• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

52

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan pada bab II, maka dalam bab ini penulis akan membahas penerapan akuntansi untuk pembiayaan ijarah pada Bank DKI Syariah.

A. Penerapan Akuntansi dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa

untuk Pembiayaan Ijarah pada Bank DKI Syariah

Ijarah adalah akad sewa menyewa atau akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan manfaat atau hak guna dari suatu barang yang terjadi antara bank sebagai pemilik objek dan nasabah sebagai penyewa objek, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Skim pemberian pinjaman ini menerapkan sistem syariah

dengan akad ijarah. Berikut beberapa mekanisme akad ijarah :

a) Calon nasabah datang ke bank dengan tujuan mengajukan akad

ijarah. Membicarakan persoalan objek yang akan disewa.

b) Bank menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi

untuk dapat menjalankan akad ijarah tersebut. Serta, bank dan

nasabah membicarakan persoalan tentang perjanjian objek, mulai

dari objek yang dibutuhkan oleh nasabah, kegunaan atau manfaat

dari objek yang akan diakadkan, menetapkan waktu atau periode

(2)

c) Menyetujui akad yang telah ditentukan oleh bank. Dalam hal ini,

nasabah dikira telah mengerti syarat-syarat yang diajukan oleh

bank. Setelah hal tersebut sama-sama dimengerti oleh kedua belah

pihak, barulah akad tersebut disetujui oleh kedua belah pihak.

d) Menandatangani akad. Setelah akad tersebut disetujui oleh kedua

belah pihak, barulah bank dan nasabah menandatangani akad. Dan

dapat dikatakan bahwa akad telah sah.

Selain mekanisme yang harus dipenuhi oleh bank dan nasabah,

maka syarat untuk menjalankan akad ijarah juga harus dilakukan.

Syarat akad ijarah sebagai berikut :

a) Melakukan Ijab Qabul (akad/kontrak)

b) Pihak yang berakad yaitu pemberi sewa (bank) dan penyewa

(nasabah)

c) Objek akad

Setelah pemohon memahami perjanjian terebut maka akan dilakukan penandatanganan perjanjian pembiayaan bila pemohon telah memenuhi syarat-syarat atau ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian. Kemudian sebagai tanda persetujuan terhadap ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku, maka bank mengharapkan adanya pengembalian copy / duplicate surat pernjanjian setelah nasabah tanda tangani. Dalam 30 hari nasabah atau pemohon harus mengembalikan atau memberitahukan atas keberlanjutan surat pernjanjian ini, jika dalam waktu tersebut tidak mengembalikan atau pun tidak ada

(3)

pemberitahuan dengan alasan yang jelas, maka bank akan menganggap bahwa permohonan pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah atau pemohon akan dibatalkan atau digugurkan.

B. Penerapan Akad Ijarah pada Produk Pembiayaan Multijasa di

Bank DKI Syariah telah sesuai dengan PSAK 107

Untuk mengetahui perlakuan akuntansi ijarah pada Bank DKI Syariah telah sesuai dengan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah, penulis mengolah data yang didapatkan penulis dari Bank DKI Syariah. Seperti sub diatas, penulis telah menjelaskan penerapan akuntansi ijarah pada Bank DKI Syariah. Berikut di bawah ini adalah pernyataan mengenai telah sesuai atau tidak sesuai penerapan akuntansi ijarah yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah terhadap PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah.

Merujuk Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa, diatur :

1) Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah

2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa DSN No.9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah

(4)

3) Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah

4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee

5) Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.

GAMBAR 4. 1

Skema Akad Ijarah untuk Pembiayaan Multijasa (Pendidikan)

Keterangan :

1) Nasabah mengajukan Pembiayaan untuk melanjutkan Pendidikan Pasca Sarjana IEF

a) Milik Bank DKI Syariah (Pendidikan S2) Sumber : Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim

IEF TRISAKTI S2 NASABAH

Bank DKI

Syariah

(5)

2) Akad Wakalah Bank DKI Syariah dengan Nasabah, agar Nasabah membeli paket 1a langsung ke IEF

3) Akad Ijarah selama 2 tahun, biaya angsuran sebesar Rp1.200.000,00/ bln

4) Nasabah membayar sewanya

Berdasarkan analisa dan sumber yang dibaca oleh penulis maka skema pembiayaan multijasa yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 tentang pangakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pada saat diperolehnya pembiayaan pendidikan S2.

C. Aplikasi Kasus Pertama Pembiayaan Ijarah Pada PT Bank DKI Syariah

Untuk lebih jelas dan kelanjutannya, berikut adalah contoh transaksi serta penjurnalan menggunakan akad ijarah untuk pembiayaan multijasa yang terjadi pada Bank DKI Syariah :

1. Pada saat pembiayaan multijasa

Pada tanggal 12 Januari 2011, nasabah datang ke bank untuk mengajukan pembiayaan multijasa dengan akad ijarah. Lalu bank kemudian memproses kebutuhan nasabah tersebut, dengan melihat aspek-aspek yang harus dipenuhi oleh nasabah kepada bank. Jika bank menyetujui maka akan diproses lebih lanjut oleh bank.

(6)

Tanggal 10 Februari 2011 didasarkan pada kebutuhan nasabah Azmi yang diajukan 12 Januari 2011 lalu, maka Bank DKI Syariah membeli langsung paket S2 ke IEF, seharga Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) menggunakan akad Ijarah.

Atas pembelian paket S2 ke IEF, maka jurnal yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah adalah sebagai berikut :

Dr. Aset Ijarah Rp 30.000.000,-

Kr. Kas/Rekening Bank Rp 30.000.000,-

Berdasarkan analisa dan sumber yang dibaca oleh penulis maka perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 9 yang mengatakan bahwa: Objek Ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Dan perusahaan telah mengakui objek Ijarahnya pada saat diperolehnya dan biaya perolehan sebesar Rp 30.000.000. Maka penjurnalannya aktiva bertambah pada asset bank dan berkurangnya kas rekening bank untuk pembayaran pembelian objek ijarah tersebut.

2. Pada saat transaksi ijarah pembiayaan multijasa yang dilakukan Bank DKI Syariah dengan Nasabah

Pada tanggal 15 Februari 2011, bank dan nasabah melakukan perjanjian transaksi ijarah yang telah disepakati sebagai berikut :

(7)

Jenis akad : Ijarah

Nama penyewa : Azmi

Jenis Jasa yang disewa : Jasa Pendidikan S2 Harga Jasa Perolehan : Rp 30.000.000,- Harga Pokok Objek yang disewa : Rp 24.000.000,- Nilai sisa / residual value : 00

Total pembayaran sewa per tahun : Rp 14.400.000, (Rp1.200.000,- per bulan)

Uang muka sewa dari penyewa : Rp 6.000.000,- Jangka waktu sewa : 2 tahun (24 bulan) Biaya administrasi : Rp 300.000,-

(1,25% dari harga pokok)

Margin / tahun (flat) : 10%

Atas transaksi perjanjian tersebut, maka penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah adalah sebagai berikut:

Dr. Aset Ijarah Rp 24.000.000,-

Kr. Persediaan Ijarah Rp 24.000.000,-

Berdasarkan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 9, dimana pengakuan objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. di dalam Syariah tidak mengenal yang namanya bunga. Jadi disini bank seperti perantara menyewakan rumah, harga objek yang dibeli oleh bank adalah harga perolehan nasabah juga. Tetapi dalam perjanjiannya pasti bank menginginkan return margin.

(8)

Return margin per tahun yang diharapkan oleh bank di tentukan oleh kebijakan bank dan di diskusikan dengan nasabah yang disesuaikan dengan kemampuan nasabah.

3. Pada saat penerimaan uang muka pembiayaan multijasa dari Nasabah ke Bank DKI Syariah

Pada tanggal 15 Februari 2011 juga dilakukan pembayaran uang sewa dari nasabah kepada Bank DKI Syariah sebesar Rp 6.000.000

Atas transaksi tersebut maka Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut:

Dr. Kas/ rekening penyewa Rp 6.000.000,-

Kr. Sewa diterima di muka Rp 6.000.000,-

Berdasarkan perlakuan prosentase uang muka yang ditentukan oleh BI adalah 30% dari harga perolehan. Untuk pengukuran pada Bank DKI Syariah sendiri memiliki kebijakan sendiri yaitu 20% dari harga perolehan yang biasanya disesuaikan kembali dengan gaji nasabah. Pengakuannya dilakukan pada saat uang tersebut dibayarkan dari nasabah ke bank.

Pada kasus diatas, menurut kebijakan BI seharusnya Rp 9.000.000 (30% dari Rp30.000.000) dan menurut kebijakan bank senilai Rp6.000.000 (20% dari Rp30.000.000). kemudian baru di didiskusikan

(9)

kembali dengan nasabah. Maka setelah didiskusikan dengan nasabah disepakati Rp6.000.000 untuk uang muka sewa awal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107.

4. Pada saat pembayaran biaya administrasi Bank DKI Syariah

Pada tanggal tanggal 15 Februari 2011, nasabah membayar biaya transaksi atas transaksi Ijarah sebesar Rp 300.000

Atas penerimaan biaya administrasi, Bank DKI Syariah melakukan jurnal adalah sebagai berikut :

Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp 300.000,-

Kr. Pendapatan Administrasi Rp 300.000,-

Berdasarkan kebijakan Bank DKI Syariah mengenai biaya administrasi adalah 1,25% dari harga pokok. Pengukuran Harga pokok bukanlah Rp30.000.000 melainkan Rp24.000.000 dimana harga pokok didapat dari harga perolehan dikurangi dengan uang muka sewa awal. Maka didapatlah Rp300.000 untuk pembayaran biaya administrasi yang dikenakan bank kepada nasabah. Dan diakui pada saat uang sewa dibayarkan. Maka penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama

(10)

dengan ketentuan PSAK 107. Pengukuran serta pengakuannya diakui pada saat transaksi dilakukan.

5. Pada saat melakukan penyusutan objek ijarah multijasa

Bank melakukan perhitungan penyusutan pada objek ijarah multijasa dengan harga pokok Rp24.000.000,00 disewakan dengan akad ijarah dan bank telah menetapkan kebijakan penyusutan sesuai umur masa sewa yaitu 2 tahun sesuai dengan masa sewa dan tidak ada nilai sisa. a) Melakukan perhitungan penyusutan menggunakan metode garis

lurus. ℎ = Maka perhitungannya, ℎ = 24.000.000 − 00 2 ℎ = 12.000.000 ℎ = Rp1.000.000 per bulan

b) Pada tanggal 15 Maret 2011 atas penyusutan tersebut, Bank DKI Syariah melakukan jurnal adalah sebagai berikut :

Dr. Beban Penyusutan aset ijarah Rp1.000.000,-

(11)

Penyajian di Neraca Bank Syariah

Aktiva Pasiva

Aset Ijarah Rp 30.000.000 Akum. Penyusutan Rp 1.000.000 Nilai Bersih Rp 29.000.000

Untuk penyusutan Bank DKI Syariah menggunakan metode garis lurus dimana nominal penyusutan setiap bulannya sampai dengan 15 tahun kemudian akan sama yaitu Rp1.000.000.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf 11 dan 12. Yang menyatakan bahwa objek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amoritsasi untuk aset sejenis selama umur manfaat. Jenis amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi dimasa depan dari objek ijarah. Pengukurannya menggunakan penyusutan metode garis lurus yang diakui sebesar Rp1.000.000.

6. Pendapatan sewa dari objek pembiayaan multijasa

Pada tanggal 15 Maret 2011 Bank DKI Syariah menerima pendapatan sewa dari nasabah sebesar Rp1.200.000 dengan return margin yang diharapkan sebesar 10% dan dibayarkan nasabah setiap bulannya

(12)

sampai masa sewa habis. Atas transaksi pendapatan sewa yang diterima oleh bank dari nasabah maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :

Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp 1.200.000,-

Kr. Pendapatan Sewa Rp 1.200.000,-

Berikut perhitungan untuk mendapatkan harga sewa per bulan yang dilakukan Bank DKI Syariah :

Margin per tahun (10%) x 2 tahun (Rp 24.000.000 X 10% X 2 thn =Rp4.800.000)

Margin Per Bulan : Rp 200.000 (Rp 4.800.000 : 24 bln)

Harga pokok : Rp 1.000.000

(Rp 24.000.000 : 24bln )

Angsuran Pokok Rp 1.200.000

Jadi, Perhitungan untuk Angsuran Pokok Per bulan diperoleh dari Harga Pokok + Margin Per bulan sebesar Rp 1.200.000

Pembayaran transaksi pendapatan sewa per bulannya langsung dapat di debet Bank DKI Syariah pada saat jatuh temponya sebesar jumlah angsuran yang telah disepakati pertama.

(13)

TABEL 4.1

PEMBAYARAN ANGSURAN PEMBIAYAAN MULTIJASA

Bulan ke Pendapatan Sewa (Rp) Beban Penyusutan (Rp) Pendapatan Neto Ijarah (Rp) 1. 1.200.000 1.000.000 200.000 2. 1.200.000 1.000.000 200.000 3. 1.200.000 1.000.000 200.000 4. 1.200.000 1.000.000 200.000 5. 1.200.000 1.000.000 200.000 6. 1.200.000 1.000.000 200.000 7. 1.200.000 1.000.000 200.000 8. 1.200.000 1.000.000 200.000 9. 1.200.000 1.000.000 200.000 10. 1.200.000 1.000.000 200.000 dst. 24. 1.200.000 1.000.000 200.000

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penyajian penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 14. Yang menyatakan bahwa Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa. Maka Bank DKI Syariah mengakui pendapatan sewa pada bulan selanjutnya, dihitung 1 bulan pertama dari 15 Februari – 15 Maret untuk bulan pertama Ijarah. Sumber : Data diolah penulis

(14)

Berdasarkan pernyataan PSAK 107 paragraf 29 maka Bank DKI Syariah melakukan perhitungan seperti dibawah ini untuk mengakui pendapatan neto ijarah multijasa atas nama Azmi sebagai berikut : Perlakuan Pendapatan Transaksi IMBT adalah sebagai berikut :

Pendapatan Sewa Rp 1.200.000,-

Pengeluaran beban bank

Beban penyusutan : Rp1.000.000,-

Beban pemeliharaan : -

Beban lain : -

Total beban bank Rp1.000.000,-

Pendapatan neto Ijarah Multijasa Rp. 200.000,- Pernyataan PSAK 107 paragraf 29 menyatakan bahwa Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

D. Aplikasi Kasus Kedua Pembiayaan Ijarah Pada PT Bank DKI Syariah

(15)

GAMBAR 4. 2

Skema akad IMBT AJB (Akad Jual Beli rumah)

Keterangan :

A. Bank melakukan akad Al Ba’I dengan supplier, setelah akad Al Ba’I dilaksanakan, supplier menyerahkan objek yang dibeli oleh bank.

B. Bank dan nasabah melakukan akad IMBT AJB atas objek yang telah bank beli dari pihak supplier. Sesuai dengan perjanjian yang dilakukan oleh bank dengan nasabah, pada saat jatuh tempo maka bank akan menyerahkan rumah tersebut secara hibah jika nasabah tidak melakukan penunggakan. Jika terjadi penunggakkan maka nasabah membayar semua sisa tunggakan barulah objek tersebut dipindah tangankan ke nasabah. Berikut ini merupakan yang menjadi ketentuan pelaksanaan dari pembiayaan ijarah yang terdapat pada Bank DKI Syariah.

Sumber : Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim BANK

SUPPLIER

NASABAH A

(16)

Untuk lebih jelas dan kelanjutannya, berikut adalah contoh transaksi serta penjurnalan menggunakan IMBT rumah yang terjadi pada Bank DKI Syariah. Berikut beberapa kasus IMBT yang terjadi di Bank DKI Syariah :

1. Pada saat pembelian objek sewa rumah

Pada tanggal 12 April 2012, nasabah datang ke bank mengajukan rumah dengan akad ijarah. Lalu bank kemudian memproses kebutuhan nasabah tersebut, dengan melihat aspek-aspek yang harus dipenuhi oleh nasabah kepada bank. Jika bank menyetujui maka akan diproses lebih lanjut oleh bank.

Tanggal 11 Mei 2012 didasarkan pada kebutuhan nasabah Bapak Amir yang diajukan 12 April 2012 lalu, maka Bank DKI Syariah membeli objek sewa rumah, seharga Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) menggunakan akad IMBT.

Atas pembelian rumah tersebut jurnal yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah adalah sebagai berikut :

Dr. Aktiva kepemilikan rumah Rp600.000.000,-

Kr. Kas/Rekening Penjual Rp600.000.000,-

Berdasarkan analisa dan sumber yang dibaca oleh penulis maka perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 9 yang mengatakan bahwa: Objek Ijarah diakui pada saat objek ijarah

(17)

diperoleh sebesar biaya perolehan. Dan perusahaan telah mengakui objek Ijarahnya pada saat diperolehnya dan biaya perolehan sebesar Rp600.000.000. Maka penjurnalannya aktiva kepemilikan rumah bertambah pada asset bank dan berkurangnya kas rekening bank untuk pembayaran pembelian objek ijarah tersebut.

2. Pada saat transaksi ijarah KPR rumah yang dilakukan Bank DKI Syariah dengan Nasabah

Pada tanggal 20 Mei 2012, bank dan nasabah melakukan perjanjian transaksi ijarah rumah yang telah disepakati sebagai berikut :

Jenis akad : Ijarah Muntahiyah Bittamlik

Nama penyewa : Bapak Amir

Jenis barang yang disewa : Rumah

Harga barang perolehan : Rp600.000.000,- Harga pokok objek sewa : Rp450.000.000,- Nilai sisa / residual value : 00

Total pembayaran sewa per tahun :Rp63.120.000,- (Rp5.260.000,- per bulan)

Uang muka sewa dari penyewa : Rp150.000.000,- Jangka waktu sewa : 15 tahun (180 bulan) Opsi pengalihan kepemilikan : akhir masa sewa

Biaya administrasi : Rp5.625.000,- (1,25% dari harga pokok)

(18)

Atas transaksi perjanjian tersebut, maka penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah adalah sebagai berikut:

Dr. Aktiva diperoleh untuk IMBT Rp450.000.000,-

Kr. Persediaan rumah IMBT Rp450.000.000,-

Berdasarkan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 9, dimana pengakuan objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. di dalam Syariah tidak mengenal yang namanya bunga. Jadi disini bank seperti perantara menyewakan rumah, harga objek yang dibeli oleh bank adalah harga perolehan nasabah juga. Tetapi dalam perjanjiannya pasti bank menginginkan return margin. Return margin per tahun yang diharapkan oleh bank di tentukan oleh kebijakan bank dan di diskusikan dengan nasabah yang disesuaikan dengan kemampuan nasabah.

3. Pada saat penerimaan uang muka sewa rumah dari Nasabah ke Bank DKI Syariah

Pada tanggal 20 Mei 2012 juga dilakukan pembayaran uang sewa dari nasabah kepada Bank DKI Syariah sebesar Rp150.000.000

Atas transaksi tersebut maka Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut:

Dr. Kas/ rekening penyewa Rp150.000.000,-

(19)

Berdasarkan perlakuan prosentase uang muka yang ditentukan oleh BI adalah 30% dari harga perolehan. Untuk pengukuran pada Bank DKI Syariah sendiri memiliki kebijakan sendiri yaitu 20% dari harga perolehan yang biasanya disesuaikan kembali dengan gaji nasabah. Pengakuannya dilakukan pada saat uang tersebut dibayarkan dari nasabah ke bank.

Pada kasus diatas, menurut kebijakan BI seharusnya Rp180.000.000 (30% dari Rp600.000.000) dan menurut kebijakan bank senilai Rp120.000.000 (20% dari Rp600.000.000). kemudian baru di didiskusikan kembali dengan nasabah. Maka setelah didiskusikan dengan nasabah disepakati Rp150.000.000 untuk uang muka sewa awal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107.

4. Pada saat pembayaran biaya administrasi Bank DKI Syariah

Pada tanggal tanggal 20 Mei 2012, nasabah membayar biaya transaksi atas transaksi IMBT sebesar Rp5.625.000

Atas penerimaan biaya administrasi, Bank DKI Syariah melakukan jurnal adalah sebagai berikut :

Dr. Rekening Nasabah Rp5.625.000,-

(20)

Berdasarkan kebijakan Bank DKI Syariah mengenai biaya administrasi adalah 1,25% dari harga pokok. Pengukuran Harga pokok bukanlah Rp600.000.000 melainkan Rp450.000.000 dimana harga pokok didapat dari harga perolehan dikurangi dengan uang muka sewa awal. Maka didapatlah Rp5.625.000 untuk pembayaran biaya administrasi yang dikenakan bank kepada nasabah. Dan diakui pada saat uang sewa dibayarkan. Maka penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107. Pengukuran serta pengakuannya diakui pada saat transaksi dilakukan.

5. Pada saat melakukan penyusutan objek ijarah rumah

Bank melakukan perhitungan penyusutan pada objek sewa rumah dengan harga pokok Rp450.000.000,00 disewakan dengan akad ijarah dan bank telah menetapkan kebijakan penyusutan sesuai umur masa sewa yaitu 15 tahun sesuai dengan masa sewa dan tidak ada nilai sisa. a) Melakukan perhitungan penyusutan menggunakan metode garis

lurus.

ℎ =

(21)

= 450.000.000 − 00

15 ℎ = 30.000.000 ℎ

= Rp2.500.000 per bulan

b) Pada tanggal 20 Juni 2012 atas penyusutan tersebut, Bank DKI Syariah melakukan jurnal adalah sebagai berikut :

Dr. Biaya Penyusutan Rp2.500.000,-

Kr. Akumulasi Penyusutan Rp2.500.000,- Penyajian di Neraca Bank Syariah

Aktiva Pasiva

Aset Ijarah Rp 450.000.000 Akum. Penyusutan Rp 2.500.000 Nilai Bersih Rp 447.500.000

Untuk penyusutan Bank DKI Syariah menggunakan metode garis lurus dimana nominal penyusutan setiap bulannya sampai dengan 15 tahun kemudian akan sama yaitu Rp2.500.000.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf 11 dan 12. Yang menyatakan bahwa objek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amoritsasi untuk

(22)

aset sejenis selama umur manfaat. Jenis amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi dimasa depan dari objek ijarah. Pengukurannya menggunakan penyusutan metode garis lurus yang diakui sebesar Rp2.500.000.

6. Pendapatan sewa dari objek sewa rumah

Pada tanggal 20 Juni 2012 Bank DKI Syariah menerima pendapatan sewa dari nasabah sebesar Rp5.260.000 dengan return margin yang diharapkan sebesar 7,36% dan dibayarkan nasabah setiap bulannya sampai masa sewa habis.

Atas transaksi pendapatan sewa yang diterima oleh bank dari nasabah maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :

Dr. Kas/Rekening Penyewa Rp5.260.000,-

Kr. Pendapatan Sewa Rp5.260.000,-

Berikut perhitungan untuk mendapatkan harga sewa per bulan yang dilakukan Bank DKI Syariah :

Harga Perolehan : Rp450.000.000 Margin (7,36%) x 15 tahun : Rp496.800.000

Harga Sewa : Rp946.800.000,- selama 15 tahun Angsuran : Rp5.260.000,- per bulan

Pembayaran transaksi pendapatan sewa per bulannya langsung dapat di debet Bank DKI Syariah pada saat jatuh temponya sebesar jumlah angsuran yang telah disepakati pertama.

(23)

Maka dapat dilihat melalui tabel angsuran dibawah ini yaitu

TABEL 4.2

PEMBAYARAN ANGSURAN IMBT AJB (Akad Jual Beli rumah)

Bulan ke Pendapatan Sewa (Rp) Beban Penyusutan (Rp) Pendapatan Neto Ijarah (Rp) 1. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 2. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 3. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 4. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 5. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 6. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 7. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 8. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 9. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 10. 5.260.000 2.500.000 2.760.000 dst. 180. 5.260.000 2.500.000 2.760.000

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penyajian penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 14. Yang menyatakan bahwa Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa. Maka Bank DKI Syariah mengakui pendapatan sewa pada bulan selanjutnya, dihitung 1 bulan pertama dari 20 Mei – 20 Juni untuk bulan pertama Ijarah.

Berdasarkan pernyataan PSAK 107 paragraf 29 maka Bank DKI Syariah melakukan perhitungan seperti dibawah ini untuk mengakui

(24)

pendapatan neto ijarah IMBT AJB atas nama Bapak Amir sebagai berikut :

Perlakuan Pendapatan Transaksi IMBT adalah sebagai berikut :

Pendapatan Sewa Rp5.260.000,-

Pengeluaran beban bank (HPP)

Beban penyusutan : Rp2.500.000,-

Beban pemeliharaan : -

Beban lain : -

Total beban bank Rp2.500.000,-

Pendapatan neto IMBT AJB Rp.2.760.000,-

Pernyataan PSAK 107 paragraf 29 menyatakan bahwa Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

7. Pada saat terjadi penunggakan pembayaran

Pada bulan ketiga nasabah menunggak pembayaran bulanan sewa yang harusnya dibayarkan kepada Bank DKI Syariah sebesar Rp5.260.000 Atas kejadian tersebut maka Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut :

Dr. Piutang pendapatan IMBT Rp5.260.000,-

(25)

Pada saat penunggakan yang pertama Bank DKI Syariah akan melakukan penagihan bisa lewat telepon mupun usaha lainnya. Dan biaya yang dikeluarkan untuk biaya penagihan disebut dengan Ta’wid. Jika nasabah sampai menunggak 2 bulan maka nasabah tanpa alasan apapun harus mengosongkan rumah tersebut (biasanya sudah ada dalam ketentuan perjanjian). Dan 3 bulan masih juga belum bisa membayar tunggakan maka Bank DKI Syariah berhak untuk menjual jaminan pembiayaan tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa penjurnalan yang dilakukan Bank DKI Syariah telah sesuai dengan PSAK 107 paragraf ke 15 yang menyatakan bahwa piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.

8. Pada saat pembayaran tunggakan beserta Ta’wid dan angsuran bulan berikutnya

Pada saat memasuki 2 bulan penunggakan ternyata nasabah sudah bisa membayar tunggakannya. Maka proses pengosongan rumah tidak berjalan, dan nasabah masih bisa menggunakan objek sewa nya tersebut.

Atas transaksi diatas maka Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut :

(26)

Dr. Pendapatan yang ditangguhkan Rp5.260.000,-

Dr. Rekening Penyewa Rp10.520.000,-

Kr. Piutang Pendapatan IMBT Rp5.260.000,- Kr. Pendapatan Sewa Rp10.520.000,-

b. Pada saat pembayaran Ta’wid

Dr. Rekening Penyewa Rp200.000,-

Kr. Ta’wid Rp200.000,-

Biaya Ta’wid ini ditentukan oleh Bank DKI Syariah. Biasanya biaya ini sekitar Rp200.000 sampai Rp300.000. ini untuk penggantian jasa yang telah dilakukan oleh pihak Bank untuk menagih nasabah yang menunggak.

Berdasarkan PSAK 107, tidak tercantum pembayaran biaya Ta’wid jika nasabah atau penyewa menunggak biaya sewa. Dimana biaya Ta’wid adalah biaya jasa yang dikenakan oleh bank kepada nasabah sebagai jasa untuk menagih nasabah dikala menunggak.

9. Pemindahan kepemilikan

Setelah 15 tahun menyewa rumah, maka sampai lah pada saat penyerahan kepemilikan rumah yang dilakukan bank kepada nasabah secara hibah karena nasabah tidak pernah menunggak atau tunggakannya telah nasabah selesaikan terlebih dahulu sehingga angsurannya telah ia anggsur semua dan benar.

(27)

Atas transaksi tersebut maka Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut :

Dr. Akumulasi Penyusutan Rp450.000.000,-

Kr. Aktiva Ijarah Rp450.000.000,-

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke-6 (a). Yang menyatakan bahwa perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik ke penyewa, dalam ijarah muntahiyah bitammlik dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban.

E. Penyajian Dan Pengungkapan Akad Ijarah Pada Bank DKI Syariah

Perlakuan penyajian dan pengungkapan ijarah dalam Bank DKI Syariah dapat dilihat dari neraca dan laporan laba rugi triwulan yang dikeluarkan oleh bank kepada public yang juga telah disampaikan pada Bank Indonesia. Laporan neraca dan laba rugi yang diperoleh penulis berasal dari situs www.dkisyariah.co.id yang telah di share oleh pihak bank dan yang diambil oleh penulis adalah laporan triwulanan yang

(28)

paling terakhir di share oleh pihak bank yaitu laporan per 30 September 2011.

Data ini akan diolah penulis untuk membandingkan dengan ketentuan yang ada dalam PSAK 101 tentang Penyajian laporan Keuangan Syariah. Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari situs Bank DKI Syariah, bahwa pelaporan keuangan triwulan per September 2011 belum mengacu pada PSAK 101 (revisi 2011). Hal ini disebabkan karena Bank DKI Syariah masih mengikuti peraturan PSAK 101. Dan data yang diperoleh penulis adalah tahun 2011 yang dimana peraturan PSAK 101 (revisi 2011) baru akan menerapkan pernyataan penerapan untuk periode tahun buku per 1 Januari 2012.

Tetapi jika melihat PSAK 101 (2007) penyajian yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sesuai dengan peraturan PSAK 101 (2007) dimana format penyajian laporan laba rugi hanya ada 1 format yaitu laporan laba rugi dan dalam peraturan tersebut belum diatur untuk laporan laba rugi komprehensif.

Pada pelaporan yang dibuat Bank DKI Syariah masih menggunakan aturan PSAK 101, yaitu menggunakan komponen keuangan sebagai berikut :

1. Neraca

2. Laporan laba rugi

(29)

4. Laporan arus kas

5. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat 6. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan 7. Catatan atas laporan keuangan.

Sedangkan berdasarkan PSAK 101 (revisi 2011) menyatakan bahwa :

1. Neraca berubah menjadi Laporan Posisi Keuangan

2. Laporan laba rugi dibagi menjadi 2 format yaitu laporan laba rugi (untuk menyajikan komponen laba rugi) dan laporan laba rugi komprehensif (untuk menyajikan komponen laba rugi dan komponen pendapatan komprehensif lain)

3. Laporan perubahan ekuitas 4. Laporan arus kas

5. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat 6. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan 7. Catatan atas laporan keuangan.

Referensi

Dokumen terkait

Ada empat hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu: (1) terdapat determinasi yang positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja

TLD yang dibuat memiliki akurasi dan presisi yang tinggi terhadap radiasi karena memiliki nilai R2 = 0,992 yang berarti bahawa TLD yang dibuat memiliki liniearitas

Evaluasi adalah tindakan dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan program berdasarkan penilaian dengan standar pengukuran pelaksanaan kegiatan yang telah

Penelitian ini menganalisa kecirian variasi keluasan makna interpersonal dalam bahasa Arab, Inggris dan Indonesia dan variasi keluasan makna interpersonal secara kontekstual

Hasil uji korelasi Pearson tingkat kemiskinan dan rasio gini sebelum digulirkannya dana desa diperoleh signifikansi sebesar 0,064 (lebih besar kecil dari 0,05) yang

Aplikasi data mining BPR Jateng memanfaatkan data masukan berupa data kredit nasabah BPR Jateng yaitu atribut plafon, jangka waktu, dan rata-rata penghasilan per bulan serta

Dengan melihat deskripsi hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan penalaran adaptif siswa

Sehingga kesimpulan dari penilitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan harga diri siswa kelas XI di SMA Negeri 3 Binjai tahun