• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat te-patnya di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa Sukamaju Ke-camatan Nyalindung. Secara geografis terletak diantara 6o59’30” – 7o1’30” LS dan 106o51’00”-106o52’00” BT.

Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan setahun sebesar 1.885 mm dari 116 hari hujan pada tahun 2004 (BPS 2008). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember dengan curah hujan 310 mm dan hari hujan 15 hari. Suhu udara berkisar 19,6o – 31,2oC dengan suhu rata-rata 24oC. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang berge-lombang dan bergunung dengan ketinggian berkisar antara 0 – 2.960 m. Keadaan topografi yang demikian menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi rawan terhadap longsor, erosi tanah dan lain-lain. Potensi geologis Kabupaten Sukabumi antara lain sumber panas bumi di Daerah Gunung Salak dan Cisolok, bahan tambang dan bahan galian emas, perak, batubara, pasir kwarsa, marmer, pasir besi, bentonit, teras, batu kapur, tanah liat dan lain-lain.

4.1.2 Kependudukan dan Tenagakerja

Jumlah penduduk di daerah penelitian yang meliputi Desa Sukamaju Ke-camatan Nyalindung dan Desa Tanjungsari KeKe-camatan Jampang Tengah Kabu-paten Sukabumi sebesar 10.800 jiwa. Berdasarkan pengelompokkan usia, kompo-sisi penduduk Desa Sukamaju dan Desa Tanjungsari secara lengkap disajikan pada tabel di bawah.

Tabel 1 Komposisi penduduk di lokasi penelitian No Kelompok Umur (tahun) Desa Sukamaju Jiwa (%) Desa Tanjungsari Jiwa (%) Jumlah (%) 1 0 – 4 467 10,7 285 4,4 752 7,0 2 5 – 14 844 19,3 1.054 16,4 1.898 17,6 3 15 – 54 2.280 52,2 5.011 77,9 729 67,5 4 > 55 774 17,8 85 1,3 859 7,9 Jumlah 4.365 100,0 6.435 100,0 10.800 100,0 Sumber : Kabupaten Sukabumi Dalam Angka, 2008

(2)

Besarnya tingkat partisipasi angkatan kerja (umur 15 – 55 tahun) untuk Desa Sukamaju adalah 55% dan Desa Tanjungsari sebesar 80%. Tingkat kepa-datan penduduk di Desa Sukamaju adalah mencapai 131 jiwa/km2 dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahunnya 0,56%. Sedangkan tingkat kepadatan pen-duduk di Desa Tanjungsari adalah 193 jiwa/km2 dengan rata-rata pertumbuhan penduduk pertahunnya sebesar 0,64%.

Mata pencaharian penduduk di Desa Sukamaju maupun di Desa Tanjung-sari didominasi dengan pertanian dan buruh tani, secara lengkap disajikan pada tabel di bawah.

Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

No. Mata Pencaharian Desa Sukamaju (Jiwa) % Desa Tanjungsari (Jiwa) % Jumlah % 1 Petani 668 53,3 2099 52,4 2.767 52,6 2 Buruh tani 288 23,0 1202 30,0 1.490 28,3 3 Buruh swasta 112 8,9 120 3,0 232 4,4 4 Pegawai ne-geri 14 1,1 40 0,9 54 1,0 5 Pengrajin 8 0,6 96 2,4 104 2,0 6 Pedagang 82 6,5 147 3,7 229 4,4 7 Peternak 9 0,9 26 0,7 35 0,7 8 Montir 5 0,3 8 0,2 13 0,3 9 Sopir 8 0,6 20 0,5 28 0,5 10 Tukang kayu 20 1,6 154 3,8 174 3,3 11 Tukang tem-bok 15 1,2 62 1,5 77 1,4 12 Ojeg 25 2,0 35 0,9 60 1,1 Jumlah 1.254 100,0 4.009 100,0 5.263 100,0 Sumber : Kabupaten Sukabumi Dalam Angka, 2008

4.1.3 KPH Sukabumi Wilayah Kerja

KPH Sukabumi sebagai salah satu satuan kerja pada Badan Usaha Milik Negara diberi wewenang untuk mengelola hutan di Kabupaten Sukabumi

(3)

seba-gaimana diamanatkan dalam PP No. 30 Tahun 2003 tentang Perum Perhutani dengan luas kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 195 seluas 78.125, 18 ha dengan perincian luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya sebagai berikut : 1. Hutan Produksi = 18.462,53 ha

2. Hutan Produksi Terbatas = 39.261,21 ha 3. Hutan Konservasi = 20.401,44 ha

Dengan adanya SK Menhut No. 174 dan 175 Tahun 2003 tentang Perlu-asan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, luas pengelolaan KPH Sukabumi mengalami pengurangan pada be-berapa BKPH, yaitu : BKPH Cicurug seluas 9.490,55 ha, BKPH Gede Barat se-luas 3.807,53 ha dan BKPH Palabuhanratu sese-luas 7.103,36 ha. Dengan demikian, luas kawasan hutan yang efektif dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sukabumi saat ini adalah 58.385,26 ha. Selain pengurangan terdapat penambahan di Blok Cirohani seluas 311,44 ha dan Blok Puncak Buluh seluas 148,27 ha, sehingga luas total saat ini adalah 58.844,97 ha.

KPH Sukabumi dibagi berdasarkan wilayah pengelolaan menjadi 2 (dua) Sub KPH (SKPH) dengan perincian sebagai berikut :

1. SKPH Sukabumi Barat terdiri dari :

a. BKPH Pelabuhanratu dan Cicurug = 8.840,63 ha

b. BKPH Cikawung = 7.999,16 ha

Jumlah = 16.839,79 ha

2. SKPH Sukabumi Timur terdiri dari :

a. BKPH Bojong Lopang = 6.603,72 ha b. BKPH Lengkong = 14.994,94 ha c. BKPH Jampang Kulon = 11.853,18 ha d. BKPH Segaranten = 8.093,63 ha 3. Tanah Masuk : a. Blok Cirohani = 311,44 ha b. Blok Puncak Buluh = 148,27 ha Keadaan Hutan Pada Lokasi Penelitian

Kawasan hutan di KPH Sukabumi dibagi dalam 2 kelas perusahaan hutan berdasarkan kesesuaian lahannya, yaitu kelas perusaaan jati dan pinus. Kelas

(4)

pe-rusahaan pinus lebih banyak diusahakan di KPH Sukabumi, luas secara rinci disa-jikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Rincian kelas perusahaan hutan di KPH Sukabumi

No Sub KPH BKPH RPH Bagian

Hutan

Kelas Perusahaan Jati (Ha) Pinus Ha)

1 Sukabumi Barat

Pelabuhan ratu

Buni Wangi Cisolok 0 1.929

Jayanti Bagbagan 0 2.054 Parang masigit utara Cisolok 0 1.495,36 Parang masigit selatan Bagbagan 0 2.904,64

Cikawung Baros Nyalindung 0 1.662,73

Ciguha Nyalindung 0 2.728,99

Cikembar Nyalindung 0 1.480,56

Takokak Nyalindung 0 1900,71

2 Sukabumi Timur

Sagaranten Bentang Barat Nyalindung 0 1.987,58

Bentang Timur Nyalindung 0 2.407,15

Gomggamg Utara Nyalindung 0 2.161,23 Gonggang Se-latan Nyalindung 0 1.537,67 Bojong-lopang

Nangka Tepus Jampang

Tengah

0 2.678,16

Pasir Awi Jampang

Tengah 0 1.925,56 Krg Prg Masigit Timur Jampang Tengah 0 2.000

Lengkong Hanjuang Barat Jampang

Tengah 0 4.628,67 Hanjuang Ti-mur Jampang Tengah 0 3.121,41 Hanjuang Te-ngah Jampang Tengah 0 2.921,26 Hanjuang Se-latan Jampang Tengah 0 4.471,87 Jampang Kulon

Cimahpar Pasir Cisujen 3.175,28 0

Cisujen Pasir Cisujen 4.613,9 0

Karang Bolong Karang

Bo-long

4.064 0

(5)

Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung yang dilakukan PT TSS berlokasi di petak 11, 12, 13 dan 27 kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi seluas ± 493,54 ha. Letak lokasi penelitian sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. Fungsi hutan pada lokasi yang akan di-lakukan penambangan merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan vege-tasi mayoritas pinus (KP Pinus). Secara lengkap data mengenai jenis pohon, luas masing-masing petak, kelas umur dan bonita disajikan pada Lampiran 2.

4.1.4 PT Tambang Semen Sukabumi

Luas Penambangan dan Potensi Cadangan Batu Kapur dan Lempung

PT Tambang Semen Sukabumi (PT TSS) adalah sebuah Perseroan Terba-tas yang bertindak sebagai pemrakarsa dalam usaha penambangan batu kapur dan lempung untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri semen yang akan bangun oleh grup perusahaan PT TSS yakni PT Semen Java. PT Semen Java di-dirikan sebagai perusahaan patungan dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) antara PT Semen Sukabumi Industri (PT SSI) sebagai partner lokal de-ngan The Concrete Products and Aggregate Company (CPAC)/kelompok Siam Cement Group (SCG) Thailand sebagai partner asing. Pabrik semen yang diren-canakan dibangun tersebut akan menyerap seluruh hasil produksi penambangan yang dilakukan oleh PT TSS. Kapasitas produksi semen awal 1.700.000 ton/ ta-hun dan ditingkatkan bertahap menjadi 3,4 juta ton/tata-hun.

Penambangan batu kapur dan lempung dilakukan pada areal seluas 233,76 ha untuk batu kapur dan seluas 63,62 ha untuk lempung. Tabel 4 menyajikan ca-dangan/deposit yang dapat ditambang untuk batu kapur dan lempung.

Tabel 4 Luas penambangan dan deposit batu kapur dan lempung Periode Tahun

Batu kapur Lempung

Luas (ha) Luas kumu-latif (Ha) Produksi (juta ton) Luas (ha) Luas kumu-latif (Ha) Produksi (jutaton) 1 1-5 53,8 53,8 15,2 16,8 16,8 2,90 2 6-10 22,1 75,9 21,7 18,5 35,3 4,23 3 11-15 28,5 99,4 21,7 3,6 38,9 4,23 4 16-20 55,8 158,0 21,7 0,0 38,9 4,23 5 21-25 42,1 200,1 21,7 8,3 47,2 4,23 6 26-30 33,4 233,7 21,7 16,4 63,6 4,23

(6)

Tujuan Penambangan Bahan Galian Batu Kapur dan Lempung

PT TSS melakukan kegiatan penambangan bahan galian batu kapur dan lempung bertujuan untuk :

1. Mengatasi kebutuhan bahan baku pembuatan semen yang semakin meningkat 2. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar tapak proyek, sehingga akan

meningkatkan perekonomian masyarakat lokal Tahapan Penambangan

Kegiatan yang akan dilakukan oleh PT TSS dalam melakukan penambang-an bahpenambang-an galipenambang-an batu kapur dpenambang-an lempung terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini dimulai dari pembebasan lahan, pene-rimaan tenaga kerja, mobilisasi alat-alat berat, pembagunan sarana dan prasa-rana, pembangunan unit peremuk batu, pembersihan lahan dan pengu-pasan tanah pucuk. Untuk mengetahui perkiraan besarnya cadangan bahan galian batu kapur dan lempung yang akan ditambang, PT TSS telah mengadakan survey dan penelitian pendahuluan/Eksplorasi Awal dan Eksplorasi Rinci. 2. Tahap Operasi Penambangan

a. Pengupasan tanah pucuk (over burden), merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum mendapatkan batu kapur yang segar yang akan dilaku-kan pemboran dan peledadilaku-kan. Pengupasan tanah pucuk di site batu kapur dilakukan pada periode I-IV, sedangkan pengupasan tanah pucuk di lokasi lempung dilakukan pada periode I dan II.

b. Penambangan, penambangan batu kapur akan dilakukan dengan sistem terbuka (open pit mining) dengan menggunakan kegiatan pemboran dan peledakan. Sedangkan untuk penambangan lempung menggunakan alat berat (bulldozer dan back hoe). Tahapan kegiatan penambangan meliputi kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan ke tempat unit peremuk batu dan selanjutnya akan diangkut ke tempat penimbunan.

3. Tahap Pasca Operasi Penambangan a. Kegiatan Reklamasi

b. Periode pelaksanaan reklamasi dan rehabilitasi lahan quarry pasca penam-bangan akan dilaksanakan secara paralel dengan periode penampenam-bangannya

(7)

c. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Dengan dilaksanakannya kegiatan reklamasi lahan dengan baik dan teren-cana, maka diharapkan akan terjadi perbaikan kondisi hidrogeologi pada lokasi bekas tambang. Proses rehabilitasi hidrogeologi akan memakan waktu sangat lama, sehingga belum dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terutama pengguna sumber air baik air permukaan mau-pun air bawah tanah. Kondisi akhir kegiatan ini adalah perbaikan kualitas habita perairan serta perbaikan erosi dan sedimentasi lahan.

d. Penanganan Tanah Pucuk

Luas areal konsesi batu kapur seluas 493,54 ha sedangkan luas areal yang direncanakan akan ditambang adalah seluas 233,5 ha sehingga areal yang tidak ditambang cukup luas. Sebagian besar dari daerah itu akan dijadikan daerah penyangga. Tanah penutup akan ditempatkan pada areal ini, pada lokasi yang mudah untuk dilakukan pengangkutan kembali ke areal yang akan direklamasi kelak.

e. Revegetasi

Pada masa akhir penambangan akan dilakukan penempatan kembali tanah penutup pada bekas lokasi tambang. Penutupan kembali menggunakan ta-nah (top soil) yang telah dipersiapkan yaitu tata-nah pindahan saat awal ke-giatan pengupasan lapisan pucuk. Manfaatnya disamping tetap menjaga tingkat kesuburan tanah, juga memperbaiki tingkat kemiringan tanah se-hingga dapat normal kembali sesuai kestabilan

4.2 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus Berdasarkan Daur Yang Berlaku di KPH Sukabumi

4.2.1 Penaksiran Produksi Kayu

Penaksiran volume kayu dilakukan hanya pada petak yang akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS yaitu pada areal seluas 493,54 ha di petak 11, 12, 13 dan 27 BKPH Cikawung, KPH Sukabumi. KPH Sukabumi menggunakan tabel volume lokal untuk menghitung produksi kayu pinus. Penggunaan tabel vo-lume lokal ini cukup mudah yaitu dengan mengetahui parameter keliling pohon pinus maka akan langsung dapat diketahui nilai volumenya. Berdasarkan hasil

(8)

wawancara dengan petugas/pegawai KPH Sukabumi bahwa volume rata-rata po-hon pinus pada akhir daur adalah sebesar 100 m3/ha.

Produksi kayu juga diperoleh dari hasil penjarangan yang dilakukan pada tanaman dengan umur 10, 15 dan 20 tahun. Produksi tanaman pinus umur 10 ta-hun menghasilkan volume rata-rata sebesar kurang lebih tujuh m3/ha, tanaman pi-nus umur 15 tahun menghasilkan volume rata-rata sebesar kurang lebih 12 m3/ha dan untuk tanaman pinus umur 20 tahun menghasilkan volume rata-rata sebesar kurang lebih 19 m3/ha.

4.2.2 Penaksiran Produksi Getah

Penaksiran produksi getah juga dilakukan hanya pada lokasi yang akan dilakukan kegiatan penambangan bahan galian batu kapur dan lempung oleh PT TSS seluas ± 493,54 ha. Tanaman pinus mulai dilakukan penyadapan pada KU III dengan hasil rata-rata adalah dua kg/pohon/tahun, sedangkan untuk KU IV dan V menghasilkan getah rata-rata sebesar empat kg/pohon/tahun. Untuk menge-tahui produktivitas tiap hektar getah pinus maka harus dikemenge-tahui jumlah pohon per hektarnya dengan berdasarkan pada Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus merkusii (Puslitbang Kehutanan 1975). KPH Sukabumi diasumsikan mempunyai bonita III. Secara lengkap penaksiran produksi getah pinus disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Penaksiran produksi getah di KPH Sukabumi

No. Umur Jumlah Pohon per ha Produksi Getah Rata-rata (kg) Produksi Getah (ton/ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 566 527 488 449 410 390 370 350 330 310 296 282 268 254 240 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1,13 1,05 0,98 0,89 1,64 1,56 1,48 1,40 1,32 1,24 1,18 1,13 1,07 1,02 0,96 Sumber : Data Sekunder, diolah

(9)

Berdasarkan penelitian Majarani (2006) yang dilakukan terhadap tegakan pinus di KPH Cianjur diketahui bahwa produktivitas getah terlihat meningkat mulai KU III - KU IV. Umumnya pada KU V dan VI produktivitas getah men-capai puncaknya dan akan terjadi penurunan yang cukup besar pada KU VII dan KU VIII.

4.2.3 Pendapatan Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus

Pendapatan diperoleh dari hasil penjarangan, penebangan dan penyadapan getah pinus. Produksi kayu dari hasil penjarangan dan penebangan kemudian dikalikan dengan harga jual dasar (HJD) yang didasarkan pada Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 006/Kpts/Dir/2009 tanggal 5 Januari 2009. Nilai HJD dibedakan berdasarkan sortimennya. Tabel di bawah menyajikan rata-rata jumlah volume hasil penjarangan dan penebangan akhir dan nilai HJD.

Tabel 6 Volume rata-rata hasil penjarangan dan tebangan akhir

No. Uraian Volume rata2

(m3/ha) Sortimen Nilai HJD (Rp/m3) 1. Penjarangan tanaman umur 10 tahun 7 A1 268.000 2. Penjarangan tanaman umur 15 tahun 12 A2 – A3 514.000 3. Penjarangan tanaman umur 20 tahun 19 A2 – A3 514.000 4. Penebangan akhir 100 A2 - A3 538.000

Pendapatan yang diperoleh dari hasil penyadapan getah pinus merupakan hasil perkalian dari produksi getah pinus dengan nilai pengoperan getah pinus dari KPH Sukabumi ke tempat penampungan getah (PGT) Sindangwangi di Nagrek untuk diolah menjadi gondoruken dan terpentin. Nilai pengoperan tersebut sebe-sar Rp 4.500.000,-/ton.

4.2.4 Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus

Pengusahaan hutan tanaman pinus di KPH Sukabumi meliputi kegiatan perencanaan, pembuatan tanaman (penanaman), pemeliharaan I untuk tanaman u-mur satu tahun, pemeliharaan II untuk tanaman uu-mur tiga tahun, pemeliharaan un-tuk tanaman umur empat sampai lima tahun, penjarangan tanpa hasil (dilakukan pada tanaman umur lima tahun), penjarangan menghasilkan (dilakukan pada

(10)

tana-man umur 10, 15 dan 20), penyadapan getah pinus (dilakukan mulai pada tanatana-man umur 11 tahun/KU III) dan penebangan. Biaya-biaya tersebut dalam perhitungan analisis finansial akan dikalikan dengan luas kawasan hutan yang dipinjam pakai PT TSS yaitu seluas 493,54 ha. Rekapitulasi jenis biaya dalam pengusahaan kelas perusahaan pinus disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 7 Rekapitulasi Biaya Pengusahaan KP Pinus

No. Uraian Biaya Satuan

1 Biaya perencanaan 128.320 Rp/tahun

2 Biaya persemaian 22.245 Rp/ha

3 Biaya penanaman 746.859 Rp/ha

4 Biaya pemeliharaan I untuk tanaman umur 1 tahun (babad, dangir, sulam 10%) dilakukan 2 kali/tahun pada tahun yang sama

689.315 Rp/ha

5 Biaya pemeliharaan II untuk tanaman umur 3 tahun (babad dan dangir saja), merupakan evaluasi perlu tidaknya dilakukan pemeliharaan lanjutan

242.850 Rp/ha

6 Biaya pemeliharaan untuk tanaman umur 4-5 tahun (babad oyod2 dan wiwil), merupakan pemeliharaan lanjutan

111.375 Rp/ha

7 Pemeliharaan tanpa hasil (untuk tanaman tahun ke 5) sama dengan penjarangan tapi tidak menghasilkan

78.500 Rp/ha

8 Biaya penjarangan (menghasilkan kayu perkakas) - pembuatan pcp (setiap 4 ha 1 pcp) - tunjuk tolet 36.000 40.500 Rp/buah Rp/ha 9 Biaya penyadapan getah pinus 2.300.000 Rp/ton

10 Biaya penebangan 230.000 Rp/m3

11 Biaya pengendalian dan pengamanan hutan 5.797.614 Rp/tahun 12 Biaya PSDH kayu - Sortimen A1 - Sortimen A2 - Sortimen A3 8.000 11.800 13.440 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3

13 Biaya PSDH getah 14.300 Rp/ton

14 Biaya pemeliharaan sarana dan prasarana 7.899.601 Rp/tahun 15 Biaya umum dan administrasi 15.928.016 Rp/tahun Sumber : Buku Pengamatan Mata Anggaran KPH Sukabumi Tahun 2008,

Ta-rif Upah Tahun 2009 KPH Sukabumi dan Laporan Evaluasi Hasil Kerja KPH Sukabumi Tahun 2008, diolah

(11)

PSDH merupakan pungutan yang dikeluarkan sebagai pengganti nilai dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara dimana nilainya didasarkan pada Ke-putusan Menteri Kehutanan N0. 124/Kpts-II/2003 tentang Provisi Sumber Daya Hutan. Sedangkan untuk PSDH getah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Ke-hutanan dan Perkebunan No. 859/Kpts-II/1999 sebesar Rp 14.300,-/ton.

4.2.5 Perhitungan Analisis Finansial

Inti dari analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan (arus kas masuk/cash in flow) dengan pengeluaran/investasi (arus kas keluar/cash out

flow). Setelah semua biaya dan manfaat dalam pengusahaan hutan teridentifikasi

kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow) setiap tahun untuk memproyeksikan biaya dan manfaat dalam satu umur kegiatan/proyek. KPH Sukabumi menggunakan daur untuk KP Pinus adalah 25 tahun.

Perhitungan finansial pengusahaan hutan KP Pinus dibuat dari mulai ke-giatan penanaman sampai dengan penebangan sesuai dengan daur yang diguna-kan. Biaya dan penerimaan bersih telah memperhitungkan discount factor dengan r sebesar 8%. Penentuan suku bunga ini didasarkan pada besarnya bunga bank atas pinjaman yang akan diberikan pada PT TSS.

Pada lampiran 3 terlihat bahwa pada tahun ke-10 pengusahaan hutan pinus baru dapat memberikan pendapatan. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut terdapat pemasukan yang diperoleh dari hasil penjarangan. Pemasukan terus diperoleh pada tahun-tahun selanjutnya yaitu dari hasil penyadapan getah. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai penerimaan bersih (NPV) dari tegakan pinus daur pertama sebesar Rp 8.421.142.877,-. Sedangkan nilai peneri-maan bersih sampai dengan jumlah daur tak berhingga sebesar Rp 9.739.200.118,- NPV tersebut akan diperoleh oleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut dikelola untuk pengusahaan KP Pinus pada saat ini. Namun karena pada saat ini kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS se-lama 30 tahun, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 883.520.168,-. Akibat dari ke-hilangan kesempatan selama 30 tahun itu, KPH Sukabumi menderita kerugian se-besar Rp 8.855.679.950,- (9.739.200.118 - 883.520.168). Nilai terakhir tersebut harus digantikan oleh perusahaan pertambangan sebagai akibat hilangnya

(12)

oppor-tunity cost hutan produksi. Perhitungan yang dilakukan belum memperhitungkan

pajak terutama pada harga jual kayunya. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.

4.3 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus Berdasar-kan Daur Optimal

4.3.1 Menduga Persamaan Pertumbuhan

Untuk menentukan daur ektraksi optimal yang akan menghasilkan peneri-maan bersih yang maksimal maka harus diketahui persapeneri-maan pertumbuhan dari tegakan pinus. KPH Sukabumi telah melakukan perhitungan volume tegakan pi-nus pada lokasi yang akan dipinjam pakai oleh PT TSS. Hasil perhitungan volume tegakan pinus dengan menggunakan tabel volume lokal disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perhitungan volume pinus dengan menggunakan Tabel Volume Lokal No Jenis Pohon Tahun Tanam Umur (Thn) Bonita Luas (Ha) Volume/ha (m3) 1 Pinus 2006 2 III 17.20 0.00 2 Pinus 2005 3 III 10.50 0.00 3 Pinus 2004 4 III 2.00 0.00 4 Pinus 2002 6 III 2.30 6.96 5 Pinus 2001 7 III 9.90 33.64 6 Pinus 2001 7 III 14.70 28.03 7 Pinus 2001 7 III 37.00 12.49 8 Pinus 2001 7 III 4.00 2.25 9 Pinus 1998 10 III 12.00 27.42 10 Pinus 1997 11 III 34.92 65.21 11 Pinus 1997 11 III 2.00 122.50 12 Pinus 1997 11 III 10.90 13.21 13 Pinus 1996 12 II 13.30 34.21 14 Pinus 1996 12 II 26.66 16.77 15 Pinus 1996 12 III 20.00 8.25 16 Pinus 1995 13 III 27.06 71.29 17 Pinus 1995 13 III 21.10 33.65 18 Pinus 1995 13 II 2.00 180.50

(13)

No Jenis Pohon Tahun Tanam Umur (Thn) Bonita Luas (Ha) Volume/ha (m3) 19 Pinus 1990 18 III 11.00 3.91 20 Pinus 1985 23 III 23.00 68.35 21 Pinus 1981 27 - 13.50 58.37 22 Pinus 1979 29 - 37.60 62.61 23 Pinus 1979 29 - 3.00 302.00 24 Pinus 1976 32 - 8.50 69.65 25 Pinus 1972 36 - 1.50 222.00 26 Pinus 1969 39 - 4.65 18.06 27 Pinus 1969 39 - 18.50 94.92 28 Pinus 1965 43 - 10.00 90.60

Sumber : Data Sekunder, diolah

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh KPH Sukabumi diplot-kan dalam bentuk grafik hubungan antara umur dan volume pohon.

Gambar 2 Grafik hubungan umur dan volume berdasarkan tabel volume lokal Dari gambar di atas terlihat bahwa umur yang makin bertambah tidak diikuti dengan bertambahnya volume pohon. Oleh karena itu, untuk mendapatkan persamaan pertumbuhan dimana volume adalah fungsi dari umur maka volume dihitung dengan menggunakan Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus Merkusii yang dikeluarkan Puslitbang Kehutanan tahun 1975. Hasil perhitungan selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel 9.

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 0 10 20 30 40 50 Vo lume Umur

(14)

Tabel 9 Perhitungan volume pohon pinus dengan menggunakan Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus Merkusii (Puslitbang Kehutanan, 1975)

No Jenis Tahun Umur Bonita Luas Volume

Tanam (Tahun) (Ha) (m3/ha)

1 Pinus 2006 2 III 17.20 0.00 2 Pinus 2005 3 III 10.50 0.00 3 Pinus 2004 4 III 2.00 0.00 4 Pinus 2002 6 III 2.30 41.80 5 Pinus 2001 7 III 9.90 57.60 6 Pinus 2001 7 III 14.70 57.60 7 Pinus 2001 7 III 37.00 57.60 8 Pinus 2001 7 III 4.00 57.60 9 Pinus 1998 10 III 12.00 105.00 10 Pinus 1997 11 III 34.92 127.80 11 Pinus 1997 11 III 2.00 127.80 12 Pinus 1997 11 III 10.90 127.80 13 Pinus 1996 12 II 13.30 123.20 14 Pinus 1996 12 II 26.66 123.20 15 Pinus 1996 12 III 20.00 150.60 16 Pinus 1995 13 III 27.06 173.40 17 Pinus 1995 13 III 21.10 173.40 18 Pinus 1995 13 II 2.00 142.80 19 Pinus 1990 18 III 11.00 284.40 20 Pinus 1985 23 III 23.00 374.20 21 Pinus 1981 27 - 13.50 427.40 22 Pinus 1979 29 - 37.60 449.80 23 Pinus 1979 29 - 3.00 449.80 24 Pinus 1976 32 - 8.50 478.60 25 Pinus 1972 36 - 1.50 276.00 26 Pinus 1969 39 - 4.65 505.00 27 Pinus 1969 39 - 18.50 505.00 28 Pinus 1965 43 - 10.00 505.00

Sumber : Data sekunder, diolah

Berdasarkan data volume dan umur di atas, kemudian dibuat kurva seba-gaimana Gambar 3.

(15)

Gambar 3 Kurva hubungan volume dan umur tegakan pinus berdasarkan tabel tegakan normal jenis Pinus merkusii

Berdasarkan bentuk kurva di atas, maka persamaan pertumbuhan yang mendekati bentuk tersebut adalah model regresi logaritmik kuadratik. Volume dan umur pada Tabel 9 dicari nilai natural logarithm-nya atau ln sehingga kur-vanya menjadi hubungan ln umur dan ln volume. Dengan menggunakan program Minitab akan menghasilkan persamaan pertumbuhan tegakan pinus sebagaimana Gambar 4. Perhitungan secara lengkap disajikan pada Lampiran 4.

ln umur ln v o l 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 S 0.0785035 R-Sq 99.2% R-Sq(adj) 99.1% Fitted Line Plot

ln vol = - 1.382 + 3.561 ln umur - 0.4021 ln umur* * 2

  Gambar 4 Kurva hubungan ln volume dan ln umur tegakan pinus Persamaan yang diperoleh adalah :

ln 1.382 3,561 0,4021 (1)

0.2510 . .   (2)

dimana V(T) adalah volume yang merupakan fungsi dari umur dan T adalah umur pohon. Dengan memasukkan nilai umur ke dalam persamaan (2) akan diperoleh

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 0 10 20 30 40 50 Volum e umur

(16)

besarnya volume tegakan pinus dan jika digambarkan dalam bentuk kurva adalah sebagai berikut :

Gambar 5 Kurva hubungan umur dan volume tegakan pinus berdasarkan persa-maan (2)

Berdasarkan kurva di atas dapat dilihat bahwa pada umur 1 – 10 tahun terjadi pertumbuhan volume yang cukup besar dan untuk mengetahui berapa tam-bahan volume tegakan pinus maka persamaan (2) tersebut kemudian diturunkan terhadap T dan disamakan dengan nol sehingga diperoleh :

0.8940 . . 0.2109 . . (3)

Nilai V’(T) diperoleh dengan memasukkan angka umur ke dalam persa-maan (3) dan digambarkan dalam bentuk kurva menjadi sebagai berikut :

Gambar 6 Kurva hubungan antara tambahan volume /V’(T) dengan umur berda-sarkan persamaan (3) (100.00) ‐ 100.00  200.00  300.00  400.00  500.00  600.00  0 10 20 30 40 50 V(T) Umur ‐ 5.00  10.00  15.00  20.00  25.00  0 10 20 30 40 50 V'(T) Umur

(17)

Dari kurva di atas terlihat bahwa tambahan volume akan terus meningkat dari umur 1-15 tahun dan tambahan volume tertinggi dicapai pada umur antara 10-20 tahun. Tambahan volume tertinggi inilah yang merupakan daur dari tega-kan pinus karena setelah umur tersebut tambahan volume atega-kan mengalami penu-runan. Untuk menduga daur optimal tegakan pinus dengan cara mencari nilai PV yang paling maksimal. Perhitungan V(T) dan V’(T) secara lengkap disajikan pada Lampiran 5

4.3.2 Menduga daur optimal

Hutan merupakan asset yang bisa ditebang sekarang atau nanti. Pilihan tersebut menyebabkan timbulnya aspek intertemporal sumber daya hutan. Pilihan intertemporal menyangkut membandingkan nilai atau manfaat ekonomi dari sum-berdaya alam pada periode waktu ke waktu. Salah satu kunci dari penentuan pe-ngambilan keputusan yang bersifat intertemporal tersebut adalah melalui proses discounting dengan penentuan discount rate yang tepat.

Masalah penting yang dihadapi pengelola hutan adalah menentukan kapan hutan dapat ditebang dan berapa lama daur hutan yang optimal. Oleh karena itu harus diketahui apa tujuan dari pengelolaan hutan itu sendiri. KPH Sukabumi mengelola kawasan hutan produksi untuk menghasilkan kayu dan hasil hutan bu-kan kayu yang menghasilbu-kan penerimaan/penerimaan bersih yang maksimal dan untuk mendapatkan penerimaan maksimal harus ditentukan kapan daur yang op-timal atau jika ditulis dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :

(4) Nilai V(T) diperoleh dengan memasukkan angka umur (T) ke dalam

per-samaan (2). Suku bunga yang digunakan adalah 8%, harga (p) merupakan harga rata-rata kayu pada masing-masing sortimen yang dihasilkan baik pada saat penjarangan maupun tebangan akhir sebesar Rp 458.500,-, biaya (c) adalah sebe-sar Rp 10.595.282.699,- dimana besebe-sarnya biaya pengusahaan hutan pinus tersebut sudah mencakup seluruh luas kawasan hutan yang dipinjam pakai oleh PT TSS.

Dari perhitungan yang telah dilakukan sebagaimana dilihat pada Lampiran 6, diketahui bahwa NPV maksimal diperoleh pada daur 13 tahun sebesar Rp

(18)

15.721.259.276,-. Jika digambarkan dalam bentuk kurva adalah sebagaimana di-sajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Kurva daur optimal pengusahaan tegakan pinus

Berdasarkan skenario daur optimal, penerimaan bersih maksimal yang diperoleh adalah sebesar Rp 15.721.259.276,- dengan daur 13 tahun. NPV mak-simal pengusahaan hutan pinus tersebut akan diperoleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut dikelola untuk saat ini. Namun karena pada saat sekarang kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 1.426.200.249,-. Akibat-nya, kompensasi yang harus digantikan oleh pengusaha pertambangan sebagai akibat hilangnya opportunity hutan produksi selama 30 tahun karena kegiatan per-tambangan adalah sebesar Rp 14.295.059.027,- (15.721.259.276 - 1.426.200.249). Dari persamaan (4) di atas dapat diketahui bahwa perubahan discount rate atau r sensitif terhadap daur optimal, kenaikan discount rate akan memperpen-dek daur dan penurunan discount rate akan menyebabkan sebaliknya.

Penentuan daur optimal dalam pengelolaan hutan ini dimaksudkan agar pemanfaatan sumberdaya hutan dilakukan seoptimal mungkin dan berkelanjutan, dalam arti memberikan manfaat ekonomi yang paling baik dengan tingkat peman-faatan yang tidak melampaui daya pulihnya.

Daur optimal untuk tegakan pinus tersebut di atas adalah pinus yang di-kelola untuk diambil kayunya sedangkan untuk tegakan pinus yang diambil

ge-(160,000,000,000) (140,000,000,000) (120,000,000,000) (100,000,000,000) (80,000,000,000) (60,000,000,000) (40,000,000,000) (20,000,000,000) ‐ 20,000,000,000  0 5 10 15 20 25 30 35 NP V Umur

(19)

tahnya akan memiliki daur yang lebih panjang karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Majarani (2006) bahwa tegakan pinus dapat diambil getah-nya mulai dari umur 11 tahun (KU III), produktivitas tertinggi dicapai pada KU IV dan mulai terjadi penurunan produktivitas getah pada KU V. Maka daur yang tepat untuk hasil getah adalah 25 tahun. Sedangkan menurut Tedja (1997) bahwa tanaman pinus dapat diambil getahnya mulai dari umur 11 tahun (KU III) sampai dengan umur 30 tahun (KU VI).

4.4 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung Kondisi Saat Ini di PT Tambang Semen Sukabumi

4.4.1 Penaksiran Cadangan Batu Kapur dan Lempung

Cadangan batu kapur dan lempung diperoleh dari buku rencana kerja ke-giatan penambangan batu kapur dan lempung. Penaksiran cadangan batu kapur dan lempung dilakukan dengan metoda penampang (cross section protiling). Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan oleh PT TSS bahwa cadangan terbukti (proven resource) batu kapur dan lempung di lokasi tersebut dapat disaji-kan pada Tabel 10.

Tabel 10 Cadangan batu kapur dan lempung di lokasi yang dipinjam pakai PT TSS No Periode Luas Penambangan (ha) Produksi (MT) Jumlah

Produksi Kapur Lempung Kapur Lempung Produksi

1 1 – 2 53,80 -16,80 4.340.000 837.000 5.177.000 2 3 – 5 - 10.850.000 2.243.000 13.093.000 3 6 – 10 22,10 18,50 21.700.000 4.400.000 26.100.000 4 11 – 15 5,00 3,60 21.700.000 4.400.000 26.100.000 5 16 – 20 55,86 0 21.700.000 4.400.000 26.100.000 6 21 – 25 42,10 8,30 21.700.000 4.400.000 26.100.000 7 26 – 30 33,40 16,42 21.700.000 4.400.000 26.100.000 Jumlah 212,26 63,62 123.690.000 25.080.000 148.770.000 Sumber : Buku rencana kerja kegiatan penambangan batu kapur dan lempung

oleh PT TSS, 2008

4.4.2 Pendapatan Kegiatan Penambangan Batu Kapur dan Lempung Pendapatan yang diperoleh oleh PT TSS dalam melaksanakan kegiatan penambangan ini berasal dari perkalian volume batu kapur dan lempung yang ditambang dengan harga jualnya yaitu sebesar Rp 33.750,-/MT. Hasil

(20)

penam-bangan seluruhnya dijual kepada pabrik semen yang akan dibangun oleh PT Se-men Java.

4.4.3 Biaya Kegiatan Penambangan Batu Kapur dan Lempung

Jenis-jenis biaya dalam pelaksanaan kegiatan penambangan bahan galian batu kapur dan lempung dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya variabel tergantung pada jumlah ekstraksi yang dilaku-kan PT TSS. Semakin besar jumlah ekstraksi maka biaya variabel juga adilaku-kan ma-kin meningkat.

Tabel 11 Rincian biaya kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS

No Uraian Biaya Satuan

1 2 3 4 1 2 3 4

A. Biaya Tetap/Biaya Operasional Gaji dan Upah

Overhead kantor Penyusutan dan deplesi Pembayaran bunga pinjaman Jumlah A

B. Biaya Variabel

Biaya kontraktor tambang (mining contactors) Biaya langsung lainnya

Pajak bahan galian C (Royalty pada Pemda) Penyisihan dana reklamasi

Jumlah B 1.800.000.000 3.600.000.000 3.154.300.000 4.460.000.000 13.014.300.000 28.349 180 966 100 29.595 Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/MT Rp/MT Rp/MT Rp/MT Rp/MT Sumber : Buku Studi Kelayakan Rencana Penambangan Bahan Galian Batu

Kapur dan Lempung oleh PT TSS, 2007 4.4.4 Perhitungan Analisis Finansial

Perhitungan finansial dalam pengusahaan pertambangan sama seperti dalam pengusahaan hutan. Biaya dan manfaat/pendapatan bersih yang sudah ter-identifikasi kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow) setiap tahun untuk memproyeksikan biaya dan manfaat dalam satu umur kegiatan/ proyek. PT TSS merencanakan kegiatan penambangannya selama 30 tahun. Ber-dasarkan perhitungan yang disajikan pada Lampiran 7 diperoleh nilai NPV sebe-sar Rp 75.930.244.504,-. Nilai NPV yang diperoleh tersebut belum dikurangi de-ngan pajak penghasilan 30%.

(21)

Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung dilakukan di kawasan hutan dimana sebelum dipinjam pakai oleh PT TSS telah dikelola oleh KPH Su-kabumi sebagai kawasan hutan produksi dengan Kelas Perusahaan Pinus. Kegi-atan penambangan berlangsung sesuai dengan umur tambang yaitu selama 30 ta-hun maka selama itu kawasan hutan tersebut tidak akan dapat menghasilkan kayu maupun getah. Oleh karena itu, diperkirakan selama masa pinjam pakai tersebut KPH Sukabumi akan kehilangan nilai ekonomi dari pengusahaan hutan pinus se-besar Rp 8.855.679.950,- (bila digunakan daur yang berlaku di KPH Sukabumi yaitu 25 tahun) atau sebesar Rp 14.295.059.027,- (bila digunakan daur optimal yaitu 13 tahun). Nilai tersebut harus dibebankan kepada PT TSS sebagai tamba-han biaya yang harus diperhitungkan dalam perhitungan finansialnya. Dengan demikian, nilai NPV kegiatan penambangan batu kapur dan lempung akan men-jadi lebih kecil lagi dibandingkan dengan yang telah dihitung di atas.

4.5. Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung Berdasarkan Ekstraksi Optimal

Perbedaan ekstraksi sumberdaya alam tidak terbarukan (non renewable) dengan sumberdaya alam yang terbarukan (renewable) adalah terletak pada jum-lah (stok/cadangan) sumberdaya alam. Sumberdaya non renewable menghadapi kendala stok dalam melakukan ekstraksi artinya karena tidak adanya proses rege-nerasi, maka pada waktu tertentu stok tersebut akan habis. Hal ini berarti bahwa pengambilan dan pengkonsumsian pada barang sumberdaya alam saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut di kemudian hari. Kondisi ini juga terjadi pada penambangan batu kapur dan lempung.

Tingkat kebutuhan bahan baku per-ton semen masing-masing adalah 1,34 metrik ton (MT) batu kapur dan 0,27 MT lempung. Kapasitas pabrik semen pada awal tahun sebesar 1.700.000 MT dan meningkat mulai pada tahun ketiga sebesar 3.400.000 MT. Sedangkan tingkat penggunaan dari kapasitas pabrik semen ber-beda-beda untuk tiap tahunnya dan akan mengalami tingkat penggunaan yang sama dari mulai tahun ke-6 sampai dengan tahun ke-30. Tabel 12 di bawah ini menyajikan tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen.

(22)

Tabel 12 Tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kebutuhan bahan baku semen

No Tahun Kapasitas pa-brik semen

Tingkat penggunaan

Kebutuhan pokok bahan baku Batu kapur Lempung 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 s/d 30 1.700.000 1.700.000 3.400.000 3.400.000 3.400.000 3.400.000 82% 100% 59% 81% 88% 96% 1.867.960 2.278.000 2.688.040 3.690.360 4.009.280 4.373.760 376.380 459.000 541.620 743.580 807.840 881.280 Sumber : Studi Kelayakan Rencana Penambangan Batu Kapur dan Lempung PT

TSS, 2007, diolah

Penentuan ekstraksi optimal pada penambangan batu kapur dan lempung dengan umur tambang 30 tahun dan jumlah cadangan (stok) batu kapur dan lem-pung sebesar 148.770.000 metrik ton (MT) menghasilkan NPV sebesar Rp 73.754.009.851,-. Constrain/kendala yang digunakan pada solver excell adalah kapasitas pabrik semen, tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kompo-sisi kebutuhan bahan baku untuk tiap ton semen. Nilai penerimaan bersih (NPV) yang diperoleh setelah dilakukan ekstraksi optimal lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai penerimaan bersih sesuai dengan rencana penambangan PT TSS tanpa adanya kendala kapasitas pabrik semen dan tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen. Perhitungan selengkapnya beserta parameter solver excel disajikan pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.

4.6. Analisis Resiko

Analisis resiko yang dilakukan dalam kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS di kawasan hutan yang dikelola oleh KPH Sukabumi, menggunakan dua metode, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Ber-dasarkan metode kuantitatif maka resiko dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS di dalam kawasan hutan produksi adalah berupa hilangnya nilai ekonomi atau penerimaan bersih dari pengusahaan hutan selama kawasan hutan tersebut diusahakan untuk kegiatan pertambangan. Ber-dasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan skenario yang diterapkan oleh KPH Sukabumi dengan menggunakan daur 25 tahun diketahui bahwa selama

(23)

umur tambang tersebut (30 tahun) maka besarnya penerimaan bersih atau NPV yang diperoleh dari pengusahaan hutan untuk manfaat kayu dan getah adalah Rp 8.855.679.950,-. Sedangkan NPV yang diperoleh dalam kegiatan penambangan batu kapur dan lempung selama umur tambang adalah sebesar Rp 75.930.244.504,-. Sehingga apabila kawasan hutan tersebut tetap akan dikelola sebagai hutan maka akan diperoleh penerimaan bersih sebesar Rp 8.855.679.950,- dan apabila akan dikelola untuk kegiatan pertambangan maka penerimaan bersih yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 67.074.564.554,- (75.930.679.504 - 8.855.679.950). Sedangkan berdasarkan skenario daur optimal dan ekstrasi opti-mal, maka nilai penerimaan bersih maksimal untuk hutan sebesar Rp 14.295.059.027,- dan untuk kegiatan penambangan sebesar Rp 59.458.950.832,- (73.754.009.851 - 14.295.059.027).

Berdasarkan metode kualitatif, analisis resiko dibatasi pada akibat yang akan ditimbulkan atas dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan lem-pung di dalam kawasan hutan secara deskriptif. Kegiatan penambangan batu ka-pur dan lempung di dalam kawasan hutan yang dilakukan dengan pola penam-bangan terbuka (open pit mining) akan menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar kawasan hutan. Dampak positif berupa peningkatan perekonomian bagi masyarakat sekitar lokasi penambangan yaitu dengan terbukanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan penerimaan bersih asli daerah dan memperlancar akses masyarakat karena dibangunnya fasilitas jalan untuk mobilisasi alat PT TSS. Berdasarkan buku rencana kegiatan penambangan batu kapur dan lempung bahwa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan selama masa operasi penambangan sebanyak 125 – 175 orang. Tenaga kerja tersebut akan diprioritaskan diambil dari penduduk di sekitar lokasi kegiatan penambangan. Kondisi ini didukung dengan jumlah ang-katan kerja (umur 15-55 tahun) untuk desa yang berada di sekitar lokasi pe-nambangan batu kapur dan lempung (Desa Sukamaju dan Desa Tanjungsari) sekitar 55%-80% (Tabel 1). Jika diperkirakan 60% tenaga kerja diambil dari penduduk sekitarnya maka tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 75-105 orang atau 10% angkatan kerja di desa tersebut dapat diserap karena adanya kegiatan penambangan oleh PT TSS. Menurut Laoh (1989), adanya kegiatan

(24)

penam-bangan emas di Propinsi Sulawesi Utara membuka lapangan kerja sebesar 53% dari penduduk di sekitar lokasi penambangan dan 47% dari daerah lain. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hamzah (2005) menyatakan bahwa kon-tribusi kegiatan penambangan batubara di Kabupaten Bontang dan Kabupaten Kutai Timur terhadap penerimaan bersih daerah (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja masing-masing sebesar 86,46% dan 14,21% untuk Kabupaten Bontang serta 64,31% dan 9,54% untuk Kabupaten Kutai Timur.

Rencana pembangunan jalan dilakukan di tempat yang akan dibangun pabrik semen. Lokasi tersebut letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hu-tan yang akan dilakukan kegiahu-tan penambangan. Sedangkan jalan yang ada me-nuju kawasan hutan adalah merupakan jalan aspal dengan lebar 3 – 4 meter de-ngan kondisi kurang bagus. Sehingga dede-ngan adanya pembangunan jalan, baik pembuatan jalan baru maupun perbaikan jalan yang ada, akan memperlancar akses masyarakat.

Dampak negatif kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam kawasan hutan lebih banyak terjadi pada lingkungannya, yaitu : kualitas udara dan kebisingan, kualitas air permukaan, limpasan air, erosi dan sedimentasi, peru-bahan bentang alam dan gangguan terhadap flora dan fauna. Adanya dampak negatif akibat kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tersebut harus menjadi perhatian utama oleh PT TSS dan harus ditindak lanjuti, misalnya dengan melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan kegiatan penambangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat diidentifikasi perkiraan terjadinya dampak pada setiap tahapan penambangan. Pada prakteknya per-tambangan terbuka mengakibatkan kerusakan tanah yang dibagi dalam tiga bagian Widyati (2007) dalam Sari (2008) yaitu kerusakan fisik, kimia dan biologi. Lebih lanjut menurut Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) dalam Qomariah (2003) kegiatan pertambangan selain meningkatkan pendapatan dan devisa Negara juga berdampak terhadap lingkungan antara lain menyebabkan penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, ter-ganggunya flora dan fauna, serta terter-ganggunya keamanan dan kesehatan pen-duduk, terjadinya perubahan iklim mikro.

(25)

Suatu pemanfaatan akan meningkatkan kesejahteraan sosial hanya bila manfaat yang diperoleh lebih besar dari pengorbanan yang harus dikeluarkan (Soedomo, 2009b). Agar pemanfaatan sumber daya alam benar-benar memberi-kan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia, maka seluruh manfaat dan pengorbanan harus diperhitungkan sebelum mengambil keputusan. Kesejahteraan pihak yang tidak terlibat tidak boleh berkurang akibat dari eksploi-tasi sumber daya tambang.  

Gambar

Gambar 2   Grafik hubungan umur dan volume berdasarkan tabel volume lokal    Dari gambar di atas terlihat bahwa umur yang makin bertambah tidak  diikuti dengan bertambahnya volume pohon
Gambar 3  Kurva hubungan volume dan umur tegakan pinus berdasarkan tabel  tegakan normal jenis Pinus merkusii
Gambar 5    Kurva hubungan umur dan volume tegakan pinus berdasarkan persa- persa-maan (2)
Gambar 7   Kurva daur optimal pengusahaan tegakan pinus

Referensi

Dokumen terkait

Mereka secara garis besar telah dapat menerima persaman gender dalam hal jabatan dan disisi lain mereka juga mendukung adanya kepemimpinan perempuan yang dapat

Penelitian ini di latarbelakangi oleh keinginan penulis untuk memberikan sebuah pembelajaran arransemen musik Drum Band pada lagu Bangun Pemudi Pemuda dan Maju Tak Gentar di SD N

Tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pendapatan peternak ayam Kota Ternate Hasil analisis ini sesuai dengan penelitian Daniel (2002) yaitu pengaruh tenaga kerja

Metode yang digunakan dalam penyeleksian pinjaman modal usaha pada nasabah Bank “X” adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk pembobotan, metode TOPSIS

Sasaran Pokok Indikator Kinerja Daerah Kondisi Awal RPJMD I RPJMD II RPJMD III Target Capaian Sasaran Pokok Arah kebijakan RPJMD IV Arah kebijakan Kondisi Akhir

Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh R square sebesar 0,305 alias 30,5% hal tersebut menerangkankan jika terdapat pengaruh Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja secara

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu fenomenologi adalah suatu aliran yang

Suatu ciptaan terdiri dan beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta