7
2.1. Kajian Teori
Dalam penelitian ini, terdapat teori-teori pendukung mengapa penelitian tentang penggunaan model pembelaran matematika realistik Indonesia dengan alat peraga kartu pecahan untuk meningkatkan hasil belajar matematika tentang konsep pecahan di kelas 6 SD Negeri I Kewangunan tahun pelajaran 2012/2013. Landasan teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
2.1.1. Hakikat Matematika
1. Pengertian Matematika
Matematika terjemahan dari mathematic. Namun arti atau definisi yang tepat dari matematika tidak dapat diterapkan secara eksak (pasti) dan singkat. Definisi matematika semakin lama semakin sukar untuk dibuat karena cabang-cabang matematika semakin bertambah dan makin bercampur satu sama lainnya. James dan James (Rusffendi, 1992:27) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyknya terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Sedangkan menurut Jhonson dan Rissing (Rusffendi 1992:28) matematika adalah pola piker, pola mengorganisasikan pembuktian yang logika; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat.
Menurut Jhoson dan Myklebust (Mulyono Abdurrahman, 2003:252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA dan bahkan juga sampai perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius (Mulyono
Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan
a. Sarana berpikir yang jelas dan logis.
b. Sarana untuk memecahkan masalah sehari-hari.
c. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman. d. Sarana untuk mengembangkan kreativitas.
e. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, pola pikir dan bahasa simbolis yang berfungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
2. Tujuan Matematika
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa dapat memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Memahami konsep, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam memecahkan masalah;
b. Menggunakan penalaran pada pola ddan sifat, melakuan manipulasi dan membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan pernyataan matematika;
c. Mencegah masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan matematika;
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu mamiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Jerome Brunner (Hudoyo, 1988:56) berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dari struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika itu.
Menurut Brunner di dalam belajr hamper selalu dimulai dengan manipulasi material. Oleh karena itu dalam belajar peserta didik haruslah terlihat aktif mentalnya yang dapat diperhatikan dengan keaktifan fisiknya.
Brunner (Hudoyo, 1988:61) juga menuliskan anak-anak berkembang melalui 3 tahap perkembangan mental yaitu :
a. Enactive
Dalam tahap ini anak-anak di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung
b. Econic
Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek. Dalam tahap ini anak sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek. c. Simbolic
Tahap terakhir ini menurut Brunner merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan obyek-obyek.
4. Ruang Lingkup Matematika
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Bilangan.
b. Geometri dan pengukuran. c. Pengolahan data.
2.1.2. Hakikat Hasil Belajar
1. Pengertian hasil belajar
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan, yakni tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses) belajar-mengajar, dan hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku yang dinginkan pada diri siswa. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencangkup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Dapat diartikan juga bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2011:2).
Di dalam proses belajar mengajar, hasil belajar mengajar merupakan salah satu bentuk atau bukti keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, sehingga siswa memiliki kemampuan setelah mengikuti proses dan kegiatan belajar. Dimyati dan Mudjiono (2002:3-4) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Ngalim Purwanto (2004:105) menjelaskan arti hasil belajar dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjukan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan pengertian belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Disimpulkan bahwa pengertian dari hasil belajar adalah suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Telah diuraikan di atas, belajar adalah proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan seseorang. Berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung pada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu dapat dibedakan menjadi dua golongan :
a. Faktor yang ada pada diri sendiri atau faktor individual
Yang termasuk faktor individual yaitu : faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b. Faktor yang ada di luar individu atau faktor sosial
Faktor sosial antara lain : Faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial Hamalik (2006:102)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar menurut Ngalim Purwanto (2009:102) adalah sebagai berikut :
a. Faktor dari luar, ada dua yaitu lingkungan dan instrumental
1) Lingkungan yang terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial siswa. 2) Instrumental
Instrumental ini meliputi (1) kurikulum atau bahan pengajaran, (2) guru atau pengajar, (3) sarana dan fasilitas, (4) administrasi/manajemen. b. Faktor dari dalam
1) Fisiologi
Faktor fisiologi ini meliputi kondisi fisik siswa dan kondisi panca indera siswa.
2) Psikologi
Yang termasuk faktor psikologi yaitu bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif siswa.
Dari uraian di atas, dapat disimpukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu, faktor dari luar diri siswa (faktor sosial) yang meliputi faktor keluarga siswa / lingkungan siswa tinggal, cara guru mengajar, alat yang digunakan guru dalam mengajar / saran dan fasilitas dan faktor dari dalam diri siswa (faktor individual) meliputi kondisi fisik dan psikolog siswa.
2.1.3. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
1. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan operasionalisasi dari suatu pendekatan matematika yang telah berkembang di Belanda dengan nama Realistik Mathematices Education (RME) yang artinya
pendidikan matematika realistik. Menurut Soedjaji (2002:20) Mengemukakan bahwa PMR merupakan model pembelajaran yang menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Sedangkan Freudenthal dalam Ahmad Fauzan (2004:5) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistik merupakan duatu pendekatan pembelajaran matematika dimana matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia.
Amin Fauzi (2002:15) Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang di pahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematiaka lebih baik. Yang di maksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan peserta didik, lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
2. Prinsip-Prinsip Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Menurut Gravemeijer (1994:90) Ada tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik (PMR), yaitu :
a. Penemuan kembali terbimbing/pematematikaan progresif
Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari masalah kontekstual yang di berikan oleh guru diawal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sipat-sipat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan.
b. Penomena pembelajaran
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan penomena pembelajaran, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual di dasarkan atas dua alasan, yaitu untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam pembelajaran, dan untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalak
kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif.
c. Model-model dibangun sendiri
Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah konteksual , siswa diberi kebabasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan.
3. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia a. Menggunakan masalah kontekstual
Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual,sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi yaitu :
1) Untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika
2) Untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika.
3) Untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika 4) Untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan
matematika pada situasi nyata (realitas). b. Menggunakan berbagai model
Istilah model berkaitan dengan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual kedalam bahasa matematika. Yang merupakan jembatan siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal.
c. Konstribusi siswa.
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstrusian berbagai prosedur untuk memecahkan berbagai masalah.
d. Interaktif
Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam PMR.
e. Keterkaitan
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahas suatu topik (unit pelajaran) harus dieksolarasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.
4. Langkah-Langkah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Menurut Amin Fauzi (2002:20) mengemukakan bahwa langkah-langkah didalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR sesuai dengan standar proses disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1.Langkah-langkah Proses Pembelajaran PMR sesuai dengan Standar Proses
No Tahapan Kegiatan Keterangan
1. Kegiatan Pendahuluan 1. Guru membuka pelajaran 2. Guru mengabsen kehadiran siswa 3. Guru menyampaikan materi pelajaran Dalam kegiatan pendahuluan guru: a) Menyiapkan peserta
didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. d) Menyampaikan
cakupan materi dan penjelasanuraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti 1. Eksplorasi 2. Elaborasi 3. Konfirmasi Memahami masalah kontekstual Menjelaskan masalah konteksual Menyelesaikan masalah kontekstual Membandingkan dan mediskusikan jawaban Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut Jika dalam memahamai masalah siswa
mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya , terbatas pada bagian-bagian tertentu dari masalah yang belum dipahami.
Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok 3. Kegiatan Penutup 1. Guru melakukan umpan balik dan tindak lanjut 2. Guru melakukan evaluasi proses pembelajaran 3. Guru menyimpulkan pembelajaran 4. Guru menutup pembelajaran
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.
2.1.4. Alat Peraga
1. Pengertian Alat Peraga
Pengertian alat peraga menurut Sumadi Suryabrata (1972:4) mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.
Menurut Amir Hamzah (1981:11) bahwa “ media pendidikan adalah alat-alat yang dapat dilihat dan didengar untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif”. Menurut Nasution (1985:100) “ alat peraga adalah alat pembantu dalam mengajar agar efektif”. Sedangkan menurut Sikhabudin (1984:12) mengemukakan alat peraga merupakan alat yang dapat memberikan rangsangan kepada alat indra, agar pesan dapat diterima dengan baik.
Pengertian alat peraga dikhususkan menjadi alat peraga matematika oleh Djoko Iswadji (2003:1) menyatakan bahwa “alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika”.
Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa media atau alat bantu mengajar adalah merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
2. Fungsi Alat Peraga
Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar anak mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang dipelajari. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi alat peraga maka anak mempunyai pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti konsep. Sedangkan sarana merupakan media pembelajaran yang fungsi utamanya sebagai alat bantu untuk melakukan pembelajaran. Dengan mengunakan sarana tersebut diharapkan dapat memperlancar pembelajaran. Contoh: papan tulis, jangka, penggaris, lembar tugas (LT), lembar kerja (LK), dan alat-alat permainan.
3. Alat Peraga Kartu Pecahan
Dalam kesempatan ini akan kami tunjukan salah satu alat peraga yang digunakan untuk mempermudah siswa dalam memahami konsep bilangan pecahan biasa. Dendy Sugono (2008:40), Alat berarti benda yang dipakai untuk memudahkan pekerjaan, sesuatu yang dipakai untuk mencapai keinginan (maksud, tujuan, dan sebagainya). Jenis alat bermacam-macam, tergantung maksud atau tujuan dari pembuatan alat tersebut.
Menurut Dendy Sugono (2008:425), Kartu berarti kertas persegi panjang yang agak tebal untuk berbagai keperluan. Jadi alat peraga kartu pecahan adalah benda yang terbuat dari kertas agak tebal berbentuk persegi panjang yang digunakan untuk membelajarkan tentang konsep pecahan.
Alat peraga katu pecahan digunakan pembelajaran matematika, untuk memperdalam pemahaman siswa tentang konsep dasar matematika yang berhubungan dengan bilangan pecahan biasa paling sederhana. Metode yang digunakan dalam pembelajarannya adalah permainan (bermain kartu). Teknik permainannya sama dengan cara memainkan kartu domino.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penggunaan kartu pecahan sebagai media dalam pembelajaran menjadi lebih efektif, yaitu
a. Jumlah set kartu pecahan harus dapat memenuhi minimal seperempat dari jumlah seluruh siswa satu kelas.
b. Model kartu pecahan harus menarik.
c. Penggunaan kartu pecahan mempunyai tujuan tertentu, bukan untuk mengisi waktu luang.
d. Usahakan siswa banyak mencoba / berlatih, menggunakan model kartu pecahan.
e. Gunakan beberapa model kartu pecahan agar siswa dapat membandingkan satu dengan lainnya.
f. Kalau menggunakan beberapa model kartu pecahan, hendaknya jenisnya satu dengan lainnya saling berhubungan.
4. Penggunaan Alat Peraga Kartu Pecahan dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan PMR
Pembelajaran dengan PMR memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika berdasarkan masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik dalam belajar memungkinkan siswa menggunakan pengetahuan informal mereka untuk menyelesaikan masalah.
Pembelajaran ini pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970. Teori ini mengacu pada asumsi bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari. Selain itu Gravemeijer (1994:26), anak harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksikan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.
Dari pendapat para ahli ini dapat menepis anggapan bahwa untuk mengajarkan matematika dengan baik memerlukan biaya yang mahal, padahal apabila guru dapat mengoptimalkan pengalaman belajar yang dimiliki siswa dan kehidupan sehari-hari, diharapkan siswa dapat memperoleh transfer belajar yang lebih baik.
5. Penerapan Metode Pembelajaran Matematika Realistik Sesuai Standar Proses Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (www.dikti.go.id/files/atur/KTSP-SMK/02.ppt). Dalam penggunaan metode Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan acuan standar proses pendidikan dasar sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007. Standar proses untuk pendidikan dasar dan menengah meliputi:
a. Perencanaan Proses Pembelajaran
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materiajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
1) Silabus
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/ madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan divas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP adalah
a) Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan,kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
b) Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
c) Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indicator kompetensi dalam suatu pelajaran. d) Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
e) Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
f) Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
g) Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
h) Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/M I.
i) Kegiatan pembelajaran (1) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
(2) Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses.eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
(3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk
rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
(4) Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
(5) Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
1) Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasanuraian kegiatan sesuai silabus.
2) Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
(1) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.
(2) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
(3) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
b) Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
(1) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.
(2) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut. (3) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar.
(4) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.
(5) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil pekerjaan; kerja individual maupun kelompok.
(6) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
c) Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
(1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik.
(2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.
(3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
(4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.
3) Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a) Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran.
b) Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.
c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas balik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.
e) Menyampaikan iencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. c. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofoiio, dan penilaian
diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.
d. Pengawasan Proses Pembelajaran
Pengawasan proses pembelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 (2007:13) terdapat 5 macam bentuk pengawasan yaitu:
1) Pemantauan
Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
2) Supervisi
Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
3) Evaluasi
Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a) membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses.
b) mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
c) Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
4) Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
5) Tindak lanjut
Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar. Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar. Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran Iebih lanjut.
3.1. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang penggunaan model pembelaran matematika realistik Indonesia dengan alat peraga kartu pecahan untuk meningkatkan hasil belajar matematika tentang konsep pecahan di kelas 6 SD Negeri I Kewangunan tahun pelajaran 2012/2013 ini mempunyai acuan ataupun referensi dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, judul penelitian tersebut adalah:
1. Penelitian yang dilakukan Jumriati (2010), yang berjudul Implementasi pembelajaran matematika yang berorientasi pada pandangan realistik untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa kelas V SD. Inpres Lajari melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR), mengemukakan bahwa melalui pembelajaran matematika realistik pada penjumlahan pecahan, hasil belajar siswa kelas V SD Inpres Lajari dapat ditingkatkan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Zulkardi (2001) yang berjudul "Penerapan Pendidikan Matematika Realistik pada Pokok Bahasan Pecahan Bagi Siswa Kelas III SDN 1 Gendoh Kecamatan Sempu Kabupaten Banyuwangi”, menunjukkan siswa dapat menguasai dengan baik pokok bahasan pecahan. Mereka dapat menunjukkan pecahan, pecahan senilai, menentukan relasi antara pecahan dengan menggunakan benda nyata, model, garis bilangan dan lambing bilangan secara lisan maupun tertulis yang dapat dilihat dari hasil pengamatan dan hasil evaluasi yang mencapai 80 %.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki (2012) yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Dengan Pendekatan Matematika Realistik Ditinjau Dari Aktivitas
Dan Pemahaman Konsep Matematis (Studi pada Siswa Kelas V SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)”, menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik lebih tinggi daripada aktivitas belajar siswa yang mengikuti pem-belajaran konvensional dan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
3.2. Kerangka Pikir
Pemahaman siswa yang rendah antara lain disebabkan karena pada umumnya dalam proses pembelajaran yang diterapkan di SD masih cenderung bersifat konvensional dengan hanya mendengar ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit melibatkan siswa. Sehingga siswa menjadi cepat bosan dan malas dalam mengikuti materi pelajaran. Selain itu interaksi antara guru dan siswa selama proses pembelajaran sangat minim. Akibatnya penguasaan mereka terhadap materi yang diberikan tidak tuntas. Dengen demikian aktifitas belajarnya menjadi rendah. Untuk dapat memahami suatu konsep atau teori dalam matematika bukanlah suatu pekerjaan mudah. Sehingga untuk mempelajari matematika dengan baik diperlukan aktivitas belajar yang baik.
Salah satu pendekatan yang di asumsikan dapat meningkatkan pemahaman belajar dan siswa senang belajar adalah dengan menggunakan pendekatan realistik. Matematika realistik ini merupakan pendekatan pembelajaran bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa yang menekankan keterampilan berdiskusi berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individual maupun kelompok. Berikut alur kerangka pikir penelitian penulis digambarkan dalam bentuk diagram di bawah ini:
Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian
3.3. Hipotesis Tindakan
Dengan memperhatikan dan berdasarkan beberapa teori-teori serta pendapat di atas, di susunlah hipotesis tindakan sebagai berikut :
1. Penggunaan alat peraga kartu pecahan dalam model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang konsep pecahan pada siswa kelas 6 semester 2 SD Negeri 1 Kewangunan Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen tahun pelajaran 2012 / 2013.
2. Penggunaan alat peraga kartu pecahan dalam model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) siswa kelas 6 semester 2 SD Negeri 1 Kewangunan Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat menguasai dengan baik pokok bahasan pecahan tentang konsep pecahan.
Hasil yang Diharapkan
1. Siswa dapat menguasai dengan baik pokok bahasan pecahan 2. Hasil belajar siswa mengenai konsep pecahan meningkat
Pemberian tindakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik
Hasil belajar Siswa tentang Konsep Pecahan Rendah
Dari 20 siswa diperoleh nilai tertinggi 80 sejumlah 3 anak, nilai terendah 30 sejumlah 2 anak, dan nilai rerata 52.
Metode Pembelajaran belum sesuai Harapan
Masih cenderung bersifat konvensional dengan hanya mendengar ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit melibatkan siswa
Pemahaman Siswa tentang Konsep Pecahan Rendah
1. Siswa sering melakukan kesalahan pada waktu membandingkan pecahan 2. Siswa sering melakukan kesalahan pada waktu mengurutkan pecahan