• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GEOLOGI REGIONAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 FISIOGRAFI

Tobler (1922) dalam van Bemmelen (1949) membagi daerah Sumatra Tengah menjadi tujuh unit (Gambar II.1) yaitu: 1. Zona Dataran Aluvial Pantai Timur Sumatra, 2. Zona Dataran Rendah Bergelombang, 3. Zona Depresi Sub-Barisan Sumatra Tengah, 4. Zona Pegunungan Sub-Barisan Depan, 5. Zona Sekis Barisan, 6. Zona Pegunungan Barisan, dan 7. Zona Dataran Aluvial Pantai Barat Sumatra. Sebagai perkembangan lebih lanjut dari pembagian diatas, van Bemmelen membagi zona – zona fisiografi yang meliputi seluruh pulau Sumatra yaitu: 1. Zona Pegunungan Barisan, 2. Zona Sesar Semangko, 3. Zona Pegunungan Tigapuluh, 4. Zona Dataran Rendah dan Dataran Bergelombang.

Gambar II.1 Peta Fisiografi Sumatra Tengah Menurut Tobler (1922) dalam van Bemmelen (1949).

(2)

8

Cekungan Ombilin terletak pada busur magmatik Pegunungan Barisan. Katili dan Hehuwat (1967) dalam Koesoemadinata dan Matasak (1981) menyatakan bahwa Cekungan Ombilin didominasi oleh Zona Sesar Geser Sumatra yang berasosiasi dengan pensesaran naik orde kedua dan sesar turun yang membentuk bentukan seperti terban. Cekungan Ombilin merupakan suatu cekungan yang terisi oleh endapan Tersier Awal yang dibatasi oleh batuan Pra-Tersier di sisi barat dan timur cekungan. Endapan Pra-Tersier Awal juga terakumulasi secara lokal pada depresi di tengah ke arah tenggara cekungan seperti Cekungan Sinamar. Endapan Tersier Awal juga terdapat di bagian barat Tinggian Pegunungan Barisan dan bagian timur Cekungan antar busur yaitu Cekungan Painan.

2.2 TATANAN TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL

Batuan Pra-Tersier Sumatra terbentuk oleh beberapa lempeng mikro benua dan samudera seperti Mergui, Malaka, dan Malaya Timur yang beramalgamasi selama Trias Akhir dan membentuk Daratan Sunda. Kemudian daerah Woyla yang terdapat di bagian barat Daratan Sunda membentuk batas yang jelas dengan lempeng mikro Mergui. Oleh karena itu, Cekungan ombilin memiliki dua tipe batuan dasar, yaitu: batuan dari lempeng mikro Mergui di sisi timurlaut dan lempeng mikro Woyla di sisi baratdaya.

Konfigurasi struktural saat ini menunjukkan bahwa Cekungan Ombilin terletak diantara Pegunungan Barisan yang memiki arah baratlaut – tenggara. Bagian barat dari Pegunungan Barisan ditempati oleh gunung api berumur Kuarter sampai Resen seperti: Gn. Merapi, Gn. Singgalang, dan Gn. Malintang. Bagian timur dari cekungan didominasi batuan non vulkanik yang direpresentasikan oleh singkapan – singkapan dari batuan Pra – Tersier. Terbentuknya Cekungan Ombilin diinterpetasikan akibat dipengaruhi Sistem Sesar Sumatra yang memiliki

(3)

9

pergerakan menganan dan diinterpretasikan sebagai hasil dari subduksi miring dari lempeng Indo-Austaralia yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia.

2.3 STRUKTUR GEOLOGI CEKUNGAN OMBILIN

Secara keseluruhan, bentuk dari Cekungan Ombilin adalah memanjang dengan arah baratlaut – tenggara, dibatasi oleh sesar Sitangkai dan Silungkang yang memiliki jurus baratlaut – tenggara dan relatif sejajar terhadap Sistem Sesar Sumatra saat ini (Gambar II.2). Secara umum, cekungan Ombilin terbentuk oleh dua terban utama yang berumur Paleogen dan Neogen dan dibatasi oleh sesar Tanjungampalu yang memiliki kecenderungan arah utara – selatan. Di sebelah baratlaut terdapat Subcekungan Payakumbuh yang dipisahkan dari Cekungan Ombilin oleh kelurusan gunungapi yaitu: Gn. Merapi, Gn. Singgalang, dan Gn. Malintang (Gambar II.3). Subcekungan Payakumbuh dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari terban berumur Paleogen dari Cekungan Ombilin.

(4)

10 Gambar II.3 Kelurusan gunungapi yang memisahkan Cekungan Ombilin dan Subcekungan

Payakumbuh (Situmorang, dkk, 1991).

Secara lokal, terdapat tiga strukur geologi yang dapat dikenali di Cekungan Ombilin (Gambar II.2):

1. Batas cekungan berupa sesar dengan jurus baratlaut – tenggara yang merupakan bagian dari Sistem Sesar Sumatra. Bagian utara dari cekungan dibatasi oleh sesar Sitangkai dan Tigojangko. Sesar Tigojangko menerus ke arah tenggara dan menjadi sesar Takung. Bagian selatan dari cekungan dibatasi oleh sesar Silungkang.

2. Sesar dengan kecenderungan arah utara – selatan dapat terlihat jelas di bagian baratlaut dari cekungan. Sesar yang terbentuk dari utara ke selatan adalah: sesar Kolok, sesar Tigotumpuk, sesar Tanjungampalu. Terbentuknya ketiga sesar tersebut diasosiasikan dengan fase regangan ketika cekungan mulai terbentuk dan memainkan peranan penting dalam evolusi cekungan.

3. Sesar dengan kecenderungan arah barat – timur yang membentuk sesar antithetic dengan komponen dip – slip yang dominan. Sesar ini berperan

(5)

11

sebagai pembatas utama untuk beberapa subcekungan seperti Subcekungan Talawi.

Secara keseluruhan, pola struktur dari Cekungan Ombilin menunjukkan transtensional duplex system yang terbentuk dalam bidang pergeseran dari sesar Silungkang dan sesar Sitangkai. Terdapatnya sesar bersistem kompresi dan regangan dalam jarak yang dekat merupakan fenomena yang umum dalam cekungan bersistem strike – slip. Cekungan tersebut dapat mengalami rezim peregangan pada suatu daerah dan mengalami rezim pemendekan pada daerah lainnya.

2.4 STRATIGRAFI REGIONAL

2.4.1 Batuan Pra-Tersier

Batuan Pra – Tersier merupakan batuan dasar dari Cekungan Ombilin yang berumur Tersier. Batuan ini tersingkap ke permukaan pada bagian barat dan timur cekungan. Bagian barat dari Cekungan Ombilin memiliki batuan dasar yang terdiri dari batuan vulkanik, batugamping, dan batusabak yang berumur dari Perm – Karbon sampai Trias. Batuan vulkanik terdiri dari lava basaltis dan andesitis, dan batugamping terumbu yang merupakan bagian dari Formasi Silungkang. Batuan vulkanik dari Formasi Silungkang diketahui menjari dengan batusabak dan kuarsit dari Formasi Tuhur. Menurut Katili (1962) dalam Koesoemadinata dan Matasak (1981), kedua formasi tersebut diintrusi oleh granit yang memiliki umur 200 juta tahun yang lalu. Bagian timur dari Cekungan Ombilin memiliki batuan dasar yang terdiri dari batugamping oolitik, marmer, kuarsit, dan batusabak yang tergabung kedalam Formasi Kuantan (Kastowo dan Silitonga, 1973).

(6)

12 2.4.2 Batuan Tersier

2.4.2.1 Formasi Brani

Pada Formasi Brani tidak terdapat fosil mikro yang dapat dijadikan sebagai penentu umur. Formasi ini penentuan umurnya didasarkan pada penjemarian dengan unit stratigrafi yang lateral dan yang melampar. Butir kasar Formasi Brani terdiri dari konglomerat dan sedimen aliran debris sepanjang sesar aktif yang membatasi cekungan dari Paleosen Akhir sampai Eosen Tengah.

Formasi ini tersusun atas suatu sekuen konglomerat polimik berwarna coklat ungu kekuningan, berukuran kerikil – kerakal dengan matriks pasir lempungan, pemilahan buruk, butiran menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pejal, keras, umumnya tidak memiliki perlapisan dan terkadang terdapat perlapisan yang buruk. Fragmen terdiri dari berbagai macam litologi, sangat tergantung tempat batuan dasar tersebut terendapkan. Di sisi barat cekungan, fragmen terdiri dari batuan vulkanik (andesit), batugamping, batusabak dan lempungan, sedangkan di sisi timur di dominasi oleh fragmen granit, kadang terdapat kuarsit dan kuarsa putih (Koesoemadinata dan Matasak, 1981).

Secara umum, posisi stratigrafi Formasi Brani berada di atas batuan Pra - Tersier berupa ketidakselarasan bersudut di atas batuan plutonik Pra – Tersier. Formasi ini terkadang dijumpai diatas atau dibawah Formasi Sangkarewang. Diatas Formasi Brani diendapkan Formasi Sawahlunto secara selaras. Namun menurut Koning (1985), Formasi Sawahlunto berada secara tidak selaras di atas Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang.

(7)

13

2.4.2.2 Formasi Sangkarewang

Formasi Sangkarewang merupakan formasi yang penyebarannya sangat luas yang dapat diamati pada singkapan cekungan Ombilin. Formasi Sangkarewang merupakan sekuen yang tebal dari batulempung halus, coklat tua sampai hitam, terlaminasi halus, getas, kaya organik. Dalam lapisan batulempung terdapat lapisan batupasir berbutir halus sampai sedang, feldspatik. Struktur untuk sedimen yang berbutir halus sering dicirikan oleh struktur slump dan pada umumnya tersesarkan atau terlipatkan menjadi perlipatan isoklin yang rapat.

Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), formasi ini berada secara tidak selaras diatas batuan dasar Pra – Tersier, menjemari terhadap Formasi Brani dan berada secara selaras dibawah Formasi Sawahlunto. Namun, Koning (1985) menafsirkan bahwa Formasi Sangkarewang berada tidak selaras di bawah Formasi Sawahlunto.

Formasi Sangkarewang diendapkan pada lingkungan danau. Ukuran danau diperkirakan mempunyai ukuran yang sama dengan sedimen Tersier pada cekungan umumnya (Cameron dkk.,1981 dalam Koning, 1985). Penentuan umur Formasi Sangkarewang berdasarkan kehadiran Musperia radiata dan Scleropagus mengindikasikan endapan berumur sekitar Eosen. Sedimen ini menipis menuju batas cekungan yang bersatu dengan sedimen kipas aluvial dan aliran debris yang mengkontribusikan material konglomeratik dan breksi yang berasal dari blok sesar yang terangkat di tempat batuan dasar tersingkap.

2.4.2.3 Formasi Sawahlunto

Formasi Sawahlunto berumur Eosen Akhir sampai Oligosen Awal dan diendapkan selaras diatas Formasi Sangkarewang dan Formasi Brani. Formasi Sawahlunto juga berada secara selaras di bawah Formasi Sawahtambang yang dapat diamati sepanjang bagian barat Cekungan Ombilin. Berdasarkan penelitian Bartram dan Nugrahaningsih (1990) yang dikutip dalam Situmorang, dkk. (1991),

(8)

14

kehadiran palinomorf seperti Marginipollis concinnus dan Perfotricolpites spp, pada Formasi Sawahlunto menunjukkan umur Oligosen – Miosen Awal.

Formasi Sawahlunto merupakan sekuen dari endapan sedimen yang menghalus keatas pada lingkungan pengendapan dataran banjir (Whateley dan Jordan, 1989 dalam Situmorang, dkk., 1991). Dasar sekuen terdiri dari batupasir abu – abu, berbutir halus sampai sedang, dan terpilah baik. Batupasir ini terdiri dari lapisan ripple batulanau, dan serpih karbonan. Keseluruhan sekuen ditutupi rangkaian perlapisan grey mudstone, batubara, dan serpih yang kaya akan organik.

2.4.2.4 Formasi Sawahtambang

Formasi Sawahtambang dicirikan oleh sekuen tebal lapisan batupasir yang silang siur, sebagian besar kuarsa sampai feldspatik. Serpih dan batulanau berkembang secara lokal. Sekuen batupasirnya abu – abu terang sampai coklat, berbutir halus sampai kasar dan terkadang terdapat lapisan kerikil didalamnya. Sekuen khas dari Formasi Sawahtambang terdiri dari beberapa seri siklus pengendapan, masing – masing mempunyai alas erosi yang ditutupi oleh kerikil terimbrikasi, silang siur dan lapisan paralel dengan sekuen menghalus keatas.

Koesoemadinata dan Matasak (1981) menyimpulkan secara stratigrafi Formasi Sawahtambang berada secara selaras diatas Formasi Sawahlunto dan Formasi Brani, dan secara selaras berada di bawah Formasi Ombilin. Pada beberapa lokasi, Formasi Sawahtambang ditemukan bersilang jari dengan Formasi Sawahlunto. Namun menurut Cameron, dkk. (1981) dalam Koning (1985), hasil pemetaan lapangan mengindikasikan bahwa Formasi Sawahtambang berada secara ketidakselarasan bersudut diatas Formasi Sawahlunto, Formasi Sangkarewang, dan batuan dasar Pra – Tersier. Koning (1985) juga menyatakan bahwa Formasi Sawahtambang berada di atas Formasi Sawahlunto secara tidak selaras dan berada di bawah Formasi Ombilin secara tidak selaras.

Berdasarkan posisi stratigrafi yang berada di bawah Formasi Ombilin, Koesoemadinata dan Matasak (1981) mengasumsikan bahwa Formasi

(9)

15

Sawahtambang berumur Oligosen. Bartram dan Nugrahaningsih (1990) dalam Situmorang dkk. (1991) menyimpulkan umur Oligosen – Miosen Awal berdasarkan kemunculan Marginipolis cocinnus dan Perfotricolpites spp. Analisis palinologi yang dilakukan oleh peneliti ITB – CPI (1996) dalam Kurniawan (1996), pada bagian bawah (Anggota Rasau) menunjukkan umur Oligosen Akhir – Miosen Awal, ditandai dengan hadirnya Palmaepollenites kutchensis dan Rassotitriletes van raadshoveni, pada bagian atas (Anggota Poro) menunjukkan umur Miosen Awal yang ditandai Florschnetzia trilobata yang berasosiasi dengan Florschnetzia levipoli. Adanya kesamaan hal umur tersebut dengan Formasi Sawahlunto menimbulkan kerancuan. Sangat jelas bahwa pada Formasi Sawahlunto dan Anggota Rasau didapatkan fosil yang sama. Namun berdasarkan superposisi Anggota Rasau yang relatif berada di atas Formasi Sawahlunto, peneliti ITB – CPI (1996) dalam Kurniawan (1996) menyimpulkan bahwa Formasi Sawahtambang relatif lebih muda dari Formasi Sawahlunto.

2.4.2.5 Formasi Ombilin

Formasi Ombilin diendapkan secara selaras diatas Formasi Sawahtambang dan merepresentasikan pengaruh laut utama yang masuk kedalam daerah untuk kali pertama. Formasi ini dikenali sebagai unit litologi yang berbeda oleh Musper (1929) dalam Koesoemadinata dan Matasak (1981) yang menamai formasi ini Grup Napal atau Mergel Afdeeling.

Formasi Ombilin tersusun atas batugamping abu – abu, lanauan sampai pasiran, dengan material karbonan. Terdapat perselingan batugamping putih, berbutir sangat halus sampai halus, karbonatan, batupasir glaukonit, dan batulanau lembut, putih kusam, karbonatan. Ketebalan Formasi Ombilin beragam secara dramatis dalam bagian yang berbeda – beda pada cekungan. Pada bagian paling utara dalam cekungan, interpretasi seismik memperlihatkan akumulasi napal yang mencapai 4000 meter tebalnya (Nelson, 1993 dalam Yarmanto dan Fletcher, 1993).

(10)

16

2.4.2.6 Formasi Ranau

Formasi Ranau merupakan kumpulan produk vulkanik yang beragam yang diendapkan dari umur Pliosen sampai Resen. Endapan vulkanik menutupi batas ujung utara Cekungan Ombilin dan bagian barat Subcekungan Payakumbuh. Komposisi endapan ini bervariasi tetapi secara umum terdiri dari aliran lava andesit sampai basalt, endapan lahar, dan tuf. Lingkungan asal untuk Formasi Ranau berasal dari kombinasi gunungapi Maninjau, Merapi, Malintang, dan Singgalang.

Gambar II.4 memperlihatkan hubungan stratigrafi Tersier diantara semua formasi yang terdapat di Cekungan Ombilin.

(11)

17

2011

(12)

Gambar

Gambar II.1 Peta Fisiografi Sumatra Tengah Menurut Tobler (1922) dalam van Bemmelen  (1949)
Gambar II.2 Struktur regional Cekungan Ombilin (Situmorang, dkk., 1991).
Gambar  II.4  memperlihatkan  hubungan  stratigrafi  Tersier  diantara  semua  formasi yang terdapat di Cekungan Ombilin
Gambar II.4 Stratigrafi Cekungan Ombilin menurut peneliti terdahulu (De Smet, 1991 dalam Yarmanto dan Fletcher, 1993).

Referensi

Dokumen terkait

Dokumentasi adalah kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui penelusuran dokumen. Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar,

Pengertian ujaran kebencian (hate speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan

Kita kutipkan argumen Sachedina berikut: “Bukan mengada-ada jika kita katakan bahwa debat tentang Islam menghapuskan Kristen dan Yahudi, sungguhpun tidak didukung al- Qur’an,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi yang berjudul Pengaruh

34 Suyud Margo, Op.cit, Hlm.. oleh pengenalan masyarakat kepada merek tersebut, yang menunjukan bahwa pemilik merek itu adalah produsen dari barang yang bersangkutan. Kepentingan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek Conteks adalah sumber hukum yang diterbitkan LAN maupun Pusdiklat, aspek Input terdiri dari empat komponen, yaitu; kurikulum yang

Sama seperti hasil pengujian tahap pertama, kecenderungan yang muncul pada fitur pendarahan untuk menjadi ciri khas kelas DBD bisa dikatakan tidak tepat karena nilai-nilai

Hasil tersebut diklarifikasi dengan analisis diagram unsur jejak lain yang lebih stabil, yaitu rasio Zr/Y dimana membagi afinitas menjadi Calc-Alkaline pada