• Tidak ada hasil yang ditemukan

بسم الله الرحمن الرحيم

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "بسم الله الرحمن الرحيم"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

P U T U S A N Nomor 49/Pdt.G/2014/PTA.Mks

مﺳ

ﻪﻟﻟا

نﻣﺣﺮﻟا

مﻳﺣﺮﻟا

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat banding dalam sidang musyawarah majelis, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara:

PEMBANDING, umur 45 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir Sarjana

Muda, bertempat tinggal di Makassar.

Dalam hal ini memberikan kuasa kepada Dr. A.R. Mustara,

S.H., Advokat, beralamat di Jalan Jendral Hertasning Utara II, Blok F 28/5 Makassar, berdasarkan Surat Kuasa tanggal 02 Januari 2014, Register Surat Kuasa Pengadilan Agama Makassar Nomor 17/SK/I/2014/PA.Mks. tanggal 07 Januari 2014, selanjutnya disebut sebagai Termohon

Konvensi / Penggugat Rekonvensi / Pembanding; melawan :

TERBANDING, umur 46 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SMA,

pekerjaan Karyawan BUMN Bantaeng, bertempat tinggal di Kabupaten Bantaeng.

Dalam hal ini memberikan kuasa kepada Saharuddin,

S.H., Advokat, beralamat di Jalan Tarakan No. 04, Kelurahan Ujung Sabbang, Kota Pare-Pare, berdasarkan Surat Kuasa tanggal 12 Juni 2013, Register Surat Kuasa

Pengadilan Agama Makassar Nomor 359/SK/VI/2013/PA.Mks. tanggal 25 Juni 2013, selanjutnya

disebut sebagai Pemohon Konvensi / Tergugat

Rekonvensi / Terbanding;

Pengadilan Tinggi Agama tersebut ;

Telah membaca putusan dan berkas perkara yang bersangkutan; Telah membaca dan memeriksa semua surat yang berhubungan dengan perkara yang dimohonkan banding ini;

(2)

Mengutip uraian sebagaimana termuat dalam Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 1031/Pdt.G/2013/PA.Mks. tanggal 18 Februari 2014 Masehi, bertepatan dengan tanggal 18 Rabiul Akhir 1435 Hijriyah, yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

Dalam Konvensi

1. Mengabulkan permohonan pemohon ;

2. Mengizinkan pemohon, ( TERBANDING ) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap termohon, ( PEMBANDING ) di depan sidang Pengadilan Agama Makassar;

3. Menghukum pemohon untuk membayar nafkah iddah selama tiga bulan kepada termohon sejumlah Rp 15.000.000,00 ( lima belas juta rupiah ); 4. Menghukum pula pemohon untuk memberikan mut’ah kepada termohon

berupa uang sejumlah Rp 20.000.000,00 ( dua puluh juta rupiah );

5. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Makassar untuk mengirimkan salinan Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Kantor Urusan Agama Kecamatan Tamalate, Kota Makassar dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Belawa, Kabupaten Sengkang, paling lambat 30 hari setelah pemohon mengucapkan Ikrar Talak.

Dalam Rekonvensi

- Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijk

Verklaard );

Dalam Konvensi dan Rekonvensi

- Membebankan kepada pemohon konvensi / tergugat rekonvensi untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 281.000,00 ( dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah );

Bahwa, terhadap putusan tersebut, Termohon Konvensi / Penggugat Rekonvensi / Pembanding keberatan dan mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Agama Makassar melalui Pengadilan Agama Makassar sesuai Akta Permohonan Banding Nomor 1031/Pdt.G/2013/PA.Mks. tanggal 26 Februari 2014, dan permohonan banding tersebut telah diberitahukan kepada Pemohon Konvensi / Tergugat Rekonvensi / Terbanding pada tanggal 5 Maret 2014;

Bahwa, Pembanding telah melengkapi permohonan bandingnya dengan Memori Banding tertanggal 10 Maret 2014 yang diserahkan kepada

(3)

Panitera Pengadilan Agama Makassar pada tanggal 10 Maret 2014. Selanjutnya memori banding tersebut telah diberitahukan dan diserahkan salinannya kepada Terbanding pada tanggal 11 Maret 2014;

Bahwa, atas memori banding tersebut Terbanding telah menyerahkan Kontra Memori Banding tertanggal 21 Maret 2014 kepada Panitera Pengadilan Agama Makassar pada tanggal 21 Maret 2014. Selanjutnya Kontra Memori Banding tersebut telah diberitahukan dan diserahkan salinannya kepada Pembanding pada tanggal 25 Maret 2014;

Bahwa, sebelum berkas banding dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama Makassar, kepada Pembanding dan Terbanding telah diberi kesempatan oleh Panitera Pengadilan Agama Makassar untuk membaca dan memeriksa berkas perkara sesuai relaas pemberitahuan masing-masing Nomor 1031/Pdt.G/2013/PA.Pkj. tanggal 3 Maret 2014 untuk Pembanding dan tanggal 5 Maret 2014 untuk Terbanding;

Bahwa berdasarkan Surat Keterangan Panitera Pengadilan Agama Makassar masing-masing Nomor 1031/Pdt.G/2013/PA.Mks. tanggal 18 Maret 2014 dan tanggal 20 Maret 2014, Pembanding dan Terbanding tidak datang ke Pengadilan Agama Makassar guna melihat dan memeriksa berkas perkara yang diajukan banding;

PERTIMBANGAN HUKUMNYA

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan banding dalam perkara ini telah diajukan oleh Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi / Pembanding dalam tenggang waktu dan menurut cara yang ditentukan dalam undang - undang, maka permohonan banding tersebut secara formal dinyatakan dapat diterima;

Menimbang, bahwa setelah mempelajari dan meneliti dengan saksama berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara Persidangan Pengadilan Tingkat Pertama, surat-surat bukti dan surat-surat lainnya yang berhubungan dengan perkara ini, serta keterangan saksi-saksi, juga salinan resmi Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 1031/Pdt.G/2013/PA.Mks. tanggal 18 Februari 2014 Masehi, bertepatan dengan tanggal 18 Rabiul Akhir 1435 Hijriyah, majelis hakim tingkat banding memberikan pertimbangan – pertimbangan sebagaimana diuraikan di bawah

(4)

ini;

I. Dalam Konvensi

Menimbang, bahwa Termohon didalam memori bandingnya menyatakan keberatan atas Putusan Pengadilan Tingkat Pertama yang mengabulkan permohonan Pemohon, dengan alasan karena Majelis Hakim tingkat pertama tidak memperhatikan dengan seksama mengenai cacat hukum yang berkaitan dengan identitas Pemohon dan Surat Izin Cerai Pemohon yang ditandatangani oleh pejabat yang tidak berwenang;

Menimbang, bahwa atas keberatan Termohon di dalam memori bandingnya yang menyatakan bahwa identitas Pemohon cacat hukum karena tidak mencantumkan dengan benar pekerjaan / Jabantannya sebagai Kepala Cabang Bank SULSELBAR, tetapi hanya mencantumkan sebagai Karyawan BUMD Bantaeng, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa pencantuman pekerjaan Pemohon sebagaimana tersebut di atas tidak sampai menyebabkan error in persona, atau menjadi salah orang, karena tidak ternyata ada orang lain yang bernama, H. Muh. Nawir bin Mallaweang, sebagai karyawan BUMD Bantaeng yang menjadi suami dari Termohon, dan juga karena PT. BANK SULSELBAR Cabang Bantaeng adalah termasuk BUMD Bantaeng, sehingga karenanya pencantuman pekerjaan Pemohon sebagai Karyawan BUMD Bantaeng dengan tidak dilengkapi dengan Jabatannya, bukan merupakan cacat hukum karena pencantuman Jabatan bukan bersifat imperatif, apalagi identitas-identitas lain yang dicantumkan adalah benar adanya, khususnya nama dan alamat tempat tinggal Pemohon. oleh karena itu maka keberatan Termohon tersebut tidak dapat dibenarkan dan harus dikesampingkan;

Menimbang, bahwa mengenai keberatan Termohon yang menyatakan bahwa Izin Cerai Pemohon ditanda tangani oleh Pejabat yang tidak berwenang, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Izin Cerai sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, merupakan salah satu peraturan untuk disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil atau yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil, bukan merupakan syarat formal seseorang untuk mengajukan perkara perceraian di Pengadilan karena tidak termasuk hukum acara. Seandainya dalam perkara a quo

(5)

Pemohon tidak dapat menunjukkan Surat Izin Cerai, quad non, Pengadilan tidak ada halangan secara formil untuk dapat menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan Pemohon. Oleh karena itu maka keberatan Termohon tersebut tidak dapat dibenarkan dan harus dikesampingkan;

Menimbang, bahwa selanjutnya mengenai pokok perkaranya, terlepas dari apa yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Tingkat Pertama, Majelis Hakim Tingkat Banding, sebagai Pengadilan ulangan perlu menambahkan pertimbangannya sendiri sebagaimana diuraikan di bawah ini;

Menimbang, bahwa Pemohon di dalam dalil-dalil permohonannya pada pokoknya menyatakan bahwa Pemohon adalah suami Termohon berdasarkan pernikahan yang dilaksanakan pada tanggal 5 Februari 1993, dan selanjutnya Pemohon mohon agar diberi izin untuk menjatuhkan talak terhadap Termohon dengan alasan karena sejak sekitar pertengahan tahun 2012 kehidupan rumah tangga Pemohon dengan Termohon sering terjadi percekcokan / pertengkaran terus menerus, karena Termohon tidak setuju apabila Pemohon mengambil anak angkat yaitu kemenakan Pemohon sendiri;

Menimbang, bahwa atas dalil-dalil permohonan Pemohon tersebut Termohon telah memberikan jawaban yang pada pokoknya menyatakan benar Termohon adalah isteri Pemohon, dan benar pula kehidupan rumah tangga Pemohon dengan Termohon sangat kurang harmonis, namun penyebabnya bukan karena masalah pengangkatan anak, yang benar penyebabnya adalah karena Pemohon mempunyai perempuan lain dan perempuan tersebut pernah dibawa Pemohon ke kampung untuk diperkenalkan dengan keluarga Pemohon, dan hubungan tersebut masih berlangsung sampai sekarang, namun demikian Termohon tetap berbesar hati menerima permohonan cerai talak Pemohon;

Menimbang, bahwa Pemohon untuk membuktikan kebenaran adanya hubungan perkawinan antara Pemohon dengan Termohon, telah mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P berupa fotokopian Kutipan Akta Nikah Nomor : 343/10/II/1993, tanggal 5 Februari 1993. Alat bukti tersebut telah bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya, karenanya secara formal dapat diterima sebagai alat bukti.

Menimbang, bahwa alat bukti P sebagaimana tersebut di atas merupakan akta otentik, oleh karenanya maka harus dinyatakan terbukti

(6)

menurut hukum bahwa antara Pemohon dengan Termohon telah terikat perkawinan yang sah sejak 5 Maret 1993, dan karenanya pula maka dapat dinyatakan bahwa Pemohon mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan izin ikrar talak terhadap Termohon;

Menimbang, bahwa dari jawab menjawab antara Pemohon dengan Termohon yang berkaitan dengan alasan perceraian dan penyebabnya sebagaimana tersebut diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pada pokoknya kedua belah pihak telah sama-sama mengakui dan membenarkan bahwa kehidupan rumah tangga Pemohon dengan Termohon sering diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran terus menerus, hanya saja menurut Pemohon yang menjadi penyebab adalah Termohon, sebaliknya menurut Termohon yang menjadi penyebab adalah Pemohon;

Menimbang, bahwa meskipun dalil-dalil permohonan Pemohon sepanjang mengenai alasan perceraian telah diakui kebenarannya oleh Termohon, namun oleh karena permohonan cerai talak ini didasarkan atas alasan adanya perselisihan dan pertengkaran terus menerus, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ( 2 ) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juncto Pasal 76 ayat ( 1 ) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka harus didengar terlebih dahulu keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan kedua belah pihak;

Menimbang, bahwa untuk maksud hal tersebut di atas Pemohon telah mengajukan 2 ( dua ) orang saksi yaitu 1) Muhammad Irsyad bin H. Mas’ud dan 2) Umar bin Mellong, sebaliknya Termohon tidak mengajukan saksi-saksinya meskipun telah diberi kesempatan untuk itu. Kemudian masing-masing saksi tersebut telah memberikan keterangan dengan mengangkat sumpah yang pada pokoknya masing-masing saksi sering mendengar secara langsung terjadinya pertengkaran antara Pemohon dengan Termohon dan masing-masing saksi tahu antara Pemohon dengan Termohon telah berpisah rumah selama kurang lebih 6 bulan, namun mengenai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran keterangan saksi-saksi hanya berdasarkan ratio concludendi atau kesimpulan saksi saja;

(7)

Menimbang, bahwa oleh karena keterangan kedua orang saksi yang berkaitan dengan terjadinya pertengkaran terus menerus antara Pemohon dengan Termohon tersebut didasarkan atas pengetahuan mereka sendiri secara langsung dan keterangan mereka masing-masing saling bersesuaian serta saling mendukung satu sama lain, maka keterangan tersebut dapat dipercaya kebenarannya dan dapat dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan kedua belah pihak dan penilaian terhadap keterangan saksi-saksi sebagaimana tersebut di atas, maka dapat ditemukan fakta-fakta hukum sebagai berikut : Pemohon dan Termohon sebagai suami-isteri bertempat tinggal bersama terakhir di Kabupaten Bantaeng, sejak kurang lebih pertengahan tahun 2012 antara Pemohon dengan Termohon sering terjadi perselisihan dan pertengkaran, antara Pemohon dengan Termohon telah berpisah rumah sekurang-kurangnya selama 6 ( enam ) bulan;

Menimbang, bahwa perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari segi lahiririyyah, ikatan antara pemohon dengan termohon sudah tidak dapat terwujud, karena sudah berjalan sekurang-kurangnya selama 6 ( enam ) bulan Pemohon dan Termohon tidak hidup bersama dalam satu rumah tangga sebagaimana layaknya suami isteri, sehingga dengan demikian patut diduga bahwa ikatan batin antara mereka berduapun sudah tidak ada lagi;

Menimbang, bahwa dalam suatu lembaga perkawinan antara suami dengan isteri masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi secara timbal balik sebagaimana diatur dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, akan tetapi dengan kondisi rumah tangga pemohon dengan termohon yang telah berpisah tempat tinggal sekurang-kurangnya selama 6 ( enam ) bulan secara terus menerus tersebut, patut diduga bahwa pemohon dan termohon sudah tidak dapat lagi untuk saling memenuhi hak dan melaksanakan kewajiban masing-masing pihak terhadap pihak lainnya sebagaimana layaknya suami isteri, sehingga dengan demikian lembaga perkawinan yang telah mereka bangun pada tanggal 5 Februari 1993, dapat dinyatakan sudah tidak berfungsi lagi;

(8)

Menimbang, bahwa dengan adanya kondisi rumah tangga sebagaimana tersebut diatas maka patut diduga pula bahwa tujuan perkawinan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan juga tujuan perkawinan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, akan sulit tercapai, sehingga karenanya dapat diyakini apabila perkawinan tersebut tetap dipertahankan akan menimbulkan kemafsadatan yang lebih besar bagi kedua belah pihak daripada kemaslahatannya. Sedangkan menghindari kemafsadatan lebih diutamakan dari pada menarik kemaslahatan. Hal ini sesuai dengan Qaidah Fiqhiyyah yang berbunyi :

ﺀﺮﺪ ﺎﻔﻤﻠا ﺪﺴ ﺪﻘﻤ م ﺐﻠﺠﻰﻠﻋ ﺢﻠﺎﺼﻤﻠا

Menghindari kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Pemohon telah berhasil membuktikan dalil-dalil permohonannya bahwa kehidupan rumah tangga Pemohon dengan Termohon sejak pertengahan tahun 2012 mulai sering diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang sulit diharapkan untuk rukun kembali, meskipun belum berhasil membuktikan siapa yang menjadi penyebabnya;

Menimbang, bahwa oleh karena alasan perceraian menurut Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam telah dinyatakan terbukti, maka sesuai dengan Jurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 38 K/AG/1990 tanggal 22 Agustus 1991, tidak perlu dan tidak patut dipersoalkan lagi siapa yang salah atau siapa yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara Pemohon dengan Termohon, karena pernikahan bukanlah sekedar perjanjian biasa untuk hidup bersama sebagai suami isteri, akan tetapi merupakan suatu perjanjian suci, yang untuk memutuskannya tidak boleh diukur dengan kesalahan dari salah satu pihak. Oleh karena itu maka Majelis Hakim Tingkat Banding berkesimpulan bahwa permohonan Pemohon pada petitum angka 2 agar Pengadilan memberi ijin Pemohon, ( H. Muh. Nawir bin Mallaweang ) untuk mengucapkan ikrar talak atas Termohon, ( Hj. Haslindah binti Abd. Kadir ) dapat dikabulkan, sehingga karenanya Putusan Pengadilan Tingkat Pertama mengenai hal ini harus

(9)

dikuatkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 41 huruf ( c ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 149 huruf ( a ) Kompilasi Hukum Islam ( Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 1991 ), Pengadilan secara ex officio dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan mut’ah yang layak baik berupa uang atau benda kepada bekas isteri, kecuali bekas isteri tersebut qabla al dukhul;

Menimbang, bahwa oleh karena telah ternyata, sesuai dengan keterangan kedua belah pihak bahwa Pemohon dan Termohon pernah hidup rukun selama kurang lebih 20 tahun ( ba’da dukhul ) maka sudah sepatutnya Pemohon dibebani kewajiban untuk memberikan mut’ah kepada Termohon. Hal ini sejalan

pula dengan sebuah pendapat di dalam kitab Bugyah hal 214, yang diambil sebagai pendapat majlis hakim, yang berbunyi:

بﺟﺗو ﺔﻌﺗﻣﻟا ةﺀوﻂوﻣﻟ ﺖﻘﻟﻂ ﺎﻧﺋﺎﺑ ﺔﻳﻌﺟروأ

“Bagi isteri yang diceraikan yang telah disetubuhi baik dengan talaq bain atau raj'i wajib diberi mut'ah” ;

Menimbang, bahwa mengenai mut’ah yang harus diberikan oleh Pemohon kepada Termohon, Majelis Hakim tingkat banding berpendapat bahwa mut’ah dapat berupa biaya hidup untuk bekas isteri dalam waktu paling lama 1 ( satu) tahun terhitung sejak lepas iddah. Hal ini sesuai dengan pendapat Abu Zahrah dalam Kitab Ahwalus Syahsyiyyah halaman 334, yang diambil sebagai pendapat majelis hakim, yang berbunyi :

ﻪﻨإ اﺬا ﺎﻜ ﻦ ﻖﻼﻄﻠا ﺪﻌﺒ ﻞﻮﺨﺪﻠا ﺮﻴﻐﺒ ﺎهﺎﻀﺮ ﻦﻮﻜﺘ ﺎﻬﻠ ﺔﻌﺘﻤ ﻰه ﺔﻘﻔﻨ ﺔﻨﺴ ﺪﻌﺒ ﺀﺎﻬﺘ ةﺪﻌﻠا اﻨ

“Apabila talak dijatuhkan setelah isteri disetubuhi ( ba’da dukhul ), sedangkan isteri tidak rela atas talak tersebut, maka isteri berhak memperoleh mut’ah dari bekas suaminya, yaitu setara dengan nafkah selama satu tahun terhitung sejak lepas iddah”;

Menimbang, bahwa untuk menetapkan berapa jumlah mut’ah yang harus diberikan oleh Pemohon kepada Termohon perlu dipertimbangkan berapa penghasilan Pemohon yang menjabat sebagai Kepala Cabang Bank SULSELBAR Cabang Bantaeng;

Menimbang, bahwa dalam persidangan tingkat pertama belum terungkap fakta-fakta mengenai berapa besar gaji Pemohon sebagai Kepala Cabang Bank SULSELBAR Cabang Bantaeng, namun sesuai dengan Memori Banding Termohon / Pembanding yang diakui kebenarannya oleh Pemohon / Terbanding

(10)

dalam Kontra Memori Bandingnya bahwa gaji kotor Pemohon adalah sebesar Rp 15.221.517 ( lima belas juta dua ratus dua puluh satu ribu lima ratus tujuh belas rupiah ), namun gaji bersih yang diterima Pemohon adalah sebesar Rp 8.122.289,00 ( delapan juta seratus dua puluh dua ribu dua ratus delapan puluh sembilan rupiah ), meskipun menurut Pemohon dari jumlah gaji tersebut masih ada potongan untuk membayar cicilan motor sebesar Rp 3.000.000,00 ( tiga juta rupiah ) setiap bulan, namun potongan tersebut hanya bersifat temporer, oleh karena itu yang dijadikan ukuran oleh Majelis Hakim Tingkat Banding adalah berapa gaji bersih Pemohon setiap bulan, bukan berapa gaji Pemohon setelah dipotong untuk membayar cicilan motor;

Menimbang, bahwa dengan mengacu pada pola yang dipakai dalam Pasal 8 ayat ( 3 ) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 dalam pembagian gaji bagi Pegawai Negeri Sipil yang bercerai, maka dipandang layak dan adil serta sesuai dengan batas-batas kewajaran apabila Pemohon diwajibkan untuk memberikan mut’ah kepada Termohon yang diperhitungkan perbulan sebesar kurang lebih 1/2 dari gaji bersih yang diterima oleh Pemohon yaitu sejumlah Rp 4.000.000,00 ( empat juta rupiah ) atau dalam waktu 12 bulan sejumlah Rp. 12 x Rp 4.000.000,00 = Rp 48.000.000,00 ( empat puluh delapan juta rupiah ). Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Tingkat Pertama yang menghukum pemohon untuk memberikan mut’ah kepada termohon berupa uang sejumlah Rp 20.000.000,00 ( dua puluh juta rupiah ) perlu diperbaiki;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 149 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam ( Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 1991 ), Pengadilan secara ex officio dapat pula mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan nafkah selama dalam iddah kepada bekas isteri, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak ternyata Termohon telah dijatuhi talak bain dan tidak ternyata pula Termohon sebagai isteri yang nusyuz, oleh karena itu maka sudah sepatutnya Pemohon dibebani kewajiban untuk memberikan nafkah kepada Termohon selama dalam masa iddah. Hal ini sejalan dengan sebuah pendapat dalam kitab Syarqawi Alat Tahrir Juz IV : 349, yang selanjutnya diambil sebagai pendapat Majlis Hakim, yang berbunyi ;

(11)

ﺔﻗﻔﻧو ةدﺗﻌﻣﻟا تﻧﺎآﻦإ ﺔﻳﻌﺟر ﺀﺎﻧﺑﺑ سﺑﺣ جﻮﺰ ﺎﻬﻳﻟﻋ ﻪﺗﻧﻂﻟﺳﺑو ﻟا

“Dan wajib nafkah untuk perempuan dalam iddah jika ada dalam talak raj'i karena perempuan tersebut masih menjadi tanggungan dan masih tetap di dalam kekuasaan bekas suaminya”;

Menimbang, bahwa dengan mengacu pada pertimbangan hukum mengenai besaran mut’ah yang apabila diperhitungkan perbulan adalah sejumlah Rp 4.000.000,00 ( empat juta rupiah ), Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa oleh karena dalam masa iddah seorang isteri yang dicerai oleh suaminya dengan talak raj’i, selain masih berhak memperoleh nafkah untuk biaya hidup sehari-hari, juga berhak memperoleh maskan dan kiswah, maka sesuai dengan batas-batas kewajaran dan kepatutan serta kemampuan Pemohon apabila Pemohon dibebani kewajiban untuk memberikan nafkah, maskan dan kiswah selama iddah perbulan sejumlah Rp 5.000.000,00 ( lima juta

rupiah ) atau selama 3 bulan adalah sejumlah 3 x Rp 5.000.000,00 = Rp 15.000.000,00 ( lima belas juta rupiah ), dan oleh karena itu pula maka

Putusan Pengadilan Tingkat Pertama mengenai jumlah nafkah iddah dapat dipertahankan;

Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 72 juncto Pasal 84 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka diperintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Makassar untuk mengirimkan salinan Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, wilayah tempat kediaman Pemohon, Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, wilayah tempat kediaman Termohon, dan Kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo, wilayah tempat perkawinan dilangsungkan, paling lambat 30 hari sejak ikrar talak dijatuhkan, untuk didaftar dalam buku yang disediakan untuk itu;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 1031/Ptd.G/2013/ PA.Mks. tanggal 18 Februari 2014 M. bertepatan dengan tanggal 18 Rabiul Akhir 1435 H. harus dikuatkan dengan penambahan pertimbangan hukum sebagaimana tersebut di atas dan

(12)

perbaikan amar putusan yang bunyi selengkapnya sebagaimana tercantum dalam amar putusan perkara a quo;

II. Dalam Rekonvensi :

Menimbang, bahwa gugatan Penggugat Rekonpensi yang dituangkan dalam suratnya tertanggal 25 September 2013 dan surat perbaikannya tertanggal 22 Oktober 2013 hanya memuat petitum tunggal yang bersifat umum yang berbunyi : “Menerima dan mengabulkan gugatan rekonvensi Termohon (penggugat rekonvensi)”;

Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat Rekonvensi yang petitumnya sebagaimana tersebut di atas, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa petitum tersebut tidak memenuhi syarat formal sebagai suatu petitum gugatan, karena tidak jelas memerinci satu persatu hal-hal apa yang diminta oleh Penggugat Rekonpensi sesuai dengan dalil gugatannya, oleh karena itu maka dapat dinyatakan bahwa gugatan Penggugat Rekonpensi tersebut cacat formil;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan penggugat rekonpensi cacat formil, maka pemeriksaan terhadap gugatan rekonpensi pada Pangadilan Tingkat Pertama tidak perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan alat-alat bukti dan oleh karena itu pula maka keberatan Penggugat Rekonpensi / Pembanding dalam Memori Bandingnya yang menyatakan bahwa alat-alat bukti yang diajukan oleh Penggugat Rekonpensi / Pembanding tidak diperiksa, tidak dapat dibenarkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 1031/Ptd.G/2013/ PA.Mks. tanggal 18 Februari 2014 M. bertepatan dengan tanggal 18 rabiul Akhir 1435 H. yang menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijk Verklaard ), harus dikuatkan;

III. Dalam Konvensi dan Rekonvensi

Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk sengketa di bidang perkawinan, maka sesuai dengan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara pada tingkat pertama dibebankan kepada Pemohon Konpensi / Tergugat Rekonpensi /

(13)

Terbanding dan dalam tingkat banding dibebankan kepada Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi / Pembanding;

Mengingat, segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syar’i yang berkaitan dengan perkara ini;

M E N G A D I L I

- Menyatakan permohonan banding yang diajukan oleh Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi / Pembanding dapat diterima;

I. Dalam Konvensi

- Menguatkan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 1031/Pdt.G/ 2013/ PA.Mks. tanggal 18 Februari 2014 M. bertepatan dengan tanggal 18 Rabiul Akhir 1435 H. dengan perbaikan amar putusan, sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon;

2. Memberi izin Pemohon ( H. Muh. Nawir bin Mallaweang ) untuk menjatuhkan talak I ( satu ) raj’i terhadap Termohon ( Hj. Haslindah

binti Kadir ) di depan sidang Pengadilan Agama Makassar;

3. Menghukum Pemohon untuk memberikan mut’ah kepada Termohon sejumlah Rp 48.000.000,00 ( empat puluh delapan juta rupiah );

4. Menghukum Pemohon untuk memberikan nafkah iddah kepada Termohon sejumlah Rp 15.000.000,00 ( lima belas juta rupiah );

5. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Makassar untuk mengirimkan salinan Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, wilayah tempat kediaman Pemohon, Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, wilayah tempat kediaman Termohon, dan Kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo, wilayah tempat perkawinan dilangsungkan, paling lambat 30 hari sejak ikrar talak dijatuhkan, untuk didaftar dalam buku yang disediakan untuk itu;

(14)

- Menguatkan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 1031/Pdt.G/ 2013 / PA.Mks. tanggal tanggal 18 Februari 2014 M. bertepatan dengan tanggal 18 Rabiul Akhir 1435 H.

III. Dalam Konvensi dan Rekonvensi

- Membebankan kepada Pemohon Konvensi / Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara pada tingkat pertama sejumlah Rp 281.000,00 ( dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah );

- Menghukum Termohon Konvensi / Penggugat Rekonvensi / Pembanding

untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp 150.000,00 ( seratus lima puluh ribu rupiah );

Demikian putusan ini dijatuhkan dalam sidang musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Makassar pada hari Kamis tanggal 12 Juni 2014 M., bertepatan dengan tanggal 14 Sya’ban 1435 H., oleh Drs. H. A. Ahmad As'ad, S.H., sebagai Ketua Majelis, Drs. Sukiman BP. S.H. M.H. dan Drs. H. Mohammad Nor Hudlrien, S.H., M.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota yang ditunjuk berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Makassar tanggal 08 April 2014, dengan dibantu oleh Staramin, S.Ag. sebagai Panitera Pengganti, putusan tersebut pada hari itu juga diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara.

Hakim Anggota, Ketua Majelis, ttd ttd

Drs. Sukiman BP., S.H., M.H. Drs. H. A. Ahmad As'ad, S.H. ttd

Drs. H. Mohammad Nor Hudlrien, S.H.,M.H.

Panitera Pengganti,

ttd

Staramin, S.Ag.

(15)

- Redaksi : Rp 5.000,00

- Materai : Rp 6.000,00

- Proses Penyelesaian Perkara : Rp139.000,00

J u m l a h : Rp150.000,00

Untuk Salinan,

Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Agama Makassar

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian identifikasi waste pada produksi kayu lapis dengan pendekatan lean manufacturing untuk meningkatkan kualitas proses produksi (studi kasus : PT Sumber Mas Indah

Subjek penelitian ini adalah karyawan yang bekerja dalam bidang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada PT. PLN Persero Distribusi Jawa Timur. Sumber data

Data dari tabel daftar cek domain kognitif dan konten soal ini merupakan data primer yang digunakan dalam menganalsis ketercakupan domain kognitif soal ujian

a) Menerima tugas dari Manager Marketing ataupun dari Customer Service dan melakukan koordinasi pekerjaan. b) Mengkoordinasikan order dari customer agar semua proses

Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Non Quota Penerima Bantuan Iuran (PBI) Pusat, Jaminan Kesehatan Nasional NTB dan Jaminan Kesehatan Nasional APBD Kabupaten Lombok

Selanjutnya pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan bidang pertanahan yang tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang

Pada Bab II adalah tinjauan teoritis tentang evaluasi pembelajaran mata pelajaran Bahasa Arab, yang berisikan pengertian evaluasi, pengertian pembelajaran Bahasa Arab

Menimbang, bahwa oleh karena alasan Penggugat untuk mencabut perkara adalah telah rukun kembali dengan tergugat dalam rumah tangga, majelis berpendapat alasan pencabutan