Skripsi Geofisika
RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT UKUR RESISTIVITAS TANAH SKALA LABORATORIUM
SHADIQ AHMAD AMIN H 221 11 266
PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
ii RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT UKUR RESISTIVITAS
TANAH SKALA LABORATORIUM
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Geofisika Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin
Oleh :
Nama : Shadiq Ahmad Amin Stambuk : H221 11 266
Jurusan : Fisika Prog. Studi : Geofisika
PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
iv PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya orisinil saya dan sepanjang pengetahuan saya tidak memuat bahan yang pernah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain dalam rangka tugas akhir untuk sesuatu gelar akademik di Universitas Hasanuddin atau di lembaga pendidikan lainnya dimanapun, kecuali bagian yang telah dikutip sesuai kaidah yang berlaku. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri dan dalam batas tertentu dibantu oleh pihak pembimbing.
Penulis
v SARI BACAAN
Pada skripsi ini telah dirancang dan dibuat alat untuk mengukur resistivitas tanah skala laboratorium. Metode resistivitas adalah salah satu metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari sifat resistivitas dari lapisan batuan di bawah permukaan. Di dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger Prinsip kerja alat ini adalah dengan rangkaian catu daya yang berfungsi sebagai sumber tegangan DC tetap dengan keluaran tegangan 24 Volt dan arus maksimal 500 MiliAmpere Arus kemudian terbaca melalui multimeter arus lalu dihubungkan dengan Elektroda. Hasil dari injeksi kemudian diukur tegangannya dengan multimeter tegangan. Dari hasil penelitian menggunakan resistor, hasil penampang dengan resistor 100KΩ menunjukkan nilai resisitivitas semu pada dua alat menunjukkan kesamaan pada kedua konfigurasi. Pada percobaan menggunakan medium pasir, pengukuran pada setiap titik datum mempunyai nilai yang hampir sama. Dan juga kesamaan hasil penampang resisitivitas pada konfigurasi wenner dan konfigurasi Wenner-Schlumberger dengan alat resisitivitas pembanding yang hampir sama. Pada setiap data yang telah di inversi terdapat rms error yang lebih kecil untuk alat yang di buat dibandingkan dengan alat lab. Dan juga ada perbedaan besar terhadap nilai resisitivitas pada setiap data antara alat yag dibuat dengan alat lab.
vi
ABSTRACT
In this thesis has been designed and made a tool to measure the resistivity of laboratory scale soil. The resistivity method is one of the geoelectric methods used to study the resistivity properties of layers of rock beneath the surface. In this research used Wenner and Wenner-Schlumberger configuration The working principle of this tool is with a power supply circuit that serves as a fixed DC voltage source with a 24 Volt output voltage and a maximum current of 500 MiliAmpere The current is read through a current multimeter and connected to the electrode. The result of the injection is then measured in voltage by a multimeter voltage. From the results of the study using resistors, the cross-sectional results with 100KΩ K resistor shows the apparent resisitivity value of the two devices showing similarities in both configurations. In the experiments using sand medium, the measurement at each datum point has almost the same value. Similarly, the resisitivity of the wenner and Wenner-Schlumberger configuration results with similar resistivity devices. On each data that has been in inversion there is a smaller rms error for tools that are made compared to lab tools. And there is also a big difference to the resisitivity value of each data between the tools created with the lab tool.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :“ RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT UKUR RESISTIVITAS TANAH SKALA LABORATORIUM”, yang merupakan tugas akhir untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Fisika Program Studi Geofisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Dalam tulisan ini, penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dukungan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, izinkan penulis menghanturkan ucapan terima kasih yang tak terhingga khususnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Drs. M. Amin Saleh, dan Ibunda Dra. Yeti Alam yang telah membesarkan serta memberikan kasih sayang dan do‟a yang tak henti-hentinya, serta saudaraku
Mufti Fajar Amin, dan Muh. Fadel Amin dan Saudariku Fitriah Fajrin Amin yang telah memberi dukungan dan semangat Juga keluarga besarku yang selalu mendo‟akan yang terbaik untuk penulis.
Penulis juga ingin menyampaikan penghormatan dan rasa terima kasih yang tulus serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Tasrief Surungan, M.Sc selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas MIPA Unhas dan Bapak Syamsuddin, S.Si, MT selaku Sekertaris Jurusan Fisika Fakultas MIPA Unhas.
viii 2. Bapak Dr. H.M. Alin Massinai, MT.Surv. selaku Ketua Program Studi
Geofisika Jurusan Fisika FMIPA UNHAS
3. Bapak Dr. Muhammad Hamzah, S.Si., MT, bapak Sabrianto Aswad S.Si, MT, Dan Bapak Dr. Arifin, MT selaku Pembimbing Utama dan pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya serta memberi motivasi, masukan dan arahannya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dra. Maria, M.Si selaku Penasihat Akademik yang telah banyak memberikan nasehat dan arahan kepada penulis
5. Bapak Drs. Lantu, M.Eng. Sc, Ibu Nur Hasanah, S.Si., M.Si. dan Ibu Makhrani, S.Si, M.Si selaku tim penguji yang telah banyak memberi masukan, saran serta kritikannya demi penyempurnaan skripsi ini.
6. Dosen-dosen pengajar yang telah membagikan ilmunya serta memberi bimbingan selama perkuliahan.
7. Staf pegawai baik itu dari Jurusan Fisika maupun dari Fakultas yang telah banyak membantu.
8. Bapak Marten selaku pembimbing penulis saat berada di Bandung 9. Teman-teman Geofisika 2011.
10. Teman-Teman SPE SC Unhas.
11. Teman-Teman KKN Unhas Gelombang 87 Desa Tadang Palie, kecamatan Cempa, Pinrang.
12. Terima Kasih banyak Buat Bapak Drs. Taufan Alwani, MM. dan ibu Yanti Taufan yang telah memberikan jasa yang sangat besar buat penulis semasa kuliahnya.
ix 13. Terima kasih buat TWICE. Nayoen, JongYoen, Sana, Momo, Jihyo, Mina,
Dahyun, Chaeyoung, dan terspesial Buat Chou Tzuyu. JAANGGG!!!! 14. Terima kasih buat JYP. dan semua Staf JYP Ent.
15. Saudara-saudara saya di Bagi Gau. Chaeril, Kak Mimin, Kak Alda, Kak Amri, Kak Uya, Kak Eky, Kak Geceh, Babar, Fido, Delly, Enno, Wandi, Dedy, Rilo.
16. Dan semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberi bantuan dan kemudahan dalam proses penulisan ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan skripsi ini dan tentunya juga buat kebaikan penulis sendiri.
Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan segala kebaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna terutama bagi penulis dan pihak-pihak terkait pada umumnya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya. Amin
Makassar, Mei 2017
Penulis
x DAFTAR ISI
LEMBAR SAMPUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
SARI BACAAN ... v
ABSTRACK... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Ruang lingkup Penelitian ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
I.1. Metoda Geolistrik ... 4
I.1.1. Metoda Resistifitas ... 5
I.1.1.1. Metoda Resistifitas Mapping... 5
I.1.1.2. Metoda Resistifitas Sounding ... 5
I.1.2. Potensial Dalam Medium Homogen Isotropik ... 6
I.1.2.1. Elektroda Arus Tunggal di Dalam Bumi ... 9
I.1.2.2. Elektroda Arus Tunggal di Permukaan Bumi ... 11
I.1.2.3. Dua Pasang Elektroda Arus di Permukaan Bumi ... 11
I.1.2.4. Homogen Isotrop Setengah tak Berhingga ... 14
I.1.2.5. Resistivitas Semu ... 15
I.1.3. Konfigurasi ... 16
I.1.3.1. Konfigurasi Dipole-dipole ... 17
I.1.3.2. Konfigurasi Wenner ... 19
I.1.3.3. Konfigurasi Schlumberger ... 19
I.1.4. Faktor Geometri ... 20
xi
I.2.1. Transformator ... 22
I.2.2. Rectifier ... 24
II.2.2.1. Penyearah Gelombang Penuh Model Jembatan ... 24
I.2.3. Filter ... 25
I.2.3.1. High Pass Filter ... 26
I.2.3.2. Low Pass Filter ... 27
I.2.3.3. Band Pass Filter ... 27
I.2.4. Regulator... 28
BAB III METODOLOGI III.1 Lokasi dan Waktu penelitian ... 30
III.2 Bahan dan Alat ... 30
III.3 Rancangan Alat... 30
III.4 Prinsip Kerja Alat ... 31
III.5 Prosedur Pengambilan Data... 32
III.6 Pengolahan Data ... 33
III.6.1. Pengolahan Data Metoda Geolistrik Tahanan Jenis... 33
III.6.2. Pemodelan Data Resistivitas ... 33
III.7. Bagan Alir Penelitian... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Perancangan Alat ... 35
IV.1.1. Rangkaian Catu Daya ... 35
IV.2. Pengujian Alat ... 37
IV.3. Hasil Penelitian ... 37
IV.3.1. Pengujian Menggunakan Resistor ... 38
IV.3.2. Pengujian Menggunakan Box Model ... 43
IV.3.2.1. Model Pasir Basah dengan Konfigurasi Wenner ... 43
IV.3.2.2. Model Pasir Basah Dengan Konfigurasi Wenner-Schlumberger ... 44
IV.3.2.3. Model Pasir Kering Dengan Ketebalan 5 cm Dari Permukaan dan Pasir Basah dengan konfigurasi Wenner ... 46
xii IV.3.2.4. Model Pasir Kering Dengan Ketebalan 5 cm Dari Permukaan dan Pasir Basah dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger ... 47 IV.3.2.5. Model Pasir kering dengan Konfigurasi Wenner ... 49 IV.3.2.6. Model Pasir kering dengan Konfigurasi Wenner-Schlumberger ... 51 IV.3.2.7. Model Pasir Kering Dengan di berikan anomali berupa
lempeng besi pada kedalaman 4 cm dari permukaan dengan konfigurasi Wenner ... 52 IV.3.2.8. Model Pasir Kering Dengan di berikan anomaly berupa
lempeng besi pada kedalaman 4 cm dri permukaan dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger ... 54 IV.4. Pembahasan ... 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan ... 59 V.2. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA
xiii DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Tahanan Jenis Batuan Beku dan Batuan Sedimen ... 21 Tabel 4.1 Tabel pengukuran nilai tegangan dan arus pada pembebanan ... 39
xiv DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penampang Konduktor ... 7
Gambar 2.2 Sumber arus tungga C1 dalam medium homogen seluruh ruang, sementara pasangan sumber arus C2 dianggap terletak di tak-hingga ... 10
Gambar 2.3 Sumber arus tunggal C1 di permukaan homogen setengah-ruang, sementara pasangan sumber arus C2 dianggap terletak di tak-hingga ... 11
Gambar 2.4 Dua elektroda arus dan dua elektroda potensial di permukaan bumi yang homogen ... 12
Gambar 2.5 Distrosi garis ekuipotensial dan garis aliran arus pada dua titik sumber arus. (a) Penampang dilihat dari atas; (b) Penampang vertikal di permukaan tanah ... 13
Gambar 2.6 Titik sumber arus tunggal di permukaan pada medium homogen .... 14
Gambar 2.7 Konfigurasi Dipole ... 18
Gambar 2.8 Konfigurasi Wenner ... 19
Gambar 2.9 Konfigurasi Schlumberger ... 20
Gambar 2.10 Skema Transformator Sederhana ... 22
Gambar 2.11 Rangkaian penyearah gelombang penuh model jembatan ... 24
Gambar 2.12 Skema rangkaian filter dengan rectifier ... 25
Gambar 2.13 High Pass Filter ... 26
Gambar 2.14 Low Pass Filter ... 27
Gambar 2.15 Rangkaian pencatu daya dengan regulator zener ... 29
Gambar 3.1 Skema Rangkaian Alat ... 31
Gambar 3.2 Konfigurasi Elektroda Arus dan Potensial ... 32
Gambar 3.3 Bagan Alir Penelitian ... 34
Gambar 4.1 Skema rangkaian alat ... 35
Gambar 4.2 Bentuk Keluaran trafo CT. ... 36
Gambar 4.3. Skema rangkaian pengujian menggunakan resistor ... 38
Gambar 4.4. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi Wenner Wenner Menggunakan Alat Resisitivitas Skala Lab ... 40
Gambar 4.5. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger Menggunakan Alat Resisitivitas Skala Lab ... 41
xv Gambar 4.6. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi Wenner menggunakan Alat Twin-Probe ... 42 Gambar 4.7. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger menggunakan Alat Twin-Probe ... 42 Gambar 4.8. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat. a) Penampang tahanan
jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 43 Gambar 4.9. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang tahanan
jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya. ... 44 Gambar 4.10. Model tahanan jenis dengan alat . a) Penampang tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 45 Gambar 4.11. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 45 Gambar 4.12. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 46 Gambar 4.13. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 47 Gambar 4.14. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 48 Gambar 4.15. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 48 Gambar 4.16. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 49
xvi Gambar 4.17. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 50 Gambar 4.18. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 51 Gambar 4.19. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 52 Gambar 4.20. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 53 Gambar 4.21. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 54 Gambar 4.22. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 55 Gambar 4.23. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang
tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya ... 56
1 BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sifat resistivitas batuan yaitu metode geolistrik resistivitas. Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan sifat resistivitas tanah atau batuan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan bumi (Hendrajaya.1990)
Prinsip kerja geolistrik adalah mengukur resistivitas dengan mengalirkan arus listrik kedalam lapisan bawah tanah melalui elektroda arus. Kemudian arus diterima oleh elektroda potensial dengan menganggap bumi sebagai resistor. Metode geolistrik resistivitas menggunakan prinsip hukum Ohm bahwa resistansi suatu bahan berbanding terbalik dengan nilai arus yang mengalir dan berbanding lurus dengan beda potensial. resistansi suatu bahan dipengaruhi oleh resistansi jenis, panjang resistansi dan luas resistansi. (Indarto Dkk. 2016)
Struktur tanah terdiri berbagai lapisan yang mengakibatkan nilai resistivitas tanah yang berbeda berdasarkan jenisnya. Banyak faktor yang mengakibatkan perbedaan nilai resistivitas antara lain: homogenitas tanah, kandungan mineral logam, kandungan aquifer (misalnya: air, minyak, dan gas), porositas, permeabilitas, suhu, dan umur geologi tanah. Faktor-faktor ini menunjukkan ketika dilakukan pengukuran maka yang terukur adalah nilai resistivitas
2 kombinasi dari berbagai jenis tanah. Hal ini mengakibatkan nilai yang diukur disetiap titik memiliki nilai yang berbeda (Eko, 2014)
Penelitian ini merupakan suatu studi geofisika berupa pemodelan fisis memanfaatkan metode geolistrik tahanan jenis. Belum adanya alat geolistrik tahanan jenis yang berskala laboratorium menjadi dasar pada penelitian ini. Manfaat alat geolistrik skala laboratorium ini adalah memudahkan akuisisi data dalam pemodelan fisis. Misal Box model, Box model adalah memodelkan perlapisan tanah skala lab untuk dilihat model resistivitas.
Oleh karena itu, penulis mencoba merancang dan membuat alat ukur resistivitas tanah dengan skala Laboratorium yang mana kelebihan dari alat ini adalah kita dapat membuat model sendiri yang dapat di atur dan menentukan nilai hambatan jenisnya. Dimana alat standar lainnya hanya digunakan pada skala yang lebih besar atau penggunaan di lapangan.
I.2 Ruang Lingkup Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dibatasi pada metode geolistrik resisitivitas sebagai metode pembelajaran dasar bagaimana konsep listrik arus DC searah diterapkan pada aplikasi resistivitas tanah.
I.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Merancang dan membuat alat resisitivitas skala laboratorium.
2. Menguji alat dengan menggunakan hambatan yang telah diketahui nilai resistansinya dan mengambil data pada box model yang telah di isi medium pasir.
3 3. Membandingkan hasil penampang 2 dimensi dari data yang telah di ambil pada box model yang di isi medium pasir pada alat yang dibuat dengan hasil yang di ambil oleh alat resisitivitas Twin-Probe (G-Sound).
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA II.1 Metoda Geolistrik
Sifat konduktivitas listrik batuan dekat permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh jumlah air, kadar garam/salinitas air serta bagaimana cara air didistribusikan dalam batuan. Konduktivitas listrik batuan yang mengandung air sangat ditentukan terutama oleh sifat air, yakni elektrolit. Larutan garam terdiri dari anion dan kation yang bergerak bebas dalam air. Adanya medan listrik eksternal menyebabkan kation dalam larutan elektrolit dipercepat menuju kutup negatif sedangkan anion menuju kutup positif. Tentu saja, batuan berpori yang berisi air, nilai resistivitas listriknya berkurang dengan bertambahnya kandungan air (Ngadimin, 2001).
Metoda geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, pengukuran arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (Hendrajaya, 1990).
Metoda geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk di dalamnya adalah (Hendrajaya, 1990) :
Metoda potensial diri
Arus telluric
Magnetotelluric
Elektromagnetik
Induksi polarization (IP)
Metoda resistivitas (tahanan jenis)
5 Metoda geolistrik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda geolistrik resistivitas (tahanan jenis).
II.1.1 Metoda Resistivitas
Metoda resistivitas adalah salah satu metoda geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas/kondutivitas listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Sebetulnya terdapat banyak metoda eksplorasi geofisika yang mempergunakan sifat tahanan jenis sebagai media/alat untuk mempelajari keadaan geologi bawah permukaan (Lantu, 2010).
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan metoda geolistrik tahanan jenis dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu (Lantu, 2010) :
1. Metoda Resistivitas Mapping 2. Metoda Resistivitas Sounding
II.1.1.1 Metoda Resistivitas Mapping
Metoda resistivitas Mapping merupakan metoda resistivitas yang bertujuan untuk mempelajarai variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara horisontal. Oleh karena itu, pada metoda ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan di permukaan bumi. Setelah itu baru dibuat kontur isoresistivitasnya (Hendrajaya, 1990).
II.1.1.2 Metoda Resistivitas Sounding
Metoda resisitivitas Sounding juga biasa dikenal sebagai resistivitas drilling, resistivitas probing dan lain-lain. Hal ini terjadi karena pada metode ini bertujuan
6 untuk mempelajari variasi resisitivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal (Hendrajaya, 1990).
Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik Sounding dilakukan dengan jalan megubah-ubah jarak elektroda. Pengubahan jarak elektroda ini tidak dilakukan secara sembarang tetapi mulai dari jarak elektroda terkecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin besar jarak elektroda tersebut maka makin dalam lapisan batuan yang dapat diselidiki pada pengukuran sebenarnya pembesaran jarak elektroda mungkin dilakukan jika dipunyai suatu alat golistrik yang memadai. Dalam hal ini, alat geolistrik tersebut harus dapat menghasilkan arus listrik yang cukup besar atau kalau tidak, alat tersebut harus cukup sensitif dalam mendeteksi beda potensial yang kecil sekali. Oleh karena itu, alat geolistrik yang baik adalah alat yang dapat menghasilkan arus listrik cukup besar dan mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi (Hendrajaya, 1990).
II.1.2 Potensial Dalam Medium Homogen Isotropik
Tahanan listrik didefinisikan sebagai penampang konduktor dengan luas dan panjang penampang tertentu seperti pada Gambar 2.1. Jika tahanan jenis dari penampang konduktor yang mempunyai luas A dan panjang L adalah ρ, maka tahanan R dideskripsikan oleh persamaan 2.1 (Telford, 1976) :
7 Keterangan :
= Resistansi (Ω)
= Tahanan jenis/ resisitivity (Ωm) = Panjang penampang (m)
= Luas penampang (m2)
Gambar 2.1 Penampang konduktor (Taib, 2004).
Jika hambatan R dialirkan arus listrik (I) dikedua ujung dari silinder dan di ukur beda Potensial (𝛥V) pada kedua ujung penampang konduktor tersebut, diperoleh
hukum Ohm yang dinyatakan sebagai berikut (Putra, 2014) :
(2.2)
Satuan tahanan jenis dalam SI adalah ohm-meter. Sifat merambat arus listrik lebih banyak memanfaatkan sifat daya hantar jenis listrik yang berbanding terbalik dengan tahanan jenis, yaitu (Taib, 2004) :
(2.3)
σ adalah daya hantar listrik (konduktivitas) yang mempunyai satuan dalam SI
adalah Siemens (S) per meter atau S/M = 1 Ohm-1 m-1, disebut juga 1 Mho/m. persamaan di atas berlaku untuk media batas berupa silinder kotak dll, yang rapat
I
∆L
𝛥V
8 arusnya tetap sedang untuk media bersifat di bumi maka diperlukan suatu pengertian perluasan dari terminilogi di atas, dengan mengusulkan pengertian tentang rapat arus (J) sebagai berikut (Taib, 2004) :
(2.4)
I dalam Ampere, A adalah luas Penampang dalam m2, J adalah rapat arus dalam Ampere/m2. Arus titik ini bergerak ke semua arah berupa vektor (Taib, 2004).
Bila persamaan (2.4) disubtitusikan kepada persamaan (2.2) dan persamaan (2.1), maka akan didapatkan (Taib, 2004) :
(2.5)
Mengingat medan listrik adalah gradien potensial listrik, dengan persamaan (Putra, 2014) :
(2.6)
Sehingga rapat arus dapat ditulis sebagai berikut (Taib, 2004) :
(2.7)
Jika tidak ada sumber arus pada suatu volume yang dilingkupi oleh permukaan A maka sehingga (Putra, 2014) :
( )
9 Jika nilai σ adalah konstan, maka kita akan menghasilkan Persamaan Laplace
untuk potensial listrik (Putra, 2014) :
(2.9)
II.1.2.1 Elektroda Arus Tunggal di Dalam Bumi
Potensial V akibat suatu sumber arus tunggal I pada medium homogen dengan ρ
konstan pada seluruh ruang lebih sesuai jika dibahas dalam koordinat bola. Karena sifat simetri (tidak berotasi dan berevolusi) dari sistem yang ditinjau maka potensial hanya merupakan fungsi dari jarak r atau V(r) sehingga persamaan Laplace dalam sistem koordinat bola menjadi (Telford, 1976) :
( ) (
) (2.10)
Integrasi dua kali berturut-turut terhadap persamaan (2.10) menghasilkan (Telford, 1976) : ∫ (2.11) ∫ (2.12)
Dimana A dan B adalah konstanta. Dengan menerapkan syarat batas bahwa potensial pada jarak tak-hingga berharga nol ( ), maka B = 0. Selain
itu arus mengalir keluar secara radial ke segala arah dari titik elektroda. Sehingga arus total yang melalui permukaan bola dengan radius r dinyatakan oleh (Telford, 1976) :
10 Dari persamaan (2.7) dan (2.11) didapatkan :
(2.14)
Maka,
( ) atau (2.15)
Berdasarkan persamaan tersebut, permukaan ekuipotensial yaitu permukaan dengan potensial yang sama, membentuk permukaan bola kosentris dengan titik pusat terletak disumber arus. Dari titik tersebut arus listrik mengalir ke segala arah secara homogen dan membentuk lintasan yang tegak lurus terhadap permukaan ekuipotensial dimana r = konstan, seperti yang diilustrasikan oleh gambar 2.2 (Telford, 1976).
Gambar 2.2. Sumber arus tungga C1 dalam medium homogen seluruh ruang,
sementara pasangan sumber arus C2 dianggap terletak di tak-hingga (Telford,
11 II.1.2.2. Elektroda Arus Tunggal di Permukaan Bumi
Jika sumber arus terletak di permukaan medium homogen yang membentuk medium setengah-ruang/setengah bola dengan setengah-ruang lainnya adalah di udara (σudara = 0) dengan persamaan (Telford, 1976) :
(2.16)
Sehingga dari kasus ini didapatkan :
(
)
atau(2.17)
Dimana faktor 4π menjadi 2π sebagai akibat distribusi arus hanya terdapat pada
setengah-ruang. Dalam hal ini distribusi arus dan permukaan ekuipotensial diperlihatkan pada Gambar 2.2 (Telford, 1976).
Gambar 2.3. Sumber arus tunggal C1 di permukaan homogen setengah-ruang,
sementara pasangan sumber arus C2 dianggap terletak di tak-hingga (Telford,
1976).
II.1.2.3. Dua Pasang Elektroda Arus di Permukaan Bumi
Bila dua elektroda memiliki jarak tertentu seperti pada gambar 2.3, potensial pada titik dipermukaan yang letaknya antara dua elektroda arus, potensial pada setiap titik di permukan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus (Telford, 1976).
12 Gambar 2.4. Dua elektroda arus dan dua elektroda potensial di permukaan bumi
yang homogen (Telford, 1976)
Perubahan potensial sangat drastis pada daerah dekat sumber arus. Dimana gradien yang berada di luar C1 dan C2 yang menjauh dari linier memiliki gradien
potensial yang besar, sedangkan pada daerah C1 dan C2 gradien potensial kecil
dan mendekati linier. Dari alasan ini, pengukuran potensial paling baik dilakukan pada daerah antara C1 dan C2 yang memiliki gradien potensial linier. Untuk
menentukan perbedaan potensial antara dua titik yang ditimbulkan oleh sumber arus listrik C1 dan C2, maka dua elektroda potensial misalnya P1 dan P2
ditempatkan di dekat sumber seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 2.4 (Telford, 1976).
13 Gambar 2.5. Distrosi garis ekuipotensial dan garis aliran arus pada dua titik sumber arus. (a) Penampang dilihat dari atas; (b) Penampang vertikal di permukaan tanah (Telford, 1976).
Potensial di titik P1 yang ditimbulkan arus C1 dan C2 pada Gambar 2.3 adalah
(Telford, 1976) :
(
)
(2.18)Dan di P2 potensial yang timbul adalah (Telford, 1976) :
(
)
(2.19)Sehingga beda potensial antara titik P1 dan P2 adalah (Telford, 1976) :
{(
) (
)}
(2.20)(
14 Dimana r1,r2,r3 dan r4 adalah besaran jarak, seperti yang ditampilkan pada Gambar
2.3 (Telford, 1976).
II.1.2.4. Homogen Isotrop Setengah tak Berhingga
Luasan setengah bola dipergunakan dalam perhitungan ini karena untuk bumi yang homogen isotrop berarti tidak ada lapisan selain dari bidang batas antara tanah dan udara. Udara mempunyai konduktivitas nol atau resistivitas tak terhingga, sehingga arus hanya akan mengalir ke dalam bumi.
Gambar 2.6 Titik sumber arus tunggal di permukaan pada medium homogen
Untuk pola arus seperti Gambar 2.5 akan berlaku Hukum Ohm,
(2.22)
Karena luas setengah bola A= 2πr2, maka arus I menjadi,
atau
(2.23)sehingga potensial di suatu titik sejauh r dari pusat arus adalah,
15 II.1.2.5. Resistivitas Semu
Hasil pengukuran langsung di lapangan inilah yang dinamakan resistivitas semu (ρa), yang mana merupakan besaran rata-rata dari nilai-nilai resistivitas
medium yang berbeda-beda tersebut. Dari persamaan (2.15), nilai resistivitas semunya dapat ditentukan sebesar,
(
) ( )
(2.25)
Dari persamaan (2.19) kelompok parameter yang berdimensi jarak dinotasikan sebagai K yang disebut sebagai faktor geometri,
( ) ( ) (2.26)
K merupakan suatu tetapan, dan nilainya tergantung pada susunan elektroda yang digunakan dalam pengukuran. Dengan demikian persamaan (2.19) dapat ditulis menjadi,
(2.27)
Dengan menggunakan konfigurasi elektroda tertentu, nilai K dapat ditentukan, beda tegangan dan arus yang dimasukkan ke dalam tanah dapat diukur, dengan demikian resistivitas semunya dapat dihitung dengan mengubah jarak antar elektroda untuk kepentingan eksplorasi dapat diperoleh berbagai variasi nilai tahanan jenis terhadap kedalaman. Hasil pengukuran di lapangan sesudah dihitung nilai tahanan jenisnya merupakan fungsi dari konfigurasi
16 elektroda dan berkaitan dengan kedalaman penetrasinya. Semakin panjang rentang antar elektroda, semakin dalam penetrasi arus yang diperoleh yang tentu juga sangat ditentukan oleh kuat arus yang dialirkan melalui elektroda arus (Santoso,2002).
II.1.3. Konfigurasi
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidak-seragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dan sebagainya.
17 Spontaneous Potential yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.
Adapun macam-macam konfigurasi tersebut adalah : 1. Konfigurasi Dipole-dipole
2. Konfigurasi Wenner 3. Konfigurasi Schlumberger II.1.3.1 Konfigurasi Dipole-dipole
Konfigurasi dipole-dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda seperti gambar 2.6 yaitu pasangan elektroda arus (AB) yang disebut current dipole dan pasangan elektroda potensial (MN) yang disebut potential dipole. Pada
18 konfigurasi dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak simetris.
Gambar 2.7. Konfigurasi Dipole
Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak antara „Current Dipole‟ dan „Potential Dipole‟ diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan jarak
elektroda tegangan tetap. Dan ini merupakan keunggulan konfigurasi dipole dibandingkan konfigurasi Schlumberger maupun Wenner, karena tanpa memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam. Dalam hal ini diperlukan alat pengukur tegangan yang impedansi tinggi dan akurasi yang tinggi.
Ada alat geolistrik merek tertentu yang bisa menggunakan elektroda yang banyak untuk satu bentangan elektroda arus. Dan hasil bias langsung tergambar pada layar monitor. Dalam hal ini yang tergambar adalah apparent resistivity bukan „true resistivity‟ serta mengabaikan persyaratan pengukuran geolistrik yaitu
homogenitas batuan, karena dalam konfigurasi dipole tidak ada fasilitas untuk membuat batuan tidak homogen menjadi seakan-akan homogen. Sedangkan pada konfigurasi Schlumberger bisa dibuat data yang diperoleh dari batuan yang tidak homogen menjadi seakan-akan homogen. Adapaun penentuan resistivitas berdasarkan konfigurasinya seperti pada persamaan di bawah ini.
19 II.1.3.2. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-empat buah elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB.
Gambar 2.8. Konfigurasi Wenner
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil. Penentuan resistivtas berdasarkan konfigurasinya seperti pada persamaan.
(2.29)
II.1.3.3. Konfigurasi Schlumberger
Konfigurasi ini diambil dari nama Conrad Schlumberger yang merintis metode geolistrik pada tahun 1920-an. Adapun keunggulan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika
20 terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan
.
Gambar 2.9. Konfigurasi Schlumberger
Selain itu juga dalam pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relative jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik impedansi tinggi dengan akurasi tinggi yaitu yang bias mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma, atau dengan cara lain, diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi. Penentuan resistivtas berdasarkan konfigurasinya seperti pada persamaan.
( )
jika a <<
b
(2.30)II.1.4. Faktor Geometri
Eksplorasi Tahanan Jenis memerlukan suatu aturan elektroda yang posisi tiap titik pengamatan potensial M-N terhadap sumber arus A-B berbeda-beda. Pada umumnya eksplorasi tahanan jenis menggunakan rentang elektroda sepanjang garis lurus. Perbedaan letak M-N dari A-B akan mempengaruhi besar medan listrik yang akan diukur besaran faktor terhadap perbedaan letak titik pengamatan tersebut disebut faktor geometri. Untuk memudahkan perhitungan tiap aturan elektroda dengan harga faktor geometri adalah tetap. (Taib, 2004)
21 Karena faktor geometri (K) tetap untuk tiap aturan elektroda maka K merupakan unsur penting dalam eksplorasi geolistrik baik pendugaan vertikal maupun pendugaan horisontal. Dengan demikian tahanan jenis semu merupakan perkalian
antara K dengan
yang berbeda-beda (Taib, 2004).
Nilai dari beberapa Tahanan jenis dari beberapa jenis Batuan Beku dan Batuan Sedimen dimuat pada tabel di bawah :
Tabel II.1 Nilai Resistivitas dan Konduktivitas
Material Resistivity (Ω*m) Coductivity (Siemens/m) Ignesius and Metamhorpic rocks
Granite Basalt Slate Marble Quartzite Sedimetary Rocks Sandstone Shale Limestone Soil and waters
Clay Alluvium Groundwater (fresh)\ Sea water Chemicals Iron 0.01 M Pottasium chloride 0.01 M Sodium chloride 0.01 M Acetic acid xylene 5x103 – 106 103 – 106 6x102 – 4x107 102 – 2.5x108 102 – 2x108 8 – 4x103 20 – 2x103 50 – 4x102 1- 100 10 – 800 10 – 100 0.2 9.074x10-3 0.708 0.843 6.13 6.998x1016 10-6 – 2x10-4 10-6 – 10-3 2.5x10-3 – 1.7x10-3 4x10-9 – 10-2 5x10-9 – 10-2 2.5x10-4 – 0.125 5x10-4 – 0.05 2.5x10-3 – 0.02 0.01 – 1 1.25x10-3 – 0.1 0.01 – 0.1 5 1.102x107 1.413 1.185 0.163 1.429x10-17 (Loke,2009)
22 II.2. Bagian-bagian Alat
II.2.1. Transformator
Pada dasarnya transformator merupakan suatu komponen pasif dengan empat ujung. Sepasang ujung disebut primer dan pasangan ujung yang lain disebut sekunder. Transformator digunakan untuk mengubah tegangan bolak-balik pada primer menjadi tegangan bolak-balik pada sekunder dengan menggunakan fluks magnetik seperti pada Gambar 2.10. (Sutrisno, 1986).
Gambar 2.10. Skema Transformator sederhana
Teras besi pada transformator digunakan untuk membuat agar fluks magnetik oleh arus pada kumparan primer sebanyak mungkin menembus kumparan sekunder. Dengan demikian perubahan fluks yang disebabkan oleh arus primer akan menyebabkan tegangan gerak listrik induksi (imbas) pada kumparan sekunder.
Menurut hukum induksi faraday, nilai fluks magnetik I berubah dengan waktu, maka akan timbul tegangan listrik.
23 Untuk kumparan primer dengan nilai N1 lilitan, E1 = N1
, dan untuk kumparan
sekunder E2 = N2
(2.32)
Nyatalah
atau E2 =
Untuk transformator penurun tegangan N2 < N1, dan jika kita definisikan = n
maka E2 = (2.33)
(Sutrisno, 1986)
Efisiensi tranformator, η, adalah persentase harga perbandingan antara besar energi yang dilepas transformator tiap sekon pada kumparan sekunder dengan energi yang diterima transformator setiap sekon pada kumparan primer. Seperti pada persamaan :
(2.34)
Keterangan :
η = Efisiensi transformator
Vs = Tegangan Sekunder (Volt)
Vp = Tegangan Primer (Volt)
Is = Arus pada kumparan sekunder (Ampere)
24 II.2.2 Rectifier
Penyearah dibedakan menjadi 2 jenis, penyearah setengah gelombang dan penyearah gelombang penuh, sedangkan untuk penyearah gelombang penuh dibedakan menjadi penyearah gelombang penuh dengan center tap (CT), dan penyearah gelombang penuh dengan menggunakan dioda bridge. Tujuan dari penggunaan rectifier yang teregulasi adalah untuk mendapatkan tegangan keluaran yang konstan bila ada perubahan arus beban.
II.2.2.1 Penyearah Gelombang Penuh Model Jembatan
Penyearah gelombang penuh model jembatan memerlukan empat buah diode. Dua diode akan berkondusi saat isyarat positif dan dua diode akan berkonduksi saat isyarat negatif. Untuk model penyearah jembatan ini kita tidak memerlukan transformator yang memiliki center-tap.
Seperti ditunjukkan pada gambar 2.11, bagian masukan AC dihubungkan pada sambungan D1-D2 dan yang lainnya pada D3-D4. Katode D1 dan D3 dihubungkan degan keluaran positif dan anode D2 dan D4 dihubungkan dengan keluaran negatif (tanah).
Gambar 2.11 Rangkaian penyearah gelombang penuh model jembatan Misalkan masukan AC pada titik A berharga positif dan B berharga negatif, maka diode D1 akan berpanjar maju dan D2 akan berpanjar mundur. Pada
25 sambungan bawah D4 berpanjar maju dan D3 berpanjar mundur. Pada keadaan ini elektron akan mengalir dari titik B melalui D4 ke beban , melalaui D1 dan kembali ke titik A. Pada setengah periode berikutnya titik A menjadi negatif dan titik B menjadi positif. Pada kondisi ini D2 dan D3 akan berpanjar maju sedangkan D1 dan D4 akan berpanjar mundur. Aliran arus dimulai dari titik A melalui D2, ke beban, melalui D3 dan kembali ke titik B. Perlu dicatat di sini bahwa apapun polaritas titik A atau B, arus yang mengalir ke beban tetap pada arah yang sama.
II.2.3 Filter
Geolistrik hambatan jenis tidak mengizinkan pemakaian frekuensi tinggi, hal ini mengacu pada aproximasi resistor. Karena itu frekuensi tinggi dihilangkan dengan rangkaian penyearah. Pada rangkaian penyearah, sistem penyearah menghasilkan arus gelombang searah masih terdapat pulsa gelombang bolak balik Secara umum peralatan elektronik membutuhkan sumber arus searah (DC) yang halus atau lebih rata. Guna menghilangkan sisa gelombang bolak balik tersebut sering digunakan kondensator elektrolit sebagai tapis perata (filter) seperti pada Gambar 2.12.
26 Keluaran dari rangkaian penyearah dan filter ini diharapkan berupa tegangan DC murni dengan ripple yang sangat kecil.
Pada rangkaian filter elektronika, terdapat frekuensi cut-off atau frekuensi potong. Frekuensi cut-off dapat dicari secara teoritik dengan perhitungan matematis. Namun demikian, frekuensi off teoritik tidaklah sama dengan frekuensi cut-off pada percobaan. Untuk menganalisa respon amplitudo terhadap frekuensi, dapatlah dibuat suatu kurva respon amplitudo (disebut juga bode plot). Kurva respon amplitudo biasanya dilukiskan dengan 20.logG(ω) terhadap frekuensi (f), dimana :
( )
(2.35)
pemilihan ratio 20 log G(ω) adalah untuk membuat satuannya menjadi desibel
(dB).
II.2.3.1 High Pass Filter
High Pass Filter pasif sederhana diperlihatkan pada Gambar 2.13 Pada Gambar High Pass Filter memiliki orde 1. Secara teoritik output dari High Pass Filter pada gambar dapat diwakilkan dengan :
Gambar 2.13. High Pass Filter
C
1R
127
( )
()
( )
(2.36)
( )
( )
(2.37)
II.2.3.2 Low Pass Filter
Low Pass Filter pasif sederhana diperlihatkan pada Gambar 2.14. Pada Gambar, Low Pass Filter memiliki orde 1. Secara teoritik output dari Low Pass Filter pada gambar 03 dapat diwakilkan dengan :
Gambar 2.14. Low Pass Filter
( )
()
( )
( )
(2.38)
( )
( ) (2.39)
dimana ω p =1/ R2C2 dan ωp adalah frekuensi potong, sehingga fungsi transfer
dari LPF orde1 adalah :
( )
(2.40)
II.2.3.2 Band Pass Filter
Band Pass Filter (BPF) adalah filter yang hanya meloloskan frekuensi dengan rentangtertentu. Band Pass Filter sederhana dapat dibuat dengan menggunakan High Pass filter (HPF) dan Low Pass Filter (LPF). High Pass Filter (HPF) dapat
R
2C
228 dirangkai seri dengan Low Pass Filter (LPF). Syarat untuk rangkaian BPF adalah frekuensi potong dari LPF harus lebih besar daripada frekuensi potong dari HPF. Dengan demikian, frekuensi Band Pass Filter yang diteruskan adalah hasil irisan dari High Pass Filter dan Low Pass Filter.
II.2.4. Regulator
Regulator adalah rangkaian regulasi atau pengatur tegangan keluaran dari sebuah catu daya agar efek dari naik atau turunnya tegangan jala-jala tidak mempengaruhi tegangan catu daya sehingga menjadi stabil. Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan Ripple -nya kecil, tetapi ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan DC keluarannya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil.
Keluaran tegangan DC dari penyearah tanpa regulasi mempunyai kecenderungan berubah harganya saat dioperasikan. Adanya perubahan pada masukan AC dan Variasi beban merupakan penyebab utama terjadinya ketidakstabilan. Pada sebagian peralatan elektronika, terjadinya perubahan catu daya akan berakibat cukup serius.
Sejumlah rangkaian regulator sudah digunakan untuk meningkatkan kualitas catu daya. Salah satu cara yang paling sering digunakan adalah dengan memasang diode zener seperti diperlihatkan pada Gambar 2.13. diode zener dipasang pararel atau shunt dengan RL. regulator ini hanya memerlukan sebuah diode zener
29 terhubung seri dengan resistor RS. diode zener dipasang dalam posisi berpanjar
mundur. Dengan cara pemasangan ini, diode zener hanya akan berkonduksi saat tegangan mundur mencapai tegangan patah (break-down).
Gambar 2.15 Rangkaian pencatu daya dengan regulator zener
Penyearah berupa rangkaian diode berbentuk jembatan dengan proses penyaringan dengan tapis-RC. Resistor seri pada rangkaian ini berfungsi ganda. Pertama, resistor ini menghubungkan C1 dan C2 sebagai rangkaian tapis. Kedua, resisitor ini berfungsi sebagai resistor seri untuk regulator. Diode zener dapat dipasang dengan sembarang harga tegangan patah, misalnya sebesar 9 V.
30 BAB III
METODOLOGI III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Sampai dengan Oktober 2016. Adapun lokasi perakitan dan pengolahan datanya dilaksanakan di Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Makassar.
III.2 Bahan dan Alat
Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Seperangkat catu daya dengan masukan 220 V dan keluaran 24 V/500 mA 2. Multimeter 2 buah, berfungsi sebagai pengukur arus dan tegangan.
3. Elektroda 16 buah, dengan panjang masing-masing 5 cm. 4. Konektor (kabel penghunbung) antar elektroda.
5. Alat geolistrik single channel TWIN-PROBE (G-SOUND) III.3 Rancangan Alat
Untuk peralatan pada metode geolistrik terkhusus pada metode resisitivitas terdiri dari beberapa komponen termasuk sumber arus, alat ukur untuk pengukuran arus dan tegangan yang bisa digabungkan pada satu alat ukur untuk membaca resistansi, elektroda dan kabel.
Untuk rangkaian alat sendiri terdiri dari sebuah catu daya dengan masukan tegangan 220 Volt dan tegangan keluaran 24 volt denga arus maksimal 500 mA, Multimeter 2 buah untuk pembacaan arus dan tegangan, dan elektroda sebanyak 16 buah. Skema rangkaian alat dapat dilihat pada Gambar 3.1.
31 Gambar 3.1 Skema rangkaian alat
III.4. Prinsip Kerja Alat
Alat ini mempunyai 4 komponen utama yaitu :
1. Rangkaian catu daya dengan masukan 220 Volt dengan keluaran 24 Volt dan arus maksimal 500 mA. Berfungsi Sebagai sumber arus untuk di injeksikan ke dalam model yang telah dibuat.
2. Multimeter, sebagai pengukur arus dan tegangan. 3. Elektroda 16 buah.
4. Konektor (kabel penghubung) antar elekktroda. ketika arus indiinjeksikan kedalam tanah melalui elektroda arus, maka tanggapan tegangan sebagai akibat dari injeksi arus, diukur dengan elektroda potensial, yang keduanya akan terbaca oleh multimeter tersebut.
Rangkaian catu daya berfungsi sebagai sumber tegangan DC tetap dengan keluaran teganga 24 volt dan keluaran arus maksimal 500 mA. Arus kemudian terbaca melalui multimeter arus lalu dihubungkan dengan Elektroda. Hasil dari
32 injeksi kemudian diukur tegangannya dengan multimeter tegangan. Hasil dari kedua multimeter tersebut kemudian dikonversikan untuk menghasilkan Resisitivitas semu tergantung dari jenis konfigurasi apa yang digunakan.
III.5. Prosedur Pengambilan Data
Skema dasar pengukuran resistivitas / hambatan jenis tanah dalam tanah pada dasarnya mengacu seperti yang terdapat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Konfigurasi elektroda arus dan potensial
Pada metode geolistrik tahanan jenis arus listrik diinjeksikan ke dalam tanah melalui dua elektroda arus. Adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah elektroda tegangan M dan N yang jaraknya tergantung pada konfigurasi apa yang digunakan. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Kemudian beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang
33 berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur (sounding point).
III.6 Pengolahan Data
Terdapat dua jenis pengolahan data yang pertama dengan menggunakan model box yang kemudian dilakukan interpretasi penampang 2 dimensi yang mana data diolah menggunakan software Res2dinv. Pengolahan yang kedua menggunakan Resistor yang telah diketahui nilai hambatannya kemudian hasil dari data tersebut diolah di Excel untuk mengetahui nilai akurasi dan resolusi dari alat yang dibuat.
III.6.1 Pengolahan Data Metoda Geolistrik Tahanan Jenis
Dari data yang di ukur yang berupa resistivitas semu kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel dan kemudian data tersebut diubah dalam format .dat sehingga dapat diolah menggunakan program Res2DInv untuk menghasilkan penampang resistivitas 2D
III.6.2 Pemodelan Data Resistivitas
Data resistivitas sebenarnya dari pengukuran di lapangan kemudian akan ditampilkan menggunakan software Res2DInv untuk mendapatkan penampang 2D.
34 III.7 Bagan Alir Penelitian
Gambar 3.3. Bagan Alir Penelitian N Y Mulai Studi Literatur Perancangan alat Perakitan alat
Menguji alat dengan mengambil data pada
model geologi Selesai Hasil Membandingkan dengan alat resistivitas standar
Pengujian alat dengan menggunakan resistor
Analisis data
35 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Perancangan Alat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2016, dilaksanakan di Laboratotium Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan selama penelitian. Kemudian di rangkai alat dan bahan sesuai skema rangkaian pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Skema rangkaian alat.
Disiapkan Breadboard atau papan percobaan lalu di rangkai seperti gambar di atas. Setelah di pastikan semua alat sudah berfungsi dengan baik kemudian di rangkai pada box yang telah di sediakan.
IV.1.1 Rangkaian Catu Daya
Catu daya yang digunakan adalah catu daya mode ganda dengan keluaran +24 Volt dan – 24 Volt. Daftar komponen untuk rangkaian di atas, antara lain:
1. D1, D2, D3, D4 = Dioda 1N4001 2. D5, D6 = Dioda zener 5 V 3. C1, C2 = Elco 1000 µF/16 V D1 D2 D3 D4 DC +24V DC -24V GROUND
36 4. C3, C4, C5, C6 = Elco 100 µF/16 V
5. R1, R2 = Resistor 1KΩ
6. Q1 = Transistor NPN - BD 139 7. Q2 = Transistor PNP - BD 140
8. T1 = Trafo CT step down 220 V/24 V 500mA
Rangkaian terdiri dari 1 Buah Transformator Step Down dengan keluaran 24 V dengan Center Tap. Sumber tegangan yang digunakan yaitu sumber AC 220 volt. Kemudian tegangan tersebut masuk ke trafo step down sehingga outputnya menjadi 24 volt .Arus masuk ke dioda jembatan sehingga arus yang awalnya arus AC menjadi arus DC. Hal ini disebabkan karena selama setengah siklus tegangan sekunder yang positif menyebabkan arus akan mengalir ke diode ke2 dan tidak akan mengalir ke dioda 1 karena diode 1 yang merefers arus kemudian diode 2 yang memfordward arus. Kemudian pada saat arus kembali ke penyearah jembatan maka arus melalui diode ke 3 karena arus cenderung mengalir dari potensial tinggi ke rendah dan kembali ke trafo. Dan selama setengah siklus tegangan sekunder yang negative maka arus melalui diode ke 4 lalu masuk ke rangkaian. Pada saat arus kembali ke penyearah jembatan arus hanya melalui diode 1 dan kembali ke trafo. Dari proses tersebut rangkaian hanya mengalami satu kondisi meyebabkan arus dari ac menjadi dc. Dengan demikian setiap setengah perioda tegangan bolak balik ada dua dioda yang menghantar (conduct) secara bersamaan dan dua buah dioda lainnya tidak menghantar sehingga menghasilkan bentuk gelombang penuh. Tegangan rata-rata (Udc) sama dengan sistem penyearah dengan menggunakan trafo CT.
37 Bentuk gelombang keluaran (output) terlihat seperti gambar 1.14.
Gambar 4.2 Bentuk Keluaran trafo CT.
Agar tegangan dc yang dihasilkan penyearah atus bolak-balik dapat lebih rata, digunakan tapis lolos rendah dengan menggunakan kapasitor. Dengan adanya kapasitor, tegangan keluaran tak segera turun walaupun tegangan masukan sudah turun. Hal ini disebabkan karena kapasitor memerlukan waktu (τ =RC) untuk
mengosongkan muatanya. Sebelum tegangan pada kapasitor turun banyak, tegangan pada kapasitor naik lagi. Tegangan berubah yang terjadi disebut tegangan riak, dengan nilai puncak-ke-puncak dinyatak sebagai Vrpp. Kualitas
rangkaian tapis dinyatakan oleh nisbah riak puncak-ke-puncak (peak-to-peak ripple ratio-pprr).
Fungsi alih kompleks untuk tapis RC lolos Rendah :
( )
dengan
adalah Kutub. Maka
( )( )
rad/det atau frekuensi :
( )( )
=
18,84 Hz Volt Volt Waktu (S) Waktu (S)38 IV.2 Pengujian Alat
Sebelum dilakukan penelitian langsung di model yang dibuat. Alat ukur resistivitas ini terlebih dahulu dipastikan bahwa semua peralatan pendukung sudah beroperasi dengan baik atau belum, setelah itu pengambilan data pada model dilakukan. Setelah dilakukan pengukuran data pada model yang telah dibuat. Kemudian di lakukan pengukuran data dengan alat reisitivitas pembanding lainnya yaitu alat resistivitas singgle channel TWIN-PROBE (G-SOUND). Kemudian dibandingkan hasil penampang dari kedua alat tersebut terhadap model yang telah dibuat.
IV.3 Hasil Penelitian
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnnya, bahwa penelitian ini akan digunakan metode resisitivitas dengan 2 konfigurasi yaitu konfigurasi wenner dan wenner-schlumberger. Terdapat dua hasil dari penelitian ini, yang pertama dengan melakukan pengambilan data pada resistor yang telah di ketahui nilai hambatannya. Kemudian dilakukan pengujian dengan pengambilan data pada model pada medium kaca yang telah dibuat menggunakan alat yang dibuat dan alat singgle channel Twin Probe (G-Sound). hasil resistivitas semu dari dua alat tersebut kemudian di tampilkan pada Res2dinv dengan penampang dua dimensi. IV.3.1 Pengujian Menggunakan Resistor.
Pada pengujian ini digunakan resistor sebanyak 4 buah. Dengan nilai tahanan bervariasi. Mulai dari 100Ω, 2200Ω, 10 KΩ, 100 KΩ. Pengujian pada setiap
resistor dilakukan sebanyak 10 kali untuk menunjukkan tingkat akurasi dari alat yang dibuat. Pada pengujian ini digunakan uji pembebanan dengan menggunakan
39 resistor dari resistansi 100 Ω hingga 100 K Ω.. skema pembebanan terlihat pada
gambar 4.3.
Gambar 4.3. Skema rangkaian pengujian menggunakan resistor.
Kemudian di buatkan tabel antara nilai pengukuran dengan alat dan nilai pengukuran menggunakan Multimeter. Nilai resitansi didapatkan dari perhitungan pengukuran tegangan dan arus menggunakan sumber tegangan konstan 24 Volt. Hasil pengujian dengan menggunakan pembebanan resistor ini ditunjukan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Tabel pengukuran nilai tegangan dan arus pada pembebanan.
100 Ω 2200 Ω
V(Volt) I(Ampere) R (Ohm) V(Volt) I(Ampere) R (Ohm)
7.08 0.0719 98.47 7.43 0.00343 2166.18 7.00 0.0710 98.59 7.38 0.00340 2170.58 7.06 0.0717 98.46 7.38 0.00339 2176.99 7.04 0.0715 98.46 7.4 0.00341 2170.08 7.00 0.0710 98.59 7.31 0.00335 2182.08 7.04 0.0716 98.32 7.37 0.00340 2167.64 7.00 0.0710 98.59 7.35 0.00339 2168.14 7.00 0.0710 98.59 7.33 0.00338 2168.63 7.00 0.0709 98.73 7.41 0.00341 2173.02 7.01 0.0712 98.45 7.43 0.00341 2178.88 Rata-rata 98.52 Rata-rata 2172.22
40
10 KΩ 100 KΩ
V(Volt) I(Ampere) R (Ohm) V(Volt) I(Ampere) R (Ohm)
7.69 0.00076 10118.42 7.66 0.000077 99351.49 7.60 0.00074 10270.27 7.65 0.000077 99350.64 7.61 0.00076 10013.15 7.66 0.000076 99869.62 7.61 0.00075 10146.66 7.67 0.000077 99481.19 7.66 0.00076 10078.94 7.67 0.000077 99481.19 7.59 0.00075 10120.00 7.65 0.000077 99350.64 7.57 0.00075 10093.33 7.65 0.000076 99950.74 7.69 0.00076 10118.42 7.57 0.000076 99343.83 7.64 0.00076 10052.63 7.66 0.000077 99351.49 7.61 0.00075 10146.66 7.66 0.000077 99222.79 Rata-rata 10115.85 Rata-rata 99480.29
Hasil pengujian dengan menggunakan pembebanan resistor ini ditunjukan pada tabel 4.1. dengan menggunakan rumus dasar hukum Ohm, dimana :
(4.1)
Dari tabel di atas terlihat tegangan pada semua pembebanan menunjukkan nilai yang konstan berada pada 7.08 sampai dengan 7.69 Volt. Dan sumber arus mengikuti berapa besar pembebanan yang diberikan. Hasil dari tahanan yang terukur dari nilai tegangan dan arus menunjukkan nilai yang hampir sama. Tentu tidak sama persis dikarenakan ada daya yang terbuang dan nilai toleransi dari resistor itu sendiri.
Kemudian di lakukan pengujian dengan menggunakan 15 resistor untuk menunjukkan penampang 2 dimensi. Resistor di susun secara seri kemudian dilakukan pengukuran setiap datum dengan asumsi setiap kaki resistor adalah titik
41 pengukuran. Dilakukan dengan menggunakan konfigurasi wenner dan wenner-schlumberger kemudian di inversikan ke penampang 2 dimensi pada software Res2dinv. Hasil penampang telihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.4. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi Wenner menggunakan protipe alat resisitivitas skala lab.
Untuk penampang dengan konfigurasi wenner dilakukan dengan nilai tahanan sebesar 100 KΩ. Dengan asumsi jarak setiap elektroda 3.5 cm. dilakukan
42 Gambar 4.5. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi
Wenner-Schlumberger menggunakan protipe alat resisitivitas skala lab.
Pada pengujian menggunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger dilakukan seperti pada pengujian konfigurasi Wenner. Dengan menggunakan resistor 100 KΩ dan spasi elektroda sebesar 3.5 cm. hasil penampang terlihat pada gambar 4.5.
Setelah di lakukan pengujian menggunakan alat Resisitivitas skala lab. Dilakukan perbandingan data menggunakan alat Twin-Probe. Dilakukan pengujian yang sama menggunakan Resistor 100 KΩ dengan menggunakan dua konfigurasi.
Kemudian hasil pengukuran di inversikan ke penampang dua dimensi.untuk konfigurasi Wenner terlihat pada Gambar 4.6
43 .
Gambar 4.6. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi Wenner menggunakan alat Twin-Probe (G-Sound).
Dilakukan pengambilan data sebanyak 2 kali untuk setiap datum dan diperoleh nilai tegangan dan arus untuk setiap datum. Hasil penampang untuk konfigurasi Wenner Schlumberger terlihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Hasil penampang 2 dimensi dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger menggunakan alat Twin-Probe (G-Sound).
44 IV.3.2 Pengujian Menggunakan Box Model
Pada pengujian menggunakan model box, digunakan box yang terbuat dari kaca dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 5 cm, dan tinggi 30 cm. bahan untuk medium terdiri dari pasir kering yang telah dibersihkan dan di saring, dan juga dua buah plat besi. Pasir di isi hingga penuh kemudian di tancapkan elektroda dengan spasi antar elektroda 3,5 cm.
IV.3.2.1. Model Pasir Basah dengan Konfigurasi Wenner
Pada model ini digunakan medium pasir yang telah di beri air hingga jenuh. Kemudian dilakukan pengukuran dengan alat yang dibuat dengan alat resisitivitas pembanding. konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi wenner. Pada pengukuran resisitivitas ini. Alat yang digunakan adalah alat yang dibuat. Data inversi di iterasi sebanyak 5 kali. Spasi terkecil adalah 3,5 cm dan panjang penampang 60 cm. Dengan penetrasi kedalamam mencapai 9 cm. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh model tahanan jenis seperti pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Model tahanan jenis dengan alat yang dibuat`. a) Penampang tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan
45 dari hasil inversi diketahui terdapat zona dengan resistivitas rendah dengan nilai berkisar antara 3.54 sampai dengan 5.3 ohm.m yang berada di tengah-tengah. kemudian pengukuran menggunakan alat resisitivitas lain. Data inversi di iterasi sebanyak 5 kali dengan spasi dan panjang penampang yang sama. Dan penetrasi kedalaman mencapai 9 cm terlihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu terhitung; dan
c) Penampang tahanan jenis sebenarnya.
Berdasarkan hasil pengukuran. Terlihat terdapat juga zona dengan resisitivitas rendah dengan nilai berkisar antara 4.18 sampai dengan 5.91 ohm.m.
IV.3.2.2. Model Pasir Basah Dengan Konfigurasi Wenner-Schlumberger Pada pengukuran resisitivitas ini. Alat yang digunakan adalah alat yang dibuat. Data inversi di iterasi sebanyak 5 kali. Spasi terkecil adalah 3,5 cm dan panjang penampang 60 cm. Dengan penetrasi kedalamam mencapai 11 cm. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh model tahanan jenis seperti pada Gambar 4.10. Dari
46 hasil inversi diketahui terdapat zona dengan resistivitas rendah dengan nilai berkisar antara 7.11 sampai dengan 25.8 ohm. Yang berada pada kedalaman sekitar 4 cm dari permukaan tanah. kemudian pengukuran menggunakan alat resisitivitas lain
Gambar 4.10. Model tahanan jenis dengan alat yang di buat. a) Penampang tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu
terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya.
Gambar 4.11. Model tahanan jenis dengan alat pembanding. a) Penampang tahanan jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis semu