapat memberdayakan dirinya untuk kebaikan sekitarnya, bukan orang yang memanfaatkan sekitarnya untuk kepentingan dirinya (Anonim, 2012).

Menurut Suryana (2003), kelebihan menjadi seorang entrepreneur yaitu : 1. Memiliki kesempatan untuk mewujudkan cita-cita.

2. Memiliki kesempatan untuk menciptakan perubahan. 3. Untuk mencapai potensi penuh anda.

(2)

5. Memberikan kontribusi kepada masyarakat dan mendapatkan pengakuan untuk usaha Anda.

6. Dapat melakukan apa yang disukai dan dapat memanfaatkan hasilnya untuk kabaikan.

Menurut Scarborough dan Zimerer dalam Suryana (2003) mengungkapkan bahwa karakteristik kewirausahaan (enterpreneurship) memiliki delapan karakteristik, yaitu :

1. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan selalu mawas diri.

2. Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih risiko yang moderat, artinya ia selalu menghindari risiko, baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinnggi.

3. Confidence in their ability to succes, yaitu percaya akan kemampuan diri untuk berhasil.

4. Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik yang segera.

5. High level for energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.

6. Future orientation, yaitu berorientsi ke masa depan, perspektif dan berwawasan jauh ke depan.

(3)

7. Skill at organizing, yaitu memiliki ketrampilan dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk menciptakan nilai tambah.

8. Value of achiefment over money, yaitu lebih menghargai prestasi daripada uang.

Kewirausahaan memiliki beberapa faktor pemicu, yaitu motif berprestasi, optimisme, sikap-sikap nilai, dan status kewirausahaan atau keberhasilan. Sedangkan menurut Ibnoe Saoejono dan Roopke, proses kewirausahaan atau tindakan kewirausahaan merupakan fungsi dari propertyright (PR), competency/ability (C), incentive (I) dan external environment (E) (Suryana,2003).

B. Pemanfaatan Batok Kelapa

Industri kerajinan di Indonesia umumnya dilakukan dalam skala industri kecil dan menengah (IKM). Industri tersebut merupakan bagian dari sistem perekonomian terbesar masyarakat disamping sektor pertanian. Sedangkan industri yang dilakukan dalam skala industri besar biasanya proses produksinya dilakukan dengan tenaga kerja yang lebih banyak. Hal yang spesifik dijumpai pada sentra-sentra industri kerajinan dalam skala industri kecil dan menengah pada objek kajian adalah proses produksinya dilakukan secara tradisional dengan berbasis kearifan lokal.

Kearifan lokal (local wisdom) merupakan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat lokal guna mengatasi berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal merupakan upaya dalam strategi kehidupan mereka yang

(4)

“local knowledge”atau kecerdasan setempat “local genious”. Kearifan lokal disebut juga sebagai pandangan hidup dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Kearifan lokal secara dapat diartikan sebagai kebijaksanaan lokal. Secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis. Kearifan lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan mereka. Oleh karena itu, terdapat pula upaya kreatif yang dilakukan masyarakat lokal tersebut guna menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Upaya kreatif dilakukan untuk pemecahan masalah sehari-hari mereka (daily problem solving). Proses tersebut dapat dicontohkan misalnya pada penggunaan daun dari pohon tertentu yang dibakar untuk memberikan warna pada gerabah di sentra gerabah Bayat, Klaten (Samdoro, 2014).

Usaha kerajinan batok kelapa merupakan usaha yang sudah dilakukan turun temurun oleh warga Purbalingga Wetan, skill atau kemampuan yang dimiliki oleh petani pengrajin kebanyakan didapatkan secara otodidak. Hal ini sesuai dengan teori samdoro (2014) mengemukakan bahwa ada pola yang terbentuk pada industri tradisional yaitu :

1. Skill dipelajari secara turun temurun. 2. Inovasi desain, kurang/lambat.

3. Apresiasi terhadap kreativitas individu lemah. 4. Citra desain komunal.

(5)

6. Rawan penjiplakan. 7. Desain kurang kompetitif. 8. Memiliki kekayaan local genius.

Batok kelapa atau sering juga disebut dengan tempurung kelapa diperoleh dari limbah pengolahan kelapa. Dari setiap ton kopra dapat diperoleh sekitar 150 kg batok kelapa yang jika diproses menjadi arang akan menghasilkan 42 kg arang jika 1 ton batok kelapa diolah maka akan diperoleh 280 kg arang. Batok kelapa dapat dibuat menjadi tepung, dengan mengolahnya menggunakan mesin penghancur. Digunakan mesin dua tingkat untuk mendapatkan tepung yang sangat halus. Tepung batok kelapa digunakan untuk bahan baku pembuatan obat nyamuk (Sarmidi dan Kurniadi, 2014).

Pada perkembanganya batok kelapa yang awalnya menjadi limbah dan dijadikan bahan bakar serta arang menjadi beraneka ragam penggunaanya. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Permana, 2014) ada sedikitnya tiga olahan batok kelapa yang menjadi kerajinan yang bernilai ekonomis lebih produk yang telah banyak dibuat oleh para pengrajin diantaranya ada, celengan, asbak, gantungan kunci. Dari tiga olahan ini kemungkinan masih banyak lagi yang bisa ditemukan di lapangan. Berbeda daerah mestinya memiliki karakter masing-masing. Di Purbalingga sendiri batok kelapa dimanfaatkan oleh para pengrajin untuk membuat celengan, asbak, irus dan peralatan masak lainnya.

(6)

C. Faktor Sosial Ekonomi

Masalah sosial yang terjadi pada pengrajin batok kelapa ini yaitu, masalah yang muncul dari pengrajin atau masalah internal dan masalah yang terjadi antar pengrajin maupun pihak lain yang mendukung dalam usahanya.

Pada tabel 1 akan dijelaskan faktor sosial internal yang medukung serta menghambat kinerja petani pengrajin dalam usaha kerajinan limbah padat kelapa. Tabel 1. Faktor Sosial Internal yang Mendukung dan Menghambat Kinerja Petani

Pengrajin Souvenir dari Limbah Padat Kelapa di Purbalingga

No Faktor sosial internal

Pendukung Penghambat

1. Motivasi diri yang tinggi Akses informasi tekhnologi rendah

2. Kegigihan dalam bekerja Minimnya perlengkapan alat-alat produksi

3. Memiliki jiwa kewirausahaan Tidak memiliki manajemen yang bagus antar sesama pengrajin

4. Dukungan dari pihak keluarga Sulitnya merubah pola pikir untuk semakin maju

5. Mampu berkomunikasi dengan baik Sumber: Febriantika, 2014.

Faktor sosial internal merupakan faktor sosial yang bersumber dari petani pengrajin itu sendiri. Faktor sosial internal terbentuk karena adanya kebiasan yang ditanamkan oleh keluarga dan lingkungan tempat tinggal.

Dari pihak luar petani pengrajin juga mendapat dukungan serta hambatan dalam melakukan kegiatan usaha kerajinan limbah padat kelapa. Faktor eksternal yang mempengaruhi petani pengrajin dalam melakukan usahanya akan dijelaskan pada tabel dua.

(7)

Tabel 2. Berbagai Faktor Sosial Eksternal Pendukung dan Penghambat Petani Pengrajin Souvenir di Kabupaten Purbalingga

No Faktor Sosial Eksternal

Pendukung Penghambat

1. Solidaritas yang baik antar sesama petani pengrajin.

Kurangnya dukungan dari lembaga pemasaran daerah. 2. Rasa percaya tinggi antar pedagang

dengan petani pengrajin.

Kurang luasnya jangkauan lembaga keuangan.

Sumber, Febriantika, 2014.

Menurut Dumasari (2014), masalah sosial yang terjadi di masyarakat merupakan tragedi atau peristiwa yang tidak mereka kehendaki. Kebodohan, kekecewaan, kemarginalan, keterisoliran dan kemiskinan merupakan dampak permasalanhan sosial dalam kurun waktu yang lama yang selanjutnya mengakibatkan degradasi kualitas sumberdaya manusia, terutama pengembangan kepribadian, karakter dan moral. Beberapa petunjuk penting terjadinya masalah sosial antara lain:

1. Perubahan komposisi penduduk. 2. Frekuensi perilaku menyimpang. 3. Tingkat partisipasi sosial.

4. Simple rates.

5. Nilai composite indexs.

Modal atau biaya merupakan salah satu pendukung dari kegiatatan usaha apapun. Dilain pihak, manakala petani pengrajin dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usaha, maka mereka tetap mencoba untuk mendapatkan

(8)

sumber ekonomi yang petani pengrajin miliki. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan penekanan biaya produksi yang sekecil-kecilnya. Pendekatan tersebut sering dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization.

Prinsip dari kedua pendekatan tersebut dapat dikatakan sama, karena keduanya berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum yaitu dengan mengalokasikan penggunaan input yang seefisien mungkin. Kedua pendekatan tersebut mungkin dapat pula dikatakan sebagai pendekatan serupa tapi tak sama . Ketidaksamaan ini tentu saja kalau dilihat dari "sifat" pihak yang bersangkutan.

Petani pengrajin besar atau pengusaha besar selalu atau seringkali berprinsip bagaimana memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya karena tidak dihadapkan pada keterbatasan biaya. Sebaliknya untuk petani kecil atau petani subsistem sering bertindak dengan keterbatasan pemilikan sumberdaya yang mereka miliki (Soekartawi, 1994).

Selain uraian di atas faktor sosial ekonomi erat kaitanya dengan umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama menekuni pekerjaan sebagai pengrajin, jumlah keluarga, pendapatan dan penguasaan teknologi.

Gambar

Tabel  1.  Faktor  Sosial  Internal  yang  Mendukung  dan  Menghambat  Kinerja  Petani  Pengrajin Souvenir dari Limbah Padat Kelapa di Purbalingga
Tabel  2.  Berbagai  Faktor  Sosial  Eksternal  Pendukung  dan  Penghambat  Petani  Pengrajin Souvenir di Kabupaten Purbalingga

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 1 menjelaskan bahwa ”Buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah

Pada pengujian kekerasan Vickers pada Gambar 2 juga dapat dilihat bahwa dengan penambahan partikel Cr ke dalam matrik keramik mengakibatkan kekerasannya menurun dari 892 MPa

dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas sehingga kelas terlihat pasif dan siswa hanya sebagai pendengar ceramah guru tanpa diberi kesempatan

Pada bab ini, kita akan mempelajari metode-metode untuk menentukan akar persamaan secara numerik, di antaranya adalah metode biseksi, metode regula falsi, metode

yan ang g ak akan an se seiim mba bang ng de deng ngan an ar arus us k kas as m mas asuk uk y yan ang g dihasilkan dari in!estasi" rus kas yang mengambil

(1) Apabila dalam jangka waktu eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) tidak ditemukan cadangan energi Panas Bumi yang dapat diproduksikan secara komersial, maka

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam keterampilan berpikir kritis yang meliputi kemampuan merumuskan masalah, memberikan

Adakah terdapat perbezaan sikap yang signifikan antara kanak-kanak lelaki dan kanak-kanak perempuan OA di Bandaraya Kuala Lumpur terhadap penguasaan BM sebagai